Modul ini membahas hukum perbankan dan asuransi. Terdiri dari pengertian hukum perbankan, sumber-sumber hukum perbankan, asas-asas hukum perbankan, para pihak dalam transaksi perbankan seperti nasabah dan bank, serta prinsip-prinsip dalam perbankan seperti kepercayaan dan kehati-hatian. Modul ini juga membahas definisi dan unsur-unsur asuransi.
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Hbl12, agung pangestu, hapzi ali, modul 12 hbl, hukum perbangkan dan asuransi
1. MODULPERKULIAHAN
HUKUM BISNIS & LINGKUNGAN
Hukum Perbankan dan Asuransi
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi Manajemen
12
35040 Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Abstract : Kompetensi
Hukum Perbankan dan
Asuransi
Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang Hukum Perbankan dan
Asuransi
2. ‘15
2 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Isi
Hukum Perbankan dan Asuransi
3. ‘15
3 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Hukum Perbankan dan Asuransi
A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni
merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan perundang undangan,
yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum yang mengatur masalah-masalah
perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus
dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung
jawab, para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan
tersebut.
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut :
1. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank,
profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan,
hak dan kewajiban bank.
2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan, maupun
pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT. Persero,
Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan,
seperti milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing atau bank asing.
3. Kaedah-kaedah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur perlindungan
kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan persaingan yang tidak
sehat, antitrust, perlindungan nasabah, dan lain-lain.
4. Yang menyangkut dengan struktur ogranisasi yang berhubungan dengan bidang
perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral, dan lain-lain.
5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh bisnisnya
bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif, prudent banking, dan lain-lain.
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwa transaksi keuangan berkaitan dengan produk dan jasa
yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Perlu dicatat bahwa sistem transaksi dari berbagai
bank di Indonesia berbeda-beda karakteristiknya.
Dalam dunia perbankan ada dua jenis transaksi keuangan, yaitu :
1. Taransaksi Tunai
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi finansial secara khusus melalui penggunaan mata
uang.
2. Transaksi Usaha
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi yang menghasilkan catatan finansial, yaitu cek,
tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.
B. Sumber-Sumber Hukum Perbankan
4. ‘15
4 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan sumber
hukum dalam arti materil.
Sumber hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu
sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut
pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya.
Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan
perundang-undangan, baik yang tertulis mupun tidak tertulis.
C. Asas- Asas Hukum Perbankan
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk terciptanya sistem
perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum
(khusus) yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan yang diubah. Pasal
tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahnya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha
perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi
ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh
hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana
dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu
terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan
masyarakat padanya.
3. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang
menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal 40 UU perbankan menyatakan bahwa bank wajib
merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan
fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka
melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.
D. Para Pihak Dalam Transaksi perbankan
1. Pihak Nasabah
5. ‘15
5 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang
penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah
Pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun
memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer).
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang jenis dan pengertian
nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang
menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni :
a. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk
simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
b. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank
dengan nasabah yang bersangkutan.
2.Pihak Perbankan
Pengertian dan Fungsi Perbankan.
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-
jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sementara itu, Undang-undang
Perbankan yang diubah pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan hukum
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional bangsa Indonesia, yaitu :
1. Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan kegiatan usaha pokok
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit
surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung kepada peminjam.
2. Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut bertujuan menunjang sebagian
tugas penyelenggaraan Negara.
E. Hubungan Hukum Nasabah dan Bank
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling terkait, yaitu
hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan
banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya, pada produk-produk
perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank
dapat memobilisir dana dari masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan
memberikan jasa-jasa perbankan.
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan penyaluran
dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu :
6. ‘15
6 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para penanam
dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari
hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan,
giro, dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk peraturan
bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah
penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan produk perbankan yang
ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk
perbankan yang lain. Dalam produk perbankan seperti tabungan dan deposito, maka
ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku adalah ketentun-ketentuan dan syarat-syarat
umum hubungan rekening deposito dan rekening tabungan.
2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa
kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank terdiri dari dua bentuk
yaitu :
1. Hubungan Kotraktual
2. Hubungan Non Kontraktual.
Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan
kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah
deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan.
Hubungan Non Kontraktual
Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang lain antara pihak bank
dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah deposan dengan nasabah non deposan-non
debitur.
F. Prinsip-prinsip dalam Perbankan
1). Prinsip Kepercayaan ( fiduciary relation principle )
Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah
bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga
setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan
kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU No 10
Tahun 1998.
2). Prinsip Kehatihatian ( prudential principle )
7. ‘15
7 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan
kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada
masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank
selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-
ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian
tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998.
3). Prinsip Kerahasiaan ( secrecy principle)
Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A UU No 10 Tahun
1998. Menurut Pasal 40 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan
dan simpanannya.
4). Prinsip Mengenal Nasabah ( know how costumer principle )
Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan
mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan
setiap transaksi yang mencurigakan.
DEFINISI DAN UNSUR ASURANSI
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak
pasti).
8. ‘15
8 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian
dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan
oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan
dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999
tentang Perlindungan Konsumen;
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat
juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima
tanggungan;
4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk
diadakan perjanjian asuransi;
5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4. Tujuan yang ingin dicapai;
5. Resiko dan premi;
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
7. Syarat-syarat yang berlaku;
8. Polis asuransi.
TUJUAN ASURANSI
A. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta
kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
B. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko
berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang
besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya.
C. BERLAKUNYA ASURANSI
9. ‘15
9 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi
walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan
disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya
premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau
perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).
D. POLIS ASURANSI
1. Fungsi Polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji
khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan
tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti
tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
2. Isi Polis
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus
memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji
khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE,
jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan
dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
E. JENIS ASURANSI
Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi Kerugian dan
Asuransi Jiwa.
1. Asuransi Kerugian terdiri dari:
a. Asuransi Kebakaran;
b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;
10. ‘15
10 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
c. Asuransi laut;
d. Asuransi Pengangkutan;
e. Asuransi Kredit.
2. Asuransi Jiwa terdiri dari:
a. Asuransi Kecelakaan;
b. Asuransi Kesehatan;
c. Asuransi Jiwa Kredit.
Sumber:
11. ‘15
11 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Pustaka
Wajib:
1. Prof. R. Subekti, SH (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit
Intermasa
Tambahan:
http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dsar-dasar-hukum-asuransi/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/03/09441743/Inilah.9.Kasus.Kejahat
an.Perbankan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17934/…/Chapter%20II.pdf