Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Hukum perbankan dan asuransi adalah kumpulan peraturan yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank dan perusahaan asuransi, mencakup aspek esensi, eksistensi, dan hubungannya dengan bidang lain. Dokumen ini juga menjelaskan pengertian, sumber, asas, dan sanksi dalam hukum perbankan dan asuransi.
2. Pengertian Hukum Perbankan
Hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang
mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari
segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan lain
(Muhammad Djumhana).
Hukum perbankan (banking law), yakni merupakan seperangkat kaidah
hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-
lain sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak
yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lainnya yang berkenaan dengan dunia perbankan
tersebut (Munir Fuady, 1999: 14).
3. Sumber-sumber Hukum Perbankan
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum daalam arti formal
dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya
ketentuan hukum dan perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai perbankan.
Sumber hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu
sendiri, dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut mana
dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan
lain sebagainya. Ketentuan yang secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan
tersebut dapat ditemukan dalam:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
UU No 23 tahun 1999 tentang bank indonesia sebagaimana telah diubah pertama dengan
UU No 3 tahun 2004 dan terakhir dengan peraturan pemerintah penganti UU No 2 tahun
2008
UU no 24 tahun 1999 tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar
4. Asas-asas Hukum Perbankan
Dalam pelaksanaan kemitraan antara bank dan nasabah untuk terciptanya sistem
perbankan yang sehat, maka kegiatan perbankan dilandasi dengan beberapa asas hukum,
yakni:
Asas demokrasi ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 setelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Asas kepercayaan (fiduciary principle)
Adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha Bank dilandasi oleh hubungan
kepercayaan antara Bank dan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari
masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu
terus menjaga kesehatannya dengan tetapp mempertahankan kepercayaannya.
5. Asas kerahasiaan (Confidential Principle)
Asas yang mengharuskan atau mewajibkan merahasiakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Dalam Pasal 40 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan
informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Asas kehati-hatian (Prudential Principle)
Adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi
dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka
melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa perbankan
Indoneia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan asas kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak
lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat (Lukman Santoso, 2011: 36-38).
6. Hukum Perbankan Sebagai bagian Hukum Perdata
Seperti diketahui fungsi perbankan sebagai penghimpun penyalur dana
masyarakat, karenanya melahirkan hubungan bersifat perdata antara bank dengan
nasabahnya, yang sudah tentu tunduk kepada pengaturan hukum perdata. Sementara itu,
hubungan antara nasabah penyimpanan dana dengan nasabah debitur tidak dapat
dikualifikasikan sebagai hubungan hukum, melainkan hubungan moral, sebagai
hubungan moral maka pertanggungjawabannya lebih tinggi dimata hukum.
Keadaan dari peristiwa hukum tersebut menimbulkan persoalan tersendiri
dalam bidang hukum perdata. Berdasarkan uraian di atas jelas, bahwa disamping
sebagai bagian hukum ekonomi atau hukum bisnis, ternyata hukum perbankan juga
merupakan bagian dari sistem hukum perdata, karena subjek dan objek yang diatur
berkenaan dengan hubungan hukum yang bersifat perdata antara bank dan nasabah,
untuk itu tidak salah pula bilamana ketentuan hukum perbankan bersentuhan atau
memasuki dalam ruang lingkup pengaturan hukum perdata.
7. Pengertian Hukum Asuransi
Penggunaan asuransi tentu sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang,
mengingat jumlah pengguna asuransi semakin hari semakin tinggi di Indonesia. Tingginya
pengguna asuransi ini didominasi oleh berbagi macam produk asuransi seperti asuransi jiwa,
asuransi kesehatan, serta asuransi perlindungan harta (mobil, rumah, dll).
Hukum asuransi adalah kumpulan peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis,
yang ditujukan untuk mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi
(penanggung dan tertanggung).
Dalam beberapa kasus, kita seringkali menemukan nasabah yang kecewa dan
merasa dirugikan akibat penggunaan asuransi yang dirasa tidak maksimal dan tidak sesuai
dengan harapan mereka, di mana pada dasarnya hal seperti ini bisa saja terjadi akibat
kurangnya pemahaman kita pada semua pasal serta peraturan yang sebenarnya “wajib” kita
pahami sebelum memutuskan untuk menggunakan asuransi.
8. Tujuan Asuransi
Pengalihan Resiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam
harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian
(risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang
besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat
bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss).
Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh
pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh diderita. Dalam pembayaran ganti kerugian
oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi, terjadi baik karena persetujuan maupun
karena undang-undang.
9. Jenis Asuransi
Asuransi kerugian terdiri dari:
- Asuransi kebakaran
- Asuransi kehilangan dan kerusakan
- Asuransi laut
- Asuransi pengangkutan
- Asuransi kredit
Asuransi jiwa terdiri dari:
- Asuransi kecelakaan
- Asuransi kesehatan
- Asuransi jiwa kredit
10. Berlakunya Asuransi
Masa berlaku asuransi akan didasarkan pada penutupan yang
terjadi, di mana hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung akan
timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan.
Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya
aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan
dibayarnya premi. Setelah adanya perjanjian kontrak sementara tersebut,
maka sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku,
penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi,
hal ini diatur dalam Pasal 255 KUHD.
11. Batalnya Asuransi
Suatu pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan
suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan
apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal
1320 KUH Perdata. Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam
perjanjian asuransi:
Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani
(Pasal 269 KUHD)
Memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan
membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272
KUHD)
Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282
KUHD)
12. Sanksi dalam Hukum Asuransi
Sanksi Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya
yang berkenaan dengan:
- Perizinan usaha
- Kesehatan keuangan
- Penyelenggaraan usaha
- Penyampaian laporan
- Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan
langsung
13. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam
Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
- Terhadap pelaku utama
Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian
tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara
mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan.
Terhadap pelaku pembantu
Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal
kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang
diketahuinya.
Terhadap pemalsu dokumen
Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan
pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan
14. Daftar Pustaka
Usman, Rahmadi Hukum Perbankan, Sinar Grafika di Jakarta, 2010;
Soepraptomo, Heru Hukum Perbankan di Indonesia, Rajagrafindo Persada di
Kakarta, 2005;
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT
Intermasa, 1986;
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung 1999;
H. Mashudi, SH. MH dan Moch. Chidir Ali, SH. (Alm.), Hukum Asuransi, Penerbit
CV. Mandar Maju, 1995.