5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
HAK-HAK JAMINAN MENURUT HUKUM PERDATARef2.ppt
1. HAK-HAK JAMINAN MENURUT HUKUM PERDATA
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law,
zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten. Lembaga jaminan diperlukan
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Terjadinya peningkatan
kebutuhan masyarakat dalam arus niaga harus diimbangi dengan
pengaturan yang jelas dan lengkap mengenai lembaga penjamin.
Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan adalah sebagai
konsekuensi logis dan merupakan tanggung jawab dari pembinaan hukum
untuk mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan,
perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam
proyek pembangunan.
2. Memerlukan adanya perangkat hukum yang kuat, termasuk salah satunya adalah
hukum jaminan. Keberadaan hukum jaminan sangat penting pada era
pembangunan dan pemulihan ekonomi yang saat ini sedang giat-giatnya
dilaksanakan di indonesia. Di amerika serikat keberadaan hukum jaminan atau
transaksi jaminan juga merupakan bagian yang penting dalam perekonomian
amerika. Hukum jaminan senantiasa berkaitan dengan hukum ekonomi, karena
perkembangan di bidang ekonomi, terutama pada sektor industri, perdagangan,
perseroan, pengangkutan dan lain-lain, membutuhkan adanya dana.
Menurut Pasal 1131 KUH Perdata,
Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang
baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
3. Penyaluran dana dalam bentuk fasilitas kredit oleh kreditur membutuhkan
jaminan kepastian hukum dan perlindungan bagi kembalinya dana tersebut
kepada kreditur. Oleh karena itulah keberadaan jaminan atau agunan
sangatlah penting dalam penyaluran kredit bank, meski bukan merupakan
sesuatu yang mutlak. Para prinsipnya pengucuran kredit oleh bank
memang tidak selalu harus disertai syarat adanya agunan, sebab jaminan
sudah dianggap ada dengan melihat peluang dan prospek usaha yang
cerah dari calon debitor. Malah beberapa bank berani menyalurkan kredit
tanpa disertai agunan, hanya didasarkan pada prospek usaha debitor atau
adanya jaminan yang berupa sumber dana bagi pembayaran kembali
kredit tersebut.
4. Dengan adanya jaminan , maka manakala debitur ingkar janji, kreditur mendapat
penggantian dari penjualan atas barang jaminan. Di samping itu, khusus bagi Lembaga
perbankan, sudah menjadi suatu kelaziman bahwa dalam menyalurkan kredit, bank harus
meminta agunan sebagai jaminan bagi pengembalian kredit tersebut. Di dalam undang-
undang perbankan yang lama telah ditegas kan bahwa bank "dilarang" memberikan kredit
jika tidak disertai jaminan. Hal itu berarti, keberadaan jaminan merupakan "syarat utama"
bagi bank dalam memberikan kredit kepada debitur atau nasabah . Sedang undang undang
perbankan nomor 7 tahun 1992 memberikan kelonggaran kepada bank dalam soal jaminan
bagi penyaluran kredit. Secara sumir dapat dikatakan bahwa asal bank yakin atas
kemampuan debitur kendati tidak disertai jaminan yang cukup, maka kredit dapat
disalurkan. Akibatnya, karena penyaluran kredit tidak dilakukan sesuai ketentuan, termasuk
yang berkaitan dengan jaminan, maka terjadilah kemacetan kredit secara besar-besaran di
lembaga perbankan indonesia. Ketentuan tersebut lebih menekankan kepada bank
mengenai perlunya ada jaminan bagi kredit yang disalurkan kepada nasabah .
5. Di dalam Undang Undang Perbankan yang lama (vide Pasal 24 Undang Undang Nomor 14
Tahun 1967) telah ditegas kan bahwa bank "dilarang" memberikan kredit jika tidak disertai
jaminan. Hal itu berarti, keberadaan jaminan merupakan "syarat utama" bagi bank dalam
memberikan kredit kepada debitur atau nasabah (kursif dari Penulis). Sedang Undang Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kelonggaran kepada bank dalam soal jaminan
bagi penyaluran kredit. Menurut Pasal 8 Undang Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992,
dalam memberikan kredit, bank (umum) wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Berdasarkan pasal 8 Undang Undang Perbankan 1992, bank baru diperbolehkan
menyalurkan kredit jika yakin debitur mempunyai kemampuan dan kesanggupan
dalam mengembalikan kredit. Secara sumir dapat dikatakan bahwa asal bank yakin
atas kemampuan debitur kendati tidak disertai jaminan (agunan) yang cukup, maka
kredit dapat disalurkan. Inilah salah satu
6. Selanjutnya menurut Undang Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 lebih ditegaskan
lagi bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank
umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Bank umum
wajib memiliki dan menerapkan pedoman prekreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8). Ketentuan
tersebut lebih menekankan kepada bank mengenai perlunya ada jaminan bagi kredit yang
disalurkan kepada nasabah (debitur).
Fidusia dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah “Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Dalam terminologi Belanda
istilah lengkapnya berupa Fiduciare Eigendom Overdracht, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Fiduciary Transfer of
Ownership. Pada fidusia, berbeda dengan gadai, yang diserahkan sebagai jaminan kepada kreditur adalah hak milik sedangkan
barangnya tetap dikuasai oleh debitur, sehingga yang terjadi adalah penyerahan secara constitutum possessorium (barang yang
diserahkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan, yang diserahkan hanya hak miliknya ( dalam
arti terbatas) saja).
7. lubang (holes) yang terdapat dalam Undang Undang Perbankan 1992, sehingga
memungkinkan terjadinya "kolusi" antara pejabat bank dengan debitur dalam
penyaluran kredit. Akibatnya, karena penyaluran kredit tidak dilakukan sesuai
ketentuan, termasuk yang berkaitan dengan jaminan, maka terjadilah kemacetan
kredit secara besar-besaran di lembaga perbankan Indonesia.
Dengan adanya barang jaminan tersebut, maka manakala debitur wanprestasi
atau ingkar janji, kreditur dapat mengambil pemenuhan hutang dari penjualan
barang jaminan melalui suatu pelelangan umum. Tujuan pemberian hak jaminan
khusus yang bersifat kebendaan itu adalah untuk memberikan hak verhaal kepada
debitur manakala dia wanprestasi. Ciri yang khas dari sifat kebendaan pada hak
jaminan adalah dapat dipertahankan dari siapapun dan senantiasa mengikuti
bendanya . Artinya, hak jaminan yang bersifat kebendaan senantiasa mengikuti
bendanya di tangan siapapun benda tersebut berada.
8. Sedangkan hak jaminan yang bersifat perorangan menimbulkan hubungan langsung
antara perorangan yang satu terhadap yang lain. Jaminan yang bersifat perorangan
memberikan hak verhaal kepada kreditur terhadap perorangan lain selaku penjamin
manakala debitur tidak dapat memenuhi prestasinya. Sampai saat ini hukum jaminan
di indonesia masih bersifat dualisme, yakni di satu sisi diatur dengan produk hukum
barat, yaitu jaminan atas benda bergerak berupa gadai yang diatur dalam kitab
undang undang hukum perdata. Sementara hak jaminan lainnya atas benda bergerak
yang dilakukan tanpa menguasai bendanya telah diatur dalam undang undang fidusia
nomor 42 tahun 1999.
Fidusia merupakan nasionalisasi dari lembaga jaminan dalam hukum barat yang lahir dari praktik di
masyara- kat menjadi hak jaminan indonesia. Seperti kita ketahui pada mulanya lembaga jaminan fidusia
diatur dalam yurisprudensi baik di maupun di indonesia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap hak jaminan atas benda bergerak yangdilakukan tanpa menguasai bendanya. Di belanda sendiri
lembaga jaminan fidusia sudah dihapus, karena dinilai menyalahi asas hukum benda yang bersifat tertutup.
Lembaga jaminan fidusia telah ditampung oleh nieuw burgerlijk wetboek nederland dalam bingkai
jaminan gadai tanpa menguasai bendanya.
9. Ironisnya di indonesia lembaga jaminan fidusia malah dikukuhkan dalam undang-undang nomor 42
tahun 1999 yang semua unsur dan asasnya diambil dari yurisprudensi tentang fidusia yang lahir di
belanda dan indonesia. Padahal, kelahiran lembaga jaminan fidusia sejak awal telah ditentang oleh para
ahli hukum karena dinilai melanggar sifat tertutup dari hukum benda. Jenis-jenis lembaga jaminan yang
dikenal di indonesia dapat digolongkan menurut cara terjadinya, sifatnya, obyeknya, kewenangan
menguasainya dan lain-lain. Lembaga jaminan yang dikenal dalam praktik perbankan adalah jaminan
pokok dan jaminan tambahan. Model pembagian demikian hanya dikenal dalam Undang Undang
Perbankan (Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998), sedang
dalam literatur hukum jaminan sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli hukum tidak dikenal
model jaminan demikian. Yang dimaksud jaminan pokok adalah jaminan yang berupa ses uatu atau
benda yang berkaitan langsung dengan kredit. Jaminan atau agunan ini dapat berupa barang, proyek atau
hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Sedang yang dimaksud jaminan tambahan
adalah jaminan yang tidak terkait langsung dengan kredit yang diminta oleh nasabah (debitor). Jaminan
tambahan ini dapat berupa jaminan kebendaan atau perorangan.
10. cara terjadinya, sifatnya, obyeknya, kewenangan menguasainya dan lain-lain. Lembaga jaminan yang
dikenal dalam praktik perbankan adalah jaminan pokok dan jaminan tambahan.
Model pembagian demikian hanya dikenal dalam undang undang perbankan , sedang dalam literatur
hukum jaminan sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli hukum tidak dikenal model jaminan
demikian. Yang dimaksud jaminan pokok adalah jaminan yang berupa sesuatu atau benda yang berkaitan
langsung dengan kredit. Jaminan atau agunan ini dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang
dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Sedang yang dimaksud jaminan tambahan adalah jaminan
yang tidak terkait langsung dengan kredit yang diminta oleh nasabah.
Jaminan tambahan ini dapat berupa jaminan kebendaan atau perorangan. Istilah jaminan
pokok dan jaminan tambahan itu sendiri sebenarnya tidak disebutkan secara tegas dalam
undang-undang perbankan, tetapi ditafsirkan dari ketentuan pasal 8 undang-undang
perbankan dan surat edaran bank indonesia nomor 23/B/UKU, tanggal 28 februari 1991.
11. Apabila jaminan pokok kurang memenuhi persyaratan pemberian kredit maka pihak bank
akan meminta harta milik debitur untuk dijadikan jaminan tamba- han. Dalam praktik
perbankan, selain jaminan pokok biasanya debitur selalu diminta untuk memberikan jaminan
tambahan.
Baik jaminan pokok atau jaminan tambahan tersebut dapat diikat dengan lembaga-Lembaga
jaminan kebendaan dalam bentuk hak tanggungan, hipotik, creditverband atau gadai. Sedang
jaminan perorangan biasanya dimasukkan sebagai jaminan tambahan, baik berupa
penanggungan atau berupa company guarantee. Jenis-jenis lembaga jaminan yang dikenal
dalam praktik perbankan tersebut mempunyai kesamaan atau kemiripan dengan pembagian
lembaga jaminan yang sudah ada sebagaimana dikemukakan oleh para ahli hukum. Jaminan
yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang lahir karena
diperjanjikan, yang seringkali disebut juga dengan jaminan umum dan jaminan khusus,
jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan perorangan.