SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
Download to read offline
Berhuma : Sebuah Kearifan Lokal Sistem Pertanian Masyarakat
Dayak
Yuliyanto, S.Pd
MAN 4 Sleman
Abstrak
Berhuma merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Dayak dalam
bidang pertanian. Masyarakat Dayak secara umum menanam padi setahun sekali
untuk mencukupi konsumsi sekeluarga bukan untuk diperjualbelikan. Proses
penanaman padi dimulai dari penyiapan lahan, kemudian pembakaran lahan,
menugal, merumput, mengasap dan memanen. Persiapan lahan dilakukan dengan
memilih lahan yang dianggap subur dan berdekatan dengan sumber air. Tahap
selanjutnya adalah pembakaran lahan. pembakaran lahan dilakukan secara
bergotong royong dengan memerhatikan waktu dan arah angin. Tahapan
selanjutnya setelah musim penghujan tiba adalah menugal dan menanam benih,
menugal biasa dilakukan oleh kaum laki laki sedangkan menanam benih dilakukan
para wanita, sementara anak anak dengan menggunakan ranting ranting daun
menutup lubang lubang tugalan yang sudah terisi benih padi. Setelah padi tumbuh
selanjutnya adalah merumput untuk menghilangkan gulma dan mengasapi untuk
menghalau wereng, sedangkan tahap paling akhir dari berhuma ini adalah panen.
Artikel ini mencoba untuk mengkaji sistem berhuma masyarakat Dayak, yang
secara umum masih menjadi polemik di kalangan masyarakat dan pecinta
lingkungan terkait pembakaran hutan. Pembakaran lahan yang dilakukan oleh
masyarakat Dayak menggunakan sistem yang arif dalam menjaga lingkungan
berbeda dengan pembakaran lahan yang dilakukan oleh perusahaan perusahaan
sawit. Sangat tidak mungkin masyarakat Dayak merusak hutan yang mereka anggap
sebagai rumahnya. Melalui artikel ini pembaca saya ajak untuk mengetahui lebih
dalam tentang sistem petanian masyarakat Dayak yang sesungguhnya. Tulisan ini
berdasarkan pengalaman nyata penulis yang telah berdiam di Kalimantan Selatan
selama kurang lebih sepuluh tahun.
Kata Kunci : Berhuma, Kearifan Lokal, Masyarakat Dayak
PENDAHULUAN
Dayak adalah sebutan nama kolektif untuk suku suku yang mendiami
pedalaman Pulau Kalimantan, mereka rata rata hidup di pedalaman hutan hutan
Kalimantan yang mencakup wilayah negara Indonesia dan Malaysia. Istilah Dayak
sendiri di adopsi dari pihak luar sejak tahun 1757 sebagai nama kolektif untuk
membedakan penduduk pribumi yang kebanyakan tinggal di pedalaman (hulu
sungai) dibandingkan dengan penduduk pribumi yang datang kemudian dan
bermukim di pesisir dan menganut agama Islam. ( I Samsoedin. 2011: 147). Dayak
merupakan salah satu suku dari rumpun Autronesia yang melakukan migrasi secara
bergelombang dari daratan Asia. Menurut teori persebaran bangsa bangsa
Austronesia model Out Of Taiwan, bahwa suku Dayak ini menyebar hingga Pulau
Kalimantan setelah melalui Filipina, Sulawesi kemudian masuk ke berbagai
wilayah di Kalimantan. (Hartatik. 2017: 13). Hingga kini Dayak identik dengan
Borneo atau Pulau Kalimantan sebaran suku Dayak merata dari Serawak Malaysia,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Utara. Mereka mendiami lembah lembah sempit, dataran tinggi, dan
tepi sungai yang rendah sesuai dengan karakternya. Menurut Tjilik Riwut suku
Dayak di Kalimantan terdiri atas tujuh suku besar. Dari ketujuh suku besar tersebut
terbagi menjadi 18 suku sedatuk dan dari 18 suku sedatuk tersebut terbagi menjadi
ke dalam 405 suku kekeluargaan. Ketujuh suku besar tersebut adalah: Dayak Ngaju,
Dayak Apu Kayan, Dayak Iban, Dayak Klemantan, Dayak Murut, Dayak Punan,
dan Dayak Ot Danom. Adapun Suku Bukit atau Dayak Meratus menurut Tjilik
Riwut merupakan salah satu dari sub suku Dayak Ngaju ( Tjilik Riwut. 1993: 234).
Suku Dayak memiliki kesamaan ciri ciri budaya yang khas antara lain Mandau,
sumpit, rumah betang dan lain sebagainya. Dayak berasal dari kata “Daya” yang
artinya hulu, adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan masyarakat yang
tinggal di pedalaman atau perhuluan. Sementara itu wilayah Pulau Kalimantan yang
berada di pinggir pinggir laut atau muara sungai banyak didiami oleh warga
keturunan Melayu, Banjar, Bugis, Madura, Makassar dan China. Suku Melayu
kebanyakan beragama Islam, orang Dayak yang kemudian memeluk agama Islam
selanjutnya menganggap dirinya sebagai orang Melayu juga. Menurut Sellato, dia
memperkirakan bahwa 90 % orang Melayu Kalimantan adalah keturunan Dayak.
Istilah Dayak pada zaman dahulu sering dikonotasikan dengan istilah
negatif menurut anggapan berbagai kalangan masyarakat dari berbagai suku bangsa
lainnya di Indonesia. Hal itu erat kaitannya dengan kebiasaan masyarakat Dayak
yang suka melakukan tradisi mengayau dan juga kepercayaan animisme, yang
dianggap sebagai kebiasaan yang tidak manusiawi dan sudah tidak zamannya lagi.
Istilah Dayak pernah akan digantikan menjadi Daya, namun hal itu kemudian tidak
jadi seiring dengan mulai lunturnya anggapan negatif terhadap suku Dayak.
Perkumpulan perkumpulan masyarakat Dayak sudah ada sejak zaman kolonial
Belanda, seperti adanya perkumpulan masyarakat Sarekat Dayak dan Pakat Dayak.
Pada masa kolonial kata Dayak dan Melayu digunakan oleh para peneliti pada masa
itu untuk membedakan antara penduduk Kalimantan yang masih menganut
kepercayaan leluhur dan yang telah menjadi muslim. Penduduk yang muslim dan
tingga di sekitar muara disebut sebagai orang Melayu, sedangkan yang tinggal di
bagian hulu dan menganut kepercayaan leluhur disebut Dayak.(Hartatik. 2017: 1)
Orang Dayak mempunyai kepercayaan tradisional yang diwarisi secara
turun temurun yang disebut sebagai agama leleuhur. Nama kepercayaan mereka
tersebut berbeda beda antara wilayah satu dengan wiayah lainnya. Di wilayah
Kalimantan Tengah disebut sebagai Kaharingan sementara itu di daerah lain ada
yang menyebuut Hedon, Telon, agama Aruh atau agama Balian. Kaharingan pernah
diusulkan untuk menjadi bagian dari salah satu agama yang ada di Indonesian
namun hingga saat ini belum terealisir. Meskipun saat ini Sebagian masyarakat
Dayak telah memeluk agama (Kristen dan Katolik) namun upacara adat masih
mereka lakukan sebagai wujud bagian dari hukum adat yang mengikat semua orang
Dayak.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian tentang tradisi berhuma masyarakat Dayak ini penulis
menggunakan metode penelitian historis, pada tahap pertama penulis melakukan
kajian heuristik dari berbagai buku sumber. Penulis dalam melakukan kajian
heuristik ini mengumpulkan berbagai sumber buku dan jurnal terkait dengan sistem
pertanian masyarakat Dayak dengan metode berhuma. Selain buku, artikel jurnal
penulis juga menambah wawasan pengetahuan dan pemahamannya tentang
berhuma ini dengan membaca literatur dan bacaan melalui website dan internet.
Berbagai sumber tersebut sangat berguna bagi penuli untuk melakukan telaah lebih
mendalam tentang kehidupan sistem pertanian masyarakat Dayak. Tahap kedua,
penulis melakukan verifikasi data, penulis berdasarkan data data yang telah
diperoleh kemudian melakukan kritik sumber. Kritik ini terdiri dari kritik intern dan
ekstern, kritik ekstern dilakuka oleh penulis untuk menguji fisik sumber sedangkan
kritik intern bertujuan untuk menguji kebenaran isi sumber. Tujuan dilakukannya
verifikasi adalah untuk menguji kredibilitas dan otentisitas sumber, sehingga data
yang diperoleh oleh penulis dapat dipertanggungjawabkan tingkat kebenarannya.
Tahapan yang ketiga adalah interpretasi atau penafsiran, tahapan ini dilakukan oleh
penulis dengan maksud untuk menghindari salah penafsiran dari penulis yang
berujung pada tingkat subjektivitas penulis. Tahapan terakhir adalah historiografi,
dimana pada tahap ini penulis menyampaikan hasil penelitiannya berupa karya
tulis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hutan Sebagai Rumah Bagi Masyarakat Dayak
Meskipun kajian tentang masyarakat suku Dayak menarik dan
banyak sekali namun, pada tulisan ini penulis mencoba untuk menfokuskan
kajian tulisannya pada sistem pertanian masyarakat Dayak terutama adalah
tradisi berhuma. Sesuai dengan pengalaman lapangan penulis di Kalimantan
Selatan maka wilayah kajian penulis akan dibatasi pada suku Dayak yang
mendiami wilayah Kalimantan Selatan. Bagi masyarakat Dayak Meratus,
tanah-sungai-hutan adalah dunianya dimana mereka tinggal. Bagi mereka
tanah merupakan bumi tempat berpijak sedangkan sungai adalah sumber
kehidupan mereka dan hutan adalah rumah mereka. (Sulistyanto. 2016: 5).
Tiga elemen penting dalam kehidupan masyarakat Dayak ini
memungkinkan mereka dapat bertahan hidup sebagai orang Dayak sejati di
pedalaman hutan hutan Pulau Kalimantan. Selama berabad abad ketiga
elemen ini mampu membentuk budaya sehingga telah menjadikan identitas
dan ciri khas tersendiri bagi masyarakat Dayak. Maka tidaklah
mengherankan apabila ada ungkapan bahwa hancurnya hutan adalah
hancurnya kehidupan sosial, ekonomi, ideologi dan budaya masyarakat
Dayak. Sehingga berdasarkan prinsip dan falsafah tersebut sangatlah tidak
mungkin apabila masyarakat Dayak membakar rumahnya sendiri seperti
banyak dtuduhkan oleh orang orang yang tidak paham akan kehidupan sosio
kultural masyarakat Dayak. Masyarakat Dayak menggantungkan
sepenuhnya kehidupan mereka kepada alam dan hutan, di dalam hutan
semua kebutuhan mereka akan terpenuhi baik itu kebutuhan makanan yang
bersifat karbohidrat, nabati maupun hewani. Mereka selalu akan menjaga
kelestarian hutannya, kata kata pamali dan larangan menebang atau
membunuh hewan yang masih kecil menjadi kearifan lokal tersendiri bagi
masyarakat Dayak untuk menjaga kelestarian alamnya.
B. Berhuma/Perladangan
Bercocok tanam di ladang adalah cara bercocok tanam yang biasa
dilakukan pada lingkungan hutan hutan rimba di daerah yang beriklim
tropis, daerah sabana tropis dan juga daerah sub tropis. Sejak zaman
neolithikum hingga saat ini banyak daerah daerah di dunia yang melakukan
sistem pertanian dengan sistem perladangan. (Koentjaraningrat. 1998: 56).
Berladang merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan banyak
sekali tenaga kerja. Untuk mengerjakannya penghuni suatu rumah tangga
saja tidak mencukupi, mereka harus memperoleh bantuan dari tetangga
mereka. Berdasar pada kenyataan tersebut maka pada saat proses
perladangan mereka memerlukan Kerjasama dengan jalan membentuk suatu
kelompok gotong royong yang biasanya berdasarkan kekerabatan atau
kekeluargaan. Kelompok mereka biasanya terdiri dari 12 sampai dengan 15
orang yang akan membuka hutan secara bergiliran untukk keperluan
perladangan, (Koentjaraningrat. 1998: 125)
Secara garis besar cara berladang ini tampaknya seragam, tetapi
dalam kenyataannya ada perbedaan perbedaan dalam tekniknya di berbagai
tempat, perbedaan yang utama disebabkan oleh tempatnya. Daerah daerah
itu adalah daerah sabana yang terdiri dari daerah padang rumput yang
ditumbuhi oleh kelompok kelompok belukar atau hutan hutan kecil di sana
sini. Daerah daerah sabana terutama terdapat di Afrika Barat, Tengah,
Timur, dan Selatan. Sistem perladangan juga berkembang pada daerah
daerah hutan tropis di wilayah hutan hutan di sekitar khatulistiwa.
(Koentraningrat. 1998: 57).
Di Indonesia sistem berladang masih banyak sekali diterapkan oleh
penduduk, seperti halnya di negara negara di Asia Tenggara pada umumnya
diantaranya adalah Malaysia, Filipina, Muangthai, Laos, Khmer, Vietnam,
Myanmar dan lain lainya. Di Pulau Jawa sistem pertanian dengan berladang
hampir tidak dilakukan lagi, tetapi di daerah Sumatera, Kalimantan
Sulawesi Tengah, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, sistem
pertanian berladang ini masih sangat umum dilakukan. (Koentjaraningrat.
1998: 57)
Dalam aktivitas ekonomi masyarakat Dayak, mata pencaharian
utama secara tradisional adalah berladang berpindah (shifting cultivication
atau swidden agriculture). Sistem pertanian ladang masih dipraktekkan
secara luas di daerah daerah luar Jawa dan sebagian kecil di Jawa Barat.
Clifford Geertz membagi Indonesia menjadi dua ekosistem, yakni satu tipe
sistem ladang perpindah yang banyak terdapat di luar Jawa dan sistem
sawah yang merupakan ekosistem dominan di Pulau Jawa (Masri
Singarimbun. 1991: 146)
Menurut laporan sektor kehutana pada tahun 1990 bagian terbesar
luas areal ladang pindah di Indonesia terdapat di Pulau Kalimantan (48%),
disusul Sumatera (20%), kemudian Sulawesi (6%) dan Nusa Tenggara
(4%). Menurut Geertz sistem pertanian ladang pindah banyak dipraktekkan
untuk tanah tanah yang miskin hara di daerah tropis. Sistem kerjanya juga
masih sangat sederhana sebab hanya menggunakan kapak untuk menebangi
pohon dan juga tingkat konsumsi masyarakatnya masih sangat rendah.
Tanah tidak perlu dilakukan pembajakan dengan menggunakan ternak dan
juga tanah tidak perlu di pupuk serta tidak terdapat konsep tanah milik
pribadi.
C. Tahapan Berhuma
1. Pembukaan Hutan
Sebelum membuka lahan untuk berladang didahului dengan
menebas kecil lahan sebagai permohonan izin atau permisi (nyiro)
kepada penguasa hutan. Ritual dengan membakar dupa dan disertai
sesaji berupa makanan. Dalam ritual disebutkan bahwa jika panen nanti
berhasil maka peladang berjanji akan mengadakan selamatan dan
memberi makan (sesaji) kepada penguasa ladang. Peladang juga
melalukan permohonan izin kepada penguasa hutan apakah lahan
tersebut baik untuk ditanami atau tidak, dengan jawaban berupa firasat
atau mimpi dalaam tiga hari tiga malam. (Hartatik. 2017: 42)
Untuk pembukaan lahan masyarakat Dayak membedakan antara
hutan primer dan hutan sekunder, hutan sekunder merupakan hutan
yang sudah pernah digarap oleh keluarga seseorang sebelumnya dan
merupakan hak keluarga dan saudara saudaranya. Pembukaan hutan
primer harus memenuhi peraturan peraturan tertentu pertama orang
tidak boleh memilih atau menebas hutan primer yang terletak di luar
wilayah rumah panjangnya. Kedua memilih hutan primer untuk ladang
berkaitan dengan hak atas hutan sekunder atau ladang yang berbatasan
dengannya. Keluarga yang memiliki suatu bagian hutan sekunder
(mungkin masih berupa ladang) mempunyai hal lebij dahulu untuk
berladang pada hutan primer yang berdekatan. (Masri Singarimbun.
1991: 147).
Dalam pemilihan hutan perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya
adalah apakah mau memilih tanah darat atau tanah paya,
memperhitungkan ketinggian kalau dianggap ada kemungkinan banjir,
jenis tanah karena masyarakat Dayak mengetahui ciri ciri tanah yang
dapat menghasilkan padi dengan baik, ukuran pepohonan yang ada di
hutan tersebut karena hal ini ada kaitannya dengan masa bero ladang
(hutan sekunder) tersebut.
Penebangan pohon dilakukan dengan cara yang khas, hal itu
dimaksudkan pohon yang tumbang akan menuju kearah tertentu. Pohon
pohon di takik (potong separuh) dengan harapan akan menjadi sistem
penebangan berantai. Satu pohon besar yang ditebang kemudian akan
memukul pohon pohon berikutnya demikian seterusnya, sehingga akan
menghemat waktu dan tenaga. Teknik penebangan pohon dengan
sistem takik ini hanya akan menebang pohon sekitar 23% selebihnya
77% pohon akan tumbang akibat takikan pohon sebelumnya. Proses
penebangan pohon dilakukan secara bergotong royong oleh sesama
keluarga dan kerabat. Masyarakat Dayak seperti halnya masyarat Jawa,
mereka juga mengenal gotomg royong apabila dirasa mereka
memerlukan bantuan dari para tetangga untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan, upah dari gotong royong biasanya berupa makan siang.
(Koentjaraningrat. 2002: 57) Setelah hutan selesai ditebang maka lahan
akan dibiarkan selama kurang lebig 2 sampai 3 bulan dengan tujuan
ranting dan kayu kayu yang telah ditebang tadi mengering.
2. Pembakaran Lahan
Setelah lahan yang dipersiapkan telah sesuai dengan yang dimaksud
berdasarkan firasat dalam mimpi maka tahapan selanjutnya adalah
pembakaran lahan. Sebelum dilakukan pembakaran lahan maka akan
dilakukan pembuatan sekat bakar di batas batas lahan dengan tujuan
untuk memutus api supaya tidak menjalar ke lahan sebelahnya. Pada
hutan sekunder mereka akan membuat pemutus api antara hutan
sekunder dengan ladang yang sedang dibakar. Untuk pemutus api
tersebut sebidang tanah sempit di sepanjang batas ladang dibersihkan
dari semak belukar, kayu dan daun daun. Dengan demikian api sulit
atau tidak mungkin menyeberang ke tanah kosong atau ke hutan
sebelah. (Masri Singariimbun. 1991: 148)
Proses pembakaran biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari
dengan memperhatikan arah angin. Pada saat pembakaran lahan
diharapkan tidak ada angin yang berhembus kencang sehingga kobaran
api dapat dikendalikan. Proses pembakaran ini dilakukan dengan cara
bergotong royong untuk ladang sekitar dua sampai dengan lima hektar.
Para laki laki berjaga jaga di sekat pemutus api selebar satu hingga
empat meter sambil membawa ranting daun basah dengan maksud
apabila api akan mulai menjalar maka ranting ranting daun tadi akan
digunakan untuk memukul mukul api sehingga apinya akan mati.
(Respati R. 2017: 51)
Pembakaran yang baik sangat penting mengingat tanah tanah di
Kalimantan sangat miskin unsur hara nya, sukses dan gagalnya panen
sangat ditentukan dalam proses pembakaran lahan. Tujuan pembakaran
adalah untuk mengubah tumbuhan tumbuhan yang ditebas dan lapisan
humus menjadi abu. Dengan demikian akan dilepaskan unsur unsur gizi
yang ada pada daun daun, dahan dahan, batang pohon dan humus untuk
kemudian dihisap oleh akar padi. Tumbuh tumbuhan harus dibakar
habis sebab kalau tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman padi.
3. Menugal
Ketika musim penghujan sudah tiba maka tahapan berikutnya adalah
menugal, atau melatu, yaitu menjatuhkan benih padi ke dalam lubang
lubang yang telah dibuat dengan menggunakan tugal. Benih padi yang
disiapkan adalah benih padi terbaik dari hasil panen tahun lalu yang
sebelumnya telah direndam terlebih dahulu untuk membentuk
perkecambahan. Sebelum proses menugal dimulai maka akan
dilakukan ritual dengan membakar dupa yang disertai sesaji berupa
beras, sisir, cermin yang akan dipersembahkan kepada Dewi Padi.
(Hartatik. 2017: 42)
Proses menugal dilakukan oleh para kaum laki laki dengan
menggunakan tugal yang terbuat dari batang kayu. Para pria menugal
dengan cara mundur dalam satu jalur bisa terdapat beberapa pria yang
menugal kemudian didepannya diikuti oleh para wanita untuk
memasukkan benih benih padi pada lubang bekas tugalan tadi.
Sementara itu para anak anak dan remaja biasanya akan berada di
belakang para wanita dengan membawa ranting ranting daun untuk
menyapukan lubang lubang bekas tugalan yang sudah terisi benih padi.
Proses menugal biasanya dilaksanakan pada padi hari dan selesai
padang tengah hari, dilakukan secara gotong royong dan diakhiri
dengan makan bersama di pondokan ladang.
4. Merumput
Setelah tahapan menanam padi selesai maka tugas para pria di
ladang telah berakhir. Para pria biasanya telah membuatkan pondokan
untuk istirahat dan menunggu tanaman padi sampai menjelang saat
penen tiba. Pada saat jeda ini lah kebanyakan para pria melakukan
kegiatan kegiatan di luar ladang seperti mencari rotan, damar, berburu
menangkap ikan dan ada pula yang merantau. (Koentjaraningrat. 1998:
62)
Pekerjaan di ladang selanjutnya adalah mencabuti tumbuhan
tumbuhan liar dan menjaga ladang dari serangan hewan hewan liar,
seperti babi hutan serta burung merupakan tugas para wanita dan anak
anak. Pemeliharaan tanaman padi pada sistem berhuma ini yang paling
pokok adalah menghilangkan rumput rumput/gulma yang menganggu
tanaman padi, dengan menggunakan parang kecil dan biasa dilakukan
oleh para wanita. Merumput biasa dilakukan sebanyak dua atau tiga
kali sampai dengan padi siap untuk dipanen.
Untuk menghalau burung biasanya petani menggunakan orang
orangan atau memedi sawah dalam tradisi Jawa. Renggek juga biasa
digunakan untuk memagari tanaman padi dari serangan babi hutan.
Pada saat menunggu musim panen tiba bisa dipastikan para wanita dan
anak anak akan setiap hari pergi ke ladang. Mereka berangkat pada pagi
hari dengan membawa parang dan butah, sesampainya di ladang
mereka akan membersihkan rumput dan juga menanam tanaman lain
berupa sayur mayur. Sayur mayur yang identik bagi masyakat Dayak
adalah berupa waluh, cengkuk manis, jagung, kangkung, gumbili.
lombok tidak mereka tanam, karena lombok akan tumbuh dengan
sendirinya dengan perantara burung.
Pada siang hari mereka akan beristirahat di pondokan, biasanya di
dalam pondokan dilengkapi dengan adanya dapur sehingga mereka bisa
memasak sederhana untuk keperluan di ladang. Di bawah pondok
biasanya selalu dibuatkan api untuk mengasapi ladang supaya tidak
terserang wereng dan juga pada malam hari untuk menghalau binatang
buas. Api di bawah pondok tidak pernah mati kayu bakarnya berasal
dari dahan dahan pohon sisa penebangan hutan, inilah cara arif
masyarakat Dayak dalam mengusir hama wereng coklat yang akan
menghisap malai padi.
5. Mengatam
Panen pada umunya berlangsung sekitar empat bulan sesudah
penanaman benih, mengatam/memetik padi biasa dilakukan oleh para
wanita yang dikerjakan secara gotong royong termasuk mengangkut
padi dari ladang ke tempat penyimpananya. Sebelum panen, dilakukan
upacara menyimpak yang artinya membagi untuk mencicipi beras dari
sebagaian kecil hasil panen. Menyimpak merupakan pesta kecil yang
dilakukan di dalam rumah. Beras dari hasil sampel padi yang baru
dipanen kemudian dimasak untuk sesaji di dalam piring disertai dengan
sebutir telur ayam kampung kemudian oleh Balian diberikan bacaan
doa doa sebagai tanda penyerahan ats beras tertentu dari sekian jenis
padi yang akan dipanen. Pesta panen (siwah pare) sebagai bentuk tanda
syukur atas keberhasilan panen padi tahun ini dan untuk memenuhi janji
pada awal akan melakukan perladangan. Siwah pare biasanya
dilaksanakan secara bersamaan sehingga suasanya akan menbjadi
meriah disertai dengan memotong hadangan dan diiringi dengan
wayang Dayak dan tari topeng.(Hartatik. 2017: 43)
Panen yang berhasil biasanya akan diakhiri dengan sebuah pesta.
Selain mengaadakan upacara dalam rangka siklus pertanian, pada masa
seperti itu biasanya diadakan pula berbagai perayaan daur hidup seperti
khitanan, inisiasi, perkawinan dan lain lain.(Koentjaraningrat. 1998:
63).
Sistem upah yang diterima oleh para wanita yang membantu
mengatamm adalah dengan cara diberi upah berupa padi juga.
Pembagiannya adalah dengan menggunakan ukuran blek (kaleng roti ),
satu blek rata rata berisi sekitar 12 kilogram. Secara umum biasanya
apabila seseorang dalam mengatam memperoleh enam blek maka dia
akan memperoleh satu bagian. Demikian padi padi itu kemudian akan
simpan ditempat khusus (Jurong/lumbung) dengan perlakuan yang
istimewa. Padi padi itu akan memenuhi kebutuhan makanan pokok bagi
para keluarga Dayak sampai musim padi berikutnya tiba sekitar bulan
Mei setiap tahunnya dan mereka tidak pernah menjual padi padi
mereka. (Bitenia Elen Kuni. 2015: 387)
KESIMPULAN
Berhuma merupakan salah satu dari berbagai macam kearifan lokal
masyarakat Dayak di Pulau Kalimantan. Melalui berhuma masyarakat Dayak di
Kalimantan dapat bertahan hidup dan berdampingan secara damai dengan
lingkungan. Tanah, sungai dan hutan adalah tiga komponen alam yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat Dayak. Tanah sebagai tempat berpijak, air
adalah simbol kehidupan dan hutan adalah rumah abadi bagi masyarakat Dayak.
Hutan memberikan banyak kehidupan bagi masyarakat Dayak, mereka hidup
dengan memperoleh manfaat dari hutan, hutan memberikan segalanya bagi
masyarakat Dayak. Berdasarkan falsafah tersebut maka sangat tidak masuk akal
apabila kebakaran hutan yang sering kita dengar melalui pemberitaan di media
diakibatkan oleh ulah perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat
Dayak. Masyarakat Dayak tidak mungkin akan tega melakukan pembakaran
terhadap rumahnya sendiri.
Berhuma sebagai tradisi sistem pertanian pada masyarakat Dayak telah
dilakukan secara turun temurun sejak nenek moyang mereka memasuki Pulau
Kalimantan. Padi menjadi tanaman utama dalam sistem pertanian berhuma, padi
adalah tanaman sakral yang proses mulai pemilihan lahan, penanaman dan
pemanenannya memerlukan ritual tertentu. Masyarakat Dayak hanya menanam
padi setahun sekali untuk mencukupi kebutuhan makan mereka sekeluarga, mereka
tidak mengenal menanam dalam jumlah banyak untuk kemudian diperdagangkan.
Dalam berhuma masyarakat Dayak mengenal yang namanya hutan
sekunder dan hutan primer, hutan sekunder merupakan hutan yang pernah ditanami
sebelumnya oleh keluarga mereka pada tahun tahun sebelumnya. Hutan sekunder
biasanya ditandai dengan adanya bekas tanaman tanaman keras yang ditanam oleh
pendahulu mereka. Sedangkan hutan primer adalah hutan yang sama sekali belum
pernnah digarap. Seseorang boleh mengerjakan atau membuka hutan primer dengan
syarat hutan primer tersebut harus berdekatan dengan hutan sekunder mereka,
demikian begitu arif nya masyarakat Dayak memberlakukan hutan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Hartatik. (2017). Jejak Budaya Dayak Meratus Dalam Perspektif Etnografi.
Yogyakarta: Penerbit Ombak
Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Antropologi: Pokok-Pokok Etnografi II.
Jakarta: Rineka Cipta
Koentjaraningrat. (1998). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Koentjaraningrat. (2002). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia
JURNAL
Bitenia Elen Kuni. Gusti Hardiansyah. Idham. Etnobotani Masyarakat Suku Dayak
Kerabat di Desa Tapang Perodah Kecamatan Sekadau Kabupaten Sekadau. Jurnal
Hutan Lestari Vol. 3 Tahun 2015
Hamid Darmadi. Dayak Asal Usul dan Penyebarannya di Borneo.
Jurnalikippgriptk.ac.id. Vol 3 No 2 Desember 2016
I Samsoedin. A. Wijaya. H. Sukiman. Konsep Tata Ruang dan Pengelolaan Lahan
Pada Masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. E-Journal Analisis
Kebijakan Kehutanan. Vol 7 No 2 Agustus 2011
Masri Singarimbun. Beberapa Aspek Kehidupan Masyarakat Dayak. Jurnal
Humaniora UGM No 3. Tahun 1991
Nina Queena Hadi Putria. Nisa Fitriyani Afifah. Hasrul Rahman. Kearifan
Lingkungan Dayak Benuaq Dalam Novel Api Awan Asap: Kajian Ekokritik Giiford.
e-journal.umm.ac.id. Satwika Vol 3 Tahun 2019.
Respati K. Azhari M. Marlina S. Peran Kearifan Lokal Bahuma Batahutn
Terhadapp Kondisi Lingkungan Masyarakat Dayak. Jurnal Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya. Vol 17 No 1 tahun 2017.

More Related Content

What's hot

pancasila sbg paradigma perkemb. iptek
pancasila sbg paradigma perkemb. iptekpancasila sbg paradigma perkemb. iptek
pancasila sbg paradigma perkemb. iptekShintia Delinda
 
Kepribadian (Sosiolog)
Kepribadian (Sosiolog)Kepribadian (Sosiolog)
Kepribadian (Sosiolog)Nadia Tsalisa
 
Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...
Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...
Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...Ridho Fitrah Hyzkia
 
Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikMuh Firyal Akbar
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantarmrlakmono
 
Keterkaitan RPJMD dan RPJMN
Keterkaitan RPJMD dan RPJMNKeterkaitan RPJMD dan RPJMN
Keterkaitan RPJMD dan RPJMNDadang Solihin
 
Persfektif dalam organisasi
Persfektif dalam organisasiPersfektif dalam organisasi
Persfektif dalam organisasiKacung Abdullah
 
Administrasi Pembangunan di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan Pengawasan
Administrasi Pembangunan  di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan PengawasanAdministrasi Pembangunan  di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan Pengawasan
Administrasi Pembangunan di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan PengawasanDadang Solihin
 
Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...
Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...
Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...Netta Samosir
 
5 teori-organisasi-lengkap
5 teori-organisasi-lengkap5 teori-organisasi-lengkap
5 teori-organisasi-lengkapDaryanto Suteji
 
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan PartisipatifPerencanaan Partisipatif
Perencanaan PartisipatifDadang Solihin
 

What's hot (20)

Kolenkim
KolenkimKolenkim
Kolenkim
 
pancasila sbg paradigma perkemb. iptek
pancasila sbg paradigma perkemb. iptekpancasila sbg paradigma perkemb. iptek
pancasila sbg paradigma perkemb. iptek
 
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
 
IDEOLOGI
IDEOLOGIIDEOLOGI
IDEOLOGI
 
Kajian otsus papua
Kajian otsus papuaKajian otsus papua
Kajian otsus papua
 
Kepribadian (Sosiolog)
Kepribadian (Sosiolog)Kepribadian (Sosiolog)
Kepribadian (Sosiolog)
 
Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...
Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...
Pemetaan Manajemen ASN Berbasis Sistem Merit Mendukung Terwujudnya Birokrasi ...
 
Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian Politik
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
MAKALAH KEPEMIMPINAN " LP3I "
MAKALAH KEPEMIMPINAN " LP3I "MAKALAH KEPEMIMPINAN " LP3I "
MAKALAH KEPEMIMPINAN " LP3I "
 
Filum annelida (bahan ajar 3)
Filum annelida (bahan ajar 3)Filum annelida (bahan ajar 3)
Filum annelida (bahan ajar 3)
 
Sistem Administrasi Negara RI
Sistem Administrasi Negara RISistem Administrasi Negara RI
Sistem Administrasi Negara RI
 
Organisasi Pemerintahan
Organisasi PemerintahanOrganisasi Pemerintahan
Organisasi Pemerintahan
 
Keterkaitan RPJMD dan RPJMN
Keterkaitan RPJMD dan RPJMNKeterkaitan RPJMD dan RPJMN
Keterkaitan RPJMD dan RPJMN
 
Persfektif dalam organisasi
Persfektif dalam organisasiPersfektif dalam organisasi
Persfektif dalam organisasi
 
Administrasi Pembangunan di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan Pengawasan
Administrasi Pembangunan  di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan PengawasanAdministrasi Pembangunan  di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan Pengawasan
Administrasi Pembangunan di Indonesia Perencanaan, Penganggaran, dan Pengawasan
 
Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...
Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...
Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPRO...
 
5 teori-organisasi-lengkap
5 teori-organisasi-lengkap5 teori-organisasi-lengkap
5 teori-organisasi-lengkap
 
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan PartisipatifPerencanaan Partisipatif
Perencanaan Partisipatif
 
Echinodermata erlangga
Echinodermata erlanggaEchinodermata erlangga
Echinodermata erlangga
 

Similar to Berhuma Dayak

Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang
Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarangBudaya Dayak yang masih ada sampai sekarang
Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarangKarina Natallia
 
Buku areal konflik Riau
Buku areal konflik RiauBuku areal konflik Riau
Buku areal konflik RiauSelvia Sari
 
PPT-NILAI KULTURAL .pptx
PPT-NILAI KULTURAL .pptxPPT-NILAI KULTURAL .pptx
PPT-NILAI KULTURAL .pptxEzzHazzle
 
Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...
Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...
Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...Mulawarman University
 
2020407007-Suku-Dayak.pptx
2020407007-Suku-Dayak.pptx2020407007-Suku-Dayak.pptx
2020407007-Suku-Dayak.pptxDodiSyahbana
 
328920698-Suku-Dayak.pptx
328920698-Suku-Dayak.pptx328920698-Suku-Dayak.pptx
328920698-Suku-Dayak.pptxDodiSyahbana
 
Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...
Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...
Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...Satria
 
Makalah_Suku_Dayak (1).docx
Makalah_Suku_Dayak (1).docxMakalah_Suku_Dayak (1).docx
Makalah_Suku_Dayak (1).docxharwanefendi
 
37271-75676614176-1-PB.pdf
37271-75676614176-1-PB.pdf37271-75676614176-1-PB.pdf
37271-75676614176-1-PB.pdfsmkyapis4
 
Sejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia
Sejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat IndonesiaSejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia
Sejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat IndonesiaFiiyya
 
geo budaya suku laut riau_power point_kel
geo budaya suku laut riau_power point_kelgeo budaya suku laut riau_power point_kel
geo budaya suku laut riau_power point_kelNafilaRatna2
 
Kebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesiaKebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesiaJoko Sriyatno
 
Kebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesiaKebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesiaJoko Sriyatno
 
Moral 1 topik 3 : Kemoralan Sosial
Moral 1 topik 3 : Kemoralan SosialMoral 1 topik 3 : Kemoralan Sosial
Moral 1 topik 3 : Kemoralan SosialArise Ling
 
suku pedalaman talang mamak
suku pedalaman talang mamaksuku pedalaman talang mamak
suku pedalaman talang mamakjhoi jhoiim
 
Masyarakat Tradisional
Masyarakat TradisionalMasyarakat Tradisional
Masyarakat TradisionalOctaviana Adn
 
Materi negrito dan wedidd
Materi negrito dan wediddMateri negrito dan wedidd
Materi negrito dan wediddRival Pratama
 
Ppt suku dayak (revisi)
Ppt suku dayak (revisi)Ppt suku dayak (revisi)
Ppt suku dayak (revisi)HJNAMRIATI
 

Similar to Berhuma Dayak (20)

Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang
Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarangBudaya Dayak yang masih ada sampai sekarang
Budaya Dayak yang masih ada sampai sekarang
 
Buku areal konflik Riau
Buku areal konflik RiauBuku areal konflik Riau
Buku areal konflik Riau
 
Suku Dayak, Kalimantan
Suku Dayak, KalimantanSuku Dayak, Kalimantan
Suku Dayak, Kalimantan
 
PPT-NILAI KULTURAL .pptx
PPT-NILAI KULTURAL .pptxPPT-NILAI KULTURAL .pptx
PPT-NILAI KULTURAL .pptx
 
Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...
Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...
Jurnal Praktikum Ilmu Lingkungan: Degradasi Kearifan Lokal Sistem Pertanian S...
 
2020407007-Suku-Dayak.pptx
2020407007-Suku-Dayak.pptx2020407007-Suku-Dayak.pptx
2020407007-Suku-Dayak.pptx
 
328920698-Suku-Dayak.pptx
328920698-Suku-Dayak.pptx328920698-Suku-Dayak.pptx
328920698-Suku-Dayak.pptx
 
Presentation
PresentationPresentation
Presentation
 
Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...
Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...
Suku Dayak - Satria, Imanuel, Deni, Brahma, Ayu - SMAK Mgr. Soegijapranata Pa...
 
Makalah_Suku_Dayak (1).docx
Makalah_Suku_Dayak (1).docxMakalah_Suku_Dayak (1).docx
Makalah_Suku_Dayak (1).docx
 
37271-75676614176-1-PB.pdf
37271-75676614176-1-PB.pdf37271-75676614176-1-PB.pdf
37271-75676614176-1-PB.pdf
 
Sejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia
Sejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat IndonesiaSejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia
Sejarah Corak Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia
 
geo budaya suku laut riau_power point_kel
geo budaya suku laut riau_power point_kelgeo budaya suku laut riau_power point_kel
geo budaya suku laut riau_power point_kel
 
Kebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesiaKebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesia
 
Kebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesiaKebudayaan logam di indonesia
Kebudayaan logam di indonesia
 
Moral 1 topik 3 : Kemoralan Sosial
Moral 1 topik 3 : Kemoralan SosialMoral 1 topik 3 : Kemoralan Sosial
Moral 1 topik 3 : Kemoralan Sosial
 
suku pedalaman talang mamak
suku pedalaman talang mamaksuku pedalaman talang mamak
suku pedalaman talang mamak
 
Masyarakat Tradisional
Masyarakat TradisionalMasyarakat Tradisional
Masyarakat Tradisional
 
Materi negrito dan wedidd
Materi negrito dan wediddMateri negrito dan wedidd
Materi negrito dan wedidd
 
Ppt suku dayak (revisi)
Ppt suku dayak (revisi)Ppt suku dayak (revisi)
Ppt suku dayak (revisi)
 

Recently uploaded

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 

Recently uploaded (20)

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 

Berhuma Dayak

  • 1. Berhuma : Sebuah Kearifan Lokal Sistem Pertanian Masyarakat Dayak Yuliyanto, S.Pd MAN 4 Sleman Abstrak Berhuma merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Dayak dalam bidang pertanian. Masyarakat Dayak secara umum menanam padi setahun sekali untuk mencukupi konsumsi sekeluarga bukan untuk diperjualbelikan. Proses penanaman padi dimulai dari penyiapan lahan, kemudian pembakaran lahan, menugal, merumput, mengasap dan memanen. Persiapan lahan dilakukan dengan memilih lahan yang dianggap subur dan berdekatan dengan sumber air. Tahap selanjutnya adalah pembakaran lahan. pembakaran lahan dilakukan secara bergotong royong dengan memerhatikan waktu dan arah angin. Tahapan selanjutnya setelah musim penghujan tiba adalah menugal dan menanam benih, menugal biasa dilakukan oleh kaum laki laki sedangkan menanam benih dilakukan para wanita, sementara anak anak dengan menggunakan ranting ranting daun menutup lubang lubang tugalan yang sudah terisi benih padi. Setelah padi tumbuh selanjutnya adalah merumput untuk menghilangkan gulma dan mengasapi untuk menghalau wereng, sedangkan tahap paling akhir dari berhuma ini adalah panen. Artikel ini mencoba untuk mengkaji sistem berhuma masyarakat Dayak, yang secara umum masih menjadi polemik di kalangan masyarakat dan pecinta lingkungan terkait pembakaran hutan. Pembakaran lahan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak menggunakan sistem yang arif dalam menjaga lingkungan berbeda dengan pembakaran lahan yang dilakukan oleh perusahaan perusahaan sawit. Sangat tidak mungkin masyarakat Dayak merusak hutan yang mereka anggap sebagai rumahnya. Melalui artikel ini pembaca saya ajak untuk mengetahui lebih dalam tentang sistem petanian masyarakat Dayak yang sesungguhnya. Tulisan ini berdasarkan pengalaman nyata penulis yang telah berdiam di Kalimantan Selatan selama kurang lebih sepuluh tahun. Kata Kunci : Berhuma, Kearifan Lokal, Masyarakat Dayak PENDAHULUAN Dayak adalah sebutan nama kolektif untuk suku suku yang mendiami pedalaman Pulau Kalimantan, mereka rata rata hidup di pedalaman hutan hutan Kalimantan yang mencakup wilayah negara Indonesia dan Malaysia. Istilah Dayak sendiri di adopsi dari pihak luar sejak tahun 1757 sebagai nama kolektif untuk membedakan penduduk pribumi yang kebanyakan tinggal di pedalaman (hulu
  • 2. sungai) dibandingkan dengan penduduk pribumi yang datang kemudian dan bermukim di pesisir dan menganut agama Islam. ( I Samsoedin. 2011: 147). Dayak merupakan salah satu suku dari rumpun Autronesia yang melakukan migrasi secara bergelombang dari daratan Asia. Menurut teori persebaran bangsa bangsa Austronesia model Out Of Taiwan, bahwa suku Dayak ini menyebar hingga Pulau Kalimantan setelah melalui Filipina, Sulawesi kemudian masuk ke berbagai wilayah di Kalimantan. (Hartatik. 2017: 13). Hingga kini Dayak identik dengan Borneo atau Pulau Kalimantan sebaran suku Dayak merata dari Serawak Malaysia, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Mereka mendiami lembah lembah sempit, dataran tinggi, dan tepi sungai yang rendah sesuai dengan karakternya. Menurut Tjilik Riwut suku Dayak di Kalimantan terdiri atas tujuh suku besar. Dari ketujuh suku besar tersebut terbagi menjadi 18 suku sedatuk dan dari 18 suku sedatuk tersebut terbagi menjadi ke dalam 405 suku kekeluargaan. Ketujuh suku besar tersebut adalah: Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban, Dayak Klemantan, Dayak Murut, Dayak Punan, dan Dayak Ot Danom. Adapun Suku Bukit atau Dayak Meratus menurut Tjilik Riwut merupakan salah satu dari sub suku Dayak Ngaju ( Tjilik Riwut. 1993: 234). Suku Dayak memiliki kesamaan ciri ciri budaya yang khas antara lain Mandau, sumpit, rumah betang dan lain sebagainya. Dayak berasal dari kata “Daya” yang artinya hulu, adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan. Sementara itu wilayah Pulau Kalimantan yang berada di pinggir pinggir laut atau muara sungai banyak didiami oleh warga keturunan Melayu, Banjar, Bugis, Madura, Makassar dan China. Suku Melayu
  • 3. kebanyakan beragama Islam, orang Dayak yang kemudian memeluk agama Islam selanjutnya menganggap dirinya sebagai orang Melayu juga. Menurut Sellato, dia memperkirakan bahwa 90 % orang Melayu Kalimantan adalah keturunan Dayak. Istilah Dayak pada zaman dahulu sering dikonotasikan dengan istilah negatif menurut anggapan berbagai kalangan masyarakat dari berbagai suku bangsa lainnya di Indonesia. Hal itu erat kaitannya dengan kebiasaan masyarakat Dayak yang suka melakukan tradisi mengayau dan juga kepercayaan animisme, yang dianggap sebagai kebiasaan yang tidak manusiawi dan sudah tidak zamannya lagi. Istilah Dayak pernah akan digantikan menjadi Daya, namun hal itu kemudian tidak jadi seiring dengan mulai lunturnya anggapan negatif terhadap suku Dayak. Perkumpulan perkumpulan masyarakat Dayak sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, seperti adanya perkumpulan masyarakat Sarekat Dayak dan Pakat Dayak. Pada masa kolonial kata Dayak dan Melayu digunakan oleh para peneliti pada masa itu untuk membedakan antara penduduk Kalimantan yang masih menganut kepercayaan leluhur dan yang telah menjadi muslim. Penduduk yang muslim dan tingga di sekitar muara disebut sebagai orang Melayu, sedangkan yang tinggal di bagian hulu dan menganut kepercayaan leluhur disebut Dayak.(Hartatik. 2017: 1) Orang Dayak mempunyai kepercayaan tradisional yang diwarisi secara turun temurun yang disebut sebagai agama leleuhur. Nama kepercayaan mereka tersebut berbeda beda antara wilayah satu dengan wiayah lainnya. Di wilayah Kalimantan Tengah disebut sebagai Kaharingan sementara itu di daerah lain ada yang menyebuut Hedon, Telon, agama Aruh atau agama Balian. Kaharingan pernah diusulkan untuk menjadi bagian dari salah satu agama yang ada di Indonesian
  • 4. namun hingga saat ini belum terealisir. Meskipun saat ini Sebagian masyarakat Dayak telah memeluk agama (Kristen dan Katolik) namun upacara adat masih mereka lakukan sebagai wujud bagian dari hukum adat yang mengikat semua orang Dayak. METODE PENELITIAN Pada penelitian tentang tradisi berhuma masyarakat Dayak ini penulis menggunakan metode penelitian historis, pada tahap pertama penulis melakukan kajian heuristik dari berbagai buku sumber. Penulis dalam melakukan kajian heuristik ini mengumpulkan berbagai sumber buku dan jurnal terkait dengan sistem pertanian masyarakat Dayak dengan metode berhuma. Selain buku, artikel jurnal penulis juga menambah wawasan pengetahuan dan pemahamannya tentang berhuma ini dengan membaca literatur dan bacaan melalui website dan internet. Berbagai sumber tersebut sangat berguna bagi penuli untuk melakukan telaah lebih mendalam tentang kehidupan sistem pertanian masyarakat Dayak. Tahap kedua, penulis melakukan verifikasi data, penulis berdasarkan data data yang telah diperoleh kemudian melakukan kritik sumber. Kritik ini terdiri dari kritik intern dan ekstern, kritik ekstern dilakuka oleh penulis untuk menguji fisik sumber sedangkan kritik intern bertujuan untuk menguji kebenaran isi sumber. Tujuan dilakukannya verifikasi adalah untuk menguji kredibilitas dan otentisitas sumber, sehingga data yang diperoleh oleh penulis dapat dipertanggungjawabkan tingkat kebenarannya. Tahapan yang ketiga adalah interpretasi atau penafsiran, tahapan ini dilakukan oleh penulis dengan maksud untuk menghindari salah penafsiran dari penulis yang berujung pada tingkat subjektivitas penulis. Tahapan terakhir adalah historiografi,
  • 5. dimana pada tahap ini penulis menyampaikan hasil penelitiannya berupa karya tulis. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hutan Sebagai Rumah Bagi Masyarakat Dayak Meskipun kajian tentang masyarakat suku Dayak menarik dan banyak sekali namun, pada tulisan ini penulis mencoba untuk menfokuskan kajian tulisannya pada sistem pertanian masyarakat Dayak terutama adalah tradisi berhuma. Sesuai dengan pengalaman lapangan penulis di Kalimantan Selatan maka wilayah kajian penulis akan dibatasi pada suku Dayak yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan. Bagi masyarakat Dayak Meratus, tanah-sungai-hutan adalah dunianya dimana mereka tinggal. Bagi mereka tanah merupakan bumi tempat berpijak sedangkan sungai adalah sumber kehidupan mereka dan hutan adalah rumah mereka. (Sulistyanto. 2016: 5). Tiga elemen penting dalam kehidupan masyarakat Dayak ini memungkinkan mereka dapat bertahan hidup sebagai orang Dayak sejati di pedalaman hutan hutan Pulau Kalimantan. Selama berabad abad ketiga elemen ini mampu membentuk budaya sehingga telah menjadikan identitas dan ciri khas tersendiri bagi masyarakat Dayak. Maka tidaklah mengherankan apabila ada ungkapan bahwa hancurnya hutan adalah hancurnya kehidupan sosial, ekonomi, ideologi dan budaya masyarakat Dayak. Sehingga berdasarkan prinsip dan falsafah tersebut sangatlah tidak mungkin apabila masyarakat Dayak membakar rumahnya sendiri seperti banyak dtuduhkan oleh orang orang yang tidak paham akan kehidupan sosio
  • 6. kultural masyarakat Dayak. Masyarakat Dayak menggantungkan sepenuhnya kehidupan mereka kepada alam dan hutan, di dalam hutan semua kebutuhan mereka akan terpenuhi baik itu kebutuhan makanan yang bersifat karbohidrat, nabati maupun hewani. Mereka selalu akan menjaga kelestarian hutannya, kata kata pamali dan larangan menebang atau membunuh hewan yang masih kecil menjadi kearifan lokal tersendiri bagi masyarakat Dayak untuk menjaga kelestarian alamnya. B. Berhuma/Perladangan Bercocok tanam di ladang adalah cara bercocok tanam yang biasa dilakukan pada lingkungan hutan hutan rimba di daerah yang beriklim tropis, daerah sabana tropis dan juga daerah sub tropis. Sejak zaman neolithikum hingga saat ini banyak daerah daerah di dunia yang melakukan sistem pertanian dengan sistem perladangan. (Koentjaraningrat. 1998: 56). Berladang merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan banyak sekali tenaga kerja. Untuk mengerjakannya penghuni suatu rumah tangga saja tidak mencukupi, mereka harus memperoleh bantuan dari tetangga mereka. Berdasar pada kenyataan tersebut maka pada saat proses perladangan mereka memerlukan Kerjasama dengan jalan membentuk suatu kelompok gotong royong yang biasanya berdasarkan kekerabatan atau kekeluargaan. Kelompok mereka biasanya terdiri dari 12 sampai dengan 15 orang yang akan membuka hutan secara bergiliran untukk keperluan perladangan, (Koentjaraningrat. 1998: 125)
  • 7. Secara garis besar cara berladang ini tampaknya seragam, tetapi dalam kenyataannya ada perbedaan perbedaan dalam tekniknya di berbagai tempat, perbedaan yang utama disebabkan oleh tempatnya. Daerah daerah itu adalah daerah sabana yang terdiri dari daerah padang rumput yang ditumbuhi oleh kelompok kelompok belukar atau hutan hutan kecil di sana sini. Daerah daerah sabana terutama terdapat di Afrika Barat, Tengah, Timur, dan Selatan. Sistem perladangan juga berkembang pada daerah daerah hutan tropis di wilayah hutan hutan di sekitar khatulistiwa. (Koentraningrat. 1998: 57). Di Indonesia sistem berladang masih banyak sekali diterapkan oleh penduduk, seperti halnya di negara negara di Asia Tenggara pada umumnya diantaranya adalah Malaysia, Filipina, Muangthai, Laos, Khmer, Vietnam, Myanmar dan lain lainya. Di Pulau Jawa sistem pertanian dengan berladang hampir tidak dilakukan lagi, tetapi di daerah Sumatera, Kalimantan Sulawesi Tengah, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, sistem pertanian berladang ini masih sangat umum dilakukan. (Koentjaraningrat. 1998: 57) Dalam aktivitas ekonomi masyarakat Dayak, mata pencaharian utama secara tradisional adalah berladang berpindah (shifting cultivication atau swidden agriculture). Sistem pertanian ladang masih dipraktekkan secara luas di daerah daerah luar Jawa dan sebagian kecil di Jawa Barat. Clifford Geertz membagi Indonesia menjadi dua ekosistem, yakni satu tipe sistem ladang perpindah yang banyak terdapat di luar Jawa dan sistem
  • 8. sawah yang merupakan ekosistem dominan di Pulau Jawa (Masri Singarimbun. 1991: 146) Menurut laporan sektor kehutana pada tahun 1990 bagian terbesar luas areal ladang pindah di Indonesia terdapat di Pulau Kalimantan (48%), disusul Sumatera (20%), kemudian Sulawesi (6%) dan Nusa Tenggara (4%). Menurut Geertz sistem pertanian ladang pindah banyak dipraktekkan untuk tanah tanah yang miskin hara di daerah tropis. Sistem kerjanya juga masih sangat sederhana sebab hanya menggunakan kapak untuk menebangi pohon dan juga tingkat konsumsi masyarakatnya masih sangat rendah. Tanah tidak perlu dilakukan pembajakan dengan menggunakan ternak dan juga tanah tidak perlu di pupuk serta tidak terdapat konsep tanah milik pribadi. C. Tahapan Berhuma 1. Pembukaan Hutan Sebelum membuka lahan untuk berladang didahului dengan menebas kecil lahan sebagai permohonan izin atau permisi (nyiro) kepada penguasa hutan. Ritual dengan membakar dupa dan disertai sesaji berupa makanan. Dalam ritual disebutkan bahwa jika panen nanti berhasil maka peladang berjanji akan mengadakan selamatan dan memberi makan (sesaji) kepada penguasa ladang. Peladang juga melalukan permohonan izin kepada penguasa hutan apakah lahan tersebut baik untuk ditanami atau tidak, dengan jawaban berupa firasat atau mimpi dalaam tiga hari tiga malam. (Hartatik. 2017: 42)
  • 9. Untuk pembukaan lahan masyarakat Dayak membedakan antara hutan primer dan hutan sekunder, hutan sekunder merupakan hutan yang sudah pernah digarap oleh keluarga seseorang sebelumnya dan merupakan hak keluarga dan saudara saudaranya. Pembukaan hutan primer harus memenuhi peraturan peraturan tertentu pertama orang tidak boleh memilih atau menebas hutan primer yang terletak di luar wilayah rumah panjangnya. Kedua memilih hutan primer untuk ladang berkaitan dengan hak atas hutan sekunder atau ladang yang berbatasan dengannya. Keluarga yang memiliki suatu bagian hutan sekunder (mungkin masih berupa ladang) mempunyai hal lebij dahulu untuk berladang pada hutan primer yang berdekatan. (Masri Singarimbun. 1991: 147). Dalam pemilihan hutan perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya adalah apakah mau memilih tanah darat atau tanah paya, memperhitungkan ketinggian kalau dianggap ada kemungkinan banjir, jenis tanah karena masyarakat Dayak mengetahui ciri ciri tanah yang dapat menghasilkan padi dengan baik, ukuran pepohonan yang ada di hutan tersebut karena hal ini ada kaitannya dengan masa bero ladang (hutan sekunder) tersebut. Penebangan pohon dilakukan dengan cara yang khas, hal itu dimaksudkan pohon yang tumbang akan menuju kearah tertentu. Pohon pohon di takik (potong separuh) dengan harapan akan menjadi sistem penebangan berantai. Satu pohon besar yang ditebang kemudian akan
  • 10. memukul pohon pohon berikutnya demikian seterusnya, sehingga akan menghemat waktu dan tenaga. Teknik penebangan pohon dengan sistem takik ini hanya akan menebang pohon sekitar 23% selebihnya 77% pohon akan tumbang akibat takikan pohon sebelumnya. Proses penebangan pohon dilakukan secara bergotong royong oleh sesama keluarga dan kerabat. Masyarakat Dayak seperti halnya masyarat Jawa, mereka juga mengenal gotomg royong apabila dirasa mereka memerlukan bantuan dari para tetangga untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, upah dari gotong royong biasanya berupa makan siang. (Koentjaraningrat. 2002: 57) Setelah hutan selesai ditebang maka lahan akan dibiarkan selama kurang lebig 2 sampai 3 bulan dengan tujuan ranting dan kayu kayu yang telah ditebang tadi mengering. 2. Pembakaran Lahan Setelah lahan yang dipersiapkan telah sesuai dengan yang dimaksud berdasarkan firasat dalam mimpi maka tahapan selanjutnya adalah pembakaran lahan. Sebelum dilakukan pembakaran lahan maka akan dilakukan pembuatan sekat bakar di batas batas lahan dengan tujuan untuk memutus api supaya tidak menjalar ke lahan sebelahnya. Pada hutan sekunder mereka akan membuat pemutus api antara hutan sekunder dengan ladang yang sedang dibakar. Untuk pemutus api tersebut sebidang tanah sempit di sepanjang batas ladang dibersihkan dari semak belukar, kayu dan daun daun. Dengan demikian api sulit
  • 11. atau tidak mungkin menyeberang ke tanah kosong atau ke hutan sebelah. (Masri Singariimbun. 1991: 148) Proses pembakaran biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari dengan memperhatikan arah angin. Pada saat pembakaran lahan diharapkan tidak ada angin yang berhembus kencang sehingga kobaran api dapat dikendalikan. Proses pembakaran ini dilakukan dengan cara bergotong royong untuk ladang sekitar dua sampai dengan lima hektar. Para laki laki berjaga jaga di sekat pemutus api selebar satu hingga empat meter sambil membawa ranting daun basah dengan maksud apabila api akan mulai menjalar maka ranting ranting daun tadi akan digunakan untuk memukul mukul api sehingga apinya akan mati. (Respati R. 2017: 51) Pembakaran yang baik sangat penting mengingat tanah tanah di Kalimantan sangat miskin unsur hara nya, sukses dan gagalnya panen sangat ditentukan dalam proses pembakaran lahan. Tujuan pembakaran adalah untuk mengubah tumbuhan tumbuhan yang ditebas dan lapisan humus menjadi abu. Dengan demikian akan dilepaskan unsur unsur gizi yang ada pada daun daun, dahan dahan, batang pohon dan humus untuk kemudian dihisap oleh akar padi. Tumbuh tumbuhan harus dibakar habis sebab kalau tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman padi. 3. Menugal Ketika musim penghujan sudah tiba maka tahapan berikutnya adalah menugal, atau melatu, yaitu menjatuhkan benih padi ke dalam lubang
  • 12. lubang yang telah dibuat dengan menggunakan tugal. Benih padi yang disiapkan adalah benih padi terbaik dari hasil panen tahun lalu yang sebelumnya telah direndam terlebih dahulu untuk membentuk perkecambahan. Sebelum proses menugal dimulai maka akan dilakukan ritual dengan membakar dupa yang disertai sesaji berupa beras, sisir, cermin yang akan dipersembahkan kepada Dewi Padi. (Hartatik. 2017: 42) Proses menugal dilakukan oleh para kaum laki laki dengan menggunakan tugal yang terbuat dari batang kayu. Para pria menugal dengan cara mundur dalam satu jalur bisa terdapat beberapa pria yang menugal kemudian didepannya diikuti oleh para wanita untuk memasukkan benih benih padi pada lubang bekas tugalan tadi. Sementara itu para anak anak dan remaja biasanya akan berada di belakang para wanita dengan membawa ranting ranting daun untuk menyapukan lubang lubang bekas tugalan yang sudah terisi benih padi. Proses menugal biasanya dilaksanakan pada padi hari dan selesai padang tengah hari, dilakukan secara gotong royong dan diakhiri dengan makan bersama di pondokan ladang. 4. Merumput Setelah tahapan menanam padi selesai maka tugas para pria di ladang telah berakhir. Para pria biasanya telah membuatkan pondokan untuk istirahat dan menunggu tanaman padi sampai menjelang saat penen tiba. Pada saat jeda ini lah kebanyakan para pria melakukan
  • 13. kegiatan kegiatan di luar ladang seperti mencari rotan, damar, berburu menangkap ikan dan ada pula yang merantau. (Koentjaraningrat. 1998: 62) Pekerjaan di ladang selanjutnya adalah mencabuti tumbuhan tumbuhan liar dan menjaga ladang dari serangan hewan hewan liar, seperti babi hutan serta burung merupakan tugas para wanita dan anak anak. Pemeliharaan tanaman padi pada sistem berhuma ini yang paling pokok adalah menghilangkan rumput rumput/gulma yang menganggu tanaman padi, dengan menggunakan parang kecil dan biasa dilakukan oleh para wanita. Merumput biasa dilakukan sebanyak dua atau tiga kali sampai dengan padi siap untuk dipanen. Untuk menghalau burung biasanya petani menggunakan orang orangan atau memedi sawah dalam tradisi Jawa. Renggek juga biasa digunakan untuk memagari tanaman padi dari serangan babi hutan. Pada saat menunggu musim panen tiba bisa dipastikan para wanita dan anak anak akan setiap hari pergi ke ladang. Mereka berangkat pada pagi hari dengan membawa parang dan butah, sesampainya di ladang mereka akan membersihkan rumput dan juga menanam tanaman lain berupa sayur mayur. Sayur mayur yang identik bagi masyakat Dayak adalah berupa waluh, cengkuk manis, jagung, kangkung, gumbili. lombok tidak mereka tanam, karena lombok akan tumbuh dengan sendirinya dengan perantara burung.
  • 14. Pada siang hari mereka akan beristirahat di pondokan, biasanya di dalam pondokan dilengkapi dengan adanya dapur sehingga mereka bisa memasak sederhana untuk keperluan di ladang. Di bawah pondok biasanya selalu dibuatkan api untuk mengasapi ladang supaya tidak terserang wereng dan juga pada malam hari untuk menghalau binatang buas. Api di bawah pondok tidak pernah mati kayu bakarnya berasal dari dahan dahan pohon sisa penebangan hutan, inilah cara arif masyarakat Dayak dalam mengusir hama wereng coklat yang akan menghisap malai padi. 5. Mengatam Panen pada umunya berlangsung sekitar empat bulan sesudah penanaman benih, mengatam/memetik padi biasa dilakukan oleh para wanita yang dikerjakan secara gotong royong termasuk mengangkut padi dari ladang ke tempat penyimpananya. Sebelum panen, dilakukan upacara menyimpak yang artinya membagi untuk mencicipi beras dari sebagaian kecil hasil panen. Menyimpak merupakan pesta kecil yang dilakukan di dalam rumah. Beras dari hasil sampel padi yang baru dipanen kemudian dimasak untuk sesaji di dalam piring disertai dengan sebutir telur ayam kampung kemudian oleh Balian diberikan bacaan doa doa sebagai tanda penyerahan ats beras tertentu dari sekian jenis padi yang akan dipanen. Pesta panen (siwah pare) sebagai bentuk tanda syukur atas keberhasilan panen padi tahun ini dan untuk memenuhi janji pada awal akan melakukan perladangan. Siwah pare biasanya
  • 15. dilaksanakan secara bersamaan sehingga suasanya akan menbjadi meriah disertai dengan memotong hadangan dan diiringi dengan wayang Dayak dan tari topeng.(Hartatik. 2017: 43) Panen yang berhasil biasanya akan diakhiri dengan sebuah pesta. Selain mengaadakan upacara dalam rangka siklus pertanian, pada masa seperti itu biasanya diadakan pula berbagai perayaan daur hidup seperti khitanan, inisiasi, perkawinan dan lain lain.(Koentjaraningrat. 1998: 63). Sistem upah yang diterima oleh para wanita yang membantu mengatamm adalah dengan cara diberi upah berupa padi juga. Pembagiannya adalah dengan menggunakan ukuran blek (kaleng roti ), satu blek rata rata berisi sekitar 12 kilogram. Secara umum biasanya apabila seseorang dalam mengatam memperoleh enam blek maka dia akan memperoleh satu bagian. Demikian padi padi itu kemudian akan simpan ditempat khusus (Jurong/lumbung) dengan perlakuan yang istimewa. Padi padi itu akan memenuhi kebutuhan makanan pokok bagi para keluarga Dayak sampai musim padi berikutnya tiba sekitar bulan Mei setiap tahunnya dan mereka tidak pernah menjual padi padi mereka. (Bitenia Elen Kuni. 2015: 387) KESIMPULAN Berhuma merupakan salah satu dari berbagai macam kearifan lokal masyarakat Dayak di Pulau Kalimantan. Melalui berhuma masyarakat Dayak di
  • 16. Kalimantan dapat bertahan hidup dan berdampingan secara damai dengan lingkungan. Tanah, sungai dan hutan adalah tiga komponen alam yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Dayak. Tanah sebagai tempat berpijak, air adalah simbol kehidupan dan hutan adalah rumah abadi bagi masyarakat Dayak. Hutan memberikan banyak kehidupan bagi masyarakat Dayak, mereka hidup dengan memperoleh manfaat dari hutan, hutan memberikan segalanya bagi masyarakat Dayak. Berdasarkan falsafah tersebut maka sangat tidak masuk akal apabila kebakaran hutan yang sering kita dengar melalui pemberitaan di media diakibatkan oleh ulah perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat Dayak. Masyarakat Dayak tidak mungkin akan tega melakukan pembakaran terhadap rumahnya sendiri. Berhuma sebagai tradisi sistem pertanian pada masyarakat Dayak telah dilakukan secara turun temurun sejak nenek moyang mereka memasuki Pulau Kalimantan. Padi menjadi tanaman utama dalam sistem pertanian berhuma, padi adalah tanaman sakral yang proses mulai pemilihan lahan, penanaman dan pemanenannya memerlukan ritual tertentu. Masyarakat Dayak hanya menanam padi setahun sekali untuk mencukupi kebutuhan makan mereka sekeluarga, mereka tidak mengenal menanam dalam jumlah banyak untuk kemudian diperdagangkan. Dalam berhuma masyarakat Dayak mengenal yang namanya hutan sekunder dan hutan primer, hutan sekunder merupakan hutan yang pernah ditanami sebelumnya oleh keluarga mereka pada tahun tahun sebelumnya. Hutan sekunder biasanya ditandai dengan adanya bekas tanaman tanaman keras yang ditanam oleh pendahulu mereka. Sedangkan hutan primer adalah hutan yang sama sekali belum
  • 17. pernnah digarap. Seseorang boleh mengerjakan atau membuka hutan primer dengan syarat hutan primer tersebut harus berdekatan dengan hutan sekunder mereka, demikian begitu arif nya masyarakat Dayak memberlakukan hutan.
  • 18. DAFTAR PUSTAKA BUKU Hartatik. (2017). Jejak Budaya Dayak Meratus Dalam Perspektif Etnografi. Yogyakarta: Penerbit Ombak Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Antropologi: Pokok-Pokok Etnografi II. Jakarta: Rineka Cipta Koentjaraningrat. (1998). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Koentjaraningrat. (2002). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia JURNAL Bitenia Elen Kuni. Gusti Hardiansyah. Idham. Etnobotani Masyarakat Suku Dayak Kerabat di Desa Tapang Perodah Kecamatan Sekadau Kabupaten Sekadau. Jurnal Hutan Lestari Vol. 3 Tahun 2015 Hamid Darmadi. Dayak Asal Usul dan Penyebarannya di Borneo. Jurnalikippgriptk.ac.id. Vol 3 No 2 Desember 2016 I Samsoedin. A. Wijaya. H. Sukiman. Konsep Tata Ruang dan Pengelolaan Lahan Pada Masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. E-Journal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol 7 No 2 Agustus 2011 Masri Singarimbun. Beberapa Aspek Kehidupan Masyarakat Dayak. Jurnal Humaniora UGM No 3. Tahun 1991 Nina Queena Hadi Putria. Nisa Fitriyani Afifah. Hasrul Rahman. Kearifan Lingkungan Dayak Benuaq Dalam Novel Api Awan Asap: Kajian Ekokritik Giiford. e-journal.umm.ac.id. Satwika Vol 3 Tahun 2019. Respati K. Azhari M. Marlina S. Peran Kearifan Lokal Bahuma Batahutn Terhadapp Kondisi Lingkungan Masyarakat Dayak. Jurnal Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Vol 17 No 1 tahun 2017.