2. Adapun hal yang mempengaruhi masalah gizi kurang
di Indonesia, antara lain:
• Kurang Energi Protein (KEP)
• Anemia Gizi
• Kurang Vitamin A
• Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
3. 1. Kurang Energi Protein
• Kurang Kalori Protein
• Gizi Kurang/Gizi Buruk
• Malnutrisi :
Marasmus – Kwashiorkor
4. • Menurut Depkes RI , sekitar 10,8% anak balita menderita gizi kurang dan gizi
buruk
• Ibu hamil dan ibu menyusui. Pada bumil mengakibatkan BBLR Berat Bayi
Lahir Rendah, kurang dari 2500gram
• KKP merupakan akibat dari interaksi antara berbagai faktor, tetapi yang paling
utama adalah akibat konsumsi makanan yang kurang memadai baik kuantitas
maupun kualitas, dan adanya penyakit infeksi yang sering diderita seperti
campak, diare, ISPA, cacingan, dsb
• Kekurangan gizi pada anak disebabkan oleh beberapa faktor:
- karena kebutuhan gizi anak/satuan BB lebih besar dibandingkan dgn org
dewasa, karena selain untuk pertumbuhan juga sbg pemeliharaan tubuh
- kemampuan saluran pencernaan anak yg tdk sesuai dgn jmlah volume
makanan yg mempunyai kandungan gizi yg dibutuhkan anak
- segera stlh anak dpt bergerak sendiri tanpa bantuan org lain disekitarnya,
sehingga memudahkan untuk terkena penyakit infeksi terutama bagi anak2 yg
daya than tubuhnya lemah
- dari segi sosial budaya, sebagian besar masy di Indonesia masih
mengutamakan jenis makanan yg terbaik cenderung diberikan kpd anggota
keluarga yg mempunyai nilai produktif, terutama pd ayah yg mencari nafkah
5. 2. Anemia Gizi
• Terbanyak: defisiensi zat besi
• Akibat:
– Kemampuan intelektual
– Produktifitas kerja
– Morbiditas anak
– Mortality ibu
– BBLR dan keguguran
6. • Penyebabnya:
- menu sehari2 kurang mengandung zat besi
- Penyerapan zat besi di dlm usus kurang baik (terganggu)
- Infeksi parasit/yg lain
- Kemampuan menampung zat besi menurun/kebutuhan besi
meningkat
• Menurut Depkes RI, 1989:
- Bumil 50-70%
- Tidak hamil 30-40%
- Laki-laki dewasa 20-30%
- Anak balita 30-40%
- Anak sekolah 25-35%
7. 3. Kekurangan Vit. A
Prevalensi : 0.7%
Akibat KVA :
• Tingkat mortalitas tinggi
• Anak rentan infeksi
• Biaya kesehatan tinggi
• Perkembangan mental terganggu
• Penyakit degeneratif menyerang usia dini
8. • Buta senja atau rabun senja
• Menurut Doeschate, faktor yang berperan pada terjadinya
Xerophthalmia:
- Usia: sering dijumpai pd anak2 klompok imur 2-3 thn dan jarang
trjadi pda usia di atas 8-9 thn. Dan pda anak muda usia, terutama
bayi yg tdk konsumsi ASI di Indonesia
- Jenis kelamin : laki2 lebih rawan terhadap Xerophthalmia
- Musim: pd musim2 terntu. Di Surabay pd bulan April dan
September. Di Bandung Maret dan Juli
- Berhubungan dengan menu sehari-hari: sedikit menu vit A,
karoten, lemak dan protein
- Penyakit infeksi dan infestasi cacing: campak 30%, 20% penyakit
infeksi lain yg disertai demam
- KKP
9. 4. Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKY)
Akibat GAKI:
• Pembesaran kelenjar gondok
• Gangguan pertumbuhan (cebol, bisu, tuli)
• Gangguan mental
• Gangguan neuro motor
10. Masalah Gizi lain
• Muncul Obesitas
• Prevalensi:
wanita diatas usia 40 tahun mencapai 30%
overweight dan obese
11. Akibat obesitas (Gizi Lebih):
• PJK
• Kanker
• diabetes melitus
• hipertensi
• Angkanya meningkat tajam setelah tahun
1992
12. prevalensi berat-kurang (underweight) menurut provinsi dan nasional. Secara nasional,
prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi
buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional
tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada
prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7
persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan
2013
Prevalensi pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2 persen, yang berarti terjadi
peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek
sebesar 37,2 persen terdiri dari 18,0 persen sangat pendek dan 19,2 persen pendek.
Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8 persen
tahun 2007 dan 18,5 persen tahun 2010. Prevalensi pendek meningkat dari 18,0 persen
pada tahun 2007 menjadi 19,2 persen pada tahun 2013.
13. kecenderungan prevalensi status gizi anak balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB. Terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun
2013. Prevalensi sangat pendek turun 0,8 persen dari tahun 2007, tetapi prevalensi pendek
naik 1,2 persen dari tahun 2007. Prevalensi sangat kurus turun 0,9 persen tahun 2007.
Prevalensi kurus turun 0,6 persen dari tahun 2007. Prevalensi gemuk turun 2,1 persen dari
tahun 2010 dan turun 0,3 persen dari tahun 2007.
14. • secara nasional prevalensi pendek pada anak
umur 5-12 tahun adalah 30,7 persen (12,3%
sangat pendek dan 18,4% pendek). Prevalensi
sangat pendek terendah di DI Yogyakarta
(14,9%) dan tertinggi di Papua (34,5 %).
15. • Secara nasional masalah gemuk pada anak umur
5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri
dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk
(obesitas) 8,8 persen. Prevalensi gemuk terendah
di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di
DKI Jakarta (30,1%). Sebanyak 15 provinsi dengan
prevalensi sangat gemuk diatas nasional, yaitu
Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Banten,
Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Barat,
Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua,
Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan DKI
Jakarta.
16. • umur 13-15 tahun penilaian status gizi berdasarkan
TB/U dan IMT/U. Gambar 3.14.11. menyajikan
prevalensi pendek pada remaja umur 13-15 tahun.
Secara nasional, prevalensi pendek pada remaja adalah
35,1 persen (13,8% sangat pendek dan 21,3% pendek.
Prevalensi sangat pendek terendah di DI Yogyakarta
(4,0 %) dan tertinggi di Papua (27,4%). Sebanyak 16
provinsi dengan prevalensi sangat pendek diatas
prevalensi nasional yaitu Nusa Tenggara Barat, Riau,
Banten, Maluku, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Gorontalo, Aceh, Bengkulu, Sumatera Utara, Jambi,
Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Lampung, Nusa
Tenggara Timur dan Papua.
17. • prevalensi kurus pada remaja umur 13-15 tahun adalah
11,1 persen terdiri dari 3,3 persen sangat kurus dan 7,8
persen kurus. Prevalensi sangat kurus terlihat paling rendah
di Bangka Belitung (1,4 %) dan paling tinggi di Nusa
Tenggara Timur (9,2%). Sebanyak 17 provinsi dengan
prevalensi anak sangat kurus (IMT/U) diatas prevalensi
nasional yaitu Riau, Aceh, Jawa Tengah, Lampung, Jambi,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat,
Kalimantan Barat, Banten, Papua, Sumatera Selatan,
Gorontalo, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur.
• Prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di
Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri dari 8,3 persen
gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas).