Dokumen tersebut membahas tentang hukum adat Indonesia, termasuk definisi, sejarah, unsur, dan bentuk-bentuk masyarakat hukum adat. Hukum adat adalah hukum tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia, dan terdiri dari unsur asli maupun unsur yang dipengaruhi agama dan budaya luar."
2. MENGENAL HUKUM ADAT
INDONESIA
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan pedoman
bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan
dalam pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa.
Hukum Adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang
nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya
merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.
Hukum adat adalah merupakan bagian dari kebudayaan bangsa
Indonesia. Oleh sebab itu dengan mempelajari hukum adat berarti
kita telah mempelajari sebagian dari kebudayaan bangsa kita.
Orang mencampur-adukkan antara pengertian adat yang
mengandung sanksi yaitu hukum adat dengan pengertian adat yang
tidak mengandung sanksi yaitu kebiasaan saja.
3. PERISTILAHAN TENTANG HUKUM ADAT
Istilah hukum adat merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda "Adatrecht".
Orang yang pertama kali memakai istilah adatrecht adalah
Snouck Hurgronje dalam bukunya "De Atjehers" dan Het
Gayoland“ yang ditulisnya tatkala ia mengamati perang Aceh.
Pemakaian istilah adatrecht dilanjutkan oleh Cornelis van
Vallenhoven sebagai istilah teknis-juridis.
Istilah "adatrecht" baru muncul dalam perundang undangan
pada tahun 1920, yaitu untuk pertama kali dipakai dalam
undang-undang Belanda mengenai perguruan tinggi di negeri
Belanda. Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan dalam
berbagai istilah, seperti : "godsdientige wetten" (undang-
undang agama) lembaga rakyat, "kebiasaan", lembaga asli .
4. UNSUR HUKUM ADAT
Pemakaian istilah godsdienstige wetten atau undang-
undang agama untuk menyatakan hukum adat mencapai
puncaknya pada bagian kedua abad ke 19. Kekeliruan
dalam pengertian hukum adat dalam praktek maupun
dalam perundang-undangan pada zaman itu dipengaruhi
oleh van den Berg dengan teorinya "Receptio in
Complexiu"
Menurut teori ini, hukum (adat) suatu golongan atau
masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat atau
resepsi seluruhnya dari hukum agama yang dianut oleh
golongan masyarakat itu. Jadi hukum (adat) mereka
yang beragama Islam adalah hukum Islam, yang
beragama Hindu adalah hukum Hindu, yang beragama
Katolik adalah hukum Katolik dan seterusnya.
5. Kalau diperhatikan dengan seksama teori van den
Berg ini, ada hal yang tersirat dalam teori tersebut,
yaitu masyarakat Indonesia tidak mempunyai
hukum adat yang asli, karena semuanya
merupakan resepsi dari agama yang dianutnya.
Sedangkan semua agama itu tidak ada yang
berasal dari Indonesia. Pendapat Van den Berg ini
disokong oleh Keyzer. Tapi mendapat tantangan
dari Snouck Hurgronje dan Van Vollen hoven.
6. Menurut Snouck Hurgronge, tidak semua bagian hukum
agama diterima, diresepsi dalam hukum adat.Hanya
beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat dipengaruhi
oleh hukum agama yang dianut masyarakat yang
bersangkutan, terutama bagian dari hidup manusia yang
sifatnya mesra, yang hubungannya erat dengan kepercayaan
dan hidup batin. Bagian-bagian itu adalah : hukum keluarga,
hukum perkawinan dan hukum waris.
Unsur yang asli itu pada umumnya tidak tertulis. Hanya
sebagian kecil saja yang tertulis (seperti awig-awig di
Bali,piagam-piagam perintah raja, patokan-patokan pada
daun lontar), tidak berpengaruh, dan sering dapat diabaikan
saja. Unsur yang tidak asli yaitu yang datang dari luar sebagai
akibat persentuhan dengan kebudayaan lain dan pengaruh
hukum agama yang dianut.
7. DEFINISI HUKUM ADAT
Van Vollen hoven, memberikan definisi tentang Hukum
Adat ialah : "keseluruhan aturan tingkah laku positif
yang disatu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu
adalah hukum) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan,
artinya tidak tertulis dalam bentuk kitab Undang-undang
yang tertentu susunannya".
Menurut Prof.DR.Soepomo, istilah "Hukum Adat"
dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di
dalam peraturan legeslatif (Unstatutory Law), hukum
yang hidup sebagai konvensi di badan-badan Negara
(parlemen, Dewan perwakilan rakyat dan sebagainya),
hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim
(Judgemade Law), hukum yang hidup sebagai
peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam
pergaulan hidup
8. PERINTIS PENEMU HUKUM ADAT
Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda, dapat dimasukan kedalam
kelompok perintis penemu hukum adat. Ia adalah penemu desa di Jawa
sebagai suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenshap) yang asli
dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah.
Muntinghe adalah orang Barat yang pertama yang secara sistimatis
memakai istilah "adat", tetapi masih belum mengenal istilah "adatrecht".
Istilah adatrecht untuk pertama kali dipakai oleh Souck Hurgronje.
Raffles yang pernah menjadi Letnan-Gubernur Inggeris di pulau Jawa
dari tahun 1811 - 1816. Hasil karya Raffles yang dipublikasikan dikenal
sebagai "History of Jawa". Penyelidikan dan pelajaran hukum adat
Indonesia yang diadakan Raffles dimuat dalam suatu skema pajak-tanah
yang dapat dibaca dalam "Substance of a Minute". Raffles masih
mencampur aduk pengertian hukum agama dengan hukum asli (hukum
adat). Ia seperti Marsden, juga melihat Indonesia sebagai suatu
keseluruhan yang bulat yang tidak terpisah-pisahkan.
9. PENEMU HUKUM ADAT.
Wilken seorang anak Indo dari Menado, tapi dibesarkan di Nederland. Pada umur
22 tahun datang ke Indonesia sebagai pamongpraja di berbagai daerah di
Indonesia yang kemudian menjadi ilmuwan. Ia sudah memberikan tempat
tersendiri tentang hukum adat, tidak mencampur adukan hukum agama dengan
hukum asli. Ia belum memakai istilah adatrecht, baginya hukum adat itu adalah
hukum rakyat asli.
F.A. Liefrinck, seorang pamongraja, orang Belanda, yang bertugas di Lombok dan
Bali. Ia juga telah memberikan tempat tersendiri terhadap hukum adat seperti
Wilken. Hasil karyanya terbatas hanya pada lingkungan adat tertentu, yaitu Bali
dan Lombok.
Penemu hukum adat yang ketiga disebut Van Vollenhoven ialah Snouck
Hurgronje. Ia adalah seorang sarjana bahasa yang menjadi negarawan. Ia
adalah orang yang pertama kali memakai istilah adatrecht. Hasil karyanya yang
terkenal tentang daerah-daerah di Indonesia adalah "De Acehers" yang
diterbitkan pada tahun 1893 dan 1894, dan "Het Gayoland" yang diterbitkan tahun
1903. Kedua-duanya mengenai hukum adat yang terpusat pada suatu lingkungan
hukum belaka dan tidak mengadakan suatu perbandingan dengan daerah-daerah
lain di Nusantara.
10. TENTANG VAN VOLLENHOVEN
Dalam karya Van Vollenhoven berhubung
dengan pelajaran hukum adat, ada tiga hal yang
penting, yaitu Van Vollenhoven:
menghilangkan kesalah-fahaman yang melihat
hukum adat identik dengan hukum agama
(Islam) ; membela hukum adat terhadap usaha
pembentuk Undang undang untuk mendesak
atau menghilangkan hukum adat, dengan
meyakinkan ;embentuk Undang-undang itu
bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup
yang mempunyai suatu jiwa dan sistem sendiri.
Dan Membagi wilayah hukum adat Indonesia
dalam 19 lingkungan hukum adat (adatrechts-
krungen).
11. SEJARAH POLITIK HUKUM ADAT.
Dengan ditemukannya hukum adat lahirlah ilmu hukum adat
dan politik hukum adat. Politik hukum adat itu adalah
kebijaksanaan, pendirian dan sikap terhadap hukum adat dari
zaman dulu sampai sekarang.
Ringkasnya politik hukum adat yang dilakukan sampai tahun
1928 oleh Pemerintah Belanda, adalah ditujukan untuk
perlindungan kepentingan orang Belanda (kepentingan
pemerintahan, perniagaan, pertanian, agama Kristen dan
sebagainya).
Dari tahun 1945 sampai sekarang ada 3 pandangan para ahli
hukum bangsa Indonesia terhadap hukum adat, yaitu:
mempertahankan hukum adat sepenuhnya dan menerima
hukum adat yang positif saja serta menolak hukum adat
secara keseluruhan.
12. MANFAAT MEMPELAJARI
HUKUM ADAT
Menurut pandangan teoritis, pengetahuan tentang hukum adat yang diperoleh adalah semata-mata untuk
menjamin kelangsungan penyelidikan ilmiah hukum adat dan untuk memajukan secara terus menerus
pengajaran hukum adat. Singkatnya menurut pandangan teoritis ini, "ilmu untuk ilmu". Oleh sebab itu
hukum adat dipelajari untuk memenuhi dua tugas yaitu penyelidikan dan pengajaran. Penyelidikan
tentang hukum adat semakin digiatkan dan pengajaran hukum adat di Universitas ditingkatkan.
Pandangan teoritis ini cenderung menyimpan hukum adat dalam sifat dan corak aslinya, menjauhkan
hukum adat dari pengaruh modernisasi. Ini terselubung maksudnya untuk memudahkan penelitian
tentang hukum adat. Pandangan teoritis ini sama sekali tidak memanfaatkan ilmu hukum adat yang
ditemukan itu untuk kepentingan masyarakatnya.
Sesudah Perang Dunia ke I dan Perang Dunia ke II, pandangan "Ilmu Untuk Ilmu" mulai ditinggalkan atau
dijadikan nomor dua.
Di Indonesia ilmu hukum adat yang ditemukan itu dipelajari dimanfaatkan untuk pembangunan
masyarakat Indonesia dalam usaha mengisi kemerdekaan dan meningkatkan kemakmuran bangsa
Indonesia. Maka manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu haruslah bersifat praktis dan nasional.
Sifat praktis dan nasional itu dapat terlihat dari tiga sudut, yaitu:dari sudut pembinaan hukum nasional;
dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa Indonesia dan dalam praktek peradilan.
13. MASYARAKAT HUKUM ADAT
From birth to death man lives out his life as a member of
a society (Krech, Crutchfield, Ballachey, 1962 : 308).
Atau dengan kata lain bahwa sejak dari lahir sampai
meninggal manusia mengalami kehidupannya sebagai
anggota suatu masyarakat.
Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum (adat).
Inilah suatu kenyataan umum di seluruh dunia.
Sebagaimana yang dikatakan Cicero lebih kurang 2000
tahun yang lalu, dalam bahasa Latin yaitu : Ubi societas,
ibi ius.
Jadi, manusia itu hidup berkelompok- kelompok dan
bagaimanapun kecilnya kelompok itu, sudah tentu ada
hukum yang mengatur kehidupannya. Masing-masing
kelompok tersebut, mempunyai dasar persatuannya,
yaitu ada yang berdasarkan genealogis, ada yang
berdasarkan teritorial, atau genealogis teritorial dan
teritorial genealogis.
14. Masyarakat hukum yang berdasarkan genealogis itu
terbagi lagi dalam bentuk bilateral (keibu-bapaan atau
parental) dan unilateral (sepihak). Unilateral terbagi lagi
dalam bentuk kebapaan (patriachat) dan keibuan
(matriachat). Bentuk lain ialah masyarakat hukum yang
altenerend, dan dubble-unilateral.
Masyarakat hukum yang berdasarkan teritorial juga
macam-macam bentuknya, yaitu masyarakat hukum
desa, masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa)
dan masyarakat hukum serikat desa. Juga dalam
bagian ini akan diuraikan tentang hak ulayat dan
transaksi tanah menurut hukum adat.
15. BENTUK-BENTUK SUSUNAN MASYARAKAT HUKUM
ADAT
Susunan masyarakat hukum adat itu ada yang
berasarkan darah (genealogis) dan ada yang
berdasarkan daerah (teritorial). Manusia itu merasa
terikat satu sama lain karena merasa keturunan (darah)
atau sedaerah. Ini secara teoritis. Namun dalam
kenyataannya adalah darah-daerah (genealogis -
teritorial) atau daerah-darah (teritorial-genealogis).
Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ialah
masyarakat hukum adat yang para anggotanya merasa
terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan
bahwa mereka semua merasa berasal satu keturunan
(darah) yang sama.
16. Ada tiga tipe pertalian keturunan dalam masyarakat
hukum adat yang ditentukan oleh faktor genealogis,
yaitu :
1. Pertalian keturunan menurut garis perempuan, ini
terdapat dalam masyarakat hukum adat orang
Minangkabau, Kerinci dan orang Sumendo.
2. Pertalian keturunan menurut garis laki-laki, ini terdapat
dalam masyarakat hukum adat orang Batak, Bali,
Ambon, Lampung dan lain-lain.
3. pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak, ini
terdapat dalam masyarakat hukum adat orang Jawa
Sunda, Madura, Bugis, Dayak , Toraja dll.
17. Masyarakat hukum adat yang susunannya bersifat
teritorial, adalah masyarakat hukum di mana para
anggotanya merasa terikat satu sama lain, karena
merasa berasal dari daerah yang sama.Ada tiga
jenis masyarakat hukum adat yang struktur nya
bersifat teritorial, yaitu : masyarakat hukum desa;
masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa) dan
masyarakat hukum sertikat desa (perserikatan
desa)
18. MASYARAKAT HUKUM DESA
Masyarakat hukum desa adalah sekumpulan orang
yang hidup bersama berasaskan pandangan hidup,
cara hidup dan sistem kepercayaan yang sama,
yang menetap pada suatu tempat kediaman
bersama dan oleh sebab itu merupakan suatu
kesatuan, suatu tata susunan tertentu, baik ke luar
maupun ke dalam. Masyarakat hukum desa ini
melingkupi pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang
terletak di luar wilayah desa yang sebenarnya,
yang disebut teratak atau dukuh, yang tunduk pada
peraturan-peraturan dan pejabat desanya.
Contohnya adalah desa-desa di Jawa, Sunda,
Madura dan Bali.
19. MASYARAKAT HUKUM WILAYAH
Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan
sosial yang teritorial yang melingkupi beberapa
masyarakat hukum desa yang masing-masingnya
tetap merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri
sendiri. Masing-masing nya merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari masyarakat hukum
wilayah sebagai kesatuan sosial teritorial yang lebih
tinggi. Contohnya adalah kurya di Angkola dan
Mandailing. Kurya sebagai masyarakat hukum
wilayah menaungi beberapa huta. Marga di
Sumatera Selatan sebagai masyarakat hukum
wilayah menaungi beberapa dusun.
20. MASYARAKAT HUKUM SERIKAT DESA
Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu
kesatuan sosial yang teritorial, yang dibentuk atas
dasar kerja sama dalam berbagai lapangan untuk
kepentingan bersama masyarakat hukum desa
yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat
desa tersebut. Kerja samaitu terbentuk mungkin
21. SISTEM PEMBAGIAN WARIS MENURUT HUKUM ADAT
Sistem pewarisan yang dibagi-bagi : Sistem pewarisan
yang dibagi-bagi ini adalah merupakan suatu cara
pengoperan harta warisan dari suatu generasi ke
generasi selanjutnya. Pada prinsipnya dalam sistem
pewarisan yang dibagi-bagi ini, harta warisan langsung
dibagikan pemilikannya secara pribadi kepada para ahli
warisnya,setelah dikurangi utang-utang dan biaya
penguburan yang meninggal.
Contoh dari sistem pembagian waris yang di bagi-bagi
ini pada masyarakat bilateral seperti Sunda, Jawa,
Madura. Dalam masyarakat bila teral, anak-anak adalah
ahli waris dari ibu bapaknya.
22. Sistem pewarisan yang tidak dibagi-bagi :Pada sistem
pewarisan yang tidak dibagi-bagi , harta warisan
tersebut tidak langsung dibagikan pemilikannya secara
pribadi kepada para ahli warisnya. Pengoperan harta
warisan dalam sistem ini ada dua cara pula yaitu kolektif
dan mayorat.
Sistem kolektif ialah harta warisan itu tetap dimiliki
secara bersama atau kolektif oleh para ahli warisnya.
Yang dibagikan hanyalah hasil dari harta tersebut atau
pengerjaannya.Contohnya di Minangkabau yang disebut
harta pusaka, di Minahasa disebut harta kalakeran dan
di Ambon disebut tanah dati.
23. Sistem mayorat, yaitu harta warisan jatuh atau
dikuasai oleh anak tertua. Sistem mayorat ini ada
mayorat laki-laki dan mayorat perempuan.
Sistem mayorat laki-laki ialah harta warisan jatuh
atau dikuasai oleh anak laki-laki tertua (tertua
dalam jenisnya). Contohnya terdapat di Bali dan
Lampung, serta ada beberapa bagian di Batak.
Sistem mayorat perempuan yaitu harta warisan
jatuh atau dikuasai oleh anak perempuan tertua.
Contohnya terdapat pada masyarakat Tanah
Sumendo di Sumatera Selatan, Dayak Tayan dan
Dayak Landak serta Toraja Barat.
24. PERUBAHAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Ada kecenderungan masyarakat matrilineal dan patrilineal itu
berubah menuju masyarakat bilateral. Hal ini dapat terlihat dari tiga
sudut/segi yaitu :
Dari sudut hukum adat itu sendiri yaitu :masyarakat hukum adat
yang goyah; dalam perkawinan dan pewarisan; masyarakat
hukum adat yang darurat ; perkembangan hukum adat.
Dari sudut hukum Islam : Masyarakat Indonesia kurang lebih 90 %
beragama Islam. Islam meridoi masyarakat bilateral. Agama sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Oleh sebab itu kemungkinan
masyarakat Indonesia berubah kearah bilateral.
Faktor-faktor sosiologis yang murni : Persentuhan dua atau lebih
kebudayaan akan menimbullkan kebudayaan baru. Faktor-faktor
sosiologis yang murni yang dapat mempengaruhi masyarakat
Indonesia berubah kearah masyarakat bilateral antara lain adalah :
revolusi; peperangan; pendidikan; komunikasi; teknologi canggih.