Depresi merupakan masalah kesehatan mental yang paling umum pada lansia. Prevalensi depresi pada lansia di Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara lain. Faktor risiko depresi pada lansia antara lain proses penuaan, lingkungan sosial, dan budaya.
2. PENDAHULUAN
• Lansia adalah mereka yang berumur > 60 tahun ( UU No 13 1998)
• Jumlah meningkat tahun 2020 (11% dari total penduduk ) dengan UHH 68
tahun - 71 th
• Aging sebagai proses alamiah yang berakhir pada penurunan berbagai
aspek ( fisik, mental, sosial, ekonomi)
3. • Penurunan berbagai aspek kehidupan yang tidak diantisipasi dengan baik
dapat menimbulkan berbagai masalah
• Masalah mental dan kognitif yang banyak muncul adalah depresi dan
dimensia.
• Depresi yang tak terkontrol merupakan penyebab bunuh diri terbanyak.
• Demensia terjadi akibat depresi dan kondisi patologis pada otak ( Ringan –
Berat – Alzeimer)
4. RISKESDAS tahun 2007;2013;2018 bahwa gangguan mental
emosional yang terjadi pada usia 60 tahun keatas 45,5 %.
Masalah psikososial yang sangat berisiko terjadinya
gangguan mental perlu juga diatasi seperti : 8,7% mengalami
gangguan tidur, 6,6% sulit beradaptasi dengan orang baru,
5,4 % sulit memelihara persahabatan, 6,8% sulit melakukan
tanggung jawabnya, dan 8,2% sulit berperan di masyarakat.
5. AT RISK PD LANSIA
1. Biologis Risk :
Genetik, usia dan karakteristik
biologis (Pender,2002) faktor
utama peningkatan serotonin dan
terjadi penurunan dopamin dan
norandrenalin.
6. 2. Life-Event Risk
Kehilangan pekerjaan,
penurunan penghasilan,
ditinggalkan oleh anak-
anak dan kehilangan
pasangan hidup
7. 3. Social-Risk
Masalah sosial dengan keluarga, tetangga, unit sosial, kelompok agama,
organisasi lansia, dan organisasi kemasyarakatan lainnya (Stanhope dan
Lancaster,2002). Berisiko mengalami kekerasan dan pengabaian (Maurier dan
Smith,2005). Risiko sosial meningkat akibat kurangnya dukungan keluarga dan
sosial terhadap lansia akibat pergeseran sosial (Widnya,2008).
8. 4. Life-style risk
Perilaku lansia baik pada masa
lampau maupun saat ini ( Kebiasaan
makan seperti penggunaan gula,
garam, makanan tinggi kolesterol,
rendah serat, kebiasaan tidur dan
aktifitas fisik yang kurang, alkoho;
dan rokok (Stanhope dan
Lancaster,2002).
9. 5. Economic Risk
Pensiun, tidak memiliki
perencanaan keuangan,
tidak memiliki asuransi,
tidak bekerja dan rumah
yang tidak layak.
10. KECEMASAN
Kecemasan adalah keadaan emosi seseorang terhadap sesuatu hal yang tidak jelas objeknya, kecemasan sangat
berhubungan dengan perasaan ketidakpastian atau ketidakberdayaan.
Tingkatan kecemasan :
Kecemasan ringan
Kecemasan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan yang menyebabkan tingkat kewaspadaan,
kreativitas seseorang meningkat.
Kecemasan sedang
Kecemasan yang menyebabkan seseorang lebih memfokuskan pada sesuatu hal dan mengesampingkan yang lain.
Individu yang mengalami kecemasan ini masih bisa melakukan hal lain yang terarah.
Kecemasan berat
Kecemasan yang membuat lapangan persepsi seseorang menyempit, yang tidak dapat berpikir tentang hal lain dan
semua pikirannya ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu yang mengalami kecemasan ini perlu
mendapatkan bantuan untuk mengarahkannya berpikir tentang hal lain.
Panik
Kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan kendali, persepsi menyimpang, tidak mampu berpikir rasional,
dan tidak mampu lagi melakukan seseuatu walaupun dengan pengarahan.
11. TANDA DAN GEJALA KECEMASAN
Respon perilaku : gelisah, tremor, gugup, bicara cepat, kurang
koordinasi, ketegangan fisik, menarik diri, melarikan diri dari masalah,
menghindar
Respon Kognitif : konsentrasi menurun, lupa, hambatan berpikir,
kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran diri meningkat, sangat waspada.
Respon Afektif : sensitif, tidak sabar, ketakutan, gelisah, nervus, teror
Respon fisik : palpitasi, perubahan tekanan darah, napas cepat dangkal,
mata berkedip kedip, tremor, insomnia, nafsu makan menurun, mual,
diare, sering berkemih, berkeringat seluruh tubuh, gatal-gatal, dan
lain-lain
13. KEHILANGAN=LOSS
KEHILANGAN KARENA KETIDAKADAAN OBJEK, ORANG,
BAGIAN TUBUH ATAU FUNGSINYA, ATAU EMOSIONAL
YANG SEBELUMNYA ADA
Kehilangan bisa actual atau percieve (persepsi/ fikiran)
Kehilangan bisa bersifat maturasi, situasional atau
keduanya
Perawat harus memahami interpretasi kehilangan dari
setiap klien
14. JENIS KEHILANGAN
Kehilangan objek external
Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan orang dekat
Kehilangan salah satu aspek diri
Kehilangan kehidupan
15. BERDUKA dan Bereavement (Respon kehilangan
karena kematian) Martocchio, 1985
Bereavement= Merupakan pengalaman subjektif yang
terjadi setelah fase kehilangan dengan orang yang
dicintai (Schowalter, 1975)
Berduka= sebuah bentuk duka cita yang mempengaruhi
fikiran, perasaan dan tingkah laku
Berduka dimaksudkan untuk mencapai fungsi yang lebih
efektif
Merupakan krisis yang membutuhkan waktu untuk
penyesuaiannya
16. STRATEGI UNTUK MENGATASI , Worden
(1982)
Menerima realita kehilangan
Menerima rasa berduka sebagai sesuatu yang menyakitkan
Sesuaikan ke suatu situasi yang tidak banyak melibatkan orang yang meninggal
Reinvest energi emosi pada hubungan yang baru
diperlukan support emphaty perawat
17. KUBLER-ROSS TAHAPAN RESPON
SEKARAT (DYING)
Denial
Anger
Bargaining
Depression
Acceptance
= menghindari kenyataan, isolai dari informasi akurat,
mempertanyakan pengobatan
= pada kelurga, perawat, dokter
= Ketakungan kehilangan fungsi tubuh, nyeri, ingin
merubah prognosa, menerima terapi baru
= Mengenali kemungkinan kehilangan, menolak
hubungan , berdiam diri, bisa bunuh diri
= Menerima kematian, mulai membuat rencana bila
suatu saat meninggal
18. IMPLEMENTASI-LOSS
Therapeutic Communication
Hati-hati ssat memberi support dan meyakinkan
Maintenance of Self Esteem
Dengarkan, Responsif, Mempertahankan krahasiaan
Promotion of Return to Life activities
Berpartisispasi untuk membuat keputusan ttg
kehidupan selanjutnya
19. Implementasi – Dying Client
Promotion of comfort
Maintenance of independence
Mencegah Kesepian dan Isolasi
Promotion of Spiritual comfort
Support pd keluarga
21. LATAR BELAKANG
Fenomena terjadi pada anggota keluarga
Bentuk berupa kekerasan emosi dan fisik yang mengenai
anak, istri dan lanjut usia
Pemahaman tentang kekerasan berbeda pada setiap
keluarga
Jarang terlaporkan
Sebagai rahasia keluarga
Penyebab bunuh diri, pembunuhan dan gangguan
prilaku dan tumbuh kembang dan perceraian
22. PENGERTIAN
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan
suatu prilaku kekerasan yang terjadi dalam
lingkup anggota keluarga baik keluarga inti
maupun keluarga besar, yang dilakukan oleh
seseorang yang memiliki otoritas terhadap
sub ordinatnya.
23. SASARAN
Sasaran yang terkekena adalah mereka
yang lemah : anak, istri dan orang tua,
sebagai akibat adanya interaksi faktor
kepribadian, demographic, situasional
dan faktor sosial
24. KARAKTERISTIK DARI KEKERASAN
Multigenerational transmission ( kekerasan prilaku
dan problem solving )
Social isolation ( secret of family)
Penyalahgunaan kekuasaan
Penyalahgunaan obat, alkohol
Prilaku dasar yang negative
26. MITOS KEKERASAN
Kekerasan cenderung terjadi pada masyarakat kelas
sosial bawah
Terjadi pada anggota keluarga dekat
Kekerasan bisa dikurangi dengan perpisahan
Alkohol, stress dan penyakit mental dapat menjadi
penyebab kekerasan
Hanya terjadi pada pasangan heterosexual
Selama kehailan kekerasan pada istri kurang
Banyak wanita ketika mengalami kekerasan mencoba
untuk tidak melapor, tidak mencari bantuan untuk
mengatasi
27. RESPON TERHADAP KEKERASAN
Fisik ( sakit kepala, ggn menstruasi, penyakit kronis,
ggn digestivve dan pola tidur )
Prilaku ( kelemahan, ketakutan, alkoholisme,
perpisahan )
Psikologis ( penyembunyian, kesulitan melakukan
pemecahan masalah, depresi, ggn self esteem)
30. Depresi adalah masalah kesehatan mental yang paling banyak
ditemukan pada usia >60 th (WHO,2017)
Depresi lebih banyak ditemukan berupa gejala
somatik (Kleinman,2010;
Brailean,2016;Andrews,2017)
Kontribusi faktor
risiko
(Kleinman,2010)
Depresi pada lansia Sebagai
konsekwesi negatif proses
menua(Hunt,2007)
Faktor lingkungan
seperti trauma dalam
keluarga (WHO,2017)
Depresi adalah masalah kesehatan mental yang paling
banyak ditemukan pada usia >60 th (WHO,2017)
Depresi lebih banyak ditemukan
sebagai gejala somatik
(Kleinman,2010;
Brailean,2016;Andrews,2017)
Kontribusi faktor risiko
(Kleinman,2010)
Sebagai konsekwesi
negatif proses
menua (Hunt,2007)
Faktor Budaya
(WHO,2017)
31. Budaya yang behubungan dengan
depresi
Pola interaksi keluarga (WHO,2017)
Budaya agraris ke industri/Individual ( Astawa & Sedana,2017 )
Kegagalan mengantisipasi perubahan budaya (Widnya,2008)
Rendahnya religiusitas ( Kurihara et.al,2009)
32. WHO,2017, 7%
Yaka,2014, 10.30%
Amerika, 8.40%
Eropa, 10.90%
Asia, 4.20%
China, 18.10%
Afrika, 40%
Indonesia,2013, 72.80%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
DEPRESI
Indonesia,2013 Afrika China Asia Eropa Amerika Yaka,2014 WHO,2017
Prevalensi Depresi Lansia di Dunia
Sumber : Riskesdas (2013). Yaka (2014), WHO,2017
33. Prevalensi Depresi pada Lansia
Riskesdas,
2007;2013,
15.90%
Riskesdas,
2007;2013,
23.20%
Riskesdas,
2007;2013,
33.70%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
55-64 th 65-74 th >75 th Riskesdas,…
Sumber : Riskesdas (2007 dan 2013) hal 3 & 4
72.80 %
34. Perbandingan Masalah Mental Emosional( Depresi) Indonesia Vs Bali
Indonesia,
11.60%
Indonesia, 6%
Bali, 9.50%
Bali, 2.40%
Depresi
Depresi
Bali
Indonesia
2007
Sumber : Riskesdas (2007 dan 2013)
2013
35. Sebaran Depresi di Bali
Bangli, 15.30%
Bangli, 12.60%
Buleleng,
25.90%
Buleleng, 0
3.70%
0
Gianyar, 5.80%
Gianyar, 0.50%
9.50%
0
6.20%
0
Depresi 2007 Depresi 2013
Badung
Bangli
Buleleng
Denpasar
Gianyar
Jembrana
Karangasem
Klungkung
Sumber : Riskesdas (2007 dan 2013)
36. Depresi pada Kelompok Umur Lansia di Bali
55-64th, 4.60%
65-74 th,
9.50%
>75 th, 19%
Total, 33%
0.00% 5.00% 10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%35.00%
Depresi
Total
>75 th
65-74 th
55-64th
Sumber : Riskesdas (2013)
37. Study Depresi Pada Lansia di Bali
Jembrana
2013, 40%
Badung,2015,
24.40%
Gianyar,2016,
23.30%
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Riset Depresi
Gianyar,2016
Badung,2015
Jembrana 2013
Sumber : Gama dkk(2013); Prabhaswari dkk.(2015) dan Aryawangsa
dkk.(2016)
38. Ciri Khas Depresi lansia
1. Lebih dominan gejala kognitive dan fisik
2. Apatis
3. Rasa sepi, kehilangan aya tarik, dan mengindari aktivitas sosial
4. Hypersomnia
5. Anoreksia dan weight loss
6. Sedikit bicara ttg bunuh diri tetapi langng melakukan.
39. DEPRESI DAN BUNUH DIRI
Peristiwa bunuh diri pada lansia berawal dari pengabaian dan kekerasan
oleh keluarga thd lansia
Bentuk penyebab: kesibukan, ggn perkawinan, penyakit pada lansia,
kemiskinan , ketergantungan lansia dan gg hub ortu anak)
40. AGENT BAKTERI,VIRUS,JAMUR,FISIK,KIMIA. PSIKOLOGIS
HOST (LANSIA) ( BIOLOGIS, PRILAKU )
KOPING MEKANISME
Regulator (
Mekanisme sistem
neuro endokrine)
Conator ( persepsi)
STIMULI ADAPTATION
Focal stimuli BIOLOGIS
( penuruann fungsi tubuh,
ggn pemenuhan ADL,
penurunan income,
penurunan sosial related
aging process)
Contextual stimuli
( dukungan sosial )
Residual Stimuli (
Ekonomi)
FUNGSI PSIKOLOGIS
KOPING MALADAPTIF
ADAPTIVE AND
INEFFECTIVE
RESPONSE
DEPRESI
BUNUH DIRI
LIFE EVENT
APLIKASI AT RISK LANSIA BUNUH DIRI
LINGKUNGAN
LIFE STYLE
42. Variabel Jumlah Persentase
n %
Kejadian Depresi
Depresi 68 41,7
Tidak Depresi 95 58,3
Tingkat depresi
Ringan/ Normal 95 58,3
Depresi Sedang 38 23,3
Depresi berat 30 18,4
Distribusi tingkat dan kejadian depresi serta pengetahuan
43. Prevalensi depresi pada lansia di Kecamatan Karangasem cukup tinggi
( Dewi dkk (2007), sebesar 6,5 %. Evans dan Mottram, (2000), Dharmono, (2008),
Lyness et al (2009), yang rata-rata mengungkapkan prevalensi depresi di komunitas
sekitar 10-15 %.
Hasil penelitian ini sesuai asumsi WHO (2001) ; 30 % lansia yang ada di komunitas
menderita depresi, Wirasto dan Tri (2007), pd penelitian yang dilakukan selama enam
bulan di Jogjakarta menemukan prevalensi depresi sebesar 56,4 %, Stek (2006) depresi
lansia di komunitas Belanda yakni sebesar 39,7 % (Chang, Xue, Dong, Zhen, Rong, dan
Xiu, 2010).
Karena proses menua dan timbulnya konsekwensi negatif akibat menua
( Miller, 1995), sehingga lansia memiliki risiko tinggi mengalami depresi (Allender dan
Spraley,2005).
44. Kelamin/Depresi
Laki-laki 26 39,4
Perempuan 42 43,3
Jumlah 68 41,7
Kim et al (2009),
proporsi wanita
depresi 20,9 %
dibanding pria
9,2 % (p<0,001;
α:0,05)
Danesh dan
Landeen (2007)
Depresi pada
lansia umur 54-
64 tahun lebih
banyak
Dampak penurunan
kadar estrogen
,keseimbangan
emosi
(Culbertson,1997).
Penurunan self
esteem, , masalah
keluarga (Jacoby,
Oppenheime dan
Tom, 2008).
Perempuan Bali seperti yang
dikemukakan oleh Santi
(2005), merupakan sosok
pribadi yang sangat kuat.
Perempuan terlahir dengan
peran dan tanggung jawab
yang besar, baik dalam
melaksanakan tugas pribadi,
keluarga, sosial maupun
keagamaan.
45. Pendidikan/Depresi x2
27,41
P Value
0,00*
OR
Sekolah 12 17,4
Tidak sekolah 56 59,6 7,00
(3,32-14,77)
Jumlah 68 41,7
Strawbridge et al
(2001), 8,7 % lansia
yang berpendidikan <
12 tahun menderita
depresi OR: 2,01.
Pendidikan merupakan
modal pengembangan
kognitif,mediator antara
suatu kejadian dan
mood (Beck et al,1997
dalam Stewart,2004).
46. Pernikahan/Depresi X2
P Value
15,24
0,00*
OR
3,84
(1,98-7,44)
Menikah 21 25,9 %
Tidak menikah 47 57,3 %
Jumlah 68 41,7 %
Wirasto, Ronny dan Tri
tidak menikah
mengalami depresi lebih
besar dibandingkan
dengan yang tidak
menikah.
Danesh dan Landeen
(2007) Ada hub tdk
menikah dg depresi.
Robert et al (2000)
menyebutkan bahwa
12,5 tidak menikah,
Lansia yang masih
memiliki pasangan
akan memiliki
tempat untuk saling
berbagi dan
mendukung.
47. Status kerja/Depresi x2
20,73
P value
0,00
Bekerja 25 26,3 OR
4,82
(2,46-9,43)
Tidak bekerja
43 63,2
Jumlah 68 41,7
Chun,Takeuchi, Myers dan Siddart (2005), yang
menyebutkan bahwa 18,7 % lansia yang tidak bekerja
mengalami depresi.
Beljouw et al (2010) menemukan adanya hubungan yang
bermakna antara tidak bekerja dengan kejadian
Menurut Sidik, Zulkefli dan Shah (2003), lansia yang tidak
bekerja 20,8% menderita depresi dan peluang mengalami
depresi pada lansia yang tidak bekerja hampir 3 kali
48. Satus Tinggal/Depresi
Keluarga inti 19 24,1 x2
18,29
P value
0,00*
OR
Keluarga
besar
49 58,3
4,42
(2,25-8,68)
Jumlah 68 41,7
(Thompson, 2001). Sidik,
Zulkefli dan Shah (2003),
lansia yang tinggal dengan
keluarga besar ataupun
sendiri 36,4% menderita
depresi OR:2,85.
Pada keluarga besar namun
ekonominya kurang,
keluarga mengutamakan
menggunakan uang untuk
istri dan anak-anaknya
dibanding orang tuanya
(Pei, Xiaomei )Hui,2009).
Stewart et al,
(2004), yang
mengatakan
bahwa etnis asia
cenderung
mengalami depresi
lebih rendah
akibat budaya,
dimana biasanya
salah satu anak
bertanggungjawab
terhadap orang
tua.
Di Karangasem, kondisi
sosial yang sangat
sulit, perhatian
keluarga besar lebih
banyak ditujukan
kepada istri, anak-anak
dan kegiatan adat,
sehingga lansia sering
diabaikan.
Banyak lansia yang ikut
menanggung beban
anak dan cucu
49. Penghasilan/Depresi
Tetap 1 14,3 X2
p Value
1,24
0,241*
Tidak tetap 67 42,9
Jumlah 68 41,7
Danesh dan Lendeen (2007), pendapatan yang tidak
tetap dengan rata-rata kurang dari standar b.d
depresi1
Strawbridge et al (2002),gangguan pendapatan
berpeluang menderita depresi 2,4 kalI.
Pendapatan yang tidak tetap dan rendah merupakan
faktor risiko terjadinya depresi (Cassel et al,2003;
Mauk, 2010).
50. Dukungan keluarga/Depresi
Baik 5 6,9 x2
61,60
P value
0,00*
OR:
30,15
(10,96-82,93)
Kurang
63 69,2
Jumlah 68 41,7
Lyness et al (2009) yang mengatakan bahwa
ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan terjadinya depresi (p<0,00 α:0,05;
OR :5,76 ).
Kurangnya dukungan keluarga dapat
menjadi pemicu depresi pada usia lanjut
(Vilhjalmsson,1993).
51. Dukungan lingkungan/Depresi
Baik 10 12,7 x2 50,59
P value
0,00*
OR
15,39
(6,86-34,55)
Kurang 58 69,0
Jumlah 68 41,7
Robert et al (1997) : Aa hubungan antara dukungan
lingkungan dengan kejadian depresi pada lansia
(p<0,0001; OR:3,24)
Robert (2000) menemukan kembali hubungan
antara dukungan lingkungan dengan depresi
p<0,00(OR:2,68 )
Strawbridge (2002) menyebutkan bahwa lansia yang
memiliki dukungan lingkungan yang kurang dan
bermasalah dengan tetangga berpeluang 1,41
52. Riwayat Skrening /Depresi
x2
0,36
P value
0,551
Pernah diskrening 17 37
Tidak pernah 51 43,7
Jumlah 68 41,7
Berbeda
O’Connor, Whitlock, Gaynes dan Beil (2009) : mengatakan bahwa
skreening sangat berhubungan dengan penurunan kejadian
depresi, sebesar 2,63.
Gilbody et all (2005;2008) dalam laporan UK Screening
Commitiee (2009) Sekrening memberikan dampak terhadap upaya
mengenal depresi OR: 2,6 dan manajemen depresi OR:1,50.
Oyama et al (2010) menjelaskan bahwa skreening dapat
mengurangi depresi dengan meningkatkan follow up dari hasil
sekreening.
53. Menderita penyakit kronis/Depresi
Ya 46 74,2 X2= 41,27
P Value=0,000*
OR:
10,32
(4,93-21,63)
Tidak 22 21,8
Jumlah 68 41,7
Gool et al (2006) yang mengatakan 17,8 % lansia yang menderita penyakit kronis menderita depresi.
Menurut Jacoby, Oppenheim, Tom, (2008) hampir 25 % lansia
dengan kondisi penyakit kronis menderita depresi.
Menurut Carrington 2003 (dalam Karp dan Reynold, 2009), lansia
yang berumur > 70 dan menderita sakit kronis bepeluang
menderita depresi 10 kali lebih.
Lansia dengan katarak dan gangguan penglihatan lain 53,2 %
menderita depresi, sedangkan yang menderita kesemutan
menahun 83,9 % depresi. Hasil penelitian Dien (2007) lansia yang
54. Kebiasaan Merokok/Depresi OR
3,54
(1,53-8,18)
Merokok 20 66,7 X2=8,19
P value=0,004*
Tidak merokok 48 36,1
Jumlah 68 41,7
Strawbridge (2002), yang mengatakan
bahwa 16,2 % perokok mengalami depresi.
Peluang perokok menderita depresi 2,23.
Furner et al (2006) melaporkan bahwa 44
% lansia perokok menderita depresi
dengan OR=1,0.
55. Kebiasaan minum alkohol/Depresi
Minum alkohol 15 75 X2=8,88
P value=0,003*
OR
5,09
(1,75-14,82)
Tidak 53 31,7
Jumlah 68 41,7
Strwabridge (2002), yang menyatakan ada hubungan
antara kebiasaan minum alkohol dengan kejadian
depresi ( p=0,00 (α=0,05); OR:1,03).
Furner et al (2006), juga menemukan bahwa 21 %
menderita depresi sedang dan 24 % penderita
depresi berat adalah peminum alkohol (OR 2,2)
Fergusson,Boden dan Horwood, 2008). Bisa
terjadi alkohol toxic effect (Canada Community
Action on Senior and Alcohol Issues,2003).
56. Riwayat keluarga menderita depresi
Keluarga depresi 6 75,0 X2= 2,53
P value= 0,68
Tidak depresi 62 40
Jumlah 68 41,7
Sullivan, Neale, Kendler
(2000), Penderita depresi
37% memiliki hubungan
herediter dengan penderita
depresi lainnya. (OR=2,84
kali)
Depresi bersifat familial
disorder.
(Duckworth, 2009).
57. Memiliki riwayat depresi/Depresi
Ada 32 88,9 X2= 39,8
P value=
0,00
OR
20,22
(6,67-61,29)
Tidak 36 28,3
Jumlah 68 41,7
Lyness et al (2009) dimana
42,4 % depresi ditemukan
pada lansia yang sebelumnya
pernah menderita depresi
OR:3,86.
Depresi yang terjadi pada
lansia sangat berkaitan dengan
riwayat depresi yang pernah
dialami sebelumnya (Canada
Community Action on Senior
and Alcohol Issues,2003).
1. Hidup tidak memuaskan (36,2%)
2. Aktivitas turun (72,4%),
3. Tidak lagi memiliki semangat
sepanjang waktu (79,1 %),
4. Hidup tidak indah (31,3 %),
5. Hidup tidak bahagia (33,7%),
6. Minggu ini perasaannya tidak
paling bahagia (78,5 %),
7. Lebih banyak tinggal di rumah
(82,2%),
8. Merasa tidak berharga (34,4%),
dan
9. Merasa tidak semangat dalam
melakukan kegiatan (41,1 %).
Pernah punya keinginan bunuh diri,
pernah berencana bunuh diri.
58. Riwayat Pengguna an Obat Tidur
Ya 7 100
0,00**
Tidak 61 39,1
Jumlah 68 41,7
Savard (1999) menemukan bahwa
pemakaian obat tidur berhubungan
dengan kejadian depresi
Penderita depresi 15 % memiliki
riwayat penggunaan obat tidur .
Pemakai obat tidur berpeluang 0,55
kali menderita depresi dibandingkan
dengan yang tidak
59. Obesitas/Depresi
Obesitas 23 74,2 X2=14,99
P value=0,00*
OR
5,58
(2,3-13,42)
Normal 45 34,1
Jumlah 68 41,7
Menurut Gool et al (2006), penderita obesitas
26,4 % mengalami depresi.
Robert et al (2000) yang mengatakan ada
hubungan antara obesitas dengan kejadian
depresi pada lansia ,dimana 15 % penderita
depresi menderita obesitas (OR=1,9;)
60. Status ADL /Depresi
Tidak normal 18 69,2 8,33
0,004*
3,92
(1,59-9,65)
Normal 50 36,5
Jumlah 68 41,7
Robert (2000) lansia yang ADL-nya bermasalah
berisiko menderita depresi 3,09 kali
Strawbridge et al (2002) lansia yang ADL-nya kurang
berpeluang mengalami depresi 4,94
Jacoby, Oppenheim, Tom, (2008), 18 % lansia yang
ADL-nya tidak normal menderita depresi.
61. Pengetahu an depresi Depresi X2 1,304
p value =0,308
n %
Kurang 51 44,7
Baik 17 34,7
Jumlah 68 41,7
Khan et al (2010), yang
mengatakan bahwa
pengetahuan masyarakat
Malaysia tentang depresi (22,1
%) kurang, 29,8 % sedang dan
48,1 % baik.
Lansia di karangasem yang
pengetahuannya tentang depresi
baik namun tetap menderita
depresi sebanyak 34,7%.
WHO (2001) menyebutkan bahwa
depresi banyak terjadi sebagai
justeru akibat ketidak mampuan
tenaga kesehatan dalam
melakukan penanganan depresi
secara tepat.
63. ANALISA KEBUTUHAN & SOLUSI
Analisa kebutuhan yang perlu diketahui:
1. Status kesehatan saat ini
2. Pemenuhan kebutuhan dasar
3. Status memenuhi tugas perkembangan
4. Kebutuhan psikologis lansia
5. Kebutuhan spiritual
6. Analisa kebutuhan lain ( masih kerja, pendapatan, asuransi kes,
kepemilikan cadangan dana, kelompok self help, adanya abuse dan
neglect)
65. 1. Preventif
a. Primer ( pemenuhan keb dasar, kualitas lingkungan, spiritualitas,
kepemilikan jaminan kesehatan, self help, & dukungan keluarga)
b. Sekunder ( deteksi dini masalah psikologis, fisik dan pananganan yang
tepat)
c. Tersier ( Optimalisasi kemampuan, pencegahan komplikasi)
67. dEFINISI
Sindrome akibat kerusakan fungsi kognitif /daya ingat yang progresive yang
tmbul sebagai dampak dari kondisi patologis cardiovaskuler an neurologis,
terutama pada daerah lobus frontal.
Senilis Dementia : Vasculer contdition
Alzheimer : Neurophatologis condition
68. Teori terkait dementia
1. Perubahan otak Neutitic plaques dan pemendekatan neurofibri terutama di
kortex ( Joachim & Selkoe,92)
2. Teori Aluminium (Crpper, 73 and Good.92): Kadar alumnium di otak lebih tinggi
pada penderita dementia
3. Neurotransmiter : Kehilangan reseptor seretonin, penurunan acethylcholine dan
acethylcholneserase dan penuruna dari cholin acetyltranferase di hipocmpus dan
kortex.
70. Faktor Risiko
1. Depresi
2. Gangguan elektrolit
3. Defisisiensi nutrisi
4. Gangguan cardiovaskuler
5. Gangguan respiratory
6. Infeksi otak
7. Gangguan metabolic dan endokrine
8. Gangguan sistem otak
9. Penyakit Colagen dan Rheumatoid
10. Komia dan obat-obatan
11. Penyakit akut atau kronis
71. Manifestasi dementia
1. Tanpa keluhan
2. Lupa nama dan lokasi suatu object
3. Penurunan kemampuan melakukan tugas
4. Penurunan memori dan kalkulasi
5. Gangguan kognitif dan disorientasi waktu dan tempat
6. Ganguuan kognitif diikuti gangguan emosi
7. Gangguan kognitif diikuti gangguan verbal dan psikomotor
72. Penanganan dg model decision making
1. Kaji situasi terkait pengambilan keputusan
2. Buat konsensus terkait masalah dan kebutuhan
3. Diskusikan potensi yang ada
4. Kesepakatan terjadap rencana
5. Lakukan pendekatan kpada penderita
6. Buat simpulan dari rencana dan peran setiap komponen
73. Upaya penanganan Depresi Lansia
WHO (2017,2018) dan
SEARO (2012)
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
INDONESIA
PEMERINTAH DAERAH BALI
WHO Policy Brief,
2017
WHO’s Mental Health
Gap Action
Programme (mhGAP)
(2018)
Tidak ada program
khusus untuk
penanganan
depresi lansia
Belum ada program
penanganan depresi
secara khusus maupun
berbasis budaya Bali.
Kesepakatan
pengembangan
kebijakan,
sumberdaya yang
cukup sesuai budaya
dan penguatan sistem
Budaya Bali Tri Hita Karana sebagai
sumber coping yang mempengaruhi
persepsi terhadap stresor (Will,2017),
dalam membentuk proactive coping
untuk mencegah depresi
(Greenglass,2002) pada lansia.