Dokumen tersebut membahas tentang dinamika interaksi suku Talang Mamak di Desa Talang Perigi. Telah terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup Talang Mamak, seperti tidak lagi menanam padi secara berpindah dan tinggal di hutan, melainkan menetap di tepi jalan. Bentuk interaksi dengan suku Melayu meliputi kerjasama penjualan hasil hutan seperti karet dan madu.
1. DINAMIKA INTERAKSI SUKU TALANG MAMAK DI DESA TALANG PERIGI
KECAMATAN RAKIT KULIM KABUPATEN INDRAGIRI HULU,
RIAU
Bani1
Dr. Zusmelia, M.Si2
Dian Kurnia Anggreta, M.Si3
Program Studi Pendidikan Sosiologi
STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
Talang Mamak is tradition ethnic, Langkat Lama ethnic or Talang ethnic. The term of
Talang ethnic means people who live in land and isolate in the forest. Seperated residence
system, commoly occupy in left side of river with small house or hut. The research purposes
to describe dynamics of Talang Mamak need fulfillment and describe the social interaction
model between Talang Mamak ethnic and Malayan. The theory used in this research is
symbolik interaksionisme theory by Herbert Blumer. The symbol that used in this research is
symbolik that found on meaningful materials of Talang Mamak ethnic such as Bendul,
Tonggap and also Talang Mamak interaction does action is suitable with the meaning.
according to soekanto social interaction model consists of cooperation, competation, and
conflict. This research uses descriptive tipe of qualitative approach. Technique of informan
sorting done by using purposive sampling. Technique of data collection in this research used
obsevation, intrview and documentation. Data analysis done in the research by using
interactive by Miles and Huberman. In this research was found there happened food need
fulfillment dynamics where to fulfill food, Talang Mamak provided by themself with moving
field, but talang mamak donot do it anymore. talang mamak used clothes which also used by
society commonly and Talang Mamak do not use clothes made from leaf or cloth (cawat)
which only cover vital part of body. Then, Talang Mamak donot occupy in the forest but live
at the edge of road. Interaction model that happrned between Talang Mamak and Malayan is
cooperation in rubber sale, honey sale, cleaning worship place, and marriage tradition. Other
interaction model happened between Talang Mamak and Malayan is threat conflict.
Key Word: Talang Mamak, Dinamics Interaction
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Angkatan 2009
2
Pembimbing I dan Ketua STKIP PGRI Sumatera Barat
3
Pembimbing II dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat
2. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki kemajemukan, seperti
agama, ras dan bahasa. Kemajemukan di
Indonesia juga bisa dilihat dari banyaknya
suku bangsa di Indonesia (Leonard, 2004: 1).
Suku bangsa atau padanannya kelompok
etnik (ethnic group) adalah setiap kelompok
masyarakat yang membedakan diri sendiri
dan dibedakan dari kelompok-kelompok lain
yang berinteraksi atau sama-sama eksis
(coexist) dengan sejumlah kriteria perbedaan
yang menonjol, apakah itu secara linguistik,
secara rasial ataukah secara kebudayaan. Jadi
istilah ini sendiri pengertiannya cukup luas,
karena juga sering digunakan mencakup
kelas-kelas sosial serta kelompok ras dan
kelompok minoritas dalam masyarakat
perkotaan dan industrial (Hidayah, 2006: 13).
Suku bangsa dalam bahasa Inggris
disebut etnic group yang artinya kelompok
etnik. Konsep yang tercakup dalam suku
bangsa adalah suatu golongan manusia yang
terikat oleh kesadaran dan jati diri mereka
akan kesatuan dari kebudayaan mereka,
sehingga kesatuan kebudayaan tidak
ditentukan oleh orang luar, melainkan oleh
warga kebudayaan yang bersangkutan itu
sendiri (Koentjaraningrat, 2003:166).
Menurut Malalatao dalam Koentjaraningrat
jumlah suku bangsa di Indoneisa 500 suku
bangsa (Koentjaraningrat, 2005: 4).
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat
Statistik) pada tahun 2010 ada 1.340 suku
bangsa di Indonesia. Suku bangsa mayoritas
yang ada di Indonesia ada Jawa, Batak,
Minangkabau, Melayu, Ambon, Madura,
Makasar. Selain suku bangsa mayoritas ada
juga suku bangsa minoritas yang cenderung
dikategorikan sebagai suku bangsa terasing,
seperti suku bangsa Mentawai, Badui, Dayak
dan suku Anak Dalam. Berdasarkan
pengamatan kehidupan suku bangsa terasing
itu cenderung berada di dalam hutan, tinggal
di gubuk dan akses menuju tempat tinggal
mereka sulit. Pemenuhan kebutuhan hidup
mereka sangat bergantung pada alam.
Keberadaan suku bangsa terasing hingga
saat ini cenderung terisolir dan tertinggal.
Suku bangsa terasing diantaranya
juga terdapat di Provinsi Riau. Menurut
Suparlan suku bangsa terasing yang ada di
Riau adalah suku bangsa Sakai, Orang Akit,
Orang Hutan yang ada di Kabupaten
Bengkalis, Orang Laut yang ada di
Kabupaten Indragiri Hilir dan Kepulauan
Riau, dan Orang Bonai di Kabupaten Kampar
dan suku bangsa Talang Mamak yang ada di
Kabupaten Indragiri Hulu (Suparlan, 1995:
46). Kedudukan masyarakat terasing seperti
halnya dengan Orang Sakai berada dalam
keadaan terdesak baik secara langsung
maupun tidak langsung telah dipengaruhi
oleh berbagai aspek modern kehidupan atau
kebudayaan seperti kehidupan ekonomi,
teknologi, sosial, hiburan, dan pentingnya
uang (Suparlan, 1995: 24)
3. Talang Mamak disebut juga Orang
Adat, Orang Langkat Lama atau Orang
Talang. Sebutan Orang Talang berarti orang
yang bermukim di pelosok dan terasing di
dalam hutan. Pola permukiman terpencar-
pencar, umumnya menempati di sisi kiri
sungai dengan sejumlah kecil rumah atau
gubuk (Purba, 2006: 107).
Suku bangsa Talang Mamak yang
berada di Kecamatan Rakit Kulim salah
satunya berada di Desa Talang Perigi adalah
kelompok yang bergantung pada keberadaan
alam. Mereka memanfaatkan hutan untuk
bahan obat-obatan, tumbuhan hutan juga
digunakan untuk peralatan hidup, diantaranya
jenis kayu-kayuan, kulit kayu, daun-daunan,
getah, rotan, dan bambu (Purba, 2006: 112).
Menurut Purba Talang Mamak merupakan
petani dengan sistem pertanian ladang
berpindah yang mereka sebut ladang
beringsut. Lokasi ladang umumnya di sisi
sungai, yang memanjang secara vertikal
sepanjang kurang lebih 200 meter dan
melebar horizontal kurang lebih 100 meter
(Purba, 2006: 109).
Berdasarkan pengamatan penulis
sebagian besar suku bangsa Talang Mamak
di Desa Talang Perigi tidak lagi tinggal di
dalam hutan melainkan bermukim di Desa.
Peralatan hidup suku bangsa Talang Mamak
di Desa Talang Perigi tidak lagi berasal dari
rotan, daun-daunan dan bambu, namun sudah
menggunakan peralatan hidup hasil produksi
massal. Kegiatan sistem ladang berpindah,
sebagian tidak lagi mereka lakukan namun
sudah mulai menetap dan mereka tidak lagi
menanam padi secara berpindah. Talang
Mamak yang berada di Desa Talang Perigi
sebagian besar tidak lagi menutup diri dari
kelompok luar dan mereka sudah melakukan
interaksi dengan kelompok lain salah satunya
dengan suku bangsa Melayu, hal ini terlihat
ketika mereka menjual hasil karet, dalam
penjualan madu, membersihkan tempat
ibadah, dan dalam adat perkawinan.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan Dinamika Pemenuhan
Kebutuhan Hidup Suku Bangsa Talang
Mamak di Desa Talang Perigi Kecamatan
Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu,
Riau?
2. Mendeskripsikan Bentuk Interaksi Sosial
Suku Bangsa Talang Mamak dengan Suku
Bangsa Melayu di Desa Talang Perigi
Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten
Indragiri Hulu, Riau?
Penelitian sebelumnya tentang Talang
Mamak sudah pernah dilakukan oleh
Hasanah, Uswatun. 2010. Tentang Analisis
Makna Simbolik dan Fungsi pada Upacara
Pernikahan Suku Talang Mamak, di
Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten
Indragiri Hulu, Riau. Penelitian tentang
masyarakat terasing juga pernah dilakukan
oleh Desi Marlina. Adaptasi Masyarakat
Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis
Kabupaten Tebo Jambi (1973-2008).
4. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif.
Penulis menggunakan pendekatan dan tipe
penelitian ini dengan tujuan untuk
mendeskripsikan Dinamika pemenuhan
kebutuhan hidup dan interaksi suku bangsa
Talang Mamak dengan suku bangsa Melayu
di Desa Talang Perigi, Kecamatan Rakit
Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Teknik pemilihan informan dilakukan
dengan cara purposive sampling. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan observasi,wawancara, dan
dokumentasi. Observasi dalam penelitian ini
dilakukan secara terlibat dan wawancara
dilakukan secara mendalam. Data-data yang
telah dikumpulkan kemudian dianalisis
secara interaksif. Analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman.
HASIL PENELITIAN
1. Dinamika Pemenuhan Kebutuhan
Hidup Suku Bangsa Talang Mamak
a. Pangan (makan)
Ada beberapa bahan pangan yang
menjadi makan pokok masyarakat di
Indonesia seperti Sagu, Jagung dan Beras.
Talang Mamak dalam memenuhi kebutuhan
pangan menggunakan bahan pangan yang
digunakan masyarakat pada umumnya.
Dimana bahan pangan yang digunakan oleh
Talang Mamak adalah Beras. Beras yang
diperoleh Talang Mamak merupakan hasil
dari sistem ladang berpindah. namun saat ini
kegiatan ladang berpindah tidak lagi talang
mamak lakukan karena lokasi untuk
berladang sudah semakin sedikit.
b. Sandang (pakaian)
Pada saat Talang Mamak tinggal di
dalam hutan dan melakukan kegiatan ladang
berpindah mereka mayoritas menggunakan
pakaian yang terbuat dari kulit kayu serta
kain (cawat) dan sebagian perempuan yang
sudah dewasa menggunakan kain (kemban).
Kain ini diperoleh Talang Mamak dari
penjualan hasil alam seperti Madu.
Namun saat ini dari segi sandang
mengalami pergeseran yang mana pada saat
ini Talang Mamak tidak lagi menggunakan
pakaian yang terbuat dari kulit kayu udon
atau dari kain (cawat) yang hanya menutupi
bagian pital saja, tapi mereka sudah
menggunakan pakaian yang umumnya
dipakai oleh suku bangsa lain, uang untuk
membeli pakai ini diperoleh dari hasil
penjualan Karet atau Madu Talang Mamak.
Namun pakaian mereka terlihat kusut dan
tidak rapi. Kemudian tidak ada tempat
khusus yang menjadi tempat penyimpanan
pakaian bagi Talang Mamak. Selain pakaian,
suku bangsa Talang Mamak juga
menggunakan asesoris bagi perempuan
misalnya memakai gelang yang terbuat dari
besi.
5. c. Papan (Tempat Tinggal)
Talang Mamak disebut juga Orang
Adat, Orang Langkat Lama atau Orang
Talang. Sebutan Orang Talang berarti orang
yang bermukim dipelosok dan terasing di
dalam hutan. Pola permukiman terpencar-
pencar, umumnya menempati di sisi kiri
sungai dengan sejumlah kecil rumah atau
gubuk (Purba, 2006: 107). Hal ini berbeda
dengan yang penulis temui di lapang bahwa
rumah Talang Mamak tidak lagi membuat
tempat tinggal di dalam hutan tapi mereka
sudah tinggal di tepi-tepi jalan seperti yang
penulis temui di Desa Talang Perigi.
Membuat tempat tinggal di Desa dan ditepi
jalan raya bagi Talang Mamak merupakan
salah satu sarana untuk berinteraksi dengan
kelompok luar. Walaupun Talang Mamak
sudah tidak tinggal lagi di dalam hutan,
namun tradisi mereka tetap saja berjalan
seperti pada saat membuat rumah atau tempat
tinggal mereka bergotong royong. Pihak
yang terlibat dalam gotong royong ini adalah
keluarga inti dan keluarga luas mereka.
Tempat tinggal Talang Mamak ini
sangat sederhana, dan sebagian besar mereka
memanfaatkan hasil hutan seperti atap yang
digunakan terbuat dari daun salak, lantai
terbuat dari bambu, dinding terbuat dari kayu
yang sudah menjadi papan. Rumah atau
tempat tinggal Talang Mamak ini memiliki
ciri khas tersendiri seperti rumahnya
berbentuk rumah panggung, rumah tersebut
tidak menggunakan sekat atau kamar kecuali
ada keluarga yang akan menikah baru
meraka akan membuat bilik (kamar). Hal lain
yang membedakan rumah suku bangsa
Talang Mamak dengan suku bangsa lainnya
adalah di dalam rumah tersebut terdapat
Bendul dan terdapat Tonggap. Bendul ini
memiliki makna bagi Talang Mamak yaitu
pembatas antara tempat duduk laki-laki dan
perempuan. Sedangkan Tonggap yang berada
di depan pintu rumah sebagai tangkal.
2. Bentuk Interaksi Sosial Suku Bangsa
Talang Mamak dengan Suku Bangsa
Melayu
A. Kerjasama
a. Penjualan Karet
Berdasarkan hasil observasi pada saat
Talang Mamak akan menjual karet kepada
suku bangsa Melayu, maka terjadi kerjasama
antara kedua suku bangsa tersebut.
Kerjasamanya terjadi ketika tengkulak datang
untuk menjemput karet di kebun Talang
Mamak dengan menggunakan sepeda motor
suku bangsa Melayu tersebut. Ketika Talang
Mamak menjual hasil karet mereka, maka
terlebih dahulu Talang Mamak datang
kepada suku bangsa Melayu dan meminta
Melayu untuk menjemput karet mereka.
Ketika karet dari suku bangsa Talang Mamak
dijemput maka mereka menunggu di rumah
tengkulak. Setelah karet tadi sampai ditempat
tengkulak kemudian baru karet tersebut
ditimbang.
6. b. Penjualan Madu
Talang Mamak dalam memenuhi
kebutuhan hidup tidak hanya sebagai petani
karet saja namun mereka memiliki pekerjaan
lain yaitu mencari Madu Lebah. Madu Lebah
tersebut tidak hanya dikonsumsi sendiri
tetapi Talang Mamak juga meminta bantuan
kepada tengkulak untuk menjualkan Madu
Lebah mereka di warung-warung suku
bangsa Melayu.
Kerjasama juga terjadi dalam sistem
pembayaran Madu Lebah tersebut dimana
tengkulak langsung membayar madu yang
dititipkan Talang Mamak secara langsung
namun ada juga setelah madu tersebut terjual
habis kemudian baru dibayar kepada Talang
Mamak. Tergantung kesepakatan antara
pihak suku bangsa Talang Mamak dengan
tengkulak. Hal ini mereka lakukan karena
adanya rasa saling percaya antara suku
bangsa Talang Mamak dengan suku bangsa
Melayu. Disamping itu dengan adanya hal ini
bisa mempermudah Talang Mamak dalam
menjual Madu Lebah mereka tanpa harus
memikirkan Madu tersebut dijual kepada
siapa. Sedangkan bagi tengkulak mereka juga
memiliki keuntungan dari penjualan Madu
tersebut. Adanya kondisi yang saling
menguntungkan ini maka terciptanya
kerjasama yang baik dalam penjualan Madu
Leba tersebut.
c. Membersihkan Tempat Ibadah
Talang Mamak dengan suku bangsa
Melayu sama-sama beribadat di Masjid yang
sama yaitu Masjid Al Ihklas. Namun hanya
sebagian kecil dari Talang Mamak yang
melakukan kegiatan Sholat Jumat tersebut.
Bagi Talang Mamak yang tidak melakukan
Sholat Jumat mereka sangat menghargai suku
Melayu dan suku Talang Mamak yang
melakukan kegiatan Sholat Jumat tersebut.
Dalam hal membersihkan tempat
beridah juga terjadi kerjasama antara suku
Talang Mamak dengan suku Melayu. Untuk
menegetahui kebenaran informasi yang
sampaikan informan, penulis melakukan
observasi ketika Talang Mamak melakukan
kegiatan Sholat bersama di Masjid yang
sama dan bergotong royong dalam
membersihkan tempat beribadah tersebut
secara bersama.
d. Adat Perkawinan
Ketika Talang Mamak menikah
dengan suku bangsa Melayu maka adat yang
dipakai tergantung kesepakatan antara kedua
bela pihak. Misalnya memakai adat dari suku
bangsa Melayu atau memakai adat dari suku
Talang Mamak. Namun pada umumnya jika
laki-laki berasal dari pihak Talang Mamak
maka adat yang dipakai adalah adat dari
Talang Mamak. Hal ini dilakukan kerena
ketika suku bangsa Talang Mamak
melakukan suatu perkawinan ada ritual yang
harus dilaksanakan. Ritual tersebut dikenal
dengan istilah gawai atau pesta perkawinan.
Gawai ini merupakan ciri khas dari Talang
Mamak dalam adat perkawinan. Ritual gawai
ini memiliki makna tersendiri bagi suku
7. Talang Mamak, dimana ada ritual mengadu
Ayam Jantan. Ayam Jantan merupakan
Simbol pelepasan masa lajang antara laki-
laki dan perempuan bagi Talang Mamak.
Ritual ini dilakukan di balai adat suku bangsa
Talang Mamak dan dipimpin oleh ketua adat.
B. Konflik (pertentangan)
Menurut informan bahwa Talang
Mamak dalam berinteraksi dengan suku
bangsa Melayu tidak terjadi konflik namun
tidak dapat dipungkiri adanya konflik antara
kedua suku bangsa tersebut, akan tetapi
konflik tersebut tidak sampai pada tindakan
kekerasan.
Kesimpulan dari bentuk interaksi
yang terjadi antara suku bangsa Talang
Mamak dengan suku bangsa Melayu adalah
terjadinya konflik yang hanya pada tahap
ancaman saja dimana ketika pihak tengkulak
tidak memberikan pinjaman maka Talang
Mamak akan mengancam untuk menjual
karet mereka ke tengkulak yang lain. Namun
pada saat penulis melakukan observasi hal ini
tidak bisa penulis temukan hanya diperoleh
informasi dari informan kerena ketika
melakukan observasi Talang Mamak tidak
dalam kesulitan hidup sehingga tidak
membutuhkan pinjaman uang dari tengkulak.
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini ditemukan
bahwa terjadi dinamika pemenuhan
kebutuhan pangan dimana untuk kebutuhan
pangan Talang Mamak menyediakan sendiri
dengan cara ladang berpindah tapi saat ini
tidak lagi mereka lakukan. Talang Mamak
sudah menggunakan pakaian yang digunakan
masyarakat pada umumnya dan tidak lagi
menggunakan pakaian yang terbuat dari daun
atau kain (cawat) yang hanya menutupi
bagian-bagian tubuh yang pital. Kemudian
Talang Mamak tidak bermukim di dalam
hutan tapi di tepi jalan raya. Bentuk interaksi
yang terjadi antara Talang Mamak dengan
Melayu adanya kerjasama dalam penjualan
karet, penjualan madu, membersihkan tempat
ibadah, dan dalam adat perkawinan. Bentuk
interaksi lainnya yang terjadi antara Talang
Mamak dengan Melayu yaitu konflik yang
bersifat ancaman.
DAFTAR PUSTAKA
Leonard, Rois Arois dan Yondri, 2004.
Interaksi Antar Suku Bangsa di
Kawasan Pulau Baai Kel. Kandan,
Kec. Selebar, Bengkulu. Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional, Padang.
Koentjaraningrat, 2003. Pengantar
Antropologi Pokok-Pokok I.: Rineka
Cipta, Jakarata.
Koentjaraningrat, 2005. Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia. Djambatan,
Jakarta.
Hidayah, Zulyani, 2006. Kemajemukan
Masyarakat dan Keragaman
Kebudayaan di Indonesia dalam Bunga
Rampai Kearifan Lingkungan.
Kementrian Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Purba, Jonny, 2006. Pengetahuan
Pemanfaatan Sumber Daya Alam pada
Masyarakat Talang Mamak Propinsi
Riau dalam Bunga Rampai Kearifan
Lingkungan. Kementrian Lingkungan
Hidup, Jakarta.
8. Suparlan, Parsudi, 1995. Orang Sakai di Riau
Masyarakat Terasing Dalam
Masyarakat Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia, Jakarata.
Skripsi
Marlina, Desi. 2012. Adaptasi
Masyarakat Suku Anak Dalam di
Desa Muara Kilis Kabupaten Tebo
Jambi (1973-2008). Skipsi. STKIP
Internet
http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/sastrai
ndonesia/article/view/11338. Diakses
pada tanggal 15 februari 2013 jam
19.25.