Dokumen tersebut membahas tentang konflik dan kekerasan. Pertama, mendefinisikan konflik sebagai perselisihan antara dua pihak atau lebih yang berusaha menyingkirkan satu sama lain, dan menjelaskan penyebab konflik seperti perbedaan pandangan, budaya, dan kepentingan. Kedua, menjelaskan kekerasan sebagai tindakan fisik atau verbal yang menyerang kebebasan orang lain, dan teori-teori kekerasan se
1. BAB I
KONFLIK DAN KEKERASAN
1. Pengertian Konflik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan,
perselisihan atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih(atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.
Dalam Bahasa latin : Configere artinya saling memukul.
Pengertian Konflik menurut Ahli :
Soerjono Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman dan /atau kekerasan.
Gillin and Gillin : konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi
karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.
Faktor-faktor Penyebab Konflik
Soejono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
perbedaan antarindividu,
perbedaan kebudayaan ,
perbedaan kepentingan dan
perubahan sosial.
Perbedaan antarindividu
Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan
dengan harga diri, kebanggan, dan identitas seseorang.
Sebagai contoh anda ingin suasana belajar tenang tetapi teman anda ingin belajar sambil
bernyanyi, karena menurut teman anda itu sangat mundukung. Kemudian timbul amarah
dalam diri anda. Sehingga terjadi konflik.
Perbedaan Kebudayaan
Kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat . tidak semua masyarakat
memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat
belum tentu baik oleh masyarakat lainnya.
2. Interaksi sosial antarindividu atau kelompok dengan pola kebudayaan yang berlawanan dapat
menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik.
Perbedaan Kepentingan
Setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang berbeda pula. erbedaan
kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka.
Perubahan Sosial
Perubahan yang terlalu cepat yang terjadi pada suatu masyarakat dapat mengganggu
keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena
adanya ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat.
Sebagai contoh kaum muda ingin merombak pola perilaku tradisi masyarakatny, sedangkan
kaum tua ingin mempertahankan tradisi dari nenek moyangnya. Maka akan timbulah konflik
diantara mereka.
Bentuk-bentuk Konflik
Menurut Lewis A. Coser konflik dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Konflik realistis berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem
atau tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial.
2. Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan
yang antagonis(berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk
meredakan ketegangan.
Dalam banyak definisi, ancaman dan kekerasan selalu dikaitkan dengan konflik,
kekerasan merupakan alat dari konflik untuk mencapai tujuan. Dapat juga dikatakan bahwa
kekerasan merupakan proses akhir dari konflik.
Namun, sesungguhnya konflik berbeda dengan kekerasan. Menurut Prof. Dr. Winardi, S.
E.., konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-
kelompok atau organisasi-organisasi berkaitan dengan perbedaan-perbedaan pendapat,
keyakinan-keyakinan, ide-ide maupun kepentingan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(1988), konflik adalah percekcokan, perselisihan, pertentangan, ketegangan diantara orang
perorangan atau kelompok . sedangkan kekerasan berarti perbuatan seseorang atau kelompok
yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau
barang orang lain. Konflik seringkali berubah menjadi kekerasan terutama apabila upaya-
upaya yang berkaitan dengan pengelolaan konflik tidak dilaksanakan dengan sungguh-
3. sungguh oleh pihak yang berkaitan. Demikian pula bila upaya memperoleh keadilan di
pengadilan tinggi ternyata gagal.
Dampak Sebuah Konflik
Dampak sebuah konflik memiliki 2 sisi yang berbeda yaitu dilihat dari segi positif dan
dari segi negatif.
Segi positif dari konflik adalah sebagai berikut:
1. Konflik dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih
belum tuntas di telaah.
2. Konflik memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nila-nilai, serta
hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu
atau kelompok.
3. Konflik meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang mengalami
konflik dengan kelompok lain.
4. Konflik merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan
kelompok.
5. Konflik dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan
norma baru.
6. Konflik dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat.
7. Konflik memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada
dalam kekuatan yang seimbang.
Segi negatif dari konflik :
1. Keretakan hubungan antarindividu dan persatuan kelompok.
2. Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
3. Berubahnya kepribadian para individu.
4. Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.
4. BAB II
1. Pengertian Kekerasan
Kekerasan atau (bahasa Inggris: Violence pengucapan bahasa Inggris: [/vaɪ(ə)ləns/] berasal
dari (bahasa Latin: violentus yang berasal dari kata vī atau vīs berarti kekuasaan atau
berkuasa) adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat Romawi[1] yang
merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang
mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat
seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang[2][3][4] umumnya
berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya
bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan
kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.[1]
Akar Kekerasan: Kekayaan tanpa bekerja, Kesenangan tanpa hati nurani, Pengetahuan tanpa
karakter, Perdagangan tanpa moralitas, Ilmu tanpa kemanusiaan, Ibadah tanpa pengorbanan,
Politik tanpa prinsip.
Historisasi Teori Kekerasan
Pandangan kriminologi terhadap asal muasal kekerasan memang beragam. Di satu sisi
dapat dilihat secara individual, di sisi lain dapat pula dilihat dalam konteks kolektif. Individu
yang melakukan kekerasan, seperti penganiayaan dan pembunuhan, dapat dilihat sebagai
individu yang terprovokasi. Ada peran korban dalam munculnya kekerasan. Sementara
kekerasan secara kolektif lebih merupakan larutnya individu dalam kerumunan, sehingga
menjadi tidak lagi memiliki kesadaran individual atau hilang rasionalitas. Kerusuhan sepak
bola mungkin contoh yang tepat untuk kekerasan yang satu ini. Selain juga “penghakiman
massa” terhadap maling. Bentuk kekerasan banyak ragamnya, meliputi kekerasan fisik,
kekerasan verbal, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, kekerasan simbolik dan
penelantaran. Kekerasan dapat dilakukan oleh perseorangan maupun secara berkelompok,
secara serampangan (dalam kondisi terdesak) atau teroganisir.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaltu sebagai berikut :
1. Teori Faktor Individual
Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku
kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan
5. adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa. Faktor yang
bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya dan faktor media massa.
2 Teori Faktor Kelompok
Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas
berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang cenderung
dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok
yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan.
3 Teori Dinamika Kelompok
Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi dalam
kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat
dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial &
masyarakatnya.
Tokoh teori Kekerasan
Johann Galtung, seorang kriminolog dari Norwegia dan seorang polemolog, adalah
teori yang bertalian dengan kekerasan yang paling menarik. Dalam pengulasan dan
penganalisaan lebih lanjut, sampailah pada kesimpulan bahwa teori kekerasan struktural pada
hakekatnya adalah teori kekerasan "sobural". Dengan "sobural" di maksudkan suatu akronim
dari (nilai-nilai) sosial, (aspek) budaya, dan (faktor) struktural (masyarakat).
Konteks Sosial Munculnya Teori Kekerasan
Dalam konteks sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal
yaitu sebagai berikut :
1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh struktur sosial
tertentu.
2. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa
banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan
kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan.
3. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran
kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu kekerasan.
4. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak.
Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan.
5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan,
menghambat, dan mengakhiri kekerasan.
6. Isi Dari Teori-teoi Kekrerasan
1. Pengertian Kekerasan
Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan,
kebengisan, kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip Arif
Rohman : 2005). Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang
lain. Misalnya, pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan
tersebut menurut masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai
perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan
untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial,
maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilainilai dan
norma-norma masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi korban.
2. Macam-macam Teori Kekerasan
Tidak dipungkiri tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak
kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya.
Tidak mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai macam
dan bentuk.Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mengklasifikasikan
bentuk dan jenis kekerasan menjadi dua macam, yaitu:
a. Berdasarkan bentuknya, kekerasan dapat digolongkan menjadi
kekerasan fisik, psikologis, dan struktural.
1) Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud
kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh, sampai pada
penghilangan nyawa seseorang. Contoh penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-
lain.
2) Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga
dapat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh kebohongan,
indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
3) Kekerasan struktural yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan
menggunakan sistem, hukum,ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh
karena itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali. Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan
ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan, kepandaian, keadilan,
serta wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat memengaruhi fisik dan jiwa
seseorang.
Biasanya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural karena
7. hanya negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk mendorong
pembentukan atau perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit
kulit di suatu daerah akibat limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga
Sidoarjo karena lumpur panas Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural
tidak menyadarinya karena sistem
yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.
b. Berdasarkan pelakunya, kekerasan dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Kekerasan individual adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih
individu. Contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.
2) Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa.
Contoh tawuran pelajar, bentrokan antardesa konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.
Penerapan Teori Kekerasan dalam Kehidupan Masyarakat
Teori "kekerasan struktural" jika diimplementasikan secara empirik realistik, telah
diterapkan secara telanjang di zaman Soeharto (Orde Baru) melalui Angkatan Bersenjata dan
organisasi politik yang berkuasa berbaju kultur Jawa. Secara singkat, Soeharto bisa dibanding
dengan Ken Arok, hanya zaman dan teknologi (bersenjata) yang berbeda.
Di samping itu konflik di Ambon dan Lease (Maluku Tengah), di Halmahera (Maluku
Utara), di Poso (Sulawesi Tengah), di Kalimantan Barat dan Tengah, serta pembakaran
Gereja-Gereja di Situbondo (Jawa Timur) dan di berbagai daerah di Jawa, di Lampung, di
Lombok, di Aceh, dan yang terakhir tindakan teroris di Denpasar (Bali), adalah peristiwa-
peristiwa yang tampaknya seperti tidak berkaitan, tetapi sesungguhnya berasal dari sumber
kekerasan struktural.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
8. individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap
masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Kekerasan adalah tingkah laku agresif yang dipelajari secara langsung, yang sadar atau tidak
sadar telah hadir dalam pola relasi sosial seperti keluarga sebagai unit paling kecil hingga
kelomok-kelompok sosial yang lebih kompleks. Kekerasan terjadi dalam berbagai
bidang kehidupan sosial, politik ekonomi dan budaya. Beberapa factor pemicu timbulnya
kekerasan ada 3 yaitu :
1. Teori Faktor Individual
2. Teori Faktor Kelompok
3. Teori Dinamika Kelompok
Dalam konteks sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu
sebagai berikut : Situasi sosial, Tekanan sosial, perasaan kebencian yang meluas terhadap
suatu sasaran tertentu, Mobilisasi untuk beraksi, dan Kontrol sosial. Dalam konteks sosial
munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut : adanya
situasi sosial, tekanan social, perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran
tertentu, mobilisasi untuk beraksi, dan kontrol sosial.