Nama : Saiful Mukminin
NIM : 1310210008
Dosen Pengampu:
Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng
Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
2022
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
HUKUM LAUT INDONESIA
1. i
TUGAS MATA KULIAH
HUKUM LAUT DAN PPPK
Perkembangan Hukum Laut di Indonesia
Dosen Pengampu:
Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng
Saiful Mukminin
1310210008
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE
TUBAN
2022
2. ii
Ketentuan:
Tugas Individu
Font Times New Roman, ukuran 12
Rata kanan dan kiri dengan margin 1 inch
Isi makalah minimal 8 halaman (tdk termasuk sampul, daftar isi dan daftar pustaka)
Dikumpulkan maksimal 1 hari sebelum UAS Hukum Laut dan PPPK
Halaman terakhir diberikan daftar pustaka yang digunakan dalam makalah. Dapat
berasal dari jurnal, prosiding seminar, buku, blog, dll.
Hasil tugas akan di upload di Academia.Edu
Link pengumpulan makalah:
https://drive.google.com/folderview?id=1DO_RS_I5NJdUxoDdHq1SAIXvJLNsUIqP
3. iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dengan rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini dibuat hasil dari
penyusunan dari berbagai literatur yaitu buku-buku maupun jurnal yang berkaitan dengan tema
yang penulis ambil dan data-data dari internet.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis, untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan proposal ini.
Pati, 28 Desember 2021
Penyusun
4. iv
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional .............................................3
2.2. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Indonesia ...................................................4
2.3. Perbatasan Wilayah Negara.....................................................................................4
2.4. Garis Pangkal, Laut Territorial dan Zona Tambahan..........................................5
2.5. Zona Ekonomi Eksklusif ..........................................................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................................8
3.1. Kesimpulan................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9
5. 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laut merupakan keseluruhan rangkain air yang menggenangi permukaan bumi. Menurut
definisi hukum, laur adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh
permukaan bumi. Pentingnya laut dalam hubungan antar bangsa menyebabkan pentingnya pula
arti hukum laut internasional, karena hukum laut internasional mengatur manfaat dan kegunaan
laut, karena laut hanya dapat dimanfaatkan dengan kendaraan-kendaraan khusus yaitu kapal-
kapal yang diatur dalam hukum laut. Hukum laut internasional memiliki peran yang signifikan
dalam pembentukan kedaulatan wilayah laut suatu negara pantai. Hukum laut internasional
mengatur hal-hal signifikan terkait aplikasi kedaulatan negara di wilayah laut seperti
kedaulatan di wilayah laut territorial dan hak-hak berdaulat di wilayah zona ekonomi eksklusif.
Setiap kegiatan lalu lintas dan konservasi ekosistem laut dan samudera diatur dalam hukum
laut internasional, sehingga kedaulatan negara terhadap wilayah perairannya diikuti oleh
norma-norma yang mengandung hak dan kewajiban.
Salah satu hak yang berkaitan erat dengan kedaulatan negara pantai di wilayah periaran
adalah hak negara untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah
laut. Hak ini meliputi wilayah laut territorial dan atau perairan kepulauannya. Selain itu, dengan
adanya konsep wilayah zona ekonomi eksklusif dan wilayah landas kontinen wilayah perairan
yang diatur dalam hukum laut internasional, memungkinkan suatu negara mengaplikasikan
haknya untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam di wilayah-wilayah tersebut. Batas
negara terutama di wilayah laut sangat mempengaruhi kestabilan dalam negeri dan hubungan
luar negeri suatu negara terhadap keadaan peran yang lebih karena lautnya merupakan alur lalu
lintas pelayaran. Oleh karena itu, selain pengoptimalan potensi dan pelestarian lingkungan,
unsur keamanan maupun unsur administratif wilayah suatu negara perlu diperkuat dan
diperjelas.
Pentingnya penetapan batas antar negara untuk mempertahankan kedaulatan dan hak-hak
berdaulat antar negara serta menyelesaikan semua persoalan yang berkaitan dengan hubungan
internasional, negara perlu menetapkan perbatasan wilayah baik dimensi perbatasan darat
maupun perbatasan laut dan udara. Penetapan perbatasan wilayah tersebut dapat dilakukan
sesuai ketentuan hukum internasional agar dapat memberikan kepastian hukum, kemanfaatan
hukum dan keadilan bagi masyarakat yang mendiami wilayah perbatasan. Praktik masyarakat
internasional membuktikan bahwa laut merupakan wilayah yang kompleks dan menimbulkan
6. 2
banyak permasalahan dalam pengukuran batas wilayah, sehingga wilayah laut dan
pemanfaatannya diatur dalam hukum internasional. Hukum laut sangatlah krusial bagi
Indonesia untuk mengelola lautnya yang begitu luas serta memastikan bahwa rakyatnya dapat
mendapatkan manfaat semaksimal mungkin dari lautan, serta untuk memastikan lintasan kapal-
kapal asing melalui perairan Indonesia tidak membahayakan bagi keselamatan dan keamanan
Negara Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah yang timbul sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan hukum laut di Indonesia
2. Bagaimana penetapan batas wilayah laut antar negara
3. Apa yang dimaksud dengan ZEE
4. Bagaimana penentuan batas luar dan lebarnya ZEE
1.3. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan hukum laut di Indonesia
2. Mengetahui penetapan batas wilayah laut antar negara
3. Mengetahui pengertian ZEE
4. Mengetahui penentuan batas luar dan lebarnya ZEE
7. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional
Menurut Puspitawati (2017), hukum internasional didasarkan pada eksistensi dan
kedaulatan suatu negara yang merupakan kekuasaan tertinggi atau mendasarkan pada
kesamaan derajat negara-negara. Hukum laut internasional merupakan salah satu cabang
hukum internasional yang mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam setidaknya
50 tahun terakhir dan akan selalu berkembang secara dinamis dari waktu ke waktu. Hukum
laut internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur tentang berbagai persoalan
yang berhubungan dengan batas-batas wilayah negara yang berkaitan dengan laut dalam
wilayah negara atau diluar wilayah negara. Hukum laut internasional yang dikenal saat ini
berasal dari zaman romawi kuno, sebelum imperial romawi kuno berada dalam masa puncak
kejayaan Phonecia dan Rhodes mengaitkan kekuasaan atas laut dengan kepemilikan atas laut.
Peraturan-peraturan hukum laut Rhodes yang berasal dari abad ke-2 atau ke-3 SM sangat
berpengaruh di daerah laut tengah dikarenakan prinsip-prinsip dari Rhodes sangat diterima
dengan baik oleh orang-orang Yunani dan Romawi.
Sejarah pertumbuhan hukum laut internasional ditandai dengan munculnya pertaruangan
antara dua konsepsi hukum laut:
1. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama masyarakat
dunia dan oleh karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh siapapun.
2. Res Nulius, yang menyatakan laut ini tidak ada yang memiliki dan oleh karena itu
dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara.
Pertumbuhan dan perkembangan kedua doktrin tersebut diawali dengan sejarah panjang
mengenai penguasaaan laut oleh Imperium Roma yang menguasai tepi lautan tengah dan
karenanya menguasai seluruh lautan tengah secara mutlak. Pemikiran hukum bangsa romawi
didasarkan atas doktrin res communis omnium (hak bersama seluruh umat manusia), yang
memandang penggunaan laut bebas atau terbuka bagi setiap orang. bertitik tolak dari
perkembangan doktrin res communis omnium tersebut, kebebasan di laut lepas sebagai prinsip
kebebasan di laut lepas telah diletakkan jauh sejak lahirnya masyarakat bangsa-bangsa, dan
doktrin ini dalam sejarah hukum laut internasional merupakan tonggal bagi perkembangan
hukum laut internasional pada masa berikutnya.
Menurut konsepsi res nulius, laut bisa dimiliki apabila yang berhasrat memilikinya bisa
menguasai dengan mendudukinya. Pendudukan ini dalam hukum perdata romawi dikenal
8. 4
sebagi konsepsi okupasi. Keadaan yang dilukiskan tersebut berakhir dengan runtuhnya
Imperium Romawi dan munculnya berbagai kerajaan dan negara di sekitar lautan tengah yang
masing-masing merdeka dan berdiri sendiri yang satu lepas dari yang lain. Walaupun
penguasaan mutlak lautan tengan oleh Imperium Romawi telah berakhir, akan tetapi pemilikan
lautan oleh negara-negara dan kerajaan tetap menggunakan asas-asas hukum Romawi.
2.2. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terluas di dunia, hal ini merupakan
salah satu keuntungan bagi negara Indonesia karena sektor maritim dan laut yang dimiliki
Indonesia sangat strategis. Pada tahun 1939, perairan Indonesia diatur oleh Territorial Zee En
Mariettieme Kringen Ordonnantie mengenai laut wilayah, yaitu “Lebar laut Indonesia adalah
3 mil laut, diukur dari garis air rendah dari pulau-pulau yang termasuk dalam daerah
Indonesia”. Penentuan batas laut yang demikian sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan
zaman, tidak sesuai dengan kepentingan rakyat banyak karena sifat khusus Indonesia yang
merupakan Negara Kepulauan serta letaknya stategis. Ketentuan yang dilahirkan di zaman
penjajahan tersebut masih tetap dipakai sampai tahun 1957, yaitu dengan adanya Deklarasi
Juanda yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut di sekitar,
diantara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Lebar laut
Indonesia menjadi 12 mil yang diukur dari garis pangkal yang menghubungkan titik-titik
terluar dari pulau-pulau terluar Indonesia. Konsepsi baru ini diperkokoh dengan undang-
undang No. 4 Prp Tahun 1960. Dengan ketentuan hukum yang baru, seluruh kepulauan dan
perairan Indonesia adalah suatu satu kesatuan dimana dasar laut, lapisan tanah dibawahnya,
udara diatasnya, serta seluruh kekayaan alamnya berada dibawah kedaulatan
Indonesia.berlakunya konsepsi hukum laut territorial 12 mil adalah konsepsi hukum laut
internasional I (UNCLOS) pada tahun 1958, bahwa laut territorial ditetapkan 12 mil dari garis
pangkal surut air pantai (Anwar, 2013).
2.3. Perbatasan Wilayah Negara
Kawasan perbatasan merupakan manifestasi utama daripada kedaulatan wilayah suatu
negara, kawasan suatu negara mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan batas
wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan suatu
wilayah negara. Menurut Strake (2007), perbatasan adalah garis khayalan yang memisahkan
dua atau lebih wilayah politik atau yuridiksi seperti negara, ngara bagian atau wilayah
substansional. Perbatasan ditandai dengan tapal batas berupa tugu atau batu yang berukuran
9. 5
besar atau kecil. Wilayah perbatasan tidah hanya terbatas pada dua atau lebih negara yang
berbeda, namun dapat pula ditemui dalam suatu negara, dengan kata lain, perbatasan
merupakan area yang membatasi antara dua kepentingan yuridiksi yang berbeda. Dalam
penentuan garis batas laut wilayah diperlukan kejelasan titik pangkal yang digunakan untuk
menarik garis dasar laut wilayah. Penetapan perbatasan antar negara secara jelas tidak hanya
dapat mengurangi resiko timbulnya konflik perbatasan di kemudian hari, tetapi juga dapat
menjamin pelaksanaan hukum di masing-masing sisi perbatasan. Perbatasan identik dengan
wilayah territorial dan kedaulatan suatu negara, persoalan penetapan perbatasan negara sangat
tinggi relevansi dan urgensinya terhadap upaya pemeliharaan integritas wilayah. Adanya
penetapan garis batas wilayah secara lengkap akan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
sengketa perbatasan, sebaliknya ketidakpastian batas wilayah dapat berakibat timbulnya klaim
territorial tumpang tindih.
Menurut Vinata (2010), penentuan batas wilayah laut dengan negara tetangga, dalam hal
dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain tidak satupun berhak
kecuali ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk menetapkan batas laut
wilayahnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada
garis pangkal dimaan lebar laut territorial masing-masing. Pada tanggal 13 Desember 1957
Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan unilateral (deklarasi) yang
ditandatangani oleh Perdana Menteri Djuanda, deklarasi ini menentukan bahwa lebar laut
wilayah Republik Indonesia adalah 12 mil laut dukur dari garis yang menghubungkan titik
terluar pada pulau terluar negara Republik Indonesia segala perairan di sekitar, diantara, dan
yang menghubungkan pulau-pulau wilayah Republik Indonesia sebagai satu kesatuan yang
tidak dipisah-pisahkan.
2.4. Garis Pangkal, Laut Territorial dan Zona Tambahan
Ketentuan mengenai garis pangkal lurus kepulauan terdapat dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 2002. Dalam Pasal 3 Ayat 1 dikemukakan bahwa garis pangkal lurus
kepulauan merupakan garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut territoria l,
diantara pulau-pulau terluar, dan karang kering terluar kepulauan Indonesia. Pada Pasal 4 Ayat
1, dinyatakan bahwa garis pangkal biasa digunakan untuk mengukur lebar laut territorial dalam
hal bentuk geografis pantai suatu pulau terluar. Pada Pasal 5 Ayat 2, dijelaskan bahwa garis
lurus yang ditarik antara titik-titik terluar pada garis air rendah yang menonjol dan
berseberangan di mulut lekukan pantai tersebut. Cara lain dalam penarikan garis pangkal
kepulauan juga terdapat dalam Pasal 6 yang mengatur garis penutup teluk, Pasal 7 tentang garis
10. 6
penutup muara sungai, terusan dan kual, dan Pasal 8 yang menetapkan garis penutup
pelabuhan.
Laut territorial merupakan perluasan dari wilayah territorial darat suatu negara. Konsep
laut territorial ada dikarenakan kebutuhan untuk menumpas pembajakan dan juga sebagai jalur
pelayaran dan perdagangan antar negara. Prinsip ini mengijinkan setiap negara berhak
memperluas yuridiksinya melebihi batas wilayah pantainya untuk alasan keamanan. Ketentuan
laut territorial dimodifikasikan dalam konvensi hukum laut Internasional tahun 1982
(UNCLOS), UNCLOS mengijinkan negara pantai untuk menikmati yuridiksi eksklusif atas
tanah dan lapisan tanah dibawahnya sejauh 12 mil diukur dari garis pangkal sepanjang pantai
yang mengelilingi negara tersebut.
Zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas maritim atau
territorial, tidak termasuk kedaulatan negara pantai, tetapi dalam zona tersebut negara pantai
dapat melaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah pelanggaran peraturan
perundang-undangan, bea cukai, fiscal, dan ke imigrasian di wilayah laut territorialnya. Dalam
Pasal 24 Ayat 2 UNCLOS III ditegaskan tentang lebar maksimum tentang zona tambahan tidak
boleh lebih dari 12 mil laut diukur dari garis pangkal, hal ini berarti bahwa zona tambahan itu
hanya memiliki arti bagi negara-negara yang mempunyai lebar laut teritorial kurang dari 12
mil (ini menurut konvensi laut jenewa 1958), dan tidak berlaku lagi setelah adanya ketentuan
baru dalam konvensi hukum laut internasional tahun 1982, menurut Pasal 33 ayat (2) konvensi
hukum laut internasional 1982, zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil dari garis
pangkal dari mana lebar laut teritorial itu di ukur. Dalam melaksanakan kekuasaan pengawasan
prosedur yang harus dilakukan negara pantai untuk melakukan pengawasan adalah dengan
pemeriksaan dilakukan pada waktu kapal masih berada di zona tambahan. Batasan tersebut
diperlukan untuk mencegah negara pantai tidak menyamakan zona tambahan dengan laut
territorial (Agoes, 2008).
2.5. Zona Ekonomi Eksklusif
Menurut Simarmata (2017), Zona Ekonomi Eksklusif diartikan sebagai suatu daerah
diluar laut territorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang
digunakan untuk mengukur lebar luat territorial. Berlainan dengan laut territorial, zona
ekonomi eksklusif tidak tunduk kepada kedaulatan penuh negara pantai. Negara pantai hanya
menikmati hak-hak berdaulat dan bukan kedaulatan, di zona ekonomi eksklusif semua negara
dapat menikmati kebebasan berlayar dan terbang diatasnya serta kebebasan untuk meletakkan
pipa dan kabel bawah laut, serta untuk penggunaan sah lainnya yang berkenaan dengan
11. 7
kebebasan tersebut. Karena kepemilikan atas zona tersebut, negara pantai berhak atas
pemanfaatan sumber daya, melakukan penelitian, pemeriksaan, bahkan penegakan hukum jika
ditemui pelanggaran dalam tata kelola ZEE tersebut. Berlakunya konsep Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) merupakan pranata hukum laut internasional yang masih baru. Di dalam
konferensi Hukum Laut yang diprakarsai oleh PBB yang diselenggarakan mulai Tahun 1973
sampai dengan 1982 Zona Eksklusif ini dibahas secara mendalam dan intensif sebagai salah
satu agenda acara konferensi dan disepakati serta dituangkan di dalam Bab V Pasal 55-75
Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Pada wilayah laut Indonesia yang berada dalam
Zona Ekonomi Eksklusif merupakan wilayah laut yang mempunyai potensi kekayaan yang
terbesar bagi Indonesia (Nugraha dan Irman, 2014)
12. 8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Perkembanagn hukum laut di Indonesia dimulai pada tahun 1939, yaitu perairan
Indonesia diatur oleh Territorial Zee En Mariettieme Kringen Ordonnantie
mengenai laut wilayah, yaitu “Lebar laut Indonesia adalah 3 mil laut, diukur dari
garis air rendah dari pulau-pulau yang termasuk dalam daerah Indonesia”. Penentuan
batas laut yang demikian sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan zaman.
Ketentuan yang dilahirkan di zaman penjajahan tersebut masih tetap dipakai sampai
tahun 1957, yaitu dengan adanya Deklarasi Juanda yang menyatakan kepada dunia
bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut di sekitar, diantara dan di dalam
kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Lebar laut Indonesia
menjadi 12 mil yang diukur dari garis pangkal yang menghubungkan titik-titik
terluar dari pulau-pulau terluar Indonesia. Konsepsi baru ini diperkokoh dengan
undang-undang No. 4 Prp Tahun 1960. Dengan ketentuan hukum yang baru, seluruh
kepulauan dan perairan Indonesia adalah suatu satu kesatuan dimana dasar laut,
lapisan tanah dibawahnya, udara diatasnya, serta seluruh kekayaan alamnya berada
dibawah kedaulatan Indonesia.berlakunya konsepsi hukum laut territorial 12 mil
adalah konsepsi hukum laut internasional I (UNCLOS) pada tahun 1958, bahwa laut
territorial ditetapkan 12 mil dari garis pangkal surut air pantai.
2. Penentuan batas wilayah laut dengan negara tetangga, dalam hal dua negara yang
letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain tidak satupun berhak kecuali
ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk menetapkan batas laut
wilayahnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik
terdekat pada garis pangkal dimaan lebar laut territorial masing-masing.
3. Zona Ekonomi Eksklusif diartikan sebagai suatu daerah diluar laut territorial yang
lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan
untuk mengukur lebar luat territorial.
4. Penetapan batas ZEE antara satu negara yang pantainya berhadapan atau
berdampingan dengan negara lain harus diatur dengan perjanjian internasional
menurut Hukum Internasional yang berlaku umum, apabila kesepakatan tidak
tercapai, maka penyelesaian sengketa harus ditempuh.
13. 9
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, E. R. 2008. Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Zona Tambahan. Penerbit
Pengayoman, Jakarta, hal. 9.
Anwar, Khaidir. 2013. Hukum Laut Internasional. Ed. 1, Cet. 1. Justice Publisher, Bandar
Lampung, 208 hlm.
Nugraha, A.T. and Irman, I., 2014. Perlindungan Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Terhadap Eksistensi Indonesia Sebagai Negara Maritim. Jurnal Selat, 2(1): 156-167.
Puspitawati, Dhiana. 2017. Hukum Laut Internasional. Ed. 1. Kencana, Jakarta, 134 hlm.
Simarmata, P., 2017. Hukum Zona Ekonomi Eksklusif dan Hak Indonesia Menurut Undang-
Undang RI Nomor 5 Tahun 1983. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(2): 108-
123.
Vinata, R.T., 2010. Prinsip-Prinsip Penentuan Laut Teritorial Republik Indonesia berdasarkan
Konvensi Hukum Laut 1982. Perspektif, 15(3): 207-225.