SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
1
GIZI BURUK
1. Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,
2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada
anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.1,4
2. Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa
jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari
6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995.
Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring
Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan
Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi
buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001.
Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003
menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan
gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai
dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa
54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA,
18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.5
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini
dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4%
pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi
jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi
NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target
pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk
NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum melampaui
target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa
2
prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011). Sedangkan menurut
data hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2009 tahun 2009 prevalensi gizi buruk di
NTB sebesar 5,49 dan tahun 2010 turun menjadi 4,77. 1
3. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
3.1 Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena
diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang
hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi
congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : 4
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
3.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup
3
bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi,
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati
kronik .6
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum bekembang.6
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis
atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang
stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling
serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan
dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering
terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin
ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada
muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler
ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya
kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit
tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar
matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat
generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak
yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada
warna rambut (hipokromotrichia) .6
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual,
muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-
kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas
dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.6
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
4
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
3.3 Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat
badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.4
4. Etiologi
Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung.
Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya
masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi
makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung
merupakan faktor sepertitingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan,
ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas
pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di
bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizibalita, yaitu:
a. Tingkat Pendapatan Keluarga.
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk
konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan
terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi
dengan status gizi yang berlawanan hampir universal.
Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal
memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.
5
b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan yaitu:
 Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
 Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.
 Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun
menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka
ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi.
Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian
status gizi balita. Dengan demikian ibu bias lebih bijak menanggapi tentang masalah
yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita.
c. Tingkatan Pendidikan Ibu.
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan
kesehatan, kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran
terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan
berpengaruh pula pada factor social ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan,
kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal.
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bias dijadikan landasan
untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga,
pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di
dalam keluarga dan bias mengambil tindakan secepatnya.
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk
menghadapi berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya,
memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu
yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta
6
tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna
pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya.
d. Akses Pelayanan Kesehatan.
Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)dan
pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan
masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran
masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak
melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus
gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-
anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling
sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui
program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap
dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan.
Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan
pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.
4. Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat
dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh
karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi
buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :
 BB/TB kurang dari -3SD (marasmus)
 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh(kwashiorkor :
BB/TB > -3SD atau marasmik-kwashiorkor : BB/TB < -3SD.
7
Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak
bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas
dengan atau tanpa adanya edema.7
Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan.
Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :
 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan
diare (encer/darah/lender)
 Kapan terakhir berkemih
 Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau
syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,
dilakukan setelah kedaruratan tertangani)
 Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit
 Riwayat pemberian ASI
 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
 Hilangnya nafsu makan
 Kontak dengan campak atau tuberculosis paru
 Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
 Batuk kronik
 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
 Berat badan lahir
 Riwayat tumbuh kembang
 Riwayat imunisasi
 Apakah ditimbang setiap bulan
 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)
 Diketahui atau tersangka infeksi HIV .7
8
Pemeriksaan Fisik
 Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB
 Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk
 Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun
 Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C)
 Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung
 Sangat pucat
 Pembesaran hati dan ikterus
 Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites
 Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)
 Ulkus pada mulut
 Fokus infeksi : THT, paru, kulit
 Lesi kulit pada kwashiorkor
 Tampilan tinja
 Tanda dan gejala infeksi HIV
5. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk
9
Berikut disertakan alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk
Bagan 1. Alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk
10
Selain itu, berikut disertakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas
perawatan.
Bagan 2. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan
11
Berikut juga disertakan salah satu tatalaksana anak dengan gizi buruk tanpa tada
bahaya atau tanda penting tertentu.
Bagan 3. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga
ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini
12
dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien
kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama
adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2%
tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada,
berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan
untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,
kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk
meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3
jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat
pipa (per-sonde)
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,
memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
13
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A
diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal
400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi
(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai
KKP berat.
Tabel 1.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk
14
6. Dampak Gizi Buruk
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait
dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai
konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak
organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi
(kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk
akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun
pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang
dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani
dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan
mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap
pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat
kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak
pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan
derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap
pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan
perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu
dan Anak.
2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1
3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta : Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
4. Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
5. Depkes RI. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
6. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.
7. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Tim
Adaptasi Indonesia-WHO Indonesia.
8. Astya Palupi, dkk. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak
Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dalam Jurnal Gizi Klinik
Indonesia Volume 6, No.1 (hal 1-7).
9. Syaiful, muthowif. 2009. Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak
Balita di Kelurahan Bekonang Kecamatan mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Surakarta.
10. Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Pengurus
Pusat IDAI.
11. Ngurah Suwarba dkk. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan
Global di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta dalam Sari Pediatri Volume 10.
No.4. Denpasar : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Udayana.
12. Zuhriyah H. 2009. Faktor Risiko Disfasia Perkembangan pada Anak. Semarang :
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro.
13. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

More Related Content

What's hot

Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinanAanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinanSafira Sahida
 
Tugas Penyajian Data
Tugas Penyajian DataTugas Penyajian Data
Tugas Penyajian DataFayicaSuffi1
 
Penyajian Data SIK
Penyajian Data SIKPenyajian Data SIK
Penyajian Data SIKFayicaSuffi1
 
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di IndonesiaIdentifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di IndonesiaHilma Ahdiah
 
Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia
Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia
Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia HerdianRama
 
Chapter II Gizi Buruk
Chapter II Gizi BurukChapter II Gizi Buruk
Chapter II Gizi BurukSTIMLOG
 
Qgk 3013 obesiti
Qgk 3013  obesitiQgk 3013  obesiti
Qgk 3013 obesitiAhmad NazRi
 
Tumbuh Kembang Anak yang Bermasalah
Tumbuh Kembang Anak yang BermasalahTumbuh Kembang Anak yang Bermasalah
Tumbuh Kembang Anak yang BermasalahFakhriyah Elita
 
Data gizi terbaru rikesdas 2013
Data gizi terbaru rikesdas 2013Data gizi terbaru rikesdas 2013
Data gizi terbaru rikesdas 2013irfiandi irfiandi
 
DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012
DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012
DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012berlyalivia
 
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdftutihartati9
 
Kelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat Global
Kelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat GlobalKelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat Global
Kelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat GlobalSafira Sahida
 

What's hot (20)

Kul malnutrisi
Kul malnutrisiKul malnutrisi
Kul malnutrisi
 
Gizi buruk
Gizi burukGizi buruk
Gizi buruk
 
MALNUTRISI - KEP
MALNUTRISI - KEPMALNUTRISI - KEP
MALNUTRISI - KEP
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinanAanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
 
Tugas Penyajian Data
Tugas Penyajian DataTugas Penyajian Data
Tugas Penyajian Data
 
Penyajian Data SIK
Penyajian Data SIKPenyajian Data SIK
Penyajian Data SIK
 
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di IndonesiaIdentifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
 
Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia
Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia
Penurunan Balita Gizi Buruk di Indonesia
 
Chapter II Gizi Buruk
Chapter II Gizi BurukChapter II Gizi Buruk
Chapter II Gizi Buruk
 
Qgk 3013 obesiti
Qgk 3013  obesitiQgk 3013  obesiti
Qgk 3013 obesiti
 
Tumbuh Kembang Anak yang Bermasalah
Tumbuh Kembang Anak yang BermasalahTumbuh Kembang Anak yang Bermasalah
Tumbuh Kembang Anak yang Bermasalah
 
Data gizi terbaru rikesdas 2013
Data gizi terbaru rikesdas 2013Data gizi terbaru rikesdas 2013
Data gizi terbaru rikesdas 2013
 
Obesiti
ObesitiObesiti
Obesiti
 
Modul iv gizi kb 1
Modul iv gizi kb 1Modul iv gizi kb 1
Modul iv gizi kb 1
 
DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012
DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012
DATA BALITA GIZI BURUK DI 5 KOTA JAWA BARAT TAHUN 2012
 
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
505-Article Text-837-1-10-20181108.pdf
 
malnutrisi
malnutrisimalnutrisi
malnutrisi
 
Giziburu
GiziburuGiziburu
Giziburu
 
Kelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat Global
Kelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat GlobalKelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat Global
Kelompok 4 Diabetes Melitus_Kajian Startegis Kesehatan Masyarakat Global
 

Similar to GiziBuruk

Similar to GiziBuruk (20)

KEP
KEPKEP
KEP
 
Askep Malnutrisii.pptx
Askep Malnutrisii.pptxAskep Malnutrisii.pptx
Askep Malnutrisii.pptx
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
161983652-MARASMUS-PPT.pptx
161983652-MARASMUS-PPT.pptx161983652-MARASMUS-PPT.pptx
161983652-MARASMUS-PPT.pptx
 
Tugas Presentasi Marasmus .pptx
Tugas Presentasi Marasmus .pptxTugas Presentasi Marasmus .pptx
Tugas Presentasi Marasmus .pptx
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
Modul 4
Modul 4Modul 4
Modul 4
 
PENGANTAR ILMU GIZI
 PENGANTAR ILMU GIZI  PENGANTAR ILMU GIZI
PENGANTAR ILMU GIZI
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUSMakalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
Makalah agung : Defisiensi Karbohidrat MARASMUS
 
Paper pak patra
Paper pak patraPaper pak patra
Paper pak patra
 
ppt malnutrisi fix.pptx
ppt malnutrisi  fix.pptxppt malnutrisi  fix.pptx
ppt malnutrisi fix.pptx
 
Pbl 1 malnutrition
Pbl 1 malnutritionPbl 1 malnutrition
Pbl 1 malnutrition
 
Triple Burden of Malnutrition.pdf
Triple Burden of Malnutrition.pdfTriple Burden of Malnutrition.pdf
Triple Burden of Malnutrition.pdf
 
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
 
Kurang Energi Protein Ude News
Kurang Energi Protein   Ude NewsKurang Energi Protein   Ude News
Kurang Energi Protein Ude News
 
Masalah gizi-pada-remaja-docx
Masalah gizi-pada-remaja-docxMasalah gizi-pada-remaja-docx
Masalah gizi-pada-remaja-docx
 
Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP)Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP)
 
Assignment obesiti qgk 3013
Assignment obesiti qgk 3013Assignment obesiti qgk 3013
Assignment obesiti qgk 3013
 
Gizi buruk
Gizi burukGizi buruk
Gizi buruk
 

Recently uploaded

PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfSeruniArdhia
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptxAyu Rahayu
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxagussudarmanto9
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAcephasan2
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxPuskesmasTete
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptxgizifik
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxDianaayulestari2
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosizahira96431
 

Recently uploaded (20)

PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
 
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
630542073-PENYULUHAN-PROLANIS-2022-HIPERTENSI-pptx-pptx.pptx
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docxCAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
CAPAIAN KINERJA UKM dalam peningkatan capaian .docx
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 

GiziBuruk

  • 1. 1 GIZI BURUK 1. Definisi Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.1,4 2. Epidemiologi Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.5 Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum melampaui target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa
  • 2. 2 prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011). Sedangkan menurut data hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2009 tahun 2009 prevalensi gizi buruk di NTB sebesar 5,49 dan tahun 2010 turun menjadi 4,77. 1 3. Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus- kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 3.1 Marasmus Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6 Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : 4 a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot- ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar 3.2 Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup
  • 3. 3 bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik .6 Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum bekembang.6 Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia) .6 Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang- kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.6 Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah : a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
  • 4. 4 b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 3.3 Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.4 4. Etiologi Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung merupakan faktor sepertitingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizibalita, yaitu: a. Tingkat Pendapatan Keluarga. Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlawanan hampir universal. Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.
  • 5. 5 b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi. Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu:  Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.  Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.  Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi. Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status gizi balita. Dengan demikian ibu bias lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita. c. Tingkatan Pendidikan Ibu. Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada factor social ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bias dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bias mengambil tindakan secepatnya. Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk menghadapi berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta
  • 6. 6 tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya. d. Akses Pelayanan Kesehatan. Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak- anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi. 4. Diagnosis Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2 Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :  BB/TB kurang dari -3SD (marasmus)  Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh(kwashiorkor : BB/TB > -3SD atau marasmik-kwashiorkor : BB/TB < -3SD.
  • 7. 7 Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas dengan atau tanpa adanya edema.7 Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan. Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :  Kejadian mata cekung yang baru saja muncul  Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lender)  Kapan terakhir berkemih  Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera. Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan tertangani)  Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit  Riwayat pemberian ASI  Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir  Hilangnya nafsu makan  Kontak dengan campak atau tuberculosis paru  Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir  Batuk kronik  Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung  Berat badan lahir  Riwayat tumbuh kembang  Riwayat imunisasi  Apakah ditimbang setiap bulan  Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)  Diketahui atau tersangka infeksi HIV .7
  • 8. 8 Pemeriksaan Fisik  Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB  Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk  Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun  Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C)  Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung  Sangat pucat  Pembesaran hati dan ikterus  Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites  Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)  Ulkus pada mulut  Fokus infeksi : THT, paru, kulit  Lesi kulit pada kwashiorkor  Tampilan tinja  Tanda dan gejala infeksi HIV 5. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk
  • 9. 9 Berikut disertakan alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk Bagan 1. Alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk
  • 10. 10 Selain itu, berikut disertakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas perawatan. Bagan 2. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan
  • 11. 11 Berikut juga disertakan salah satu tatalaksana anak dengan gizi buruk tanpa tada bahaya atau tanda penting tertentu. Bagan 3. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. 1. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini
  • 12. 12 dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) 2. Tahap Penyembuhan Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari. 3. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
  • 13. 13 Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. Tabel 1.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk
  • 14. 14 6. Dampak Gizi Buruk Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak
  • 15. 15 DAFTAR PUSTAKA 1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1 3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 4. Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 5. Depkes RI. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 6. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC. 7. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Tim Adaptasi Indonesia-WHO Indonesia. 8. Astya Palupi, dkk. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dalam Jurnal Gizi Klinik Indonesia Volume 6, No.1 (hal 1-7). 9. Syaiful, muthowif. 2009. Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak Balita di Kelurahan Bekonang Kecamatan mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Surakarta. 10. Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat IDAI. 11. Ngurah Suwarba dkk. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta dalam Sari Pediatri Volume 10. No.4. Denpasar : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Udayana. 12. Zuhriyah H. 2009. Faktor Risiko Disfasia Perkembangan pada Anak. Semarang : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro. 13. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC