Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
HBL15. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 15 hbl, hukum lingkungan, universitas mercu buana 2018
1. MODULPERKULIAHAN
HUKUM BISNIS & LINGKUNGAN
HUKUM LINGKUNGAN
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi Manajemen
15 35040 Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Abstract : Kompetensi
HUKUM LINGKUNGAN Mahasiswa dapat menjelaskan
tentang HUKUM LINGKUNGAN
2. ‘15
2 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Isi
HUKUM LINGKUNGAN
3. ‘15
3 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
HUKUM LINGKUNGAN
Pengertian Hukum Lingkungan.
Hukum lingkungan dalam bahasa asing adalah “Milieurecht” (Belanda), “environment
Law”(Inggris), “Umwelrecht” (Jerman).
Hukum Lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur
tatanan lingkungan (lingkungan hidup). Istilah hukum lingkungan adalah merupakan
konsepsi yang masih baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan
tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran untuk
melindungi dan memelihara lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian hukum
kepadanya, sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum yang disebut
hukum lingkungan.
Pada tanggal 11 maret 1982 telah diberlakukan undang undang nomor 4 tahun 1982 tentang
ketentuan ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, di singkat dengan UULH dan
disempurnakan dengan UUPLH, tanggal 19 September 1997.
Menurut penjelasan UULH, istilah “lingkungan hidup” dan “lingkungan” dipakai dalam
pengertian yang sama. Lingkungan hidup bedasarkan pasal 1 angka 1 UULH-UUPLH adalah:
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia
dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lain.
Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli:
1. S. J. McNaughton dan Larry L. Wolf
Lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang
langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme.
2. Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita
tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
3. Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan
tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi
hidup serta kesejahteraan manusia dalam jasad hidup lainnya.
Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan (millieurecht) adalah hukum yang
berhubungan dengan alam (natuurlijk millieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya
berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan
demikian maka hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan
lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan terutama dilakukan oleh Pemerintah, maka
hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum Pemerintahan (bestuursrecht). Di
samping hukum lingkungan Pemerintahan (bestuursrechttelijk millieurecht) terdapat pula
hukum lingkungan keperdataan (privaat rechttelijk millieurecht), hukum lingkungan
4. ‘15
4 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
ketatanegaraan (staatrechttelijk millieurecht), hukum lingkungan kepidanaan (strafrechttelijk
millieurecht), sepanjang bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-ketentuan yang
bertalian dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Drupsteen membagi hukum lingkungan pemerintahan dalam beberapa bidang yaitu :
Hukum kesehatan lingkungan (millieuhygienereht) yaitu hukum yang berhubungan
dengan kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, dengan pemeliharaan kondisi air
tanah dan udara serta yang berhubungan dengan latar belakang perbuatan manusia yang
diserasikan dengan lingkungan.
Hukum perlindungan lingkungan (millieubescharmingsrecht) yang merupakan kumpulan
dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan yang
berkaitan dengan lingkungan biotis dan sampai batas tertentu juga dengan lingkungan
anthropogen.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
Perkembangan yang berarti yang bersifat universal dan menjalar keseluruh pelosok dunia
dalam bidang peraturan perundang-undangan lingkungan hidup terjadi setelah adanya
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia si Stockholm, Swedia pada tanggal 5-
16 Juni 1972. Konferensi ini lahir mengingat kenyataan bahwa lingkungan hidup telah
menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup seluruh
makhluk di dunia.
1. Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Nasional di
Bandung
Dalam rangka persiapan menghadapi Konferensi Lingkungan Hidup PBB tersebut, Indonesia
telah menyusun “Laporan Nasional” tentang keadaan Lingkungan Hidup di Indonesia. Untuk
itu diselenggarakan seminar lingkungan petama yang bertema “Pengelolaan Lingkungan
Hidup Manusia dan Pembangunan Nasional” di Universitas Padjadjaran Bandung pada Mei
1972. Dalam seminar tersebut juga telah disampaikan beberapa pemikiran dan saran Prof. Dr.
Mochtar Kusuma-Atmaja, S.H., LL.M tentang bagaimana pengaturan hukum mengenai
masalah lingkungan hidup manusia.
1. Konferensi Stockholm
Konferensi ini dihadiri 113 negara dan beberapa puluh peninjau[1] serta mensahkan hasil-
hasilnya berupa:[2]
1. Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas: Preamble dan 26 asas
yang lazim disebut Stockholm Declaration.
2. Rencana Aksi Lingkngan Hidup Manusia (Action Plan), terdiri dari 109 rekomendasi
termasuk di dalamnya 18 rekomendasi tentang Perencanaan dan Pengelolaan
Pemukiman Manusia.
3. Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang pelaksanaan
Rencana Aksi tersebut, yang terdiri dari:
5. ‘15
5 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
4. a) Dewan Pengurus (Govering Council) Program Lingkungan Hidup (UN
Environment Programme = UNP);
5. b) Sekretariat, yang dikepalai oleh seorang Direktur eksekutif;
6. c) Dana Lingkungan Hidup;
7. d) Badan Koordinasi Lingkungan Hidup;
8. e) Resolusi khusus bahwa menetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup
Dunia.
Konferensi ini menggugah semangat bangsa-bangsa di dunia untuk memberikan perhatian
lebih pada permasalahan lingkungan hidup, termasuk Indonesia yang memulai penanganan
secara langsung terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup.
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Ada beberapa alasan perlunya dibuat suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan
lingkungan hidup secara lengkap, yakni:
1. Telah banyak dikeluarkan peraturan yang mengatur tentang lingkungan hidup oleh
Pemerintah Kolonial Belanda maupun Pemerintah Republik Indonesia yang masih
bersifat sektoral, tersebar dan tidak lengkap, serta banyak yang tidak dapat dijalankan
karena sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip lingkungan hidup yang
dikembangkan saat ini.[3]
2. Adanya petunjuk dalam Repelita III, Bab 7 tentang “Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup” yang mengisyaratkan untuk segera membuat suatu undang-undang yang
memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang masalah lingkungan.
3. Indonesia sedang memasuki tahap industrialisasi bersamaan dengan peningkatan
pengembangan pertanian, dimana perkembangan kesadaran lingkungan sudah
meningkat di kalangan produsen selaku “perusak lingkungan potensial” dan
dikalangan konsumen selaku “penderita kerusakan potensial”.[4]
Dari alasan tersebutlah kemudian Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup (PPLH) menyusun RUU Lingkungan Hidup, dimana diletakkan landasan
hukum bagi penggalian kembali lingkungan hidup untuk dikelola bagi kesejahteraan generasi
kini dan nanti sepanjang masa.[5] Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1982, disahkanlah
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
1. Konferensi Rio de Janeiro
Konferensi ini diadakan dalam rangka pelaksanaan resolusi Sidang Umum PBB No. 45/211
tertanggal 21 Desember 1990 dan Keputusan No. 46/468 tertanggal 13 April 1992.
Konferensi ini dinamakan United Nations Coference on Environment Development
(UNCED) atau dikenal sebagai KTT Bumi (Earth Summit) dan dilaksanakan di Rio de
Janeiro pada tanggal 3-14 Juni 1992.
Dari Konferensi Rio dapat deperoleh dua hasil utama: [6]
6. ‘15
6 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
1. Rio telah mengaitkan dengan sangat erat dua pengertian kunci yaitu pembangunan
seluruh bumi dan perlindungan lingkungan.
2. Bahwa jalan yang dilalui kini telah diterangi oleh penerang baru, yaitu semangat Rio,
yang meliputi tiga dimensi, yaitu dimensi intelektual, ekonomi, dan politik.
Dimensi intelektual merupakan pengakuan bahwa planet bumi adalah suatu perangkat luas
tentang ketergantungan satu dengan yang lain. Lalu dimensi ekonomi merupakan pengakuan
bahwa pembangunan berlebih atau pembangunan yang kurang menyebabkan keprihatinan
yang sama, yaitu kedua-duanya secara bertahap perlu diganti dengan pembangunan seluruh
bumi. Kemudian dimensi politik adalah adanya kesadaran yang jelas tentang kewajiban
politik, kewajiban untuk jangka panjang.
KTT Rio juga mengasilkan apa yang disebut “Agenda 21”, yang pada dasarnya
menggambarkan kerangka kerja dari suatu rencana kerja yang disepakati oleh masyarakat
internasional, yang bertujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan pada awal abad
ke-21.[8]
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Konferensi Rio juga mengilhami pemerintah RI untuk mengubah UU No. 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup menjadi UU No. 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disahkan pada tanggal 19 September 1997.
Yang menjadi pertimbangan perubahan ini adalah karena kesadaran dan kehidupan
masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang
sedemikian rupa sehingga perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
RUU PLH yang dihasilkan DPR telah mengalami perubahan dan penyempurnaan yang cukup
substansial dibanding RUU yang diajukan oleh pemerintah (Presiden). Perubahan tersebut
tidak hanya dari jumlah pasalnya saja, dari 45 menjadi 52, namun juga beberapa hal prinsip
seperti perubahan pada pasal kelembagaan, termasuk kewenangan Menteri Lingkungan,
impor B3, hak-hak prosedural seperti hak gugat organisasi lingkungan, dan pencantuman
dasar hukum bagi gugatan perwakilan (representative action).
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan
kasus sengketa lingkungan hidup pada kala itu. Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya tiga
masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997, yakni:[11]
1. Persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi (command
and control) AMDAL maupun perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan; belum
dijadikannya AMDAL sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi
pelanggaran Amdal; penormaan yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH);
delik pidana yang belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas
7. ‘15
7 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan
dengan perubahan iklim dan pemanasan global.
2. Masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam memandang
lingkungan.
3. Problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
Kerena adanya banyak kelemahan-kelemahan tersebutlah mengapa pada akhirnya UU No. 23
Tahun 1997 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. UU No 32 tahun 2009 tidak sekedar menyempurnakan sejumlah
kelemahan mendasar dalam UU sebelumnya, tetapi juga secara komprehensif mengatur
segala hal yang berkaitan dengan problem lingkungan. UU ini pada akhirnya akan
berorientasi pada penguatan institusional terutama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
dan peran seluruh elemen untuk memandang kasus lingkungan sebagai problem bersama
yang subtansial.[12]
DASAR HUKUM DALAM MENGELOLA LINGKUNGAN
1. Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat
Bedasarkan Pasal 5 ayat (1) UULH-UULPH hak ini dimiliki setiap orang, yaitu orang
seorang, kelompok orang, atau badan hukum. Walaupun demikian, di samping mempunyai
hak, menurut pasal 5 ayat (2) UULH “setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan
hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya”.
Penuangan hak perseorangan berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak
merupakan hak asasi pada tingkat Undang-Undang Dasar tetapi hanya hak biasa pada Tingkat
Undang-Undang.
2. Hak Untuk Berperan Serta dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup
Hak ini terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UULH, berdampingan dengan kewajiban setiap orang
untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, mencakup tahap
perencanaan maupun tahap tahap pelaksanaan dan penilaian. Hakekat sebenarnya dari hak
berperanserta adalah dalam prosedur pengambilan keputusan tata usaha negara, khususnya
tentang izin lingkungan.
JENIS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan digolongkan kepada:
1. Sengketa Hukum Administratif
2. Sengketa Hukum Pidana
3. Sengketa Hukum Perdata
4. Sengketa Hukum Internasional
5. Class Action
Istilah Class Action (CA) atau disebut pula dengan actio popularis diartikan dalam bahasa
Indonesia secara beragan di sebut dengan gugatan perwakilan, gugatan kelompok atau ada
juga yang menyebutkan gugatan berwakil.
8. ‘15
8 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Peraturan Mahkamah Agung/PERMA No 1 tahun 2002
Memuat beberapa prinsip yaitu:
1. Persyaratan jumlah anggota kelompok (prinsip numerosity)
Perma ini tidak menetapkan kriteria tentang berapa jumlah paling sedikit supaya disebut
gugatan class action.
2. Prinsip kesamaan fakta, Hukum dan Tipikalis
Prinsip ini merupakan karakter khusus dari class action yang di sebut commonality. Harus
adanya kesamaan masalah, dasar hukum, kesamaan tuntutan dari para korban dan pembelaan
yang dilakukan oleh tergugat.
3. Prinsip Kelayakan Mewakili (Adequancy of Representation)
Perma menentukan bahwa wakil kelompok haruslah memiliki sifat: kejujuran, kesungguhan,
kemampuan, pendidikan dan status sebagai wakil kelompok
4. Formal Gugatan
Adanya fakta yang mendasari gugatan(posita) dan inventarisasi tuntutan (petitum)
5. Posita Gugatan
Mekanisme beracara biasanya di haruskan supaya berisikan data atau identifikasi fakta-fakta
atau peristiwa yang jelas.
6. Identitas Penggugat
Identitas diharuskan bagi wakil kelompok secara lengkap dan jelas
7. Surat Kuasa
Dalam perma ini tidak diisyaratkan surat kuasa khusus
8. Penetapan tentang sah atau tidak Gugatan Perwakilan
Pada awal pemeriksaan di persidangan pengadilan secara wajib memeriksa mengenai kriteria
gugatan perwakilan
9. Prinsip Pemberitahuan kepada Anggota Kelompok
Apabila hakim telah menyatakan sah mengenai gugatan perwakilan, maka setelah itu hakim
segera memerintahkan penggugat untuk mengajuan usulan model pembritahuan kepada
kelompoknya.
Dengan cara: langsung, media cetak, media elektronik, pengumuman di kantor pemerintah.
10. Pernyataan opt out dan opt in
Opt out yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas keluar dari keanggotaan kelompok.
Opt in yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas masuk dari keanggotaan kelompok.
11. Konsekuensi Putusan terhadap Pernyataan keluar
Konsekuensi putusan class action tidak mengikat para anggota yang keluar (pasal 8 ayat 2).
Artinya yang mengajukan pernyataan keluar lepas dari tanggung awab gugatan secara penuh.
12. Putusan Hakim
Dalam pasal 19 putusan hakim mengabulkan gugatan secara class action berisi: jumlah ganti
rugi secara rinci, penentuan kelompok atau sub kelompok yang berhak, mekanisme
pendistribusian ganti rugi, langkah langkah yang wajib di tempuh oleh wakil kelompok
dalam proses penetapan dan pendistribusian.
1. Legal Standing
9. ‘15
9 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Istilah legal standing disebut juga dengan standing, ius standi, persona standi. Bila di
Indonesiakan menjadi hak gugat atau adapula yang menyebutnya dengan kedudukan gugat,
sementara UUPLH 1997 dalam pasal di atas menyebutnya dengan “hak mengajukan
Gugatan”
1. Citizien Standing/Citizien Law Suit
Citizien Standing/Citizien Law Suit adalah hak gugat yang menyangkut masyarakat, LSM,
Warga Negara, atau orang perorangan.
Korban pencemaran lingkungan dapat secara sendiri-sendiri atau di wakili oleh orang lain
menggugat pencemaran untuk meminta ganti rugi atau untuk meminta pencemar melakukan
tindakan tertentu.
1. Hak Gugat (legal standing) secara umum
Artinya secara keperdataan seseorang hanya memiliki hak untuk menggugat apabila ia
memiliki kepentingan yang dirugikan oleh orang lain. Hali ini dapak kita lihat dalam pasal 34
UUPLH.
1. Hak gugat (legal standing) LSM
Menurut UUPLH pasal 37, LSM memiliki locus standi atau legal standing untuk mengajukan
gugatan atas nama masyarakat.
1. Gugatan ganti rugi acara biasa
Bedasarkan UUPLH, korban pencemaran lingkungan dapat meminta civil remedy berupa
ganti rugi(compensation). Ada dua macam tanggung jawab perdata (civil liability) yang di
atur dalam UUPLH, yaitu tanggung jawab bedasarkan kesalahan (liabilty based on fauly)
UUPLH Pasal 34 jo Pasal 1365 KUH Perdata dan tanggung jawab seketika (strict liabilty)
UUPLH Pasal 35 ayat 1.
1. Gugatan Perwakilan Kelas (class action)
Bedasarkan UUPLH Pasal 37 memberi kemungkinan pada masyarakat untuk mengajukan
gugatan perwakilan (class action) dalam kejadian atau pencemaran lingkungan hidup.
Menurut pasal ini, masyarakat banyak sebagai sebagai anggota kelas (class members) dapat
diwakili oleh sekelompok kecil orang yang disebut perwakilan kelas (class representative).
Dafar Pustaka
Wajib:
1. Prof. R. Subekti, SH (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa
Tambahan:
1. Arus Akbar Silondae, SH., LL.M., dan Wirawan B. Ilyas, SE., SH., Msi., MH. "
Pokok-Pokok Hukum Bisnis", Salemba Empat Publisher, 2011.
2. Richard Burton S, SH, "Aspek Hukum dalam Bisnis", Reneka Cipta, Jakarta, 2007.
3. R. Goenawan Oetomo, SH., MBA., "Pengantar Hukum Perburuhan & Hukum
Perburuhan di Indonesia", Grhadhika Press Publisher, Jakarta, 2004.
10. ‘15
10 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA http://www.mercubuana.ac.id
4. Supriadi, SH., M.Hum, "Hukum Lingkungandi Indonesia" Sinar Grafika, 2013.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perburuhan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Abdul Rachmad Budiono, 1995. HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA. Yang
menerbitkan PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.