SlideShare a Scribd company logo
1 of 106
Download to read offline
10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN
MEWUJUDKAN
INDONESIA BERAGAM
GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
MARET 2014
10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN
MEWUJUDKAN
INDONESIA BERAGAM
GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
MARET 2014
ii 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN
MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Penyusun
Tim Penyusun 10 Agenda Politik Perempuan
Penyunting
Misiyah (Institut KAPAL Perempuan)
Ruby Kholifah (AMAN Indonesia)
Anis Hidayah (Migran CARE)
Penyelaras Akhir
Dian Kartika Sari (Koalisi Perempuan Indonesia)
GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
MARET 2014
iii
10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN
1.	 Pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksualitas
2.	 Pemenuhan hak atas pendidikan terutama pendidikan
perempuan
3.	 Penghentian Kekerasan terhadap perempuan
4.	 Penghentian pemiskinan perempuan dan kelompok marginal
melalui perlindungan posial
5.	 Perlindungan perempuan dalam situasi konflik, bencana serta
pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam
6.	 Pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan
7.	 Perlindungan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama
8.	 Hak politik perempuan
9.	 Penghapusan produk hukum yang diskriminatif terhadap
perempuan dan kelompok minoritas
10.	 Penghentian korupsi
iv 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
PENGANTAR
P
EMILU sebagai proses demokrasi lima tahunan sejatinya memiliki
makna penting bagi perjuangan seluruh elemen bangsa, termasuk
bagi perempuan. Di tengah euforia pragmatisme politik yang
selama ini menguat dan mendapatkan panggung besar dalam pesta
demokrasi tersebut, demokrasi yang substansial menjadi kebutuhan
yang harus didesakkan. Berbagai organisasi masyarakat sipil mengambil
inisiatif-inisiatif sebagai bentuk quality control untuk mendorong
agar Pemilu menghasilkan pemimpin-pemimpin baik legilatif maupun
eksekutif yang memiliki visi keberpihakan kepada rakyat, seperti
Gerakan Caleg Bersih, Gerakan Tolak Politik Uang dan Pantau Pemilu.
Menyikapi penyelenggarakan ritual politik 5 tahunan, Pemilihan
Umum (Pemilu), gerakan perempuan telah berkontribusi mendorong
peningkatankualitasdemokrasi,melaluijaminanketerwakilan sekurang-
kurangnya 30 % dalam politik representasi. Namun keterwakilan 30%
perempuan dalam politik representasi saja, tidaklah cukup untuk
membebaskan perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya dari
kungkungan kemiskinan dan ketertindasan di Indonesia. Dibutuhkan
suatu agenda untuk menyelesaikan masalah-masalah utama bangsa,
terutama yang sangat dirasakan oleh perempuan dan kelompok miskin
dan marjinal.
Pasca reformasi, pergantian pemerintahan selama ini belum
menunjukkan adanya perubahan signifikan terhadap nasib perempuan
miskin yang rentan dan tertindas. Setelah 69 tahun bangsa ini
memproklamasikan kemerdekaannya, namun bagi perempuan,
sesungguhnya mereka belum benar-benar merdeka dari diskriminasi,
eksploitasi dan pemiskinan. Untuk itu, pergantian pemerintahan baru
pada tahun 2014 ini diharapkan sekaligus sebagai babak baru bagi
perbaikan pemenuhan hak-hak perempuan.
Situasi diatas menjadi latar belakang beberapa organisasi masyarakat
sipil yang concern pada perjuangan pemenuhan hak-hak perempuan
v
mengambil inisiatif dengan menyatukan Gerakan Perempuan untuk
Mewujudkan “Indonesia Beragam”- Berdaulat, Bersih, Sejahtera,
Adil Gender, Bergerak, Majemuk. Indonesia Beragam merupakan
sebuah gerakan perempuan yang bercita-cita membangun peradaban
Indonesia yang bersih dari korupsi, bebas dari kemiskinan, bebas dari
segala bentuk kekerasan dan rasa takut untuk mencapai keadilan dan
kedaulatan bagi rakyat miskin, perempuan dan kelompok marginal.
Untuk itu, Gerakan Perempuan Mewujudkan INDONESIA BERAGAM,
menyusun 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN yang akan didesakkan
kepada calon-calon pemimpin bangsa periode 2015-2019, untuk
mewujudkan INDONESIA BERAGAM, sebuah tatanan kehidupan dan
pemerintahan Indonesia yang Berdaulat, Bersih, Sejahtera, Adil
Gender dan Majemuk (Menghargai Keberagaman).
Jakarta, 7 Maret 2014
vi 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
DAFTAR ISI
No SUBSTANSI Halaman
I Pengantar.................................................................... iv
II Deklarasi 10 Agenda Politik ...................................... viii
III Gerakan Perempuan dan 10 Agenda Politik
Perempuan.................................................................. 1
1 Agenda 1. 	 Pemenuhan Hak Kesehatan Reproduksi
dan Seksualitas ....................................... 2
2 Agenda 2. 	 Pemenuhan Hak Atas Pendidikan
Terutama Pendidikan Perempuan........... 9
3 Agenda 3.	 Penghentian Kekerasan terhadap
Perempuan ............................................. 16
4 Agenda 4. 	 Penghentian Pemiskinan Perempuan dan
Kelompok Marginal ................................. 25
5 Agenda 5.	 Perlindungan Perempuan dalam Situasi
Konflik, Bencana serta Pengelolaan
Lingkungan dan Sumber daya Alam ........ 32
6 Agenda 6.	 Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan yang
Layak bagi Perempuan............................. 41
7 Agenda 7.	 Perlindungan atas Kebebasan
Berkeyakinan dan Beragama .................. 53
8 Agenda 8.	 Hak Politik Perempuan ............................ 59
vii
9 Agenda 9.	 Penghapusan Produk Hukum yang
Diskriminatif terhadap Perempuan dan
Kelompok Minoritas................................ 68
10 Agenda 10. 	Penghentian Korupsi................................ 74
IV Daftar Pustaka ............................................................ 81
V Tim Penyusun 10 Agenda Politik ................................ 84
VI Tentang Gerakan Perempuan Mewujudkan Indonesia
Beragam...................................................................... 85
viii 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
DEKLARASI GERAKAN PEREMPUAN
MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Hentikan pembiaran negara terhadap tragedi
nasional : Lonjakan drastis angka kematian ibu
melahirkan
B
ertepatan dengan peringatan International Women’s Day (Hari
Perempuan Internasional) 8 Maret, kami Gerakan Perempuan
Mewujudkan “Indonesia Beragam” yang merupakan kolaborasi
dari organisasi-organisasi perempuan, organisasi pro demokrasi
dan kelompok-kelompok marjinal di Indonesia menyerukan agenda
politik kepada calon legislatif dan presiden. Kami mendesakkan agar
pemerintah dan parlemen terpilih memprioritaskan penyelesaian
tragedi nasional yaitu kenaikan secara drastis Angka Kematian Ibu (AKI).
Berdasar data Statistik Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 yang dilansir pada tahun 2013, angka kematian ibu melonjak
menjadi 359 per 100 ribu kelahiran sementara dalam target pemerintah
berada pada angka 108. Dibalik hitungan statistik ini, kematian ibu
merupakan bentuk nyata kegagalan pemerintah untuk memenuhi hak
hidup kepada rakyatnya terutama perempuan. Nyawa perempuan
dipertaruhkan secara massif akibat pembiaran negara terhadap hak-hak
kesehatan reproduksi perempuan dengan diabaikannya pemenuhan
hak dasar ini dari prioritas pembangunan.
Pengabaian ini bertolak belakang dengan berbagai komitmen
pemerintah sudah dengan tegas mengatur dalam hukum tertinggi di
Indonesia yaitu Amandemen UUD 1945 khususnya pasal 28H ayat 1.
Indonesia juga telah genap 30 tahun mengesahkan UU NO.7 tahun
1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap
ix
perempuan (CEDAW), kemudian dilengkapi dengan UU No. 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
Mellinium Development Goals (MDGs) khususnya tujuan 5, International
Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994
bahkan pada tahun 2013 Menteri Kesehatan Meluncurkan Rencana
Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu RAN PPAKI
2013-2015.
Tidak satupun celah bagi pemerintah untuk mengelak dari tanggung
jawab ini, penurunan angka kematian ibu harus menjadi prioritas
pembangunan. Pemerintah mesti mengenali dan melakukan tindakan
nyata untuk menghapus berbagai faktor utama yang menyumbang
terjadinya kematian ibu, diantaranya adalah budaya patriarki,
menguatnya fundamentalisme berbasis suku atau keagamaan dan
privatisasi atau pengalihan tanggung jawab negara atas pelayanan
publik. Berdasarkan situasi ini, Gerakan Perempuan Mewujudkan
Indonesia Beragam mendesakkan 10 agenda politik perempuan kepada
pemerintah dan parlemen terpilih untuk memenuhi:
1.	 Hak kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan dan
kelompok marjinal secara adil dan berkualitas;
2.	 Hak atas pendidikan terutama pendidikan perempuan yang
berkualitas, berkeadilan gender dan menghargai keberagaman;
3.	 Penghentian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
4.	 Penghentian pemiskinan perempuan dan kelompok dan
menyediakan perlindungan sosial yang memadai;
5.	 Perlindungan perempuan dalam situasi konflik, bencana serta
menjamin pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam;
6.	 Hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan dengan
memberikan perlindungan terhadap Buruh Migrant, Pekerja
Rumah Tangga (PRT) migran dan dalam negeri, buruh perempuan
dan dektor informal lainnya;
7.	 Perlindungan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama ;
8.	 Hak politik perempuan yaitu hak beroganisasi, partisipasi dalam
pengambilan keputusan , dan hak kewarganegaraan;
x 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
9.	 Penghapusan produk hukum yang diskriminatif terhadap
perempuan dan kelompok minoritas;
10.	 Penghentian korupsi
Jakarta, 7 Maret 2014
Penanggung Jawab Gerakan Perempuan Indonesia Beragam
•	 Ruby Kholifah - AMAN Indonesia (dwiruby@amanindonesia.
org, HP: 081289448741)
•	 Dian Kartikasari - Koalisi Perempuan Indonesia (dian@
koalisiperempuan.or.id, HP: 0816759865)
•	 Misiyah - Institut KAPAL Perempuan (misi@kapalperempuan.
org, @misikapal, HP:08111492264)
•	 Anis Hidayah - Migrant CARE (anis@migrantcare.net, @
anishidayah, HP: 08157872287)
1
GERAKAN PEREMPUAN DAN 10 AGENDA POLITIK
GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
G
erakan Perempuan mewujudkan INDONESIA BERAGAM
meyakini bahwa 10 Agenda Politik Perempuan ini, merupakan
agenda paling mendesak untuk dilaksanakan pada 5 tahun
periode pemerintah yang akan datang, untuk mengatasi kemiskinan,
ketimpangan dan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat, terutama
perempuan, kelompok miskin dan marjinal.
Gerakan Perempuan mewujudkan INDONESIA BERAGAM, percaya
bahwa Pemilu 2014 adalah momen politik penting perubahan
kepemimpinan bangsa dan negara. Pemilu sekaligus momen penting
untuk memastikan, bahwa perubahan kepemimpinan negara dan
bangsa ini akan semakin mendekatkan pencapaian tujuan negara,
mencerdaskan kehidupan bangsa, mensejahterakan seluruh warga
negara dan mewujudkan keadilan sosial
Gerakan Perempuan Mewujudkan INDONESIA BERAGAM, mendesak
komitmen partai politik, calon anggota dewan perwakilan rakyat serta
calon Presiden dan wakil presiden, yang sedang dan akan berlaga pada
Pemilu 2014 untuk melaksanakan dan mengintegrasikan 10 Agenda
Politik Perempuan ini dalam pembangunan di semua tingkatan, serta
melibatkan setiap elemen masyarakat, termasuk kelompok perempuan
untuk berpartisipasi dalam setiap tahapan pembangunan.
Gerakan Perempuan Mewujudkan INDONESIA BERAGAM,
berkomitmen akan mengawal, memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan 10 Agenda Politik Perempuan, sampai terwujudnya
INDONESIA BERAGAM, yaitu Indonesia yang Berdaulat, Bersih,
Sejahtera, Adil Gender dan Majemuk.
2 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
AGENDA 1
Pemenuhan Hak Atas Kesehatan,
Kesehatan Reproduksi dan
Seksualitas1
Tingginya Angka Kematian Ibu Melahirkan
adalah darurat kemanusiaan di Indonesia yang
harus segera diakhiri
I.	 Latar Belakang
Kesehatan khususnya kesehatan reproduksi dan seksualitas
adalah hak dasar setiap rakyat Indonesia. Pemerintah berkewajiban
untuk memenuhi hak atas kesehatan rakyatnya sepanjang siklus
hidup manusia, sejak usia dini hingga tutup usia. Pemenuhan hak
atas kesehatan merupakan modal utama untuk menentukan kualitas
kepemimpinan dan keberlanjutan sebuah bangsa dan negara. Karena
rakyat yang sehat dan cerdas merupakan kekuatan utama untuk mengisi
kemerdekaan melalui pembangunan.
Sampai saat ini, hak atas kesehatan reproduksi dan hak seksualitas
belum dapat dipenuhi secara menyeluruh oleh pemerintah kepada
rakyat Indonesia. Hak atas kesehatan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah meliputi : 1) hak atas penyediaan sistem perlindungan
kesehatan yang memberikan kesetaraan kesempatan bagi setiap orang
untuk menikmati tingkat kesehatan tertinggi, 2) hak untuk pencegahan,
pengobatan dan pengendalian penyakit; 3) akses terhadap obat-obatan
esensial; 4) ibu, anak dan kesehatan reproduksi; 5) akses yang sama
dan tepat waktu untuk pelayanan kesehatan dasar; 6) penyediaan
1
	 Ditulis oleh : Titiana Adinda (Our Voice Indonesia) Lilis , Rena (Kalyanamitra)
3
pendidikan dan informasi kesehatan; 7) partisipasi penduduk dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan di tingkat
nasional dan masyarakat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa hak seksual
mencakup hak asasi manusia yang telah diakui oleh hukum nasional
dan internasional, serta dokumen dan perjanjian internasional2
. Hak
asasi ini termasuk hak semua orang untuk bebas dari pemaksaan,
diskriminasi dan kekerasan untuk: 1) menerima pelayanan kesehatan
yangberkualitasterkaitdenganseksualitas,termasukakseskepelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi, 2) mencari dan menyampaikan
informasi terkait dengan seksualitas, 3) mendapatkan informasi dan
pendidikan seksualitas, 4) menghormati integritas tubuh, 5) memilih
pasangan, 6) memutuskan untuk aktif seksual atau tidak, 7) melakukan
hubungan seksual tanpa paksaan 8) memutuskan menikah tanpa
paksaan, 9) memutuskan untuk memiliki atau tidak memiliki dan kapan
mempunyai anak, 10) memiliki kehidupan seksual yang memuaskan,
menyenangkan dan aman.
Organisasi Kesehatan Dunia juga menekankan bahwa pemenuhan
hak asasi manusia seseorang harus memperhatikan dan menghormati
hak asasi orang lain. Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan menyebutkan bahwa hak reproduksi adalah hak asasi
ini berlandaskan atas pengakuan hak-hak dasar bagi pasangan dan
individu untuk: 1) memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab
terkait jumlah, jarak dan waktu memilki anak, 2)memiliki akses ke
informasi dan pelayanan terkait, dan juga hak untuk mencapai standar
kesehatan seksual dan reproduksi optimalnya, 3) hak untuk membuat
keputusan terkait reproduksi tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan,
seperti yang disebutkan di Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan3
Persoalan kesehatan bukan persoalan medis semata melainkan
terkait erat dengan penyediaan infrastuktur dan aspek politik, sosial
2
	 http://www.who.int/reproductivehealth/topics/sexual_health/sh_definitions/en/
3
	 (International Conference on Population Development, Kairo, 5-13 September 1995,
paragraph 7.3).
4 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
dan budaya. Kegagalan mengatasi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Kematian Bayi baru lahir, bayi dan balita serta pengendalian
penyakit menular terkait erat dengan persoalan gagalnya pemerintah
dalam mewujudkan kedaulatan, keamanan dan keterjangkauan pangan
dan air bersih, menyediakan infrastruktur khususnya jalan di pedesaan,
penghapusan ketimpangan gender dan penghapusan pratek-praktek
tradisi yang meminggirkan perempuan dan anak.
II.	 Data dan Fakta : Minimnya Pemenuhan Hak Atas Kesehatan
Sampai saat ini sebagian besar warga negara Indonesia belum dapat
menikmati hak atas kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya
AKI, meningkatnya jumlah penderita HIV dan AIDs dan menguatnya
tradisi yang merugikan kesehatan anak perempuan seperti perkawinan
dibawah umur dan sunat perempuan. Data dan fakta dibawah ini akan
memberikan gambaran bagaimana kegagalan negara memenuhi hak
atas kesehatan bagi warga negaranya terutama perempuan.
1.	 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjuk-
kan bahwa, sepanjang periode 2007-2012 kasus kematian ibu
melonjak cukup tajam. Diketahui, pada 2012 AKI mencapai 359
per 100 ribu per kelahiran hidup atau meningkat sekitar 57 persen
bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, yang hanya sebesar
228 per 100 ribu per kelahiran hidup.
2.	 Laporan Menteri Kesehatan tentang Perkembangan HIV dan AIDS
Triwulan 2 (Januari- Juni ) tahun 2013 menunjukkan bahwa:
a)	 Upaya pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS dan penyakit
menular lainnya belum efektif, hal ini diindikasikan oleh adanya
korban baru penderita HIV mencapai 10.210 orang, angka ini
menggenapi total penderita HIV mencapai 108.600 orang.
Disamping itu terjadi peningkatan kasus baru AIDS sebanyak 780
orang sehingga jumlah penderita AIDS mencapai 43.667 orang.
b)	 Rendahnya akses bagi penyandang HIV dan Aids untuk
memperoleh layanan kesehatan, ditunjukkan dengan jangkauan
pemberian layanan obat-obatan hanya35% penderita HIV dan
AIDS.
5
c)	 Pergeseran pola perkembangan dan penularan HIV dan AIDS
yangmenunjukkanrisikotertinggipadahubunganheteroseksual
59,9. Data ini menunjukkan bahwa perempuan, terutama ibu
rumah tangga lebih rentan tertular HIV /AIDS dari pasangannya.
d)	 Kondisi kesehatan Bayi baru lahir, bayi dan Balita masih
sangat memprihatinkan. Angka Kematian Bayi Baru Lahir,
Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita masih sangat
tinggi. Laporan Pencapaian MDG tahun 2010 menunjukkan
Angka Nasional dari Angka Kematian Bayi Baru lahir sebesar
19/1000, Angka Kematian Bayi sebesar 34/1000 dan Angka
Kematian Balita sebesar 44/1000, namun di beberapa provinsi
menunjukkan dua kali lipat dari angka nasional.
3.	 Rendahnya jumlah dan kualitas tenaga kesehatan, terutama bidan
dan dokter ahli spesialis kebidanan dan kandungan.
4.	 Tidak terpenuhinya kebutuhan obat-obatan dan alat kesehatan di
pusat-pusatlayanankesehatan,sebagaiakibatdariketergantungan
terhadap obat dan alat kesehatan import.
5.	 Rendahnya daya jangkau masyarakat miskin terhadap layanan
kesehatan, karena buruknya infrastruktur dan tidak tersedianya
sarana transportasi yang memadai di pedesaan dan daerah
terpencil.
6.	 Rendahnya alokasi anggaran kesehatan dalam anggaran negara
(baik di tingkat pusat maupun daerah) . Hingga kini alokasi
anggaran untuk layanan kesehatan, belum mencapai 3%. Standar
internasional menyatakan, pemerintah berkewajiban meng-
alokasikan anggaran kesehatan sekurang-kurangnya 5% dari
anggaran negara.
7.	 Masih banyaknya praktek-praktek tradisi yang merugikan
kesehatan anak dan perempuan seperti sunat (khitan) perempuan
dan perkawinan usia anak-anak.
8.	 Pemerintahtidakmelakukanupayamaksimaluntukmenghapuskan
praktek-praktek tradisioal yang merugikan kesehatan perempuan
dan anak. Sebaliknya justru melegalkan praktek diskriminatif
melalui hukum dan peraturan perundangan, seperti Praktek sunat
6 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
perempuan dilegitimasi oleh Peraturan Menteri Kesehatan No.
13636/MENKES/ PER/ XI/ 2010 tentang Sunat Perempuan4
dan
perkawinan anak-anak dilegitimiasi melalui UU No 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan.
9.	 Kelompok rentan terutama penyandang disabilitas, lanjut usia
dan korban kekerasan mengalami berbagai rintangan untuk
mendapatkan hak atas kesehatannya terutama disebabkan oleh
mahalnya harga obat, mahalnya alat bantu kesehatan, rendahnya
akses atau daya jangkau di pusat layanan kesehatan serta perilaku
diskriminatif dari keluarga, masyarakat maupun petugas layanan
kesehatan.
III.	Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional
Hak atas kesehatan mutlak harus dipenuhi oleh pemerintah karena
telah diakui, dijamin dan diatur dalam berbagai peraturan perundangan
di tingkat nasional, instrumen hukum internasional dan kesepatan
internasional, yaitu :
1.	 UUD 1945, khususnya pasal 28 H ayat (1), Pasal 28 B, dan Pasal 34
ayat (3)
2.	 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), khususnya Pasal 2,
Pasal 12, yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No.7
tahun 1984
3.	 Konvensi-konvensi Internasional yang telah diratifikasi oleh
Indonesia seperti Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan
atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan Martabat Manusia ( UU No. 5 tahun 1998, Konvensi
Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (UU No 12 Tahun 2005) ,
4.	 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5.	 UU No. 23 tahun 2009 tentang Kesehatan – Bagian Keenam
4
	 Meskipun surat tersebut sudah dicabut namun dalam masyarakat masih menganggap sunat
ini sebagai kewajiban, bahkan praktek ini diperkuat oleh Fatwa MUI tahun 2010 tentang
“Dilarang Melarang Sunat Perempuan”
7
tentang Kesehatan Reproduksi.
6.	 Kesepakatan Internasional, Mengurangi Setengah Penduduk
Termiskin di dunia yaitu: Tujuan Pembangunan Millennium
(Millenium Development Goals  -MDG), khususnya Goal 4:
menurunkan angka kematian anak, Goal 5 : Meningkatkan
kesehatan Ibu dan Goal 6 : Pemberantasan HIV/AIDS, Malaria dan
penyakit menular lainnya.
IV.	Agenda : Penuhi Hak Atas Kesehatan, Kesehatan Reproduksi
Dan Seksualitas
Data dan fakta diatas menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas
kesehatan hingga kini masih belum dapat dinikmati oleh seluruh
perempuan, anak-anak dan kelompok marjinal lainnya. Peraturan
perundangannasional,instrumenhukumdankesepakataninternasional,
menegaskan kewajiban negara, terutama pemerintah untuk memenuhi
hak atas kesehatan, kesehatan reproduksi dan seksualitas.
Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan
agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan
agenda untuk:
1.	 Menciptakan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan
layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan, dan tenaga
kesehatan khususnya bagi penduduk di pedesaan dan daerah
terpencil sesuai dengan situasi dan kebutuhan mereka.
2.	 Menyediakan sistem perlindungan sosial bidang kesehatan yang
inklusif, sensitif dan responsif gender serta menyediakan jaminan
persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan
persalinan.
3.	 Menyediakan pelayanan dan fasilitas layak dan lengkap bagi
perempuan yang melakukan konsultasi, pemeriksaan dan
penanganan terkait kesahatan reproduksi perempuan.
4.	 Mengalokasikan anggaran negara sekurang-kurangnya 5% dari
8 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
anggaran negara untuk kesehatan, terutama untuk kesehatan
reproduksi, penurunan AKI, angka kematian Bayi dan Balita,
pengendalian HIV dan AIDS, penyakit menular dan penyakit
kronis.
5.	 Penyediaan infrastruktur dan transportasi pedesaan dan daerah
terpencil untuk memperbaiki keterjangkauan terhadap layanan
kesehatan.
6.	 Membangun dan mengembangkan produksi obat dan alat
kesehatan nasional untuk menghentikan ketergantungan terhadap
alat kesehatan dan obat import.
7.	 Menghapuskan dan merevisi semua peraturan perundangan yang
mendukung praktek-praktek, tradisi, kebiasaan yang diskriminatif
dan merugikan perempuan dan anak perempuan, seperti sunat
perempuan, merevisi UU kesehatan terkait dengan pemberian
pelayanan khusus terhadap kesehatan reproduksi tanpa
diskriminasi, terutama diskriminasi berbasis kelas sosial, orientasi
seksual, status perkawinan dan norma-norma konservatif lainnya,
serta merevisi UU Perkawinan khususnya terkait usia perkawinan.
8.	 Memenuhi kebutuhan khusus layanan kesehatan bagi kelompok
rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, korban kekerasan,
dan masyarakat di wilayah bencana, terpencil, pengungsian dan
konflik.
9
AGENDA 2
Pemenuhan Hak Pendidikan yang
Berkualitas, Berkeadilan Gender dan
Inklusif 5
Perempuan Indonesia, terutama di pedesaan
sebagian besar buta huruf, putus sekolah,
mengalami diskriminasi, dan tidak dapat
menjangkau pendidikan berkualitas yang mahal
I.	 Latar Belakang
Pendidikan adalah hak dasar rakyat sehingga negara wajib
menyediakan pendidikan sebaik-baiknya agar proses pencerdasan dan
pemberdayaan setiap orang dapat berjalan dengan baik, yang pada
gilirannya akan menciptakan kesejahteraan, keadilan dan perdamaian
dalam masyarakat. Oleh karenanya pendidikan menjadi indikator
penting dalam Index Pembangunan Manusia (Human Development
Index) yang setiap tahun diukur oleh UNDP. Pada tahun 2013, HDI
Indonesia masih rendah dan berada di urutan 121.
Negara Indonesia mempunyai kerangka legalitas yang kuat untuk
komitmennya terhadap pendidikan, dari UUD 1945 sampai konvenan-
konvenan internasional yang diratifikasinya. Salah satu yang dijanjikan
dalam berbagai dokumen tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan
dasar 9 tahun berkualitas, bebas biaya dan tidak ada diskriminasi
terhadap- terutama- perempuan dan kelompok marjinal.
5
	 Tulisan ini merupakan ringkasan paper “Persoalan Pendidikan Masa Pemerintahan SBY” oleh
Tim Institut KAPAL Perempuan
10 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Namun sampai hari ini rakyat masih belum dapat menikmati
pendidikan dasar yang berkualitas, benar-benar bebas biaya dan tidak
diskriminatif seperti yang dijanjikan tersebut. Pendidikan berkualitas
masih menjadi “barang mewah”, banyak anak perempuan putus
sekolah, anak-anak perempuan dan kelompok agama tertentu masih
mengalami diskriminasi. Hal ini merupakan wujud kesenjangan antara
komitmen negara dalam berbagai kebijakan yang dihasilkan dengan
pelaksanaan pemenuhan Hak Atas Pendidikan.
II.	 Data dan Fakta : Minimnya Pemenuhan Hak Pendidikan di
Indonesia
Bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan miskin, perempuan
dan kelompok-kelompok marjinal masih jauh untuk dapat menjangkau
pendidikan yang bebas biaya, berkualitas yang membawa nilai-nilai
keadilan gender dan menghargai keberagaman. Problem ini dengan
jelas ditunjukkan oleh realita:
1.	 Data pemerintah masih menunjukkan bahwa realisasi wajib
belajar 9 tahun masih jauh dari yang dikomitmenkan karena
pendidikan dasar yang berkualitas dan bebas biaya belum benar-
benar tercipta6
.
2.	 Pemerintahtidakkonsistendalamhalpenyelenggaraanpendidikan
dasar yang berkualitas dan bebas biaya, ini karena UU No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal
9, justru mengatur bahwa masyarakat harus turut terlibat dalam
pembiayaan pendidikan seperti dalam mewajibkan masyarakat
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan.
3.	 Maraknya berita anak-anak yang mencoba bunuh diri karena
6
	 Hasil penelitian Education Network for Justice di enam desa di Pasuruan, Bogor, dan
Sumatera Utara menunjukkan setiap keluarga mengeluarkan sekitar 25% dari pendapatan
keluarganya untuk biaya pendidikan baik secara langsung mau pun tidak langsung.
Dari berita-berita media juga terungkap bahwa setiap awal tahun pelajaran orang tua
selalu mengeluh tentang biaya masuk sekolah baik untuk tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan
Universitas.
11
masalah biaya-biaya sekolah merupakan bukti yang nyata.7
Akibat
dari ketentuan Pasal 9 UU No 20 tahun 2003 yang membebani
masyarakat.
4.	 Alokasi Budget Negara untuk pendidikan minimal 20% diluar gaji
guru belum terjadi. Hal ini terindikasi dari APBN dan sebagian
besar APBD. Beberapa APBD menunjukkan sudah mencapai 20%
tapi sebagian besar alokasinya digunakan untuk biaya rutin seperti
gaji dan gedung.
5.	 Kesetaraan gender dalam pendidikan belum ditangani secara
menyeluruh. Kebijakan-kebijakan yang menyebabkan anak
perempuan putus sekolah tidak pernah direview oleh pemerintah.
Misalnya, UU perkawinan yang memperbolehkan anak perempuan
berusia 16 tahun untuk menikah telah menjadi legitimasi bagi
pernikahan dini. Di beberapa daerah, praktek pernikahan anak
dibawah 15 tahun masih banyak terjadi dan ini menjadi penyebab
utama kesenjangan gender dalam pendidikan. Akibat lebih
jauhnya, perempuan menjadi buta huruf dan miskin.
6.	 Meningkatnya jumlah kebijakan pemerintah maupun kebijakan
sekolah yang mendiskriminasi anak perempuan dan anak-anak
dari kelompok keagamaan yang disesatkan.8
Pembiaran terhadap
maraknya kebijakan diskriminatif menunjukkan bahwa negara
melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak atas pendidikan.
7.	 Langkanya kesempatan memperoleh pendidikan bagi disabel
perempuan juga menyebabkan kemiskinan bagi populasi ini.
Kesempatan pendidikan yang tersedia lebih diprioritaskan kepada
laki-laki dibandingkan perempuan. Para disabel perempuan
biasanya hanya mendapatkan pendidikan informal yang sifatnya
7
	 Peristiwa bunuh diri yang dilansir media pada tahun 2012 dan sampai saat ini masih banyak
meskipun sudah dikeluarkan kebijakan pendidikan gratis 9 tahun . Sebagian besar siswa
yang bunuh diri karena tidak bisa melanjutkan sekolah, iuran wisata yang sangat tinggi dari
sekolah sehingga siswa miskin tidak bisa memenuhi, dan tidak bisa membayar biaya ujian
sebesar Rp. 130 ribu.
8
	 Anak perempuan tidak boleh sekolah jika hamil atau menikah, adanya kebijakan tes
keperawanan, siswa perempuan korban perkosaan dikeluarkan dari sekolah dan anak-anak
dari aliran Syiah dan Ahmadiyah tidak bisa bersekolah di sekolah umum.
12 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
pelatihan vokasional atau pelatihan ketrampilan dasar misalnya
menjahit, menyulam, membuat kerajinan, dsb. Artinya jenis
ketrampilan yang selama ini dikembangkan masih sangat terbatas
pada belajar ketrampilan saja, tetapi tidak berfokus pada
pengembangan pasar. Terlihat bahwa belum ada pemberdayaan
kepada difabel perempuan untuk lebih mengandalkan segi
intelektualitas dan sesuai dengan tuntutan zaman9
8.	 Pemerintah mengklaim angka buta huruf sudah menurun. Tetapi
klaim keberhasilan pemerintah tersebut tidak menggambarkan
konteks keaksaraan secara luas dan menyeluruh. Karena
pemerintah hanya memfokuskan perhatiannya pada mereka yang
berusia antara 15-40 tahun saja.
9.	 Tidak ada kebijakan yang komprehensif dan strategi pendanaan
yang memadai untuk Pendidikan non formal dan informal. Padahal
dalam konteks krisis ekonomi seperti sekarang, pendidikan non
formal dan informal dapat menjadi bagian dari strategi utama
menghadapi kemiskinan.
10.	 Mutu pendidikan masih menjadi pertanyaan besar, karena
peningkatan kapasitas guru belum menjadi perhatian.
11.	 Kekerasan terutama kekerasan seksual di sekolah terhadap siswa
masih tinggi.
III.	Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional
Amanat Pembukaan UUD 45 dijabarkan ke dalam Pasal 31 UUD 1945
yang menggariskan bahwa pendidikan merupakan hak dari tiap-tiap
warga negara. Pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang diatur melalui undang-undang
yaitu: UU Sisdiknas No.20/2003, dan undang-undang yang lainnya,
seperti UU tentang HAM, UU tentang perlindungan anak, UU tentang
ratifikasi CEDAW.
9
	 Risnawati Utami, SH, MS/International Health Policy and Management, Relasi antara
Gender, Disabilitas dan Kemiskinan, Februari 2014
13
1.	 Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 28 c, ayat 1 dan
Pasal 31, ayat 1-5.
2.	 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
khususnya Pasal 4, ayat 1-6, pasal 5; Pasal 11, ayat 1 dan 2; Pasal
40, ayat 1; Pasal 48, ayat 1; Pasal 49, ayat 1.
3.	 Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
pasal 2, 3, pasal 7 ayat 2, pasal 20, 54 dan 59 yang menegaskan
pelarangan diskriminasi dan perlindungan oleh negara termasuk
perlindungan dari kekerasan seksual.
4.	 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan, pasal 10 menyatakan bahwa negara wajib
menjamin tidak ada diskriminasi terhadap perempuan.
5.	 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, pasal 26 yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh pendidikan.
6.	 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, pasal 11 dan pasal 48, pasal 50-54
yang menegaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan
pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak
dan kewajiban pemerintah memberikan afirmasi kepada
kelompok-kelompok marjinal.
7.	 Pasal 13 Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya, yang telah diratifikasi melalui UU No 11 tahun 2005
8.	 Education for All (pendidikan untuk semua)
9.	 Dalam Kerangka Aksi Dasar Pendidikan untuk Semua, terdapat
enam tujuan pendidikan yang akan dicapai pada tahun 2015,
salah satunya adalah memastikan di tahun 2015 semua anak,
khususnya perempuan, anak yang berada dalam keadaan sulit
dan mereka yang berasal dari etnis minoritas memiliki akses dan
menyelesaikan WAJAR yang bebas biaya dan bermutu baik.
10.	 Millenium Development Goals (MDGs): Dua dari enam tujuan di
atas kemudian diadopsi dalam MDG, khususnya goal 2 dan 3 salah
satu target di tahun 2015, anak-anak dimana saja, anak perempuan
dan laki-laki sama saja kelak mampu menyelesaikan pendidikan/
14 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
menamatkan sekolahnya serta menghapus disparitas gender
pada pendidikan dasar dan menengah, pada tahun 2005 dan pada
semua tingkat pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.
11.	 CONFINTEA VI: Pendidikan orang dewasa, pada konferensi
CONFINTEA VI dihasilkan tentang Kerangka Kerja Aksi Belém
untuk mempercepat realisasi pemenuhan hak pendidikan orang
dewasa. Kerangka aksi ini menjelaskan bahwa untuk memenuhi
hak atas pendidikan bagi orang dewasa dan kaum muda,
diperlukan beberapa aspek yang mendukung, yaitu: kebijakan;
pemerintahan; pembiayaan; partisipasi, inklusi, kesetaraan;
kualitas; dan monitoring serta evaluasi.
IV.	Agenda : Penuhi Hak Pendidikan Yang Berkualitas,
Berkeadilan Gender dan Inklusif
Data dan fakta membuktikan bahwa hak atas pendidikan bagi
semua warga negara, belum terpenuhi. Peraturan perundangan
nasional, intrumen hukum dan kesepakatan internasional sangat kuat
memberikan mandat kepada negara, terutama pemerintah untuk
memenuhi tanggung jawabnya terhadap hak atas pendidikan dan
menyelenggarakan pendidikan dasar gratis, berkualitas, berkeadilan
gender dan menghargai keberagaman.
Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan
agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan
Agenda untuk:
1.	 Menyelenggarakan pendidikan 9 tahun yang berkualitas dan
tanpa biaya di seluruh Indonesia sehingga program wajib belajar
9 tahun dapat terpenuhi;
2.	 Mengalokasikan dana untuk pendidikan 20% diluar gaji guru baik
untuk APBN maupun APBD;
3.	 Menerapkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender serta
penghargaan terhadap keberagaman dalam pendidikan;
15
4.	 Menurunkan angka buta huruf terutama buta huruf perempuan
yang merupakan dua pertiga dari angka buta huruf di Indonesia;
5.	 Menyelenggarakan pendidikan non formal dan informal bagi
pemuda dan kelompok-kelompok perempuan, miskin dan
marginal;
6.	 Meningkatkan kualitas pendidikan dengan mencabut kebijakan-
kebijakan dan menghapus praktek-praktek yang mengarah pada
privatisasi pendidikan dan diskriminatif.
7.	 Membuat kebijakan dan langkah-langkah affirmasi dalam rangka
mempermudah akses perempuan disabel di berbagai bidang
kehidupan, termasuk di bidang pendidikan serta meningkatkan
kapasitas disabel perempuan melalui pendidikan baik formal
maupun non formal10
8.	 Memperbaiki kualitas sistem pendidikan nasional melalui revisi
UU Pendidikan agar memiliki perspektif keadilan gender, pluralis
dan menghapus pasal-pasal yang sifatnya memprivatisasi
pendidikan.
10
	 Rekomendasi Khusus Kelompok Disabel, Risnawati Utami, SH, MS/International Health
Policy and Management, Relasi antara Gender, Disabilitas dan Kemiskinan, Februari 2014
16 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
AGENDA 3
Penghentian Kekerasan Terhadap
Perempuan
Indonesia dalam situasi darurat kekerasan
seksual terhadap perempuan dan anak
I.	 Latar Belakang
Setiap orang berhak untuk bebas dari kekerasan dan ancaman
kekerasan dalam bentuk apa pun. Negara berkewajiban menghentikan
segala bentuk kekerasan untuk melindungi setiap orang, terutama
perempuan dan anak. Kewajiban negara melindungi setiap orang
dari ancaman kekerasan dan tindak kekerasan tidak terbatas pada
penghentian pada saat terjadinya kekerasan. Negara juga wajib
menghapuskan faktor-faktor penyebab dan pelanggeng terjadinya
kekerasan, mencegah potensi timbulnya kekerasan, menghentikan
kekerasan yang tengah berlangsung, memberikan bantuan kepada
korban dan melaksanakan penegakkan hukum dan menghukum pelaku
kekerasan.
Sejumlah peraturan perundangan telah diciptakan untuk
menghentikan kekerasan. Namun hingga kini kekerasan masih terus
terjadi. Hasil Pemetaan kekerasan yang dilakukan oleh Komunitas untuk
Indonesia yang Adil dan Setara (KIAS) menunjukkan bahwa kekerasan
bukanlah persoalan hukum semata. Sikap dan cara pandang seseorang
atau kelompok terhadap orang lain, tafsir agama, adat, budaya, dan
kebijakan-kebijakan yang diskriminatif berpotensi mendorong dan
melestarikan praktek-praktek kekerasan terhadap perempuan.
17
II.	 Data dan Fakta : Kekerasan Terhadap Perempuan Terus
Berlanjut
Berlanjutnya berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan
yang disebabkan oleh faktor-faktor sikap dan cara pandang seseorang
atau kelompok terhadap orang lain, tafsir agama, adat , budaya, dan
kebijakan-kebijakan yang diskriminatif , dibuktikan oleh fakta dan data :
1.	 Laporan perkembangan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
yang diterbitkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan,
Kepolisian Republik Indonesia serta Laporan KOMNAS Perempuan
yang dikumpulkan dari berbagai organisasi perempuan,
menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan, terus mengalami
peningkatan.
2.	 Tingginya kasus kekerasan seksual semakin mengkhawatirkan.
Data KOMNAS Perempuan menyebutkan pada tahun 2013
terdapat 2.521 kasus kekerasan seksual. Artinya, setiap hari ada
35 perempuan dan anak menjadi korban kekerasan seksual di
Indonesia. Dari jumlah tersebut, perkosaan, merupakan kasus
terbanyak (840 kasus) dan pencabulan (780 kasus). Kejahatan
kekerasan seksual mengakibatkan korban mengalami tekanan
psikologis, trauma, cacat, infeksi rahim, kemarahan, kehilangan
harga diri dan kepercayaan diri, bahkan bunuh diri.
3.	 Dalam Kitab hukum pidana (KUHP), kasus kekerasan seksual
dikategorikan sebagai tindak kejahatan terhadap kesusilaan.
Kejahatan kekerasan seksual tidak dikatagorikan dalam tindak
kejahatan terhadap manusia. Pengkategorian kekerasan seksual
ke dalam tindak kejahatan kesusilaan ini merupakan bentuk
diskriminasi melaluisubstansi hukum.
4.	 Kekerasan seksual juga terjadi pada anak-anak perempuan yang
menjadi korban kawin paksa di usia anak. Kekerasan seksual jenis
ini menjadi “kejahatan tersembunyi” karena adanya budaya yang
membenarkan praktek perkawinan anak dan tidak pernah
diperhitungkan di dalam data kekerasan seksual yang diterbitkan
oleh berbagai pihak. Padahal perkawinan paksa di usia anak,
merupakan kategori perkosaan terhadap anak-anak perempuan.
18 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
5.	 Berdasarkan data (World Fertility Policies, United Nations) 2011
ada sekitar 16 juta orang yang menikah pada usia dini. Indonesia
menempati peringkat ke 37 dari 73 negara pada kasus kawin
pertama usia muda, dan menempati peringkat tertinggi kedua di
ASEANsetelahKamboja.HasilrisetBKKBNtahun2010menunjukan
bahwa prevalensi umur perkawinan pertama berusia antara 15-
19 tahun sebanyak 41,9 persen dari total jumlah perkawinan di
Indonesia. Di daerah perkotaan sebanyak 21,75% anak-anak
dibawah usia 16 tahun sudah dikawinkan. Di pedesaan, angkanya
jauh lebih besar yaitu 47,79 %. 11
6.	 Kekerasan Seksual juga dialami oleh perempuan penyandang
disabilitas. Laporan yang dihimpun Koalisi Perempuan Indonesia
wilayah Sumatra Barat menunjukkan, telah terjadi modus baru
kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas,
melalui bujuk rayu dan ikatan pacaran dan berhubungan seksual
yang direkam tanpa sepengetahuan korban, dan film hasil
rekaman digunakan untuk memeras korban dan bahkan diunggah
ke internet.12
7.	 Pemetaan kekerasan terhadap perempuan yang dihasilkan KIAS
menunjukkan13
, bahwa sejumlah kekerasan terhadap perempuan
tersebut bersifat struktural, yaitu karena adanya hukum dan
kebijakan yang diskriminatif, tindakan otoritas desa, pimpinan
adat dan politisi mencegah proses hukum dan mendorong
penyelesaian secara adat atau secara “damai”, tindakan aparat
Kepolisian yang lamban dalam penanganan kasus, tidak sensitif
pada situasi korban dan menghentikan pemeriksaan karena tidak
cukupnya alat bukti, tindakan jaksa yang cenderung menyalahkan
korban dan mengajukan tuntutan hukuman ringan, sikap hakim
yang menyudutkan korban, vonis pidana yang ringan terhadap
pelaku, dan kurang aktif melakukan terobosan hukum .
8.	 Kekerasan terhadap perempuan bersifat kultural. Terjadinya
11
	 Rena Herdiyani, Kalyanamitra, Perkawinan Anak, Februari 2014
12
	 Laporan Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Sumatra Barat , 2013
13
	 KIAS, Laporan Pemetaan Kekerasan terhadap Perempuan, Febrari 2014
19
kekerasan akibat adanya tafsir agama yang digunakan sebagai
pembenaran tindak kekerasan, praktek-praktek kebiasaan, tradisi
dan adat yang berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap
perempuan dan adanya organisasi-organisasi pendukung tindak
kekerasan. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran serta cara
pandang patriarkhi masyarakat juga merupakan faktor kultural
utama. Masyarakat cenderung membenarkan tindakan pelaku
dan menyalahkan hingga menghakimi korban dengan berbagai
tindakan kekerasan psikis seperti mencemooh hingga mengucilkan
korban, merupakan faktor budaya yang paling sulit untuk diubah.
9.	 Perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, masih
marak di Indonesia. Meski tidak ada data baku sebagai rujukan,
namun hampir semua sumber menyatakan adanya peningkatan
jumlah dan modus operandinya. Perempuan dan anak perempuan
miskin merupakan kelompok paling rentan menjadi korban
kejahatan perdagangan orang. Modus perdagangan perempuan
dan anak terbanyak adalah melalui jalur ketenagakerjaan,
pariwisata dan hiburan serta industri seks. Himpitan kemiskinan
dan rendahnya pengetahuan perempuan dan anak dari keluarga
miskin tentang bahaya dan berbagai bentuk modus perdagangan
orang merupakan sebab utama dari kerentanan mereka menjadi
korban.
10.	 Rendahnya akses terhadap keadilan bagi perempuan, merupakan
faktor penyebab berlanjutnya kekerasan terhadap perempuan.
Unit-unit pelayanan publik penanganan kasus kekerasan pada
kantor kepolisian masih sangat terbatas. Jumlah Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (UPPA) dan Ruang Pelayanan Khusus (RPK)
pada kantor kepolisian di tahun 2012 telah mencapai 535 unit di
seluruh provinsi dan Kabupaten/kota di seluruh Indonesia14
.
Namun ketersediaan UPPA dan RPK ini dirasa masih sulit dijangkau
oleh perempuan korban kekerasan, terutama perempuan miskin
di pedesaan. Karena unit layanan disediakan di kantor kepolisian
14
	 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar,
sambutan di Hari Ulang Tahun Polisi Wanita di Ciputat, Senin (10/9/2012), Sinar Harapan.
20 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
di tingkat Kepolisian Daerah (Polda), bukan di Kepolisian Sektor
(Polsek), yang lebih mudah dijangkau korban. Sumber daya
manusia di kepolisian kurang memadai. Sejumlah RPK dan UUPA
terpaksa diisi oleh polisi laki-laki, karena polisi wanita (Polwan)
sangat terbatas. Jumlah total anggota polisi di Indonesia pada
tahun 2012 mencapai 387.470 orang sedangkan jumlah polwan
hanya 3,26 % atau 13.925 perempuan.15
11.	 Akses terhadap keadilan bagi perempuan bagi perempuan miskin,
dalam bentuk dukungan pendampingan dan bntuan hukum juga
masih sangat terbatas. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A), masih sangat terbatas jumlahnya.
Hingga tahun 2012, P2TP2A telah terbentuk di 33 Provinsi dan
242 Kabupaten dan Kota,16
artinya 298 Kabupaten/kota belum
memiliki P2TP2A. Sejumlah organisasi dan Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) menyediakan pendampingan hukum dan
mengembangkan sistem bantuan hukum struktural melalui
pembentukan tim paralegal, namun jumlahnya masih terlalu
sedikit.
12.	 Alokasi anggaran negara bagi kementerian dan lembaga negara
untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan masih sangat
terbatas. Disamping rendahnya alokasi anggaran negara yang
diperoleh, lembaga dan kementerian tersebut memiliki masalah
dalam implementasi , sehingga daya serap anggaran negara yang
dikelolanya sangat rendah.
III.	Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional
Landasanhukumditingkatnasionaldandaerahdaninstrumenhukum
internasional untuk mendorong negara memenuhi kewajibannya dalam
penghentian berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuansangat
15
	 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar,
sambutan di Hari Ulang Tahun Polisi Wanita di Ciputat, Senin (10/9/2012, merujuk data
POLRI
16
	 Sambutan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak dalam Rakornas
P2TP2A, Jakarta 28 Juni 2013),
21
kuatantara lain yaitu :
1.	 UUD 1945 terutama pada seluruh pasal dalam Bab tentang Hak
Asasi Manusia
2.	 UU No 24 tahun 2004 Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
3.	 UU No 13 Tahun 2006 Perlindungan Saksi dan Korban
4.	 UU No 21 Tahun 2007 Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang
5.	 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
perempuan (CEDAW), khususnya Pasal 6.
6.	 Konvensi PBB tentang Tindak Pidana Transnasional yang
terorganisir, diratifikasi melalui UU no 05 Tahun 2009
7.	 Protokol untuk mencegah, menindak dan menghukum
perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak-anak,
melengkapi Konvensi PBB tentang Tindak Pidana Transnasional
yang terorganisir, diratifikasi melalui UU No 14 Tahun 2009
8.	 Protokol Menetang Penyelundupan migrant melalui Darat, Laut
dan Udara, melengkapi konvensi PBB tentang Tindak Pidana
Transnasional yang terorganisir, diratifikasi melalui UU No 15
Tahun 2009
IV.	Agenda : Menghentikan Kekerasan Terhadap Perempuan
Data dan fakta menunjukkan bahwa Penghentian kekerasan
terhadap perempuan belum maksimal dilakukan oleh pemerintah.
Peraturan perundangan nasional dan instrumen hukum menegaskan
kewajiban negara, terutama pemerintah untuk menghentikan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan
Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan
agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan
Agenda untuk:
1.	 Mengefektifkan pelaksanaan semua undang-undang untuk
22 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
penghentian kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan
memalui peningkatan upaya-upaya pencegahan, meningkatan
kapasitas kelembagaan, peningkatan alokasi anggaran serta
mengembangkan dan menerapkan kerangka pemantauan dan
evaluasi yang efektif.
2.	 Segera mengesahkan Rancangan Uundang-Undang Kekerasan
Seksual
3.	 Memperluas ruang gerak masyarakat untuk membangun gerakan
sosial menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan
melibatkan masyarakat, kgususnya perempuan dalam
perencanaan dan aksi pemerintah sebagai bentuk partisipasi
masyarakat.
4.	 Menghapuskan semua peraturan perundangan, terutama
Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang diskriminatif
terhadap perempuan. Serta melakukan langkah-langkah legislasi
dan tindakan lain yang diperlukan untuk menghapus praktek
budaya yang mendiskriminasi perempuan dan anak dan
berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap perempuan.
5.	 Meningkatkan akses terhadap keadilan bagi perempuan dan anak
terutama bagi yang miskin melalui peningkatan jumlah, kualitas
dan keterjangkauan terhadap unit-unit pelayanan publik bagi
korban kekerasan.
6.	 Membangun sistem perlindungan perempuan, sebagai upaya
pencegahan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di
segala aspek dan ranah
23
AGENDA 4
Penghentian Pemiskinan Perempuan
dan Kelompok Marginal
Kemiskinan di Indonesia berwajah perempuan:
dana penanggulangan kemiskinan meningkat
drastis, kemiskinan perempuan tidak menurun
secara signifikan
I.	 Latar Belakang
BebasdarikemiskinanadalahhakdasarsemuarakyatIndonesiatanpa
diskriminasi karena adanya perbedaan golongan, agama, suku, kelas,
jenis kelamin, kemampuan fisik dan orientasi seksual. Pemenuhan hak
untuk keluar dari kemiskinan terutama bagi perempuan dan kelompok-
kelompok marjinal lainnya merupakan terjemahan dari hak untuk hidup
layak dan bermartabat yang sudah dijamin oleh konstitusi nasional dan
instrumen hukum internasional yang sudah ditandatangani Indonesia.
Namun demikian kemiskinan masih menjadi masalah utama bagi
Indonesia terutama proses pemiskinan yang terjadi pada perempuan
(feminisasi kemiskinan) sebagai dampak dari kuatnya budaya patriarki.
Beberapa faktor utama yang melanggengkan kemiskinan di Indonesia
adalah budaya patriarki yaitu budaya yang mengagungkan laki-laki dan
menempatkan perempuan sebagai obyek, kebijakan yang mengarah
pada privatisasi pelayanan publik, rendahnya transaparansi yang
diindikasikan dengan maraknya kasus-kasus korupsi, dan menguatnya
proses segmentasi dalam masyarakat terutama berbasis pada golongan,
agama dan kepentingan ekonomi politik.
24 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Sampai saat ini, feminisasi kemiskinan masih tetap menjadi
masalah krusial di Indonesia, beberapa indikasi yang mencolok
adalah pemiskinan perempuan ini adalah tingginya angka kematian
ibu melahirkan, pada tahun 2012 hingga mencapai 359 per 100.000
kelahiran, rendahnya lapangan kerja dan pendapatan perempuan
(perempuan bekerja dengan kisaran upah Rp. 20,000-30,000 dengan
jam kerja panjang sampai 15 jam17
, rendahnya partisipasi perempuan
dalam politik yang masih jauh dari pemenuhan kuota 30% dalam
lembaga legislatif maupun Musrenbang, tingginya angka buta huruf
perempuan mencapai 64% dari buta huruf adalah perempuan, serta
terus meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan baik di
wilayah domestik maupun publik.
Budaya patriarki sebagai akar masalah dari feminisasi kemiskinan ini
tercermindalamcarapandang,danperilakumasyarakatdiberlakukannya
produk-produk hukum yang makin meminggirkan perempuan. Budaya
patriarki makin mengental ketika mendapatkan legitimasi dari nilai-nilai
adat dan agama dipraktekkan secara diskriminatif terhadap perempuan.
Penyebab lain yang tidak kalah penting adalah adalah maraknya korupsi
di Indonesia yang menimbulkan beban anggaran negara dan ujungnya
adalah meningkatnya hutang luar negeri pemerintah Indonesia.
Melalui utang luar negeri ini lembaga-lembaga keuangan internasional
mendorong pemerintah Indonesia memprivatisasi pelayanan publik
demi mengamankan pinjamannya. Akibatnya masyarakat harus
membayar mahal untuk mendapatkan pelayanan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, listrik, air, bahan bakar dan lain-lain. Masalah
lainnya adalah masyarakat yang terkotak-kotak berdasar agama, suku,
kelas, orientasi politik dan pembedaan daerah-nasional mengakibatkan
proses feminisasi kemiskinan semakin akut karena kebijakan-kebijakan
publik didominasi untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu saja.
II.	 Data dan Fakta : Situasi Pemiskinan di Indonesia
Bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan miskin, perempuan
17
	 Hasil penelitian Institut KAPAL Perempuan “Kepemimpinan Perempuan dalam
Penanggulangan Kemiskinan Paska Orde Baru”, 2012, belum diterbitkan.
25
dan kelompok-kelompok marjinal, kemiskinan masih menjadi masalah
serius di Indonesia , hal ini dibuktikan dengan data dan fakta :
1.	 Angka Kemiskinan berdasarkan laporan SUSENAS BPS 2013,
bertambah menjadi 480.000 orang dalam periode 7 bulan yaitu
Maret-September 2013. Indeks kemiskinan naik sebesar 1,75%
menjadi 1,89%. Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik dari
0,43% menjadi 0,48%. Indeks kedalaman dan keparahan
kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan.
Disamping itu terjadi kesenjangan antara kota dan desa yang
ditunjukkan oleh indeks kedalaman kemiskinan perkotaan sebesar
1,41% sedangkan perdesaan melampaui angka 2,37% serta nilai
indeks keparahan kemiskinan perkotaan hanya 0,37% dan daerah
perdesaan sebesar 0,60%.
2.	 Data kemiskinan tidak menggambarkan situasi kemiskinan secara
menyeluruh karena hanya fokus pada kelompok termiskin
sehingga jumlah penduduk yang masuk dalam kategori hampir
miskintidak tercatat. Dengan demikian kelompok hampir miskin
ini tidak terjangkau padahal mereka sangat rentan untuk jatuh
miskin akibat kebijakan pemerintah dan goncangan ekonomi,
seperti kenaikan harga harga kebutuhan pokok.
3.	 Feminisasi kemiskinan seperti naiknya angka kematian ibu (AKI)
mencapai 359 per 100,000 kelahiran, rendahnya kesempatan
kerja dan upah tenaga kerja perempuan, kekerasan terhadap
perempuan, rendahnya tingkat partisipasi dalam pengambilan
keputusan dan lain-lain tidak dimasukkan dalam agenda
penanggulangan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa
orientasi penanggulangan kemiskinan tidak berbasis pada analisis
dan perspektif gender.
4.	 Strategi penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial
tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terkoordinasi antar
institusi dalam pemerintahan, mengakibatkan berbagai program
pengurangan kemiskinan dan perlindungan sosial tidak tepat
sasaran dan rentan menimbulkan konflik. Disamping itu program-
program ini tidak dibarengi dengan strategi pemberdayaan
26 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
khususnya bagi perempuan sehingga program hanya difokuskan
pada pemberian bantuan dan tidak berdampak pada penguatan
kapasitas perempuan.
5.	 Paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan
dan liberalisasi ekonomi mengakibatkan pemiskinan, karena
kebijakan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi ditempuh
dengan jalan memperkuat investasi sektor pertambangan dan
perkebunan yang mengakibatkan penggusuran, konflik, dan
bencana serta eksploitasi terhadap buruh. Sementara kebijakan
perdagangan bebas mengakibatkan harga kebutuhan melonjak
tidak terkendali, mengakibatkan masyarakat miskin tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perempuan sebagai pihak yang
dibebani sebagai penyedia pangan sehari-hari bagi keluarga
mengalami tekanan mental, bahkan rela bekerja pada sector
informal, pekerjaan beresiko tinggi dengan upah rendah, rentan
kekerasan dan tanpa perlindungan semisal menjadi Pekerja
Rumah Tangga (PRT) migran maupun dalam negeri.
6.	 Rendahnya tingkat akses dan manfaat yang dirasakan oleh
perempuan miskin dari program-program pengurangan
kemiskinan dan perlindungan sosial. Hal ini disebabkan karena
sistem perlindungan sosial belum menyentuh aspek-aspek non
ekonomi padahal feminisasi kemiskinan ini erat hubungannya
dengan konteks-konteks sosial, politik dan budaya dalam
masyarakat dan pemerintahan. Disamping itu, dalam program
penanggulangan kemiskinan ini menempatkan rakyat miskin dan
perempuan sebagai penerima manfaat pasif dan tidak
diperhitungkan suaranya dalam pengambilan keputusan.
7.	 Tidak adanya keseimbangan alokasi anggaran negara antara
alokasi untuk biaya rutin dan biaya birokrat dengan alokasi
anggaran pembangunan. Sebagian besar pemerintah daerah
mengalokasikan APBDnya (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) sekitar 80% - 85% untuk biaya rutin dan biaya birokrat
27
dan hanya 15% -20% untuk anggaran pembangunan.18
Akibat dari
kebijakan alokasi anggaran ini, layanan publik untuk kepentingan
masyarakat tidak mengalami kemajuan. Alokasi anggaran untuk
mengatasi kemiskinan, seperti bantuan pangan untuk penderita
kurang gizi, sangat kecil dan tidak responsif gender.
8.	 Rendahnya kapasitas kepemimpinan perempuan miskin, kuatnya
budaya patriarkhi, privatisasi pelayanan publik dan meningkatnya
kebijakan diskriminatif yang mendomestifikasikan perempuan
mengakibatkan sempitnya peluang perempuan memperjuangkan
kepentingannya untuk mengatasi kemiskinan.
9.	 Keberadaan perempuan kepala keluarga yang tidak diakui oleh
negara mengakibatkan, perempuan miskin yang berposisi sebagai
kepala keluarga tidak memperoleh dukungan dari negara untuk
melepaskan diri dari kemiskinan.
10.	 Meningkatnya kejahatan korupsi, merintangi upaya mengakhiri
kemiskinan. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menunjukkan daerah-daerah yang kasus-kasus kemiskinan tinggi
antara lain : Jawa Barat, Jawa Timur, jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan
Kepulauan Riau. Provinsi-provinsi dengan tingkat korupsi yang
tinggi tersebut juga memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak.
III.	Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional
Berbagai produk hukum di Indonesia telah dirumuskan dan disahkan
untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat, tidak terkecuali
perempuan dan kelompok-kelompok marjinal, antara lain:
1.	 Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 28 H dan Pasal 34
2.	 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, tertutama terkait
dengan hak untuk hidup layak dan bermartabat
3.	 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
perempuan (CEDAW), khususnya pasal yang mengatur tentang
18
	 Monitoring Gender Budget Koalisi Perempuan Indonesia
28 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Hak Perempuan Atas Pekerjaan dan Kesempatan berusaha, hak
perempuan untuk berpartisipasi di bidang ekonomi dan sosial dan
hak-hak perempuan pedesaan, pada Pasal 11, Pasal 13 dan Pasal
14.
4.	 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3836);
5.	 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4419);
6.	 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya yang telah diratifikasi melalui UU No. 11/2005 dan UU No.
12/2005
7.	 Berbagai undang-undang yang mengatur tentang perlindungan
sosial, meliputi : UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat,
UU No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia , UU No
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), UU No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, UU No 11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial , UU No 16 Tahun 2011 Bantuan Hukum, UU
No13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, UU No 19
Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of
Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang
Disabilitas), UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial, UU No 18 Tahun 2012 Pangan, UU No 19 Tahun 2013
Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
8.	 Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (selanjutnya disebut UU
SPPN), Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan.
29
9.	 Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan
angka kemiskinan hingga 8 % sampai 10 % pada akhir tahun 2014.
Termasuk dibentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K)19
10.	 Tujuan Pembangunan Millennium (Millennium Development
Goal- MDG) , seluruh tujuan (goal) dan sasaran (target) beserta
indikator keberhasilannya ditujukan uuntuk menghapuskan
setengah penduduk miskin di dunia,
IV.	Agenda : Mengakhiri Pemiskinan
Bebas dari kemiskinan merupakan hak dasar semua rakyat Indonesia
terutama rakyat miskin, perempuan dan kelompok-kelompok marjinal
lainnya. Dasar hukum di Indonesia, instrumen hukum internasional
dan kesepakatan internasional sangat kuat mewajibkan negara untuk
memenuhi tanggung jawabnya mengakhiri pemiskinan
Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan
agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan
Agenda untuk
1.	 Mengubah paradigma pembangunan lebih menekankan pada
pembangunan manusia dan mewujudkan kesejahteraan sosial
serta menerapkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Hak Perempuan (HAP)
2.	 Memperbaiki sistem perlindungan sosial yang adil gender, inklusif
dan transformative melalui perbaikan desain program, paradigm,
sistem pendataan, kebijakan dan alokasi anggaran serta tata
kelola program penanggulangan kemiskinan yang menjawab
masalah dan akar masalah pemiskinan yaitu krisis ekonomi,
19
	 Perpes No 15 tahun 2010, TNP2K, Strategi dan Instrumen Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan selanjutnya dapat dibaca dalam website TNP2K : http://tnp2k.go.id/kebijakan-
percepatan/strategi-percepatan-penangulangan-kemiskinan )
30 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
tingginya tingkat korupsi, privatisasi pelayanan publik, dan
menguatnya budaya patriarki yang mengakibatkan ketimpangan
gender dan segregasi masyarakat yang hanya mengutamakan
kepentingan golongan masing-masing.
3.	 Memberikan kebijakan yang mengarah pada upaya menghapuskan
budaya patriarki sebagai akar masalah pemiskinan perempuan
dengan cara mengintegrasikan antara program penanggulangan
kemiskinan dengan pengarusutamaan gender khususnya pening-
katan partisipasi dan kepemimpinan perempuan untuk memas-
tikan perempuan dapat mengakses, memantau, mengontrol,
memberikan usulan dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta
menikmati manfaat program penanggulangan kemiskinan
4.	 Mengesahkan produk-produk hukum mempunyai relevansi kuat
dengan kemiskinan perempuan yaitu RUU Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG), revisi UU perlindungan buruh migran dan
RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta mencabut
produk hukum yang mendiskriminasi perempuan dan kelompok
marginal.
5.	 Merevisi produk-produk hukum yang mempunyai kontribusi
dalam pemiskinan perempuan, yaitu revisi UU kesehatan dengan
memberikan pelayanan khusus pada kesehatan reproduksi tanpa
diksriminasi, terutama diskriminasi berbasis kelas sosial, orientasi
seksual, status perkawinan, dan norma-norma konservatif lainnya.
Revisi UU pendidikan dengan fokus pada sistem pendidikan yang
memiliki perspektif keadilan gender, pluralis, dan menghapus
pasal-pasal yang sifatnya memprivatisasi pendidikan. serta revisi
UU perlindungan buruh migran dengan menekankan perspektif
keadilan gender, perlindungan terhadap anggota keluarga dan
kerentanan PRT migran, meminimalisir peran swasta, mendorong
migrasi sebagai bagian dari pelayanan publik yang minim biaya
serta memperkuat peran pemda dalam perlindungan buruh
migran pada keseluruhan proses migrasi.
6.	 Mengubah indikator kemiskinan yang sesuai dengan realitas
kemiskinan, serta menyusun data kemiskinan secara menye-
31
luruh,sinergis, terpadu, data pilah berbasis gender yang dapat
diakses dengan mudah oleh seluruh masyarakat Indonesia. Data
komprehensif ini dapat menjangkau semua kelompok miskin baik
yang dikategorikan sebagairakyat termiskin, miskin,hampir
miskin, dan kelompok rentan, agar pengelolaan program pe-
nanggulangan kemiskinan menjadi tepat sasaran. Data-data
tersebut harus merupakan data yang dapat dipertanggung jawab-
kan kepada semua pihak.Menghentikan pendekatan-pendekatan
yang berorientasi pada proyek sesaat yang tidak berkelanjutan
bahkan berdampak semakin memperparah pemiskinan.
7.	 Meningkatkan partisipasi sejati masyarakat, laki-laki dan
perempuan khususnya perempuan miskin dan kelompok-kelom-
pok marjinal dalam setiap tahapan pembangunan, sejak
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi .
8.	 Menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) untuk mengatasi terjadinya korupsi dan penyalah-
gunaan kewenangan terhadap implementasi program
penanggulangan kemiskinan.
9.	 Menciptakan kebijakan penganggaran untuk membatasi
penyalahgunaan kewenangan pejabat pemerintahan yang
cenderung memperbesar alokasi anggaran untuk kepentingannya
sendiri dan mengabaikan kepentingan masyarakat.
10.	 Menyediakan dukungan untuk mengembangkan kesempatan
berusaha dan menyediakan lapangan kerja dengan upah layak
bagi rakyat miskin, perempuan dan kelompok-kelompok marjinal
32 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
AGENDA 5
PERLINDUNGAN PEREMPUAN DALAM SITUASI
KONFLIK, BENCANA SERTA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN DAN SUMBER DAYA ALAM20
Eksploitasi sumber daya alam, mengeksploitasi
perempuan juga
I.	 Latar Belakang
Setiap orang negara berhak atas rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Setiap orang berhak atas tempat tinggal dan lingkungan yang sehat
dan aman. Pemenuhan hak atas rasa aman dan tempat tinggal yang
sehat bagi setiap warga negara menjadi kewajiban negara, terutama
pemerintah Indonesia yang memiliki kawasan luas dan sumberdaya
alam melimpah.
Dari zaman dahulu, Indonesia sudah dikenal sebagai penghasil
bahan-bahan tambang terbesar di dunia seperti: emas, perak, tembaga,
timah, nikel dan juga batubara yang dapat ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia. Sebagai Negara yang sedang memburu pertumbuhan
ekonomi melalui ekspolitasi sumber daya alam, Indonesia menjadi
incaran negara-negara dan perusahaan multi nasional sebagai pasar,
sekaligus sumber bahan baku untuk industri dalam beberapa tahun
terakhir.
Sesungguhnya pengelolaan sumber kekayaan alam Indonesia
oleh negara dan pemerintah, tidak boleh dilakukan untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi semata. Karena konstitusi (UUD45) hanya
memberi negara hak untuk menguasai sumber-sumber kekayaan alam
20
	 Disusun Oleh Solidaritas Perempuan dan Instutute Global Justice
33
untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kenyataannya, hingga kini penguasaan dan pengelolaan sumber-
sumber kekayaan alam belum dimanfaatkan untuk tujuan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Sebaliknya, pemberian ijin investasi yang
diberikan oleh negara kepada investor asing maupun investor dalam
negeri, mengakibatkan berbagai bentuk bencana bangi perempuan dan
kelompok miskin termarjinal, seperti: konflik, kelaparan, pengusiran
paksa, dan bencana alam.
II.	 Data dan Fakta : Perempuan dalam konflik dan pengelolaan
SDA
1.	 Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam sangat
besar. Data BPS terkait dengan kekayaan Indonesia sebagai
berikut:
Produksi Barang Tambang Mineral, 1996-201221
Tahun Batu Bara Bauksit Nikel Emas Perak Granit Pasir Besi Konsen-
trat Tin
Konsen-
trat
Tembaga
(ton) (ton) (ton) (kg) (kg) (ton) (ton) (ton-
metrik)
(ton-
metrik)
2009 228.806.887  935.211 5.819.565  140.488  359.451 n.a 4.561.059  56.602  973.347
2010 325.325.793 2.200.000 9.475.362  119.726  335.040 2.172.080 8.975.507  97.796  993.152
2011r
) 415.765.068 24.714.940 12.482.829  68.220  227.173 3.316.813 11.814.544  89.600 1.472.238
2012*) 466.307.241 n.a 36.235.795  69.291 n.a n.a 11.545.752  44.202 2.385.121
2.	 Kekayaan alam yang berlimpah di Indonesia lebih banyak dikuasai
oleh pemodal asing. Data Institute Global Justice (IGJ)
menyebutkan bahwa 95% kegiatan investasi mineral dikuasi oleh
perusahaan AS yaitu PT. Freeport Mc. Moran dan PT Newmont
Corporation. Sebanyak 85% ekploitasi minyak dan gas dikuasai
oleh asing, 48% migas dikuasai Chevron. Sebanyak 75-80%
ekploitasi batubara, 65% perbankkan, dan 65%-70 % perkebunan
21
	 http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=10&notab=3
34 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
dikuasai perusahaan asing.
3.	 Penjualan (revenue) perusahaan-perusahaan tambang emas dan
perak yang beroperasi di Indonesia dapat menghasilkan nilai
produksi di atas US $3 M per tahun. Antara tahun 2000-2004
menghasilkan revenue sebesar 16,67 Miliar Dolar AS atau sekitar
153,364 trilyun rupiah. Nilai produksi dari tiga jenis mineral
tersebut 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan nilai investasi
perusahaan tambang mineral dalam 30 tahun terakhir. Berarti
perusahaan tambang mampu mengeruk keuntungan yang sangat
besar di Indonesia.
4.	 Kekayaan alam Indonesia tidak digunakan untuk kemakmuran
rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dari : 100 % mineral yang
dihasilkan dari bumi Indonesia, sebesar 85 % gas bumi dan 75 %
hasil perkebunan diekspor untuk kebutuhan industri negara-
negara maju22
.
5.	 Organisasi perdagangan dunia WTO dan berbagai perjanjian
perdagangan bebas (FTA) secara terus menerus medorong
penghapusan tarif dan perlindungan perdagangan yang dianggap
menghambat pasar bebas. Lembaga keuangan dunia seperti IMF,
World Bank dan ADB mendorong negara-negara untuk membuka
jalan dan melancarkan liberalisasi investasi, perdagangan dan
keuangan, agar investasi asing dapat dengan mudah ditanam di
Indonesia. Ketergantungan Indonesia terhadap bantuan keuangan
dari pemerintahan negara-negara industri maju dan lembaga
keuangan global menempatkan Indonesia sebagai negara yang
tidak memiliki posisi tawar.
6.	 Pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang dikuasai oleh asing
mengakibatkan bencana dalam bentuk konflik Agraria. Dalam
situasi konflik, perempuan dan anak-anak menjadi kelompok yang
paling rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan menjadi
target untuk melemahkan pertahanan dan perlawanan kelompok
22
	 Salamuddin Daeng, Indonesia for Global Justice (IGJ) “Dominasi Modal Asing atas Kekayaan
Alam Indonesia Presidium MKRI Nasional lihat link ini http://www.ratnasarumpaet.com/
home/649-dominasi-modal-asing-atas-kekayaan-alam-indonesia.html
35
masyarakat miskin dan marjinal. Data Konsorsium Pembaharu
Agraria (KPA) menyebutkan telah terjadi 198 konflik agraria di
seluruh Indonesia mencatat, pada tahun 2012. Konflik agraria ini
mencakup luasan area sebesar 963.411,2 hektar,
melibatkan141.915 kepala keluarga (KK). Selama 2 periode
kepemimpinan SBY sejak tahun 2004-2013 konflik agraria yang
telah terjadi mencapai 987 kasus dengan areal tanah seluas
3.680.974,58 hektar dan melibatkan 1.011.090 kepala keluarga.
7.	 Pengelolaandanpenguasaansumberdayaalamjugamenimbulkan
dampak negatif bagi perempuan. Perempuan kehilangan akses
terhadapngan, air bersih dan mata pencaharian serta
mengakibatkan perempuan lebih rentan mengalami eksploitasi
dan kekerasan. Temuan Solidaritas Perempuan membuktikan
bahwa (a) 325 perempuan pekerja di Desa Secondong, Sumatera
Selatanterancam kehilangan mata pencaharian dan mengalami
krisis air akibat kehadiran perkebunan kelapa sawit,  (b) buruh
perempuan di perkebunan kelapa sawit mengalami diskriminasi
dan pelecehan, (c) Perempuan di Kecamatan Mantangai,
Kalimantan Tengah tidak dapat lagi mengakses hasil hutannya, (d)
gangguan kesehatan dan kesehatan reproduksi perempuan akibat
perusahaan tambang, dan lain sebagainya. Laporan Lembaga
Gemawan Pontianak, menemukan peran perempuan dalam
perkebunan sawit, perempuan hampir mengerjakan semua fase
pekerjaan perkebunan sawit, penyemprotan, pembibitan,
pembersihan lahan, dan pemupukan. Namun perempuan tidak
terlibat dalam pengambilan keputusan dan tidak ikut menikmati
berbagai program pelatihan.
8.	 Pengelolaan sumber daya alam yang timpang berdampak pada
terjadinyabencanaalam.Lemahnyakontrolkebijakanpenggunaan
lahan,buruknyakonseptatakelolalahandanrendahnyakesadaran
masyarakat akan lingkungan, menyumbang pada terjadinya banjir,
kebakaran, kekeringan, longsor, dan sebagainya. Badan
Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB)23
mencatat awal tahun
23
	 http://www.bnpb.go.id/news/read/1943/372-kejadian-bencana-di-awal-tahun-2014
36 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
2014 ada 372 kejadian,dengan 40% adalah banjir dan 26% longsor.
Bencana ini mengakibatkan perempuan dan kelompok miskin
termarjinal semakin miskin
9.	 Perijinan pertambangan batu bara, yang mudah mengakibatkan
terjadinya pembukaan lahan untuk pertambangan batubara
secara besar-besaran dan mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Lebih dari 120 perusahaan memperoleh Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk menguasai
lahan seluas lebih dari 5,2 juta hektar. Sementara ratusan
perusahaan lainnya beroperasi dengan Kuasa Pertambangan (KP)
batubara dapat mencapai 24,7 hektar. Perijinan pertambangan
pun rentan oleh berbagai bentuk praktek korupsi.
10.	 Hampir di semua lahan tempat beroperasinya pertambangan dan
perkebunan, selalu diikuti dengan pembukaan industri seks dan
hiburan. Fakta menunjukkan bahwa perkembangan HIV dan AIDS
disumbang oleh pembukaan praktek prostitusi di pertambangan
dan perkebunan.
11.	 Sejumlah peraturan perundangan dan kesepakatan internasional
serta kesepakatan regional mendukung percepatan investasi dan
penghacuran lingkungan, seperti UU No 22/2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
dan UU Perdagangan yang baru disahkan awal Februari 2014.
Sedangkan Kesepakatan internasional seperti aturan WTO dan
berbagai FTA dan yang akan segera diimplementasikan ASEAN
Economic Community 2015 juga mendukung investasi secara
bebas yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
12.	 Badan Nasional Penanggulangan Bencana, telah merancang
kebijakan penanggulangan bencana yang responsif gender namun
masih dibutuhkan upaya serius agar semua pihak pelaku
penanggulangan bencana dapat melaksanakan kebijakan
tersebut.
13.	 Upaya mewujudkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
berbagai bentuk bencana belum dilakukan secara maksimal oleh
pemerintah. Perempuan dan anak merupakan kelompok yang
37
paling sedikit memperoleh informasi tentang kebencanaan dan
paling sedikit memperoleh pelatihan kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana. Akibatnya, sebagian besar korban dari
bencana adalah perempuan dan anak
III.	Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional
Sejumlah peraturan perundangan dan kesepakatan internasional
mendorong pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan secara
berkelanjutan dan dilaksanakannya prinsip-prinsip keadilan dalam
penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatannya, yaitu :
1.	 UUD 1945, khususnya pasal-pasal yang mengatur tentang
pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat , hak bagi setiap orang untuk tidak dirampas hak miliknya ,
hak untuk tidak mengalami diskriminasi dan hak untuk hidup
layak .
2.	 UU No 5 tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria, yang mengatur
penguasaan sumber daya alam oleh negara, harus digunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, hanya warga negara yang
dapat memiliki tanah dan persamaan hak bagi perempuan dan
laki-laki untuk memiliki tanah .
3.	 UU No 32 tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup , trutama terkait
dengan tanggung jawab negara dalam pemeliharaan lingkungan
4.	 UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
5.	 UU No 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik , terutama
ketentuan terkait pencegahan dan penanganan konflik.
6.	 Konvensi Hak ekonomi, sosial dan budaya, terutama terkait
dengan Pasal 3 tentang persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan, dan seleuruh ketentuan yang mengatur tentang hak
atas hidup layak. Serta Rekomendasi umum PBB terkait
penggusuran yang menyatakan bahwa penggusuran adalah
pelanggaran HAM
38 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
IV.	Agenda : Perlindungan Perempuan dalam konflik, bencana
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Data dan fakta membuktikan bahwa Pemerintah belum memberikan
perlindungan bagi perempuan dan kelompok miskin dalam konflik,
bencana dan pengelolaan sumber daya alam, Peraturan perundangan
nasional, intrumen hukum dan kesepakatan internasional memberikan
kewajiban kepada negara, terutama pemerintah untuk memenuhi
hak bagi warga negara terutama perempuan, kelompok miskin dan
termarjinal.
Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan
agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan
Agenda untuk:
1.	 Kaji ulang dan revisi semua undang-undang dan kebijakan yang
mengeksploitasi sumber daya alam yang berakibat pada
perampasan sumber-sumber penghidupan perempuan,
masyarakat miskin dan termarjinalkan serta merugikan negara
2.	 Mengevaluasi seluruh perjanjian internasional yang berakibat
pada perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam,
penggusuran, konflik dan bencana ekologi yang merugikan rakyat
dan negara. Termasuk diantaranya, mengevaluasi dan
menghentikan-bilamana perlu, proyek-proyek iklim yang menutup
akses masyarakat adat dan perempuan terhadap sumber daya
hutan
3.	 Mengefektifkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dalam menyetujui dan melakukan pengawasan terhadap semua
bentuk perjanjian internasional, untuk mencegah timbulnya
konflik dan bencana yang menimbulkan kerugian bagi rakyat dan
negara.
4.	 Menyusun Rencana Strategi dan Aksi pengelolaan Sumber Daya
Alam yang berkeadilan gender dan berwawasan kelestarian
lingkungan keberlanjutan serta menjamin terwujudnya keadilan
lintas genarasi dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).
39
5.	 Memperkuat posisi tawar negara dalam negosiasi dan diplomasi
terhadap negara lain dan lembaga-lembaga ekonomi dunia,
termasuk lembaga-lembaga keuangan internasional untuk
menghentikan segala bentuk intervensi dan tekanan dalam
pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan dan program
nasional.
6.	 Menyusun kebijakan luar negeri yang terpadu di segala bidang
(ekonomi, politik, sosial dan budaya) berdasarkan prinsip Keadilan
ekonomi, Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi Perempuan
(HAP) yang melindungi kepentingan nasional
7.	 Menjamin hak perempuan atas penguasaan dan pengelolaan
lahan, sumber daya alam, serta akses dan kontrol terhadap
sumber daya air dan sumber daya hutan. serta membangun
standar perlindungan perempuan dengan menggunakan prinsip
inklusif, sensitive dan responsive gender untuk menjamin hak
perempuan atas lahan dan sumber daya.
8.	 Membangun mekanisme penyelesaian konflik yang berperspektif
gender untuk mengatasi semua bentuk konflik Sumber Daya Alam,
dan mencegah timbulnya konflik baru.
9.	 Mengevaluasi dan mencabut izin eksploitasi sumber daya alam
yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM
dan HAP dan korupsi
10.	 Mengesahkan produk-produk hukum yang mempunyai relevansi
kuat dengan kemiskinan perempuan yaitu RUU Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG), revisi UU perlindungan buruh migran dan
RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta mencabut
produk hukum yang mendiskriminasi perempuan dan kelompok
marginal.
11.	 Merevisi produk-produk hukum yang mempunyai kontribusi
dalam pemiskinan perempuan, yaitu revisi UU kesehatan dengan
memberikan pelayanan khusus pada kesehatan reproduksi tanpa
diksriminasi, terutama diskriminasi berbasis kelas sosial, orientasi
seksual, status perkawinan, dan norma-norma konservatif lainnya.
Revisi UU pendidikan dengan fokus pada sistem pendidikan yang
40 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
memiliki perspektif keadilan gender, pluralis, dan menghapus
pasal-pasal yang sifatnya memprivatisasi pendidikan serta revisi
UU perlindungan buruh migran dengan menekankan perspektif
keadilan gender, perlindungan terhadap anggota keluarga dan
kerentanan PRT migran, meminimalisir peran swasta, mendorong
migrasi sebagai bagian dari pelayanan publik yang minim biaya
serta memperkuat peran pemda dalam perlindungan buruh
migran pada keseluruhan proses migrasi.
41
AGENDA 6
PEMENUHAN HAK ATAS PEKERJAAN
YANG LAYAK24
Perempuan Indonesia menjadi korban
perbudakan modern
I.	 Latar Belakang
Hak atas pekerjaan yang layak dan perlakuan yang adil dalam
hubungan kerja merupakan hak bagi setiap warga negara. Negara
berkewajiban memenuhi hak atas pekerjaan yang layak bagi setiap
warga negaranya. Namun kenyataan menunjukkan pemenuhan hak
atas perkerjaan yang layak, terutama hak perempuan atas pekerjaan
yang layak, masih jauh dari harapan.
Kemiskinan struktural dan feminisasi kemiskinan di Indonesia
mengakibatkan hak atas pendidikan warga negara, terutama hak
perempuan atas pendidikan, yang dijamin dalam pasal 31 ayat (1) UUD
1945 belum terpenuhi. Realitas ini mengakibatkan semakin jauhnya
akses perempuan terhadap lapangan pekerjaan yang layak. Perempuan
terpaksa memasuki lapangan pekerjaan yang tidak mensyaratkan
pendidikan, seperti Pekerja Rumah Tangga, pekerja di sektor informal,
dansebagaiburuhdenganupahrendah dantidakcukupuntukmemenuhi
kebutuhan pokok. Buruh perempuan pun menerima upah lebih rendah
dari buruh laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Rendahnya upah buruh
dihadapkan dengan kenyataan meroketnya harga kebutuhan dasar.
24
	 Ditulis oleh Anis Hidayah, disarikan dari kertas posisi Migrant CARE ‘ Agenda Perlindungan
terhadap Buruh Migran dan PRT Migran bagi Pemerintahan Baru periode 2014-2019
42 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Politik harga produk pertanian yang tidak berpihak pada rakyat,
mengakibatkan pemilik tanah tidak mampu mengelola tanah
pertaniannya. Sebagain besar rakyat tidak memiliki tanah, terpaksa
menjadi buruh tani dengan upah yang tidak layak. Himpitan kemiskinan
seperti ini, membuat sebagian besar rakyat Indonesia terpaksa
memilih migrasi internasional atau bekerja ke luar negeri. Sebagian
besar pekerja migran ini adalah perempuan. Minimnya kebijakan yang
melindungi pekerja migran, menyebabkan perempuan pekerja migran
rentan mengalami berbagai tindak kejahatan seperti penyekapan,
kekerasan, perkosaan, penganiayaan, penyiksaan, perdagangan orang,
pembunuhan hingga ancaman hukuman mati dan perbudakan.
II.	 Data dan Fakta : Hak atas pekerjaan yang layak belum
terpenuhi
Meski telah 69 tahun kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, namun
belum benar-benar memerdekakan buruh, PRT dalam negeri, buruh
migran dan PRT migran Indonesia dari penjajahan dan eksploitasi di
tempat kerja. Hal ini dibuktikan dengan data dan fakta sebagai berikut :
1.	 Sejak tahun 1970 politik yang korup dan kebijakan eksploitatif
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari regulasi terhadap buruh
migran. Migrasi tenaga kerja menjadi sektor bisnis yang
memunculkan perusahaan penempatan buruh migran. Fenomena
ini menggeser kebijakan penempatan buruh migran yang
sebelumnya bersifat ad hoc (pasif) menjadi kebijakan yang massif
demi target devisa dan keuntungan-keuntungan ekonomi lainnya.
Tidak kurang dari 74 Perusahaan pengerah Jasa Tenaga Kerja
Indonesai (PJTKI) terlibat dalam bisnis ini, di tahun 1970 hingga
akhir 1983. Pada tahun 2014, jumlah PJTKI meningkat tajam
menjadi lebih dari 500 perusahaan25
. Cara kerja Perusahaan
swasta yang terlibat dalam bisnis pengiriman buruh migran, lebih
mirip dengan pedagangan manusia.
2.	 Setidaknya saat ini ada 6,5 juta warga negara Indonesia yang
25
	 Selusur Kebijakan Minus Perlindungan, Migrant CARE, 2013
43
terpaksa bekerja di berbagai belahan dunia, 84% dari mereka
adalah perempuan dan bekerja sebagai pekerja rumah tangga
migran dengan kondisi kerja yang tidak layak. Ketidaklayakan itu
terjadi dipengaruhi oleh beberapa hal, pertama, konstruksi sosial
di berbagai negara masih patriarkis. Kedua, watak kebijakan
migrasi yang ada saat ini adalah warisan orde baru, yang bersifat
pengerahan dan penguasaan, bukan perlindungan.
Ketiga,kebijakan migrasi dilepaskan dari rumpun perburuhan dan
menjadi bagian dari kebijakan sektor ekonomi. Keempat, keadilan
gender tidak menjadi perspektif dalam keseluruhan kebijakan
migrasi. Ketiadaan kebijakan yang melindungi buruh migran,
mengakibatkanburuhmigran,terutamaburuhmigranperempuan,
menjadi korban perangkap eksploitasi yang sistemik.
3.	 Negara secara nyata menguatkan kebijakan yang lebih peduli
pada remittansi daripada nyawa warga negaranya. Melalui UU
nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesi di Luar Negeri (PPTKILN), bisnis pengiriman
buruh migran didorong untuk meningkatkan remitansi. Hasilnya,
terbukti remitansi buruh migran meningkat tajam hingga
mencapai 83 trilyun pada tahun 2013.
4.	 Seiring dengan peningkatan jumlah buruh migran, terutama PRT
migran, terjadi peningkatan kasus kekerasan dan pelanggaran hak
terhadap buruh migran. Data Migrant CARE menyebutkan,
setidaknya terdapat 398.270 kasus yang menimpa buruh migran
di berbagai negara tujuan26
. Sebagian besar mereka yang menjadi
korban adalah perempuan yang bekerja sebagai Pekerja Rumah
Tangga (PRT) migran, di Malaysia dan Arab Saudi.
26
	 Catatan Akhir Tahun 2013 Migrant CARE, Anomali Ratifikasi Konvensi Buruh Migran
44 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Data Pelanggaran hak buruh migran &PRT migran tahun 2013
Jenis Masalah Jumlah
Meninggal Dunia 1249
Ancaman hukuman mati 265
Overstayers 197361
Gaji tidak dibayar 15208
Beban kerja tidak sesuai 6310
Kekerasan seksual 4302
Kekerasan fisik 3245
Hilang kontak 567
Deportasi 8514
Sakit 987
PHK 1430
Masalah DPTLN 157602
Lain-lain 1230
Total 398.270
Sumber:Data Migrant CARE diolah dari berbagai sumber (data KBRI,
Kemenakertrans, BNP2TKI,Migrant CARE, Media dan Pengaduan keluarga korban)
5.	 Sepanjang tahun 2013 sebanyak 1.249 buruh migran Indonesia
meninggal. Artinya setiap hari ada 3 hingga 4 buruh migran
Indonesia meninggal di luar negeri dengan berbagai sebab.
Penyebab kematian buruh migran Indonesia di luar negeri, antara
lain karena kekerasan dari majikan, sakit, depresi, kecelakaan
kerja, ditembak mati polisi, dll.
6.	 Dalam laporan index perbudakan global atau Global Slavery Index
tahun 2013 yang di release Walk Free27
Indonesia memiliki jumlah
penduduk diperbudak terbesar ke-16 di dunia, namun berada di
peringkat 114 dari 162 negara jika dilihat dalam hal proporsi
penduduk di perbudakan modern. Sebagai sebuah penelitian,
27
	 Walk Free adalah gerakan global yang mendesakkan pengakhiran praktek perbudakan di
seluruh dunia
45
index tersebut mengungkap fakta, betapa warga Negara Indonesia
yang bekerja di luar negeri, khususnya di kawasan Timur Tengah
dan Asia-Pacific, telah dieksploitasi secara seksual, dipekerjakan
secara paksa, baik dalam bidang rumah tangga, konstruksi,
perikanan dan perhotelan.
7.	 Pekerja Rumah Tangga (PRT) di dalam negeri, bernasib sama
dengan PRT migran, mengalami eksploitasi dan rentan menjadi
korban pelanggaran hak dan kekerasan, terutama kekerasan
seksual. Jumlah PRT yang bekerja di seluruh Indonesia mencapai
7-8 juta dan lebih dari 90% dari mereka adalah perempuan.
Sumbangan PRT dalam pembangunan sangat nyata, mereka
mengambil alih beban kerja rumah tangga, sehingga kaum
profesional, pejabat, politisi dan pengusaha dapat berkonsentrasi
dan produktif dalam menjalankan tugas-tugasnya di tempat kerja.
Namun tidak ada satupun kebijakan nasional yang mengakui dan
melindungi keberadaan mereka sebagai pekerja.
8.	 Politik perburuhan di Indonesia, diciptakan untuk mengabdi pada
tujuan mewujudkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi,
baik investasi dalam negeri maupun investasi asing. Untuk
memikat hati investor menanamkan investasinya di Indonesia,
pemerintah mempromosikan ketersediaan buruh yang murah dan
penurut dan menerapkan berbagai kelonggaran bagi investor
dalam perekruitan, kontrak kerja dan pengupahan buruh. Berbagai
bentuk kelonggaran ini merugikan buruh.
9.	 Sistem alih daya (outsourching) , membebaskan investor atau
majikan dari tanggung jawab pemenuhan hak-hak normatif buruh.
Hubungan ketenagakerjaan beralih menjadi hubungan antara
buruh dengan perusahaan jasa alih daya, sehingga buruh tidak
dapat menuntut hak-haknya kepada majikan atau perusahaan.
Posisi buruh terhadap perusahan (majikan) sangat lemah, karena
perusahaan dapat dengan mudah meminta perusahaan jasa alih
daya mengganti buruh yang dianggap tidak sesuai.. Disamping itu,
buruh mengalami berbagai bentuk pungutan/potongan gaji oleh
perusahaan alih daya.
46 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
10.	 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
mengatur bahwa sistem kerja kontrak hanya boleh dilakukan
untuk pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu, yang sifatnya
tidak tetap. Namun kini, pemerintah mengijinkan kepada investor
atau perusahaan untuk melakukan kontrak kerja jangka pendek
untuk semua jenis pekerjaan. Kebijakan ini merugikan buruh,
karena keamanan bekerja dan kesempatan berorganisasi menjadi
hilang.
11.	 Pengabaian terhadap hak-hak buruh perempuan masih terus
terjadi. Hak-hak buruh perempuan seperti hak untuk memperoleh
upah berdasarkan persamaan antara laki-laki dan perempuan,
hak mendirikan serikat pekerja, hak cuti haid, hak untuk tidak
diberhentikan dan tetap menduduki posisinya karena cuti
melahirkan, hak untuk memperoleh kemudahan dan perlindungan
saat hamil dan menyusui, dan hak untuk bebas dari segala bentuk
diskriminasi dan kekerasan, dan perlindungan sosial yang adil,
masih belum sepenuhnya dinikmati oleh buruh perempuan.
12.	 Atas nama efisiensi biaya produksi serta menghindarkan dari
pemenuhan hak-hak buruh, perusahaan/investor menggunakan
sistem kerja borongan (putting out system
13.	 Masih tingginya jumlah anak perempuan yang bekerja sebagai
PRT. Hal ini merupakan pelanggaran dari Konvensi –konvensi
International Labor Organisation (ILO)
III.	Jaminan Hukum Nasional dan instrumen hukum Internasional
Hak atas pekerjaan yang layak diakui dan dijamin oleh hukum
nasional, peraturan daerah dan instrumen hukum internasional, antara
lain adalah:
1.	 Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan “Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
2.	 Pasal 7 Konvensi ILO tentang Perlindungan Hak-hak Buruh Migran
dan Anggota keluarganya, menyatakan bahwa “Sesuai dengan
47
instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia,
negara harus menghormati dan memenuhi hak-hak buruh migran
dan anggota keluarganya tanpa ada pembedaan apapun, seperti
jenis kelami, ras, warna kulit, agama, bahasa, kewarnegaraan,
status kelahiran, status perkawinan dan lain-lain. Konvensi ILO
No. 100 yang telah diratifikasi melalui UU No.80 tahun 1957,
tentang upah yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk
pekerjaan yang sama nilainya. Konvensi ILO No 132 mengenai
batas minimum anak diperbolehkan bekerja , yang telah diratifikasi
melalui Undang-Undang No 20 tahun 1999, dan Konvensi ILO no
182 tentang Pelarangan dan tindakan segera Penghentian Bentuk-
Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak yang telah diratifikasi
melalui UU No 1 Tahun 2000.
3.	 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
Human Right), khususnya Pasal 4 : hak untuk tidak diperbudak
atau diperhambakan, Pasal 23: Hak atas pekerjaan dan upah yang
sama, Pasal 24: hak atas istirahat dan pembatasan jam kerja yang
layak
4.	 Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang ratifikasi penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW),
khusunya Pasal 11 tentang penghapusan diskriminasi terhadap
perempuan di lapangan pekerjaan dan hak-hak perempuan
sebagai pekerja.
5.	 No.39 tahun 1999 tentang HAM, khsusnya Pasal 38 tentang Hak
Atas Pekerjaan yang layak
6.	 Pasal 11 dan 13 UU No 13 Tahun 2003 tentang Hak-Hak Tenaga
Kerja
7.	 Pasal 7 Konvensi Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya, yang telah
diratifikasi melalui UU No 11 tahun 2005, tentang hak atas
pekerjaan dan kondisi kerja yang layak.
8.	 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi
ILO Nomor 98 Mengenai Berlakunya Dasar-Dasar dari Hak Untuk
Berorganisasi dan Untuk Berunding Bersama (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1956);
48 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957, tentang Persetujuan
Konvensi ILO No. 100, Mengenai Pengupahan yang sama bagi
Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1492;
9.	 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan
Kerja;
10.	 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan/Penghukuman
Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 1983); Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999
tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 105 mengenai
Penghapusan Kerja Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3834); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999
tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia
Minimum untuk Diperbolehkan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3835 Tahun 1999); Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor
111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3836
Tahun 1999);
11.	 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3886);
12.	 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/
Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3989 Tahun 2000);
13.	 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
49
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4720);
IV.	Agenda Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan yang layak
Data dan fakta membuktikan bahwa hak atas pekerjaan yang layak,
belum dinikmati oleh semua warga negara, terutama perempuan dan
kelompok marjinal. Oleh karena itu, negara terutama pemerintah perlu
bekerja lebih keras untuk memenuhi hak atas pekerjaan yang layak.
Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan
agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan
Agenda untuk:
1.	 Menerbitkan peraturan perundangan dan langkah-langkah
perlindungan bagi semua Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang
bekerja di dalam maupun di luar negeri.
2.	 Memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh migran, melalui :
a.	 Mengakhiri industrialisasi dan orientasi bisnis dalam
Penempatan Buruh/pekerja migran, dengan memberikan
pembatasan dan pengawasan peran swasta,
b.	 Menghapus semua praktek diskriminatif terhadap buruh
migran, terutama buruh migran perempuan dengan
menghapuskan larangan bekerja ke luar negeri secara mandiri,
menghapus pelabelan “ilegal” dan kriminalisasi terhadap
buruh migran tak berdokumen, pemisahan fasilitas bandara
dari umum
c.	 Menyediakan layanan publik bagi buruh/pekerja migran yang
mudah, murah dan aman sejak rekruitmen, selama di luar
negeri hingga pulang kembali ke Indonesia. Serta menyediakan
bantuan hukum secara cuma-cuma bagi buruh/pekerja migran
yang berhadapan dengan masalah hukum.
d.	 Harmonisasi konvensi internasional 1990 tentang perlindungan
hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya ke dalam
50 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
seluruh kebijakan terkait migrasi tenaga kerja
e.	 Menyediakan perlindungan sosial bagi buruh migran, mantan
buruh migran yang menjadi korban kekerasan dan pelanggaran
HAM, dan bagi anak-anak mereka yang ditinggalkan di
Indonesia
f.	 Memperbaiki kelembagaan negara dan pengelolaan
pelayananan buruh migran di tingkat pusat maupun daerah,
termasuk di dalamnya membentuk badan-badan atau komisi
untuk melindungi buruh migran
3.	 Memberikan perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga di
dalam negeri melalui :
a.	 Membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang
PRT, melalui proses yang demokratis dengan melibatkan PRT
dan pihak yang berkepentingan lainnya.
b.	 Menerbitkan peraturan dan melakukan langkah-langkah
perlindungan bagi PRT, mewajibkan majikan memberikan: 1
hari libur dalam 7 hari kerja, tempat istirahat yang layak dan
aman, batasan jam kerja dalam sehari, upah yang layak dan
tepat waktu, kesempatan bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya dan komunikasi dengan keluarga
c.	 Melibatkan masyarakat dan ketua lingkungan (seperti ketua
Rukun Tetangga) untuk terlibat dalam perlindungan dan
pengawasan dalam pemenuhan hak-hak PRT oleh pemberi
kerja.
d.	 Mengesahkan Konvensi ILO no.189 tentang perlindungan bagi
PRT
e.	 Merevisi UU perlindungan buruh migran dengan menekankan
perspektif keadilan gender, perlindungan terhadap anggota
keluarga dan kerentanan PRT migran, meminimalisir peran
swasta, mendorong migrasi sebagai bagian dari pelayanan
publik yang minim biaya serta memperkuat peran pemda
dalam perlindungan buruh migran pada keseluruhan proses
migrasi.
51
4.	 Memberikan perlindungan bagi Buruh/pekerja , terutama buruh/
pekerja perempuan melalui :
a.	 Mendorong pemberi kerja/perusahaan menerbitkan peraturan
untuk melindungi semua pekerja terutama perempuan untuk
bebas dari segala bentuk tindakan kekerasan, ancaman
kekerasan, pelecehan dan penyalahgunaan kekuasaan.
b.	 Mewajibkan pemberi kerja /perusahaan untuk memberikan
ijin dan mendukung pendirian serikat perkerja
c.	 Meningkatkan kapasitas kepemimpinan buruh/pekerja
perempuan untuk dapat menduduki posisi kepemimpinan
di lingkungan kerja dan serikat pekerja, terlibat dalam
perundingan perburuhan dan rapat-rapat pengambilan
keputusan perburuhan.
d.	 Menjamin keterwakilan buruh/pekerja perempuan dalam
pengambilan keputusan di bidang perburuhan
e.	 Menjamin dilaksanakannya upah dan tunjangan yang sama,
untuk pekerjaan yang sama nilainya bagi perempuan dan laki-
laki.
f.	 Menjamin dipenuhinya hak-hak normatif buruh dan hak
menjalankan fungsi reproduksi melahirkan keturunan , seperti
hak isttirahat, libur dan cuti, hak cuti haid dan cuti melahirkan,
hak atas Tunjangan Hari Raya
g.	 Mendukung pekerja yang memiliki bayi untuk memberikan ASI
(Air Susu Ibu) dalam bentuk menyediakan tempat menyusui,
atau menyediakan tempat memerah dan menyimpan ASI.
h.	 Memasukan pekerja borongan untuk pekerjaan tertentu dari
proses produksi (pekerja putting out system) sebagai bagian
dari pekerja perusahaan yang berhak menerima asuransi
ketenagakerjaan dan Tunjangan Hari Raya.
i.	 Menjamin setiap pekerja memperoleh dan menikmati
perlindungan sosial ketenagakerjaan yang dikelola secara
transparan akuntabel dan adil gender.
j.	 Mewajibkan badan penyelenggara asuransi ketenagakaejaan
mengembalikan setengah dari keuntungannya untuk
peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, seperti
52 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM
pemberian kredit perumahan, penyediaan beasiswa dan
pengembangan tempat penitipan anak berbasis komunitas.
5.	 Mengesahkan produk-produk hukum yang mempunyai relevansi
kuat dengan kemiskinan perempuan dan lemahanya perlindungan
terhadap pekerja perempuan yaitu RUU Kesetaraan dan Keadilan
Gender (KKG), revisi UU perlindungan buruh migran dan RUU
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta mencabut
produk hukum yang mendiskriminasi perempuan dan kelompok
marginal.
6.	 Menyediakan pendidikan yang mengarah pada peningkatan posisi
tawar dan pemenuhan hak-hak buruh migran dengan mewajibkan
kepada penyelenggara pendidikan pra-pemberangkatan
menerapkan pendidikan berbasis hak asasi manusia (HAM),
keadilan gender dan prinsip penghargaan terhadap keberagaman.
53
AGENDA 7
PERLINDUNGAN ATAS KEBEBASAN
BERKEYAKINAN DAN BERAGAMA
Perempuan Indonesia menjadi korban politisasi
agama
I.	 Latar Belakang
Hak untuk berkeyakinan dan beragama adalah hak asasi setiap orang
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Artinya, tidak ada
satupun alasan yang dapat dibenarkan untuk mengurangi hak setiap
orang untuk berkeyakinan dan beragama sesuai pilihannya. Negara,
terutama pemerintah berkewajiban untuk mengakui, menjamin,
memenuhi dan melindungi hak warga negaranya untuk bebas
berkeyakinan dan beragama.
Negara Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat untuk untuk
menjamin hak atas kebebasab beragama dan berkeyakinan, dari UUD
1945 sampai konvenan-konvenan internasional yang diratifikasinya.
Namun sejak tahun 1965 hingga 2014 ini, negara, terutama
pemerintah masih melakukan berbagai bentuk pelanggaran terhadap
hak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama. Agama menjadi subjek
pengaturan hukum yang lahir sebagai hasil tarik menarik kepentingan
dan pertarungan politik identitas. Negara bahkan menjadi contoh bagi
warga negaranya untuk melakukan berbagai bentuk pelanggaran hak
kebebasan berkeyakinan dan beragama.
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan
10 Agenda Politik Perempuan

More Related Content

Similar to 10 Agenda Politik Perempuan

Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...
Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...
Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...Muhammad Yasir Abdad
 
Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...
Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...
Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...ECPAT Indonesia
 
Islam dan kedaulatan rakyat
Islam dan kedaulatan rakyatIslam dan kedaulatan rakyat
Islam dan kedaulatan rakyatpropadeus
 
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Ninil Jannah
 
Hia3033 pemikiran islam semasa p.point
Hia3033 pemikiran islam semasa p.pointHia3033 pemikiran islam semasa p.point
Hia3033 pemikiran islam semasa p.pointNur Adawiyah Sofi
 
Kesehatan reproduksi-remaja
Kesehatan reproduksi-remajaKesehatan reproduksi-remaja
Kesehatan reproduksi-remajaIdil Akbar
 
Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi
Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi
Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi pjj_kemenkes
 
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007vdikamilanisti
 
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007vdikamilanisti
 
Perspektif global dalam pelayanan kebidanan
Perspektif global dalam pelayanan kebidananPerspektif global dalam pelayanan kebidanan
Perspektif global dalam pelayanan kebidananRitaAfni
 
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptxPPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptxAdliaDifrianti2
 
HK Reproduksi revisi.ppt
HK Reproduksi revisi.pptHK Reproduksi revisi.ppt
HK Reproduksi revisi.pptatiksangaji
 
Aktivitas politik menuju perubahan yang hakiki
Aktivitas politik menuju perubahan yang hakikiAktivitas politik menuju perubahan yang hakiki
Aktivitas politik menuju perubahan yang hakikiRizky Faisal
 
Petisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdf
Petisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdfPetisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdf
Petisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdfCI kumparan
 
Pertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdf
Pertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdfPertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdf
Pertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdfEka Safitri
 
Partisipasi Politik Perempuan
Partisipasi Politik PerempuanPartisipasi Politik Perempuan
Partisipasi Politik Perempuanmusniumar
 
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...Triaji Ramadhan
 
Hak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala GlobalHak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala GlobalNarulitaMD
 

Similar to 10 Agenda Politik Perempuan (20)

Tugas kesehatan reproduksi
Tugas kesehatan reproduksi Tugas kesehatan reproduksi
Tugas kesehatan reproduksi
 
Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...
Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...
Peran UN Women dalam Penyelesaian Permasalahan Diskriminasi Perempuan di Afgh...
 
Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...
Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...
Menguji Euforia Kebiri. Catatan Kritis atas Rencana Kebijakan Kebiri bagi Pel...
 
Islam dan kedaulatan rakyat
Islam dan kedaulatan rakyatIslam dan kedaulatan rakyat
Islam dan kedaulatan rakyat
 
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
 
Hia3033 pemikiran islam semasa p.point
Hia3033 pemikiran islam semasa p.pointHia3033 pemikiran islam semasa p.point
Hia3033 pemikiran islam semasa p.point
 
Kesehatan reproduksi-remaja
Kesehatan reproduksi-remajaKesehatan reproduksi-remaja
Kesehatan reproduksi-remaja
 
Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi
Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi
Sejarah dan Konsep Kesehatan Reproduksi
 
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
 
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
Catatan tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2007
 
Perspektif global dalam pelayanan kebidanan
Perspektif global dalam pelayanan kebidananPerspektif global dalam pelayanan kebidanan
Perspektif global dalam pelayanan kebidanan
 
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptxPPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
PPT IIMP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN.pptx
 
HK Reproduksi revisi.ppt
HK Reproduksi revisi.pptHK Reproduksi revisi.ppt
HK Reproduksi revisi.ppt
 
Aktivitas politik menuju perubahan yang hakiki
Aktivitas politik menuju perubahan yang hakikiAktivitas politik menuju perubahan yang hakiki
Aktivitas politik menuju perubahan yang hakiki
 
Petisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdf
Petisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdfPetisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdf
Petisi Masyarakat Sipil kumparan.com- Final.pdf
 
Pertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdf
Pertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdfPertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdf
Pertemuan 1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi.pdf
 
Partisipasi Politik Perempuan
Partisipasi Politik PerempuanPartisipasi Politik Perempuan
Partisipasi Politik Perempuan
 
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...
Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Ind...
 
FGD DP3AK Propinsi Jawa Timur
FGD DP3AK Propinsi Jawa TimurFGD DP3AK Propinsi Jawa Timur
FGD DP3AK Propinsi Jawa Timur
 
Hak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala GlobalHak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala Global
 

More from Hery Rock

Pernyataan knti pada dialog kebangsaan
Pernyataan knti pada dialog kebangsaanPernyataan knti pada dialog kebangsaan
Pernyataan knti pada dialog kebangsaanHery Rock
 
10 agenda politik perempuan final
10 agenda politik perempuan final10 agenda politik perempuan final
10 agenda politik perempuan finalHery Rock
 
Program pro-rakyat
Program pro-rakyatProgram pro-rakyat
Program pro-rakyatHery Rock
 
Visi indonesia-2045-negara-kesejahteraan
Visi indonesia-2045-negara-kesejahteraanVisi indonesia-2045-negara-kesejahteraan
Visi indonesia-2045-negara-kesejahteraanHery Rock
 
Visi misi partai pan
Visi misi partai panVisi misi partai pan
Visi misi partai panHery Rock
 
Visi misi partai pan
Visi misi partai panVisi misi partai pan
Visi misi partai panHery Rock
 
Visi misi partai demokrat
Visi misi partai demokratVisi misi partai demokrat
Visi misi partai demokratHery Rock
 
Visi dan misi ppp
Visi dan misi pppVisi dan misi ppp
Visi dan misi pppHery Rock
 
Visi dan misi ppp
Visi dan misi pppVisi dan misi ppp
Visi dan misi pppHery Rock
 
Visi dan misi pks
Visi dan misi pksVisi dan misi pks
Visi dan misi pksHery Rock
 
Visi dan misi pkpi
Visi dan misi pkpiVisi dan misi pkpi
Visi dan misi pkpiHery Rock
 
Visi dan misi pkb
Visi dan misi pkbVisi dan misi pkb
Visi dan misi pkbHery Rock
 
Visi dan misi pbb
Visi dan misi pbbVisi dan misi pbb
Visi dan misi pbbHery Rock
 
Visi dan misi partai golkar
Visi dan misi partai golkarVisi dan misi partai golkar
Visi dan misi partai golkarHery Rock
 
Visi dan misi nasdem
Visi dan misi nasdemVisi dan misi nasdem
Visi dan misi nasdemHery Rock
 
Visi dan misi hanura
Visi dan misi hanuraVisi dan misi hanura
Visi dan misi hanuraHery Rock
 
VISI MISI GERINDRA
VISI MISI GERINDRAVISI MISI GERINDRA
VISI MISI GERINDRAHery Rock
 

More from Hery Rock (17)

Pernyataan knti pada dialog kebangsaan
Pernyataan knti pada dialog kebangsaanPernyataan knti pada dialog kebangsaan
Pernyataan knti pada dialog kebangsaan
 
10 agenda politik perempuan final
10 agenda politik perempuan final10 agenda politik perempuan final
10 agenda politik perempuan final
 
Program pro-rakyat
Program pro-rakyatProgram pro-rakyat
Program pro-rakyat
 
Visi indonesia-2045-negara-kesejahteraan
Visi indonesia-2045-negara-kesejahteraanVisi indonesia-2045-negara-kesejahteraan
Visi indonesia-2045-negara-kesejahteraan
 
Visi misi partai pan
Visi misi partai panVisi misi partai pan
Visi misi partai pan
 
Visi misi partai pan
Visi misi partai panVisi misi partai pan
Visi misi partai pan
 
Visi misi partai demokrat
Visi misi partai demokratVisi misi partai demokrat
Visi misi partai demokrat
 
Visi dan misi ppp
Visi dan misi pppVisi dan misi ppp
Visi dan misi ppp
 
Visi dan misi ppp
Visi dan misi pppVisi dan misi ppp
Visi dan misi ppp
 
Visi dan misi pks
Visi dan misi pksVisi dan misi pks
Visi dan misi pks
 
Visi dan misi pkpi
Visi dan misi pkpiVisi dan misi pkpi
Visi dan misi pkpi
 
Visi dan misi pkb
Visi dan misi pkbVisi dan misi pkb
Visi dan misi pkb
 
Visi dan misi pbb
Visi dan misi pbbVisi dan misi pbb
Visi dan misi pbb
 
Visi dan misi partai golkar
Visi dan misi partai golkarVisi dan misi partai golkar
Visi dan misi partai golkar
 
Visi dan misi nasdem
Visi dan misi nasdemVisi dan misi nasdem
Visi dan misi nasdem
 
Visi dan misi hanura
Visi dan misi hanuraVisi dan misi hanura
Visi dan misi hanura
 
VISI MISI GERINDRA
VISI MISI GERINDRAVISI MISI GERINDRA
VISI MISI GERINDRA
 

Recently uploaded

DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaarmanamo012
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxRito Doank
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppttami83
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaWahyuKamilatulFauzia
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptwxmnxfm57w
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganlangkahgontay88
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISHakamNiazi
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxMunawwarahDjalil
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxFrida Adnantara
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptSalsabillaPutriAyu
 

Recently uploaded (20)

DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 

10 Agenda Politik Perempuan

  • 1. 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM MARET 2014
  • 2.
  • 3. 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM MARET 2014
  • 4. ii 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Penyusun Tim Penyusun 10 Agenda Politik Perempuan Penyunting Misiyah (Institut KAPAL Perempuan) Ruby Kholifah (AMAN Indonesia) Anis Hidayah (Migran CARE) Penyelaras Akhir Dian Kartika Sari (Koalisi Perempuan Indonesia) GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM MARET 2014
  • 5. iii 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN 1. Pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksualitas 2. Pemenuhan hak atas pendidikan terutama pendidikan perempuan 3. Penghentian Kekerasan terhadap perempuan 4. Penghentian pemiskinan perempuan dan kelompok marginal melalui perlindungan posial 5. Perlindungan perempuan dalam situasi konflik, bencana serta pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam 6. Pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan 7. Perlindungan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama 8. Hak politik perempuan 9. Penghapusan produk hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas 10. Penghentian korupsi
  • 6. iv 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM PENGANTAR P EMILU sebagai proses demokrasi lima tahunan sejatinya memiliki makna penting bagi perjuangan seluruh elemen bangsa, termasuk bagi perempuan. Di tengah euforia pragmatisme politik yang selama ini menguat dan mendapatkan panggung besar dalam pesta demokrasi tersebut, demokrasi yang substansial menjadi kebutuhan yang harus didesakkan. Berbagai organisasi masyarakat sipil mengambil inisiatif-inisiatif sebagai bentuk quality control untuk mendorong agar Pemilu menghasilkan pemimpin-pemimpin baik legilatif maupun eksekutif yang memiliki visi keberpihakan kepada rakyat, seperti Gerakan Caleg Bersih, Gerakan Tolak Politik Uang dan Pantau Pemilu. Menyikapi penyelenggarakan ritual politik 5 tahunan, Pemilihan Umum (Pemilu), gerakan perempuan telah berkontribusi mendorong peningkatankualitasdemokrasi,melaluijaminanketerwakilan sekurang- kurangnya 30 % dalam politik representasi. Namun keterwakilan 30% perempuan dalam politik representasi saja, tidaklah cukup untuk membebaskan perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya dari kungkungan kemiskinan dan ketertindasan di Indonesia. Dibutuhkan suatu agenda untuk menyelesaikan masalah-masalah utama bangsa, terutama yang sangat dirasakan oleh perempuan dan kelompok miskin dan marjinal. Pasca reformasi, pergantian pemerintahan selama ini belum menunjukkan adanya perubahan signifikan terhadap nasib perempuan miskin yang rentan dan tertindas. Setelah 69 tahun bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya, namun bagi perempuan, sesungguhnya mereka belum benar-benar merdeka dari diskriminasi, eksploitasi dan pemiskinan. Untuk itu, pergantian pemerintahan baru pada tahun 2014 ini diharapkan sekaligus sebagai babak baru bagi perbaikan pemenuhan hak-hak perempuan. Situasi diatas menjadi latar belakang beberapa organisasi masyarakat sipil yang concern pada perjuangan pemenuhan hak-hak perempuan
  • 7. v mengambil inisiatif dengan menyatukan Gerakan Perempuan untuk Mewujudkan “Indonesia Beragam”- Berdaulat, Bersih, Sejahtera, Adil Gender, Bergerak, Majemuk. Indonesia Beragam merupakan sebuah gerakan perempuan yang bercita-cita membangun peradaban Indonesia yang bersih dari korupsi, bebas dari kemiskinan, bebas dari segala bentuk kekerasan dan rasa takut untuk mencapai keadilan dan kedaulatan bagi rakyat miskin, perempuan dan kelompok marginal. Untuk itu, Gerakan Perempuan Mewujudkan INDONESIA BERAGAM, menyusun 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN yang akan didesakkan kepada calon-calon pemimpin bangsa periode 2015-2019, untuk mewujudkan INDONESIA BERAGAM, sebuah tatanan kehidupan dan pemerintahan Indonesia yang Berdaulat, Bersih, Sejahtera, Adil Gender dan Majemuk (Menghargai Keberagaman). Jakarta, 7 Maret 2014
  • 8. vi 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM DAFTAR ISI No SUBSTANSI Halaman I Pengantar.................................................................... iv II Deklarasi 10 Agenda Politik ...................................... viii III Gerakan Perempuan dan 10 Agenda Politik Perempuan.................................................................. 1 1 Agenda 1. Pemenuhan Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas ....................................... 2 2 Agenda 2. Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Terutama Pendidikan Perempuan........... 9 3 Agenda 3. Penghentian Kekerasan terhadap Perempuan ............................................. 16 4 Agenda 4. Penghentian Pemiskinan Perempuan dan Kelompok Marginal ................................. 25 5 Agenda 5. Perlindungan Perempuan dalam Situasi Konflik, Bencana serta Pengelolaan Lingkungan dan Sumber daya Alam ........ 32 6 Agenda 6. Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan yang Layak bagi Perempuan............................. 41 7 Agenda 7. Perlindungan atas Kebebasan Berkeyakinan dan Beragama .................. 53 8 Agenda 8. Hak Politik Perempuan ............................ 59
  • 9. vii 9 Agenda 9. Penghapusan Produk Hukum yang Diskriminatif terhadap Perempuan dan Kelompok Minoritas................................ 68 10 Agenda 10. Penghentian Korupsi................................ 74 IV Daftar Pustaka ............................................................ 81 V Tim Penyusun 10 Agenda Politik ................................ 84 VI Tentang Gerakan Perempuan Mewujudkan Indonesia Beragam...................................................................... 85
  • 10. viii 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM DEKLARASI GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Hentikan pembiaran negara terhadap tragedi nasional : Lonjakan drastis angka kematian ibu melahirkan B ertepatan dengan peringatan International Women’s Day (Hari Perempuan Internasional) 8 Maret, kami Gerakan Perempuan Mewujudkan “Indonesia Beragam” yang merupakan kolaborasi dari organisasi-organisasi perempuan, organisasi pro demokrasi dan kelompok-kelompok marjinal di Indonesia menyerukan agenda politik kepada calon legislatif dan presiden. Kami mendesakkan agar pemerintah dan parlemen terpilih memprioritaskan penyelesaian tragedi nasional yaitu kenaikan secara drastis Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasar data Statistik Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 yang dilansir pada tahun 2013, angka kematian ibu melonjak menjadi 359 per 100 ribu kelahiran sementara dalam target pemerintah berada pada angka 108. Dibalik hitungan statistik ini, kematian ibu merupakan bentuk nyata kegagalan pemerintah untuk memenuhi hak hidup kepada rakyatnya terutama perempuan. Nyawa perempuan dipertaruhkan secara massif akibat pembiaran negara terhadap hak-hak kesehatan reproduksi perempuan dengan diabaikannya pemenuhan hak dasar ini dari prioritas pembangunan. Pengabaian ini bertolak belakang dengan berbagai komitmen pemerintah sudah dengan tegas mengatur dalam hukum tertinggi di Indonesia yaitu Amandemen UUD 1945 khususnya pasal 28H ayat 1. Indonesia juga telah genap 30 tahun mengesahkan UU NO.7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap
  • 11. ix perempuan (CEDAW), kemudian dilengkapi dengan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Mellinium Development Goals (MDGs) khususnya tujuan 5, International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 bahkan pada tahun 2013 Menteri Kesehatan Meluncurkan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu RAN PPAKI 2013-2015. Tidak satupun celah bagi pemerintah untuk mengelak dari tanggung jawab ini, penurunan angka kematian ibu harus menjadi prioritas pembangunan. Pemerintah mesti mengenali dan melakukan tindakan nyata untuk menghapus berbagai faktor utama yang menyumbang terjadinya kematian ibu, diantaranya adalah budaya patriarki, menguatnya fundamentalisme berbasis suku atau keagamaan dan privatisasi atau pengalihan tanggung jawab negara atas pelayanan publik. Berdasarkan situasi ini, Gerakan Perempuan Mewujudkan Indonesia Beragam mendesakkan 10 agenda politik perempuan kepada pemerintah dan parlemen terpilih untuk memenuhi: 1. Hak kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan dan kelompok marjinal secara adil dan berkualitas; 2. Hak atas pendidikan terutama pendidikan perempuan yang berkualitas, berkeadilan gender dan menghargai keberagaman; 3. Penghentian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan 4. Penghentian pemiskinan perempuan dan kelompok dan menyediakan perlindungan sosial yang memadai; 5. Perlindungan perempuan dalam situasi konflik, bencana serta menjamin pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam; 6. Hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan dengan memberikan perlindungan terhadap Buruh Migrant, Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran dan dalam negeri, buruh perempuan dan dektor informal lainnya; 7. Perlindungan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama ; 8. Hak politik perempuan yaitu hak beroganisasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan , dan hak kewarganegaraan;
  • 12. x 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM 9. Penghapusan produk hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas; 10. Penghentian korupsi Jakarta, 7 Maret 2014 Penanggung Jawab Gerakan Perempuan Indonesia Beragam • Ruby Kholifah - AMAN Indonesia (dwiruby@amanindonesia. org, HP: 081289448741) • Dian Kartikasari - Koalisi Perempuan Indonesia (dian@ koalisiperempuan.or.id, HP: 0816759865) • Misiyah - Institut KAPAL Perempuan (misi@kapalperempuan. org, @misikapal, HP:08111492264) • Anis Hidayah - Migrant CARE (anis@migrantcare.net, @ anishidayah, HP: 08157872287)
  • 13. 1 GERAKAN PEREMPUAN DAN 10 AGENDA POLITIK GERAKAN PEREMPUAN MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM G erakan Perempuan mewujudkan INDONESIA BERAGAM meyakini bahwa 10 Agenda Politik Perempuan ini, merupakan agenda paling mendesak untuk dilaksanakan pada 5 tahun periode pemerintah yang akan datang, untuk mengatasi kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat, terutama perempuan, kelompok miskin dan marjinal. Gerakan Perempuan mewujudkan INDONESIA BERAGAM, percaya bahwa Pemilu 2014 adalah momen politik penting perubahan kepemimpinan bangsa dan negara. Pemilu sekaligus momen penting untuk memastikan, bahwa perubahan kepemimpinan negara dan bangsa ini akan semakin mendekatkan pencapaian tujuan negara, mencerdaskan kehidupan bangsa, mensejahterakan seluruh warga negara dan mewujudkan keadilan sosial Gerakan Perempuan Mewujudkan INDONESIA BERAGAM, mendesak komitmen partai politik, calon anggota dewan perwakilan rakyat serta calon Presiden dan wakil presiden, yang sedang dan akan berlaga pada Pemilu 2014 untuk melaksanakan dan mengintegrasikan 10 Agenda Politik Perempuan ini dalam pembangunan di semua tingkatan, serta melibatkan setiap elemen masyarakat, termasuk kelompok perempuan untuk berpartisipasi dalam setiap tahapan pembangunan. Gerakan Perempuan Mewujudkan INDONESIA BERAGAM, berkomitmen akan mengawal, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan 10 Agenda Politik Perempuan, sampai terwujudnya INDONESIA BERAGAM, yaitu Indonesia yang Berdaulat, Bersih, Sejahtera, Adil Gender dan Majemuk.
  • 14. 2 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM AGENDA 1 Pemenuhan Hak Atas Kesehatan, Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas1 Tingginya Angka Kematian Ibu Melahirkan adalah darurat kemanusiaan di Indonesia yang harus segera diakhiri I. Latar Belakang Kesehatan khususnya kesehatan reproduksi dan seksualitas adalah hak dasar setiap rakyat Indonesia. Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak atas kesehatan rakyatnya sepanjang siklus hidup manusia, sejak usia dini hingga tutup usia. Pemenuhan hak atas kesehatan merupakan modal utama untuk menentukan kualitas kepemimpinan dan keberlanjutan sebuah bangsa dan negara. Karena rakyat yang sehat dan cerdas merupakan kekuatan utama untuk mengisi kemerdekaan melalui pembangunan. Sampai saat ini, hak atas kesehatan reproduksi dan hak seksualitas belum dapat dipenuhi secara menyeluruh oleh pemerintah kepada rakyat Indonesia. Hak atas kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah meliputi : 1) hak atas penyediaan sistem perlindungan kesehatan yang memberikan kesetaraan kesempatan bagi setiap orang untuk menikmati tingkat kesehatan tertinggi, 2) hak untuk pencegahan, pengobatan dan pengendalian penyakit; 3) akses terhadap obat-obatan esensial; 4) ibu, anak dan kesehatan reproduksi; 5) akses yang sama dan tepat waktu untuk pelayanan kesehatan dasar; 6) penyediaan 1 Ditulis oleh : Titiana Adinda (Our Voice Indonesia) Lilis , Rena (Kalyanamitra)
  • 15. 3 pendidikan dan informasi kesehatan; 7) partisipasi penduduk dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan di tingkat nasional dan masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa hak seksual mencakup hak asasi manusia yang telah diakui oleh hukum nasional dan internasional, serta dokumen dan perjanjian internasional2 . Hak asasi ini termasuk hak semua orang untuk bebas dari pemaksaan, diskriminasi dan kekerasan untuk: 1) menerima pelayanan kesehatan yangberkualitasterkaitdenganseksualitas,termasukakseskepelayanan kesehatan seksual dan reproduksi, 2) mencari dan menyampaikan informasi terkait dengan seksualitas, 3) mendapatkan informasi dan pendidikan seksualitas, 4) menghormati integritas tubuh, 5) memilih pasangan, 6) memutuskan untuk aktif seksual atau tidak, 7) melakukan hubungan seksual tanpa paksaan 8) memutuskan menikah tanpa paksaan, 9) memutuskan untuk memiliki atau tidak memiliki dan kapan mempunyai anak, 10) memiliki kehidupan seksual yang memuaskan, menyenangkan dan aman. Organisasi Kesehatan Dunia juga menekankan bahwa pemenuhan hak asasi manusia seseorang harus memperhatikan dan menghormati hak asasi orang lain. Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan menyebutkan bahwa hak reproduksi adalah hak asasi ini berlandaskan atas pengakuan hak-hak dasar bagi pasangan dan individu untuk: 1) memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terkait jumlah, jarak dan waktu memilki anak, 2)memiliki akses ke informasi dan pelayanan terkait, dan juga hak untuk mencapai standar kesehatan seksual dan reproduksi optimalnya, 3) hak untuk membuat keputusan terkait reproduksi tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan, seperti yang disebutkan di Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan3 Persoalan kesehatan bukan persoalan medis semata melainkan terkait erat dengan penyediaan infrastuktur dan aspek politik, sosial 2 http://www.who.int/reproductivehealth/topics/sexual_health/sh_definitions/en/ 3 (International Conference on Population Development, Kairo, 5-13 September 1995, paragraph 7.3).
  • 16. 4 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM dan budaya. Kegagalan mengatasi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi baru lahir, bayi dan balita serta pengendalian penyakit menular terkait erat dengan persoalan gagalnya pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan, keamanan dan keterjangkauan pangan dan air bersih, menyediakan infrastruktur khususnya jalan di pedesaan, penghapusan ketimpangan gender dan penghapusan pratek-praktek tradisi yang meminggirkan perempuan dan anak. II. Data dan Fakta : Minimnya Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Sampai saat ini sebagian besar warga negara Indonesia belum dapat menikmati hak atas kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya AKI, meningkatnya jumlah penderita HIV dan AIDs dan menguatnya tradisi yang merugikan kesehatan anak perempuan seperti perkawinan dibawah umur dan sunat perempuan. Data dan fakta dibawah ini akan memberikan gambaran bagaimana kegagalan negara memenuhi hak atas kesehatan bagi warga negaranya terutama perempuan. 1. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjuk- kan bahwa, sepanjang periode 2007-2012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam. Diketahui, pada 2012 AKI mencapai 359 per 100 ribu per kelahiran hidup atau meningkat sekitar 57 persen bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, yang hanya sebesar 228 per 100 ribu per kelahiran hidup. 2. Laporan Menteri Kesehatan tentang Perkembangan HIV dan AIDS Triwulan 2 (Januari- Juni ) tahun 2013 menunjukkan bahwa: a) Upaya pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS dan penyakit menular lainnya belum efektif, hal ini diindikasikan oleh adanya korban baru penderita HIV mencapai 10.210 orang, angka ini menggenapi total penderita HIV mencapai 108.600 orang. Disamping itu terjadi peningkatan kasus baru AIDS sebanyak 780 orang sehingga jumlah penderita AIDS mencapai 43.667 orang. b) Rendahnya akses bagi penyandang HIV dan Aids untuk memperoleh layanan kesehatan, ditunjukkan dengan jangkauan pemberian layanan obat-obatan hanya35% penderita HIV dan AIDS.
  • 17. 5 c) Pergeseran pola perkembangan dan penularan HIV dan AIDS yangmenunjukkanrisikotertinggipadahubunganheteroseksual 59,9. Data ini menunjukkan bahwa perempuan, terutama ibu rumah tangga lebih rentan tertular HIV /AIDS dari pasangannya. d) Kondisi kesehatan Bayi baru lahir, bayi dan Balita masih sangat memprihatinkan. Angka Kematian Bayi Baru Lahir, Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita masih sangat tinggi. Laporan Pencapaian MDG tahun 2010 menunjukkan Angka Nasional dari Angka Kematian Bayi Baru lahir sebesar 19/1000, Angka Kematian Bayi sebesar 34/1000 dan Angka Kematian Balita sebesar 44/1000, namun di beberapa provinsi menunjukkan dua kali lipat dari angka nasional. 3. Rendahnya jumlah dan kualitas tenaga kesehatan, terutama bidan dan dokter ahli spesialis kebidanan dan kandungan. 4. Tidak terpenuhinya kebutuhan obat-obatan dan alat kesehatan di pusat-pusatlayanankesehatan,sebagaiakibatdariketergantungan terhadap obat dan alat kesehatan import. 5. Rendahnya daya jangkau masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan, karena buruknya infrastruktur dan tidak tersedianya sarana transportasi yang memadai di pedesaan dan daerah terpencil. 6. Rendahnya alokasi anggaran kesehatan dalam anggaran negara (baik di tingkat pusat maupun daerah) . Hingga kini alokasi anggaran untuk layanan kesehatan, belum mencapai 3%. Standar internasional menyatakan, pemerintah berkewajiban meng- alokasikan anggaran kesehatan sekurang-kurangnya 5% dari anggaran negara. 7. Masih banyaknya praktek-praktek tradisi yang merugikan kesehatan anak dan perempuan seperti sunat (khitan) perempuan dan perkawinan usia anak-anak. 8. Pemerintahtidakmelakukanupayamaksimaluntukmenghapuskan praktek-praktek tradisioal yang merugikan kesehatan perempuan dan anak. Sebaliknya justru melegalkan praktek diskriminatif melalui hukum dan peraturan perundangan, seperti Praktek sunat
  • 18. 6 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM perempuan dilegitimasi oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 13636/MENKES/ PER/ XI/ 2010 tentang Sunat Perempuan4 dan perkawinan anak-anak dilegitimiasi melalui UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 9. Kelompok rentan terutama penyandang disabilitas, lanjut usia dan korban kekerasan mengalami berbagai rintangan untuk mendapatkan hak atas kesehatannya terutama disebabkan oleh mahalnya harga obat, mahalnya alat bantu kesehatan, rendahnya akses atau daya jangkau di pusat layanan kesehatan serta perilaku diskriminatif dari keluarga, masyarakat maupun petugas layanan kesehatan. III. Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional Hak atas kesehatan mutlak harus dipenuhi oleh pemerintah karena telah diakui, dijamin dan diatur dalam berbagai peraturan perundangan di tingkat nasional, instrumen hukum internasional dan kesepatan internasional, yaitu : 1. UUD 1945, khususnya pasal 28 H ayat (1), Pasal 28 B, dan Pasal 34 ayat (3) 2. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), khususnya Pasal 2, Pasal 12, yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No.7 tahun 1984 3. Konvensi-konvensi Internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia seperti Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia ( UU No. 5 tahun 1998, Konvensi Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (UU No 12 Tahun 2005) , 4. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 5. UU No. 23 tahun 2009 tentang Kesehatan – Bagian Keenam 4 Meskipun surat tersebut sudah dicabut namun dalam masyarakat masih menganggap sunat ini sebagai kewajiban, bahkan praktek ini diperkuat oleh Fatwa MUI tahun 2010 tentang “Dilarang Melarang Sunat Perempuan”
  • 19. 7 tentang Kesehatan Reproduksi. 6. Kesepakatan Internasional, Mengurangi Setengah Penduduk Termiskin di dunia yaitu: Tujuan Pembangunan Millennium (Millenium Development Goals  -MDG), khususnya Goal 4: menurunkan angka kematian anak, Goal 5 : Meningkatkan kesehatan Ibu dan Goal 6 : Pemberantasan HIV/AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya. IV. Agenda : Penuhi Hak Atas Kesehatan, Kesehatan Reproduksi Dan Seksualitas Data dan fakta diatas menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas kesehatan hingga kini masih belum dapat dinikmati oleh seluruh perempuan, anak-anak dan kelompok marjinal lainnya. Peraturan perundangannasional,instrumenhukumdankesepakataninternasional, menegaskan kewajiban negara, terutama pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan, kesehatan reproduksi dan seksualitas. Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan agenda untuk: 1. Menciptakan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan, dan tenaga kesehatan khususnya bagi penduduk di pedesaan dan daerah terpencil sesuai dengan situasi dan kebutuhan mereka. 2. Menyediakan sistem perlindungan sosial bidang kesehatan yang inklusif, sensitif dan responsif gender serta menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan. 3. Menyediakan pelayanan dan fasilitas layak dan lengkap bagi perempuan yang melakukan konsultasi, pemeriksaan dan penanganan terkait kesahatan reproduksi perempuan. 4. Mengalokasikan anggaran negara sekurang-kurangnya 5% dari
  • 20. 8 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM anggaran negara untuk kesehatan, terutama untuk kesehatan reproduksi, penurunan AKI, angka kematian Bayi dan Balita, pengendalian HIV dan AIDS, penyakit menular dan penyakit kronis. 5. Penyediaan infrastruktur dan transportasi pedesaan dan daerah terpencil untuk memperbaiki keterjangkauan terhadap layanan kesehatan. 6. Membangun dan mengembangkan produksi obat dan alat kesehatan nasional untuk menghentikan ketergantungan terhadap alat kesehatan dan obat import. 7. Menghapuskan dan merevisi semua peraturan perundangan yang mendukung praktek-praktek, tradisi, kebiasaan yang diskriminatif dan merugikan perempuan dan anak perempuan, seperti sunat perempuan, merevisi UU kesehatan terkait dengan pemberian pelayanan khusus terhadap kesehatan reproduksi tanpa diskriminasi, terutama diskriminasi berbasis kelas sosial, orientasi seksual, status perkawinan dan norma-norma konservatif lainnya, serta merevisi UU Perkawinan khususnya terkait usia perkawinan. 8. Memenuhi kebutuhan khusus layanan kesehatan bagi kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, korban kekerasan, dan masyarakat di wilayah bencana, terpencil, pengungsian dan konflik.
  • 21. 9 AGENDA 2 Pemenuhan Hak Pendidikan yang Berkualitas, Berkeadilan Gender dan Inklusif 5 Perempuan Indonesia, terutama di pedesaan sebagian besar buta huruf, putus sekolah, mengalami diskriminasi, dan tidak dapat menjangkau pendidikan berkualitas yang mahal I. Latar Belakang Pendidikan adalah hak dasar rakyat sehingga negara wajib menyediakan pendidikan sebaik-baiknya agar proses pencerdasan dan pemberdayaan setiap orang dapat berjalan dengan baik, yang pada gilirannya akan menciptakan kesejahteraan, keadilan dan perdamaian dalam masyarakat. Oleh karenanya pendidikan menjadi indikator penting dalam Index Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang setiap tahun diukur oleh UNDP. Pada tahun 2013, HDI Indonesia masih rendah dan berada di urutan 121. Negara Indonesia mempunyai kerangka legalitas yang kuat untuk komitmennya terhadap pendidikan, dari UUD 1945 sampai konvenan- konvenan internasional yang diratifikasinya. Salah satu yang dijanjikan dalam berbagai dokumen tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun berkualitas, bebas biaya dan tidak ada diskriminasi terhadap- terutama- perempuan dan kelompok marjinal. 5 Tulisan ini merupakan ringkasan paper “Persoalan Pendidikan Masa Pemerintahan SBY” oleh Tim Institut KAPAL Perempuan
  • 22. 10 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Namun sampai hari ini rakyat masih belum dapat menikmati pendidikan dasar yang berkualitas, benar-benar bebas biaya dan tidak diskriminatif seperti yang dijanjikan tersebut. Pendidikan berkualitas masih menjadi “barang mewah”, banyak anak perempuan putus sekolah, anak-anak perempuan dan kelompok agama tertentu masih mengalami diskriminasi. Hal ini merupakan wujud kesenjangan antara komitmen negara dalam berbagai kebijakan yang dihasilkan dengan pelaksanaan pemenuhan Hak Atas Pendidikan. II. Data dan Fakta : Minimnya Pemenuhan Hak Pendidikan di Indonesia Bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan miskin, perempuan dan kelompok-kelompok marjinal masih jauh untuk dapat menjangkau pendidikan yang bebas biaya, berkualitas yang membawa nilai-nilai keadilan gender dan menghargai keberagaman. Problem ini dengan jelas ditunjukkan oleh realita: 1. Data pemerintah masih menunjukkan bahwa realisasi wajib belajar 9 tahun masih jauh dari yang dikomitmenkan karena pendidikan dasar yang berkualitas dan bebas biaya belum benar- benar tercipta6 . 2. Pemerintahtidakkonsistendalamhalpenyelenggaraanpendidikan dasar yang berkualitas dan bebas biaya, ini karena UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 9, justru mengatur bahwa masyarakat harus turut terlibat dalam pembiayaan pendidikan seperti dalam mewajibkan masyarakat memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. 3. Maraknya berita anak-anak yang mencoba bunuh diri karena 6 Hasil penelitian Education Network for Justice di enam desa di Pasuruan, Bogor, dan Sumatera Utara menunjukkan setiap keluarga mengeluarkan sekitar 25% dari pendapatan keluarganya untuk biaya pendidikan baik secara langsung mau pun tidak langsung. Dari berita-berita media juga terungkap bahwa setiap awal tahun pelajaran orang tua selalu mengeluh tentang biaya masuk sekolah baik untuk tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan Universitas.
  • 23. 11 masalah biaya-biaya sekolah merupakan bukti yang nyata.7 Akibat dari ketentuan Pasal 9 UU No 20 tahun 2003 yang membebani masyarakat. 4. Alokasi Budget Negara untuk pendidikan minimal 20% diluar gaji guru belum terjadi. Hal ini terindikasi dari APBN dan sebagian besar APBD. Beberapa APBD menunjukkan sudah mencapai 20% tapi sebagian besar alokasinya digunakan untuk biaya rutin seperti gaji dan gedung. 5. Kesetaraan gender dalam pendidikan belum ditangani secara menyeluruh. Kebijakan-kebijakan yang menyebabkan anak perempuan putus sekolah tidak pernah direview oleh pemerintah. Misalnya, UU perkawinan yang memperbolehkan anak perempuan berusia 16 tahun untuk menikah telah menjadi legitimasi bagi pernikahan dini. Di beberapa daerah, praktek pernikahan anak dibawah 15 tahun masih banyak terjadi dan ini menjadi penyebab utama kesenjangan gender dalam pendidikan. Akibat lebih jauhnya, perempuan menjadi buta huruf dan miskin. 6. Meningkatnya jumlah kebijakan pemerintah maupun kebijakan sekolah yang mendiskriminasi anak perempuan dan anak-anak dari kelompok keagamaan yang disesatkan.8 Pembiaran terhadap maraknya kebijakan diskriminatif menunjukkan bahwa negara melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak atas pendidikan. 7. Langkanya kesempatan memperoleh pendidikan bagi disabel perempuan juga menyebabkan kemiskinan bagi populasi ini. Kesempatan pendidikan yang tersedia lebih diprioritaskan kepada laki-laki dibandingkan perempuan. Para disabel perempuan biasanya hanya mendapatkan pendidikan informal yang sifatnya 7 Peristiwa bunuh diri yang dilansir media pada tahun 2012 dan sampai saat ini masih banyak meskipun sudah dikeluarkan kebijakan pendidikan gratis 9 tahun . Sebagian besar siswa yang bunuh diri karena tidak bisa melanjutkan sekolah, iuran wisata yang sangat tinggi dari sekolah sehingga siswa miskin tidak bisa memenuhi, dan tidak bisa membayar biaya ujian sebesar Rp. 130 ribu. 8 Anak perempuan tidak boleh sekolah jika hamil atau menikah, adanya kebijakan tes keperawanan, siswa perempuan korban perkosaan dikeluarkan dari sekolah dan anak-anak dari aliran Syiah dan Ahmadiyah tidak bisa bersekolah di sekolah umum.
  • 24. 12 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM pelatihan vokasional atau pelatihan ketrampilan dasar misalnya menjahit, menyulam, membuat kerajinan, dsb. Artinya jenis ketrampilan yang selama ini dikembangkan masih sangat terbatas pada belajar ketrampilan saja, tetapi tidak berfokus pada pengembangan pasar. Terlihat bahwa belum ada pemberdayaan kepada difabel perempuan untuk lebih mengandalkan segi intelektualitas dan sesuai dengan tuntutan zaman9 8. Pemerintah mengklaim angka buta huruf sudah menurun. Tetapi klaim keberhasilan pemerintah tersebut tidak menggambarkan konteks keaksaraan secara luas dan menyeluruh. Karena pemerintah hanya memfokuskan perhatiannya pada mereka yang berusia antara 15-40 tahun saja. 9. Tidak ada kebijakan yang komprehensif dan strategi pendanaan yang memadai untuk Pendidikan non formal dan informal. Padahal dalam konteks krisis ekonomi seperti sekarang, pendidikan non formal dan informal dapat menjadi bagian dari strategi utama menghadapi kemiskinan. 10. Mutu pendidikan masih menjadi pertanyaan besar, karena peningkatan kapasitas guru belum menjadi perhatian. 11. Kekerasan terutama kekerasan seksual di sekolah terhadap siswa masih tinggi. III. Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional Amanat Pembukaan UUD 45 dijabarkan ke dalam Pasal 31 UUD 1945 yang menggariskan bahwa pendidikan merupakan hak dari tiap-tiap warga negara. Pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang diatur melalui undang-undang yaitu: UU Sisdiknas No.20/2003, dan undang-undang yang lainnya, seperti UU tentang HAM, UU tentang perlindungan anak, UU tentang ratifikasi CEDAW. 9 Risnawati Utami, SH, MS/International Health Policy and Management, Relasi antara Gender, Disabilitas dan Kemiskinan, Februari 2014
  • 25. 13 1. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 28 c, ayat 1 dan Pasal 31, ayat 1-5. 2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 4, ayat 1-6, pasal 5; Pasal 11, ayat 1 dan 2; Pasal 40, ayat 1; Pasal 48, ayat 1; Pasal 49, ayat 1. 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak pasal 2, 3, pasal 7 ayat 2, pasal 20, 54 dan 59 yang menegaskan pelarangan diskriminasi dan perlindungan oleh negara termasuk perlindungan dari kekerasan seksual. 4. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, pasal 10 menyatakan bahwa negara wajib menjamin tidak ada diskriminasi terhadap perempuan. 5. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, pasal 26 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh pendidikan. 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pasal 11 dan pasal 48, pasal 50-54 yang menegaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak dan kewajiban pemerintah memberikan afirmasi kepada kelompok-kelompok marjinal. 7. Pasal 13 Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang telah diratifikasi melalui UU No 11 tahun 2005 8. Education for All (pendidikan untuk semua) 9. Dalam Kerangka Aksi Dasar Pendidikan untuk Semua, terdapat enam tujuan pendidikan yang akan dicapai pada tahun 2015, salah satunya adalah memastikan di tahun 2015 semua anak, khususnya perempuan, anak yang berada dalam keadaan sulit dan mereka yang berasal dari etnis minoritas memiliki akses dan menyelesaikan WAJAR yang bebas biaya dan bermutu baik. 10. Millenium Development Goals (MDGs): Dua dari enam tujuan di atas kemudian diadopsi dalam MDG, khususnya goal 2 dan 3 salah satu target di tahun 2015, anak-anak dimana saja, anak perempuan dan laki-laki sama saja kelak mampu menyelesaikan pendidikan/
  • 26. 14 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM menamatkan sekolahnya serta menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar dan menengah, pada tahun 2005 dan pada semua tingkat pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. 11. CONFINTEA VI: Pendidikan orang dewasa, pada konferensi CONFINTEA VI dihasilkan tentang Kerangka Kerja Aksi Belém untuk mempercepat realisasi pemenuhan hak pendidikan orang dewasa. Kerangka aksi ini menjelaskan bahwa untuk memenuhi hak atas pendidikan bagi orang dewasa dan kaum muda, diperlukan beberapa aspek yang mendukung, yaitu: kebijakan; pemerintahan; pembiayaan; partisipasi, inklusi, kesetaraan; kualitas; dan monitoring serta evaluasi. IV. Agenda : Penuhi Hak Pendidikan Yang Berkualitas, Berkeadilan Gender dan Inklusif Data dan fakta membuktikan bahwa hak atas pendidikan bagi semua warga negara, belum terpenuhi. Peraturan perundangan nasional, intrumen hukum dan kesepakatan internasional sangat kuat memberikan mandat kepada negara, terutama pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya terhadap hak atas pendidikan dan menyelenggarakan pendidikan dasar gratis, berkualitas, berkeadilan gender dan menghargai keberagaman. Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan Agenda untuk: 1. Menyelenggarakan pendidikan 9 tahun yang berkualitas dan tanpa biaya di seluruh Indonesia sehingga program wajib belajar 9 tahun dapat terpenuhi; 2. Mengalokasikan dana untuk pendidikan 20% diluar gaji guru baik untuk APBN maupun APBD; 3. Menerapkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender serta penghargaan terhadap keberagaman dalam pendidikan;
  • 27. 15 4. Menurunkan angka buta huruf terutama buta huruf perempuan yang merupakan dua pertiga dari angka buta huruf di Indonesia; 5. Menyelenggarakan pendidikan non formal dan informal bagi pemuda dan kelompok-kelompok perempuan, miskin dan marginal; 6. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan mencabut kebijakan- kebijakan dan menghapus praktek-praktek yang mengarah pada privatisasi pendidikan dan diskriminatif. 7. Membuat kebijakan dan langkah-langkah affirmasi dalam rangka mempermudah akses perempuan disabel di berbagai bidang kehidupan, termasuk di bidang pendidikan serta meningkatkan kapasitas disabel perempuan melalui pendidikan baik formal maupun non formal10 8. Memperbaiki kualitas sistem pendidikan nasional melalui revisi UU Pendidikan agar memiliki perspektif keadilan gender, pluralis dan menghapus pasal-pasal yang sifatnya memprivatisasi pendidikan. 10 Rekomendasi Khusus Kelompok Disabel, Risnawati Utami, SH, MS/International Health Policy and Management, Relasi antara Gender, Disabilitas dan Kemiskinan, Februari 2014
  • 28. 16 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM AGENDA 3 Penghentian Kekerasan Terhadap Perempuan Indonesia dalam situasi darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak I. Latar Belakang Setiap orang berhak untuk bebas dari kekerasan dan ancaman kekerasan dalam bentuk apa pun. Negara berkewajiban menghentikan segala bentuk kekerasan untuk melindungi setiap orang, terutama perempuan dan anak. Kewajiban negara melindungi setiap orang dari ancaman kekerasan dan tindak kekerasan tidak terbatas pada penghentian pada saat terjadinya kekerasan. Negara juga wajib menghapuskan faktor-faktor penyebab dan pelanggeng terjadinya kekerasan, mencegah potensi timbulnya kekerasan, menghentikan kekerasan yang tengah berlangsung, memberikan bantuan kepada korban dan melaksanakan penegakkan hukum dan menghukum pelaku kekerasan. Sejumlah peraturan perundangan telah diciptakan untuk menghentikan kekerasan. Namun hingga kini kekerasan masih terus terjadi. Hasil Pemetaan kekerasan yang dilakukan oleh Komunitas untuk Indonesia yang Adil dan Setara (KIAS) menunjukkan bahwa kekerasan bukanlah persoalan hukum semata. Sikap dan cara pandang seseorang atau kelompok terhadap orang lain, tafsir agama, adat, budaya, dan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif berpotensi mendorong dan melestarikan praktek-praktek kekerasan terhadap perempuan.
  • 29. 17 II. Data dan Fakta : Kekerasan Terhadap Perempuan Terus Berlanjut Berlanjutnya berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang disebabkan oleh faktor-faktor sikap dan cara pandang seseorang atau kelompok terhadap orang lain, tafsir agama, adat , budaya, dan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif , dibuktikan oleh fakta dan data : 1. Laporan perkembangan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diterbitkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Kepolisian Republik Indonesia serta Laporan KOMNAS Perempuan yang dikumpulkan dari berbagai organisasi perempuan, menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan, terus mengalami peningkatan. 2. Tingginya kasus kekerasan seksual semakin mengkhawatirkan. Data KOMNAS Perempuan menyebutkan pada tahun 2013 terdapat 2.521 kasus kekerasan seksual. Artinya, setiap hari ada 35 perempuan dan anak menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia. Dari jumlah tersebut, perkosaan, merupakan kasus terbanyak (840 kasus) dan pencabulan (780 kasus). Kejahatan kekerasan seksual mengakibatkan korban mengalami tekanan psikologis, trauma, cacat, infeksi rahim, kemarahan, kehilangan harga diri dan kepercayaan diri, bahkan bunuh diri. 3. Dalam Kitab hukum pidana (KUHP), kasus kekerasan seksual dikategorikan sebagai tindak kejahatan terhadap kesusilaan. Kejahatan kekerasan seksual tidak dikatagorikan dalam tindak kejahatan terhadap manusia. Pengkategorian kekerasan seksual ke dalam tindak kejahatan kesusilaan ini merupakan bentuk diskriminasi melaluisubstansi hukum. 4. Kekerasan seksual juga terjadi pada anak-anak perempuan yang menjadi korban kawin paksa di usia anak. Kekerasan seksual jenis ini menjadi “kejahatan tersembunyi” karena adanya budaya yang membenarkan praktek perkawinan anak dan tidak pernah diperhitungkan di dalam data kekerasan seksual yang diterbitkan oleh berbagai pihak. Padahal perkawinan paksa di usia anak, merupakan kategori perkosaan terhadap anak-anak perempuan.
  • 30. 18 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM 5. Berdasarkan data (World Fertility Policies, United Nations) 2011 ada sekitar 16 juta orang yang menikah pada usia dini. Indonesia menempati peringkat ke 37 dari 73 negara pada kasus kawin pertama usia muda, dan menempati peringkat tertinggi kedua di ASEANsetelahKamboja.HasilrisetBKKBNtahun2010menunjukan bahwa prevalensi umur perkawinan pertama berusia antara 15- 19 tahun sebanyak 41,9 persen dari total jumlah perkawinan di Indonesia. Di daerah perkotaan sebanyak 21,75% anak-anak dibawah usia 16 tahun sudah dikawinkan. Di pedesaan, angkanya jauh lebih besar yaitu 47,79 %. 11 6. Kekerasan Seksual juga dialami oleh perempuan penyandang disabilitas. Laporan yang dihimpun Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Sumatra Barat menunjukkan, telah terjadi modus baru kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas, melalui bujuk rayu dan ikatan pacaran dan berhubungan seksual yang direkam tanpa sepengetahuan korban, dan film hasil rekaman digunakan untuk memeras korban dan bahkan diunggah ke internet.12 7. Pemetaan kekerasan terhadap perempuan yang dihasilkan KIAS menunjukkan13 , bahwa sejumlah kekerasan terhadap perempuan tersebut bersifat struktural, yaitu karena adanya hukum dan kebijakan yang diskriminatif, tindakan otoritas desa, pimpinan adat dan politisi mencegah proses hukum dan mendorong penyelesaian secara adat atau secara “damai”, tindakan aparat Kepolisian yang lamban dalam penanganan kasus, tidak sensitif pada situasi korban dan menghentikan pemeriksaan karena tidak cukupnya alat bukti, tindakan jaksa yang cenderung menyalahkan korban dan mengajukan tuntutan hukuman ringan, sikap hakim yang menyudutkan korban, vonis pidana yang ringan terhadap pelaku, dan kurang aktif melakukan terobosan hukum . 8. Kekerasan terhadap perempuan bersifat kultural. Terjadinya 11 Rena Herdiyani, Kalyanamitra, Perkawinan Anak, Februari 2014 12 Laporan Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Sumatra Barat , 2013 13 KIAS, Laporan Pemetaan Kekerasan terhadap Perempuan, Febrari 2014
  • 31. 19 kekerasan akibat adanya tafsir agama yang digunakan sebagai pembenaran tindak kekerasan, praktek-praktek kebiasaan, tradisi dan adat yang berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap perempuan dan adanya organisasi-organisasi pendukung tindak kekerasan. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran serta cara pandang patriarkhi masyarakat juga merupakan faktor kultural utama. Masyarakat cenderung membenarkan tindakan pelaku dan menyalahkan hingga menghakimi korban dengan berbagai tindakan kekerasan psikis seperti mencemooh hingga mengucilkan korban, merupakan faktor budaya yang paling sulit untuk diubah. 9. Perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, masih marak di Indonesia. Meski tidak ada data baku sebagai rujukan, namun hampir semua sumber menyatakan adanya peningkatan jumlah dan modus operandinya. Perempuan dan anak perempuan miskin merupakan kelompok paling rentan menjadi korban kejahatan perdagangan orang. Modus perdagangan perempuan dan anak terbanyak adalah melalui jalur ketenagakerjaan, pariwisata dan hiburan serta industri seks. Himpitan kemiskinan dan rendahnya pengetahuan perempuan dan anak dari keluarga miskin tentang bahaya dan berbagai bentuk modus perdagangan orang merupakan sebab utama dari kerentanan mereka menjadi korban. 10. Rendahnya akses terhadap keadilan bagi perempuan, merupakan faktor penyebab berlanjutnya kekerasan terhadap perempuan. Unit-unit pelayanan publik penanganan kasus kekerasan pada kantor kepolisian masih sangat terbatas. Jumlah Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) dan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) pada kantor kepolisian di tahun 2012 telah mencapai 535 unit di seluruh provinsi dan Kabupaten/kota di seluruh Indonesia14 . Namun ketersediaan UPPA dan RPK ini dirasa masih sulit dijangkau oleh perempuan korban kekerasan, terutama perempuan miskin di pedesaan. Karena unit layanan disediakan di kantor kepolisian 14 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar, sambutan di Hari Ulang Tahun Polisi Wanita di Ciputat, Senin (10/9/2012), Sinar Harapan.
  • 32. 20 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM di tingkat Kepolisian Daerah (Polda), bukan di Kepolisian Sektor (Polsek), yang lebih mudah dijangkau korban. Sumber daya manusia di kepolisian kurang memadai. Sejumlah RPK dan UUPA terpaksa diisi oleh polisi laki-laki, karena polisi wanita (Polwan) sangat terbatas. Jumlah total anggota polisi di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 387.470 orang sedangkan jumlah polwan hanya 3,26 % atau 13.925 perempuan.15 11. Akses terhadap keadilan bagi perempuan bagi perempuan miskin, dalam bentuk dukungan pendampingan dan bntuan hukum juga masih sangat terbatas. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), masih sangat terbatas jumlahnya. Hingga tahun 2012, P2TP2A telah terbentuk di 33 Provinsi dan 242 Kabupaten dan Kota,16 artinya 298 Kabupaten/kota belum memiliki P2TP2A. Sejumlah organisasi dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menyediakan pendampingan hukum dan mengembangkan sistem bantuan hukum struktural melalui pembentukan tim paralegal, namun jumlahnya masih terlalu sedikit. 12. Alokasi anggaran negara bagi kementerian dan lembaga negara untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan masih sangat terbatas. Disamping rendahnya alokasi anggaran negara yang diperoleh, lembaga dan kementerian tersebut memiliki masalah dalam implementasi , sehingga daya serap anggaran negara yang dikelolanya sangat rendah. III. Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional Landasanhukumditingkatnasionaldandaerahdaninstrumenhukum internasional untuk mendorong negara memenuhi kewajibannya dalam penghentian berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuansangat 15 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar, sambutan di Hari Ulang Tahun Polisi Wanita di Ciputat, Senin (10/9/2012, merujuk data POLRI 16 Sambutan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak dalam Rakornas P2TP2A, Jakarta 28 Juni 2013),
  • 33. 21 kuatantara lain yaitu : 1. UUD 1945 terutama pada seluruh pasal dalam Bab tentang Hak Asasi Manusia 2. UU No 24 tahun 2004 Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 3. UU No 13 Tahun 2006 Perlindungan Saksi dan Korban 4. UU No 21 Tahun 2007 Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap perempuan (CEDAW), khususnya Pasal 6. 6. Konvensi PBB tentang Tindak Pidana Transnasional yang terorganisir, diratifikasi melalui UU no 05 Tahun 2009 7. Protokol untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak-anak, melengkapi Konvensi PBB tentang Tindak Pidana Transnasional yang terorganisir, diratifikasi melalui UU No 14 Tahun 2009 8. Protokol Menetang Penyelundupan migrant melalui Darat, Laut dan Udara, melengkapi konvensi PBB tentang Tindak Pidana Transnasional yang terorganisir, diratifikasi melalui UU No 15 Tahun 2009 IV. Agenda : Menghentikan Kekerasan Terhadap Perempuan Data dan fakta menunjukkan bahwa Penghentian kekerasan terhadap perempuan belum maksimal dilakukan oleh pemerintah. Peraturan perundangan nasional dan instrumen hukum menegaskan kewajiban negara, terutama pemerintah untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan Agenda untuk: 1. Mengefektifkan pelaksanaan semua undang-undang untuk
  • 34. 22 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM penghentian kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan memalui peningkatan upaya-upaya pencegahan, meningkatan kapasitas kelembagaan, peningkatan alokasi anggaran serta mengembangkan dan menerapkan kerangka pemantauan dan evaluasi yang efektif. 2. Segera mengesahkan Rancangan Uundang-Undang Kekerasan Seksual 3. Memperluas ruang gerak masyarakat untuk membangun gerakan sosial menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan melibatkan masyarakat, kgususnya perempuan dalam perencanaan dan aksi pemerintah sebagai bentuk partisipasi masyarakat. 4. Menghapuskan semua peraturan perundangan, terutama Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang diskriminatif terhadap perempuan. Serta melakukan langkah-langkah legislasi dan tindakan lain yang diperlukan untuk menghapus praktek budaya yang mendiskriminasi perempuan dan anak dan berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap perempuan. 5. Meningkatkan akses terhadap keadilan bagi perempuan dan anak terutama bagi yang miskin melalui peningkatan jumlah, kualitas dan keterjangkauan terhadap unit-unit pelayanan publik bagi korban kekerasan. 6. Membangun sistem perlindungan perempuan, sebagai upaya pencegahan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di segala aspek dan ranah
  • 35. 23 AGENDA 4 Penghentian Pemiskinan Perempuan dan Kelompok Marginal Kemiskinan di Indonesia berwajah perempuan: dana penanggulangan kemiskinan meningkat drastis, kemiskinan perempuan tidak menurun secara signifikan I. Latar Belakang BebasdarikemiskinanadalahhakdasarsemuarakyatIndonesiatanpa diskriminasi karena adanya perbedaan golongan, agama, suku, kelas, jenis kelamin, kemampuan fisik dan orientasi seksual. Pemenuhan hak untuk keluar dari kemiskinan terutama bagi perempuan dan kelompok- kelompok marjinal lainnya merupakan terjemahan dari hak untuk hidup layak dan bermartabat yang sudah dijamin oleh konstitusi nasional dan instrumen hukum internasional yang sudah ditandatangani Indonesia. Namun demikian kemiskinan masih menjadi masalah utama bagi Indonesia terutama proses pemiskinan yang terjadi pada perempuan (feminisasi kemiskinan) sebagai dampak dari kuatnya budaya patriarki. Beberapa faktor utama yang melanggengkan kemiskinan di Indonesia adalah budaya patriarki yaitu budaya yang mengagungkan laki-laki dan menempatkan perempuan sebagai obyek, kebijakan yang mengarah pada privatisasi pelayanan publik, rendahnya transaparansi yang diindikasikan dengan maraknya kasus-kasus korupsi, dan menguatnya proses segmentasi dalam masyarakat terutama berbasis pada golongan, agama dan kepentingan ekonomi politik.
  • 36. 24 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Sampai saat ini, feminisasi kemiskinan masih tetap menjadi masalah krusial di Indonesia, beberapa indikasi yang mencolok adalah pemiskinan perempuan ini adalah tingginya angka kematian ibu melahirkan, pada tahun 2012 hingga mencapai 359 per 100.000 kelahiran, rendahnya lapangan kerja dan pendapatan perempuan (perempuan bekerja dengan kisaran upah Rp. 20,000-30,000 dengan jam kerja panjang sampai 15 jam17 , rendahnya partisipasi perempuan dalam politik yang masih jauh dari pemenuhan kuota 30% dalam lembaga legislatif maupun Musrenbang, tingginya angka buta huruf perempuan mencapai 64% dari buta huruf adalah perempuan, serta terus meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan baik di wilayah domestik maupun publik. Budaya patriarki sebagai akar masalah dari feminisasi kemiskinan ini tercermindalamcarapandang,danperilakumasyarakatdiberlakukannya produk-produk hukum yang makin meminggirkan perempuan. Budaya patriarki makin mengental ketika mendapatkan legitimasi dari nilai-nilai adat dan agama dipraktekkan secara diskriminatif terhadap perempuan. Penyebab lain yang tidak kalah penting adalah adalah maraknya korupsi di Indonesia yang menimbulkan beban anggaran negara dan ujungnya adalah meningkatnya hutang luar negeri pemerintah Indonesia. Melalui utang luar negeri ini lembaga-lembaga keuangan internasional mendorong pemerintah Indonesia memprivatisasi pelayanan publik demi mengamankan pinjamannya. Akibatnya masyarakat harus membayar mahal untuk mendapatkan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, listrik, air, bahan bakar dan lain-lain. Masalah lainnya adalah masyarakat yang terkotak-kotak berdasar agama, suku, kelas, orientasi politik dan pembedaan daerah-nasional mengakibatkan proses feminisasi kemiskinan semakin akut karena kebijakan-kebijakan publik didominasi untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu saja. II. Data dan Fakta : Situasi Pemiskinan di Indonesia Bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan miskin, perempuan 17 Hasil penelitian Institut KAPAL Perempuan “Kepemimpinan Perempuan dalam Penanggulangan Kemiskinan Paska Orde Baru”, 2012, belum diterbitkan.
  • 37. 25 dan kelompok-kelompok marjinal, kemiskinan masih menjadi masalah serius di Indonesia , hal ini dibuktikan dengan data dan fakta : 1. Angka Kemiskinan berdasarkan laporan SUSENAS BPS 2013, bertambah menjadi 480.000 orang dalam periode 7 bulan yaitu Maret-September 2013. Indeks kemiskinan naik sebesar 1,75% menjadi 1,89%. Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,43% menjadi 0,48%. Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Disamping itu terjadi kesenjangan antara kota dan desa yang ditunjukkan oleh indeks kedalaman kemiskinan perkotaan sebesar 1,41% sedangkan perdesaan melampaui angka 2,37% serta nilai indeks keparahan kemiskinan perkotaan hanya 0,37% dan daerah perdesaan sebesar 0,60%. 2. Data kemiskinan tidak menggambarkan situasi kemiskinan secara menyeluruh karena hanya fokus pada kelompok termiskin sehingga jumlah penduduk yang masuk dalam kategori hampir miskintidak tercatat. Dengan demikian kelompok hampir miskin ini tidak terjangkau padahal mereka sangat rentan untuk jatuh miskin akibat kebijakan pemerintah dan goncangan ekonomi, seperti kenaikan harga harga kebutuhan pokok. 3. Feminisasi kemiskinan seperti naiknya angka kematian ibu (AKI) mencapai 359 per 100,000 kelahiran, rendahnya kesempatan kerja dan upah tenaga kerja perempuan, kekerasan terhadap perempuan, rendahnya tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan dan lain-lain tidak dimasukkan dalam agenda penanggulangan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi penanggulangan kemiskinan tidak berbasis pada analisis dan perspektif gender. 4. Strategi penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terkoordinasi antar institusi dalam pemerintahan, mengakibatkan berbagai program pengurangan kemiskinan dan perlindungan sosial tidak tepat sasaran dan rentan menimbulkan konflik. Disamping itu program- program ini tidak dibarengi dengan strategi pemberdayaan
  • 38. 26 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM khususnya bagi perempuan sehingga program hanya difokuskan pada pemberian bantuan dan tidak berdampak pada penguatan kapasitas perempuan. 5. Paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan dan liberalisasi ekonomi mengakibatkan pemiskinan, karena kebijakan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi ditempuh dengan jalan memperkuat investasi sektor pertambangan dan perkebunan yang mengakibatkan penggusuran, konflik, dan bencana serta eksploitasi terhadap buruh. Sementara kebijakan perdagangan bebas mengakibatkan harga kebutuhan melonjak tidak terkendali, mengakibatkan masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Perempuan sebagai pihak yang dibebani sebagai penyedia pangan sehari-hari bagi keluarga mengalami tekanan mental, bahkan rela bekerja pada sector informal, pekerjaan beresiko tinggi dengan upah rendah, rentan kekerasan dan tanpa perlindungan semisal menjadi Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran maupun dalam negeri. 6. Rendahnya tingkat akses dan manfaat yang dirasakan oleh perempuan miskin dari program-program pengurangan kemiskinan dan perlindungan sosial. Hal ini disebabkan karena sistem perlindungan sosial belum menyentuh aspek-aspek non ekonomi padahal feminisasi kemiskinan ini erat hubungannya dengan konteks-konteks sosial, politik dan budaya dalam masyarakat dan pemerintahan. Disamping itu, dalam program penanggulangan kemiskinan ini menempatkan rakyat miskin dan perempuan sebagai penerima manfaat pasif dan tidak diperhitungkan suaranya dalam pengambilan keputusan. 7. Tidak adanya keseimbangan alokasi anggaran negara antara alokasi untuk biaya rutin dan biaya birokrat dengan alokasi anggaran pembangunan. Sebagian besar pemerintah daerah mengalokasikan APBDnya (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sekitar 80% - 85% untuk biaya rutin dan biaya birokrat
  • 39. 27 dan hanya 15% -20% untuk anggaran pembangunan.18 Akibat dari kebijakan alokasi anggaran ini, layanan publik untuk kepentingan masyarakat tidak mengalami kemajuan. Alokasi anggaran untuk mengatasi kemiskinan, seperti bantuan pangan untuk penderita kurang gizi, sangat kecil dan tidak responsif gender. 8. Rendahnya kapasitas kepemimpinan perempuan miskin, kuatnya budaya patriarkhi, privatisasi pelayanan publik dan meningkatnya kebijakan diskriminatif yang mendomestifikasikan perempuan mengakibatkan sempitnya peluang perempuan memperjuangkan kepentingannya untuk mengatasi kemiskinan. 9. Keberadaan perempuan kepala keluarga yang tidak diakui oleh negara mengakibatkan, perempuan miskin yang berposisi sebagai kepala keluarga tidak memperoleh dukungan dari negara untuk melepaskan diri dari kemiskinan. 10. Meningkatnya kejahatan korupsi, merintangi upaya mengakhiri kemiskinan. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan daerah-daerah yang kasus-kasus kemiskinan tinggi antara lain : Jawa Barat, Jawa Timur, jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau. Provinsi-provinsi dengan tingkat korupsi yang tinggi tersebut juga memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. III. Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional Berbagai produk hukum di Indonesia telah dirumuskan dan disahkan untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat, tidak terkecuali perempuan dan kelompok-kelompok marjinal, antara lain: 1. Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 28 H dan Pasal 34 2. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, tertutama terkait dengan hak untuk hidup layak dan bermartabat 3. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap perempuan (CEDAW), khususnya pasal yang mengatur tentang 18 Monitoring Gender Budget Koalisi Perempuan Indonesia
  • 40. 28 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Hak Perempuan Atas Pekerjaan dan Kesempatan berusaha, hak perempuan untuk berpartisipasi di bidang ekonomi dan sosial dan hak-hak perempuan pedesaan, pada Pasal 11, Pasal 13 dan Pasal 14. 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3836); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 6. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi melalui UU No. 11/2005 dan UU No. 12/2005 7. Berbagai undang-undang yang mengatur tentang perlindungan sosial, meliputi : UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, UU No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia , UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial , UU No 16 Tahun 2011 Bantuan Hukum, UU No13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, UU No 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas), UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, UU No 18 Tahun 2012 Pangan, UU No 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani 8. Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (selanjutnya disebut UU SPPN), Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
  • 41. 29 9. Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8 % sampai 10 % pada akhir tahun 2014. Termasuk dibentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)19 10. Tujuan Pembangunan Millennium (Millennium Development Goal- MDG) , seluruh tujuan (goal) dan sasaran (target) beserta indikator keberhasilannya ditujukan uuntuk menghapuskan setengah penduduk miskin di dunia, IV. Agenda : Mengakhiri Pemiskinan Bebas dari kemiskinan merupakan hak dasar semua rakyat Indonesia terutama rakyat miskin, perempuan dan kelompok-kelompok marjinal lainnya. Dasar hukum di Indonesia, instrumen hukum internasional dan kesepakatan internasional sangat kuat mewajibkan negara untuk memenuhi tanggung jawabnya mengakhiri pemiskinan Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan Agenda untuk 1. Mengubah paradigma pembangunan lebih menekankan pada pembangunan manusia dan mewujudkan kesejahteraan sosial serta menerapkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Perempuan (HAP) 2. Memperbaiki sistem perlindungan sosial yang adil gender, inklusif dan transformative melalui perbaikan desain program, paradigm, sistem pendataan, kebijakan dan alokasi anggaran serta tata kelola program penanggulangan kemiskinan yang menjawab masalah dan akar masalah pemiskinan yaitu krisis ekonomi, 19 Perpes No 15 tahun 2010, TNP2K, Strategi dan Instrumen Percepatan Penanggulangan Kemiskinan selanjutnya dapat dibaca dalam website TNP2K : http://tnp2k.go.id/kebijakan- percepatan/strategi-percepatan-penangulangan-kemiskinan )
  • 42. 30 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM tingginya tingkat korupsi, privatisasi pelayanan publik, dan menguatnya budaya patriarki yang mengakibatkan ketimpangan gender dan segregasi masyarakat yang hanya mengutamakan kepentingan golongan masing-masing. 3. Memberikan kebijakan yang mengarah pada upaya menghapuskan budaya patriarki sebagai akar masalah pemiskinan perempuan dengan cara mengintegrasikan antara program penanggulangan kemiskinan dengan pengarusutamaan gender khususnya pening- katan partisipasi dan kepemimpinan perempuan untuk memas- tikan perempuan dapat mengakses, memantau, mengontrol, memberikan usulan dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta menikmati manfaat program penanggulangan kemiskinan 4. Mengesahkan produk-produk hukum mempunyai relevansi kuat dengan kemiskinan perempuan yaitu RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), revisi UU perlindungan buruh migran dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta mencabut produk hukum yang mendiskriminasi perempuan dan kelompok marginal. 5. Merevisi produk-produk hukum yang mempunyai kontribusi dalam pemiskinan perempuan, yaitu revisi UU kesehatan dengan memberikan pelayanan khusus pada kesehatan reproduksi tanpa diksriminasi, terutama diskriminasi berbasis kelas sosial, orientasi seksual, status perkawinan, dan norma-norma konservatif lainnya. Revisi UU pendidikan dengan fokus pada sistem pendidikan yang memiliki perspektif keadilan gender, pluralis, dan menghapus pasal-pasal yang sifatnya memprivatisasi pendidikan. serta revisi UU perlindungan buruh migran dengan menekankan perspektif keadilan gender, perlindungan terhadap anggota keluarga dan kerentanan PRT migran, meminimalisir peran swasta, mendorong migrasi sebagai bagian dari pelayanan publik yang minim biaya serta memperkuat peran pemda dalam perlindungan buruh migran pada keseluruhan proses migrasi. 6. Mengubah indikator kemiskinan yang sesuai dengan realitas kemiskinan, serta menyusun data kemiskinan secara menye-
  • 43. 31 luruh,sinergis, terpadu, data pilah berbasis gender yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh masyarakat Indonesia. Data komprehensif ini dapat menjangkau semua kelompok miskin baik yang dikategorikan sebagairakyat termiskin, miskin,hampir miskin, dan kelompok rentan, agar pengelolaan program pe- nanggulangan kemiskinan menjadi tepat sasaran. Data-data tersebut harus merupakan data yang dapat dipertanggung jawab- kan kepada semua pihak.Menghentikan pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada proyek sesaat yang tidak berkelanjutan bahkan berdampak semakin memperparah pemiskinan. 7. Meningkatkan partisipasi sejati masyarakat, laki-laki dan perempuan khususnya perempuan miskin dan kelompok-kelom- pok marjinal dalam setiap tahapan pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi . 8. Menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) untuk mengatasi terjadinya korupsi dan penyalah- gunaan kewenangan terhadap implementasi program penanggulangan kemiskinan. 9. Menciptakan kebijakan penganggaran untuk membatasi penyalahgunaan kewenangan pejabat pemerintahan yang cenderung memperbesar alokasi anggaran untuk kepentingannya sendiri dan mengabaikan kepentingan masyarakat. 10. Menyediakan dukungan untuk mengembangkan kesempatan berusaha dan menyediakan lapangan kerja dengan upah layak bagi rakyat miskin, perempuan dan kelompok-kelompok marjinal
  • 44. 32 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM AGENDA 5 PERLINDUNGAN PEREMPUAN DALAM SITUASI KONFLIK, BENCANA SERTA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SUMBER DAYA ALAM20 Eksploitasi sumber daya alam, mengeksploitasi perempuan juga I. Latar Belakang Setiap orang negara berhak atas rasa aman dan bebas dari rasa takut. Setiap orang berhak atas tempat tinggal dan lingkungan yang sehat dan aman. Pemenuhan hak atas rasa aman dan tempat tinggal yang sehat bagi setiap warga negara menjadi kewajiban negara, terutama pemerintah Indonesia yang memiliki kawasan luas dan sumberdaya alam melimpah. Dari zaman dahulu, Indonesia sudah dikenal sebagai penghasil bahan-bahan tambang terbesar di dunia seperti: emas, perak, tembaga, timah, nikel dan juga batubara yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Sebagai Negara yang sedang memburu pertumbuhan ekonomi melalui ekspolitasi sumber daya alam, Indonesia menjadi incaran negara-negara dan perusahaan multi nasional sebagai pasar, sekaligus sumber bahan baku untuk industri dalam beberapa tahun terakhir. Sesungguhnya pengelolaan sumber kekayaan alam Indonesia oleh negara dan pemerintah, tidak boleh dilakukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Karena konstitusi (UUD45) hanya memberi negara hak untuk menguasai sumber-sumber kekayaan alam 20 Disusun Oleh Solidaritas Perempuan dan Instutute Global Justice
  • 45. 33 untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kenyataannya, hingga kini penguasaan dan pengelolaan sumber- sumber kekayaan alam belum dimanfaatkan untuk tujuan sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Sebaliknya, pemberian ijin investasi yang diberikan oleh negara kepada investor asing maupun investor dalam negeri, mengakibatkan berbagai bentuk bencana bangi perempuan dan kelompok miskin termarjinal, seperti: konflik, kelaparan, pengusiran paksa, dan bencana alam. II. Data dan Fakta : Perempuan dalam konflik dan pengelolaan SDA 1. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam sangat besar. Data BPS terkait dengan kekayaan Indonesia sebagai berikut: Produksi Barang Tambang Mineral, 1996-201221 Tahun Batu Bara Bauksit Nikel Emas Perak Granit Pasir Besi Konsen- trat Tin Konsen- trat Tembaga (ton) (ton) (ton) (kg) (kg) (ton) (ton) (ton- metrik) (ton- metrik) 2009 228.806.887  935.211 5.819.565  140.488  359.451 n.a 4.561.059  56.602  973.347 2010 325.325.793 2.200.000 9.475.362  119.726  335.040 2.172.080 8.975.507  97.796  993.152 2011r ) 415.765.068 24.714.940 12.482.829  68.220  227.173 3.316.813 11.814.544  89.600 1.472.238 2012*) 466.307.241 n.a 36.235.795  69.291 n.a n.a 11.545.752  44.202 2.385.121 2. Kekayaan alam yang berlimpah di Indonesia lebih banyak dikuasai oleh pemodal asing. Data Institute Global Justice (IGJ) menyebutkan bahwa 95% kegiatan investasi mineral dikuasi oleh perusahaan AS yaitu PT. Freeport Mc. Moran dan PT Newmont Corporation. Sebanyak 85% ekploitasi minyak dan gas dikuasai oleh asing, 48% migas dikuasai Chevron. Sebanyak 75-80% ekploitasi batubara, 65% perbankkan, dan 65%-70 % perkebunan 21 http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=10&notab=3
  • 46. 34 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM dikuasai perusahaan asing. 3. Penjualan (revenue) perusahaan-perusahaan tambang emas dan perak yang beroperasi di Indonesia dapat menghasilkan nilai produksi di atas US $3 M per tahun. Antara tahun 2000-2004 menghasilkan revenue sebesar 16,67 Miliar Dolar AS atau sekitar 153,364 trilyun rupiah. Nilai produksi dari tiga jenis mineral tersebut 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan nilai investasi perusahaan tambang mineral dalam 30 tahun terakhir. Berarti perusahaan tambang mampu mengeruk keuntungan yang sangat besar di Indonesia. 4. Kekayaan alam Indonesia tidak digunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dari : 100 % mineral yang dihasilkan dari bumi Indonesia, sebesar 85 % gas bumi dan 75 % hasil perkebunan diekspor untuk kebutuhan industri negara- negara maju22 . 5. Organisasi perdagangan dunia WTO dan berbagai perjanjian perdagangan bebas (FTA) secara terus menerus medorong penghapusan tarif dan perlindungan perdagangan yang dianggap menghambat pasar bebas. Lembaga keuangan dunia seperti IMF, World Bank dan ADB mendorong negara-negara untuk membuka jalan dan melancarkan liberalisasi investasi, perdagangan dan keuangan, agar investasi asing dapat dengan mudah ditanam di Indonesia. Ketergantungan Indonesia terhadap bantuan keuangan dari pemerintahan negara-negara industri maju dan lembaga keuangan global menempatkan Indonesia sebagai negara yang tidak memiliki posisi tawar. 6. Pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang dikuasai oleh asing mengakibatkan bencana dalam bentuk konflik Agraria. Dalam situasi konflik, perempuan dan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan menjadi target untuk melemahkan pertahanan dan perlawanan kelompok 22 Salamuddin Daeng, Indonesia for Global Justice (IGJ) “Dominasi Modal Asing atas Kekayaan Alam Indonesia Presidium MKRI Nasional lihat link ini http://www.ratnasarumpaet.com/ home/649-dominasi-modal-asing-atas-kekayaan-alam-indonesia.html
  • 47. 35 masyarakat miskin dan marjinal. Data Konsorsium Pembaharu Agraria (KPA) menyebutkan telah terjadi 198 konflik agraria di seluruh Indonesia mencatat, pada tahun 2012. Konflik agraria ini mencakup luasan area sebesar 963.411,2 hektar, melibatkan141.915 kepala keluarga (KK). Selama 2 periode kepemimpinan SBY sejak tahun 2004-2013 konflik agraria yang telah terjadi mencapai 987 kasus dengan areal tanah seluas 3.680.974,58 hektar dan melibatkan 1.011.090 kepala keluarga. 7. Pengelolaandanpenguasaansumberdayaalamjugamenimbulkan dampak negatif bagi perempuan. Perempuan kehilangan akses terhadapngan, air bersih dan mata pencaharian serta mengakibatkan perempuan lebih rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan. Temuan Solidaritas Perempuan membuktikan bahwa (a) 325 perempuan pekerja di Desa Secondong, Sumatera Selatanterancam kehilangan mata pencaharian dan mengalami krisis air akibat kehadiran perkebunan kelapa sawit,  (b) buruh perempuan di perkebunan kelapa sawit mengalami diskriminasi dan pelecehan, (c) Perempuan di Kecamatan Mantangai, Kalimantan Tengah tidak dapat lagi mengakses hasil hutannya, (d) gangguan kesehatan dan kesehatan reproduksi perempuan akibat perusahaan tambang, dan lain sebagainya. Laporan Lembaga Gemawan Pontianak, menemukan peran perempuan dalam perkebunan sawit, perempuan hampir mengerjakan semua fase pekerjaan perkebunan sawit, penyemprotan, pembibitan, pembersihan lahan, dan pemupukan. Namun perempuan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan dan tidak ikut menikmati berbagai program pelatihan. 8. Pengelolaan sumber daya alam yang timpang berdampak pada terjadinyabencanaalam.Lemahnyakontrolkebijakanpenggunaan lahan,buruknyakonseptatakelolalahandanrendahnyakesadaran masyarakat akan lingkungan, menyumbang pada terjadinya banjir, kebakaran, kekeringan, longsor, dan sebagainya. Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB)23 mencatat awal tahun 23 http://www.bnpb.go.id/news/read/1943/372-kejadian-bencana-di-awal-tahun-2014
  • 48. 36 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM 2014 ada 372 kejadian,dengan 40% adalah banjir dan 26% longsor. Bencana ini mengakibatkan perempuan dan kelompok miskin termarjinal semakin miskin 9. Perijinan pertambangan batu bara, yang mudah mengakibatkan terjadinya pembukaan lahan untuk pertambangan batubara secara besar-besaran dan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Lebih dari 120 perusahaan memperoleh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk menguasai lahan seluas lebih dari 5,2 juta hektar. Sementara ratusan perusahaan lainnya beroperasi dengan Kuasa Pertambangan (KP) batubara dapat mencapai 24,7 hektar. Perijinan pertambangan pun rentan oleh berbagai bentuk praktek korupsi. 10. Hampir di semua lahan tempat beroperasinya pertambangan dan perkebunan, selalu diikuti dengan pembukaan industri seks dan hiburan. Fakta menunjukkan bahwa perkembangan HIV dan AIDS disumbang oleh pembukaan praktek prostitusi di pertambangan dan perkebunan. 11. Sejumlah peraturan perundangan dan kesepakatan internasional serta kesepakatan regional mendukung percepatan investasi dan penghacuran lingkungan, seperti UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Perdagangan yang baru disahkan awal Februari 2014. Sedangkan Kesepakatan internasional seperti aturan WTO dan berbagai FTA dan yang akan segera diimplementasikan ASEAN Economic Community 2015 juga mendukung investasi secara bebas yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. 12. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, telah merancang kebijakan penanggulangan bencana yang responsif gender namun masih dibutuhkan upaya serius agar semua pihak pelaku penanggulangan bencana dapat melaksanakan kebijakan tersebut. 13. Upaya mewujudkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi berbagai bentuk bencana belum dilakukan secara maksimal oleh pemerintah. Perempuan dan anak merupakan kelompok yang
  • 49. 37 paling sedikit memperoleh informasi tentang kebencanaan dan paling sedikit memperoleh pelatihan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Akibatnya, sebagian besar korban dari bencana adalah perempuan dan anak III. Jaminan Hukum Nasional dan Instrumen Hukum Internasional Sejumlah peraturan perundangan dan kesepakatan internasional mendorong pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan secara berkelanjutan dan dilaksanakannya prinsip-prinsip keadilan dalam penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatannya, yaitu : 1. UUD 1945, khususnya pasal-pasal yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat , hak bagi setiap orang untuk tidak dirampas hak miliknya , hak untuk tidak mengalami diskriminasi dan hak untuk hidup layak . 2. UU No 5 tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria, yang mengatur penguasaan sumber daya alam oleh negara, harus digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, hanya warga negara yang dapat memiliki tanah dan persamaan hak bagi perempuan dan laki-laki untuk memiliki tanah . 3. UU No 32 tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup , trutama terkait dengan tanggung jawab negara dalam pemeliharaan lingkungan 4. UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 5. UU No 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik , terutama ketentuan terkait pencegahan dan penanganan konflik. 6. Konvensi Hak ekonomi, sosial dan budaya, terutama terkait dengan Pasal 3 tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, dan seleuruh ketentuan yang mengatur tentang hak atas hidup layak. Serta Rekomendasi umum PBB terkait penggusuran yang menyatakan bahwa penggusuran adalah pelanggaran HAM
  • 50. 38 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM IV. Agenda : Perlindungan Perempuan dalam konflik, bencana dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Data dan fakta membuktikan bahwa Pemerintah belum memberikan perlindungan bagi perempuan dan kelompok miskin dalam konflik, bencana dan pengelolaan sumber daya alam, Peraturan perundangan nasional, intrumen hukum dan kesepakatan internasional memberikan kewajiban kepada negara, terutama pemerintah untuk memenuhi hak bagi warga negara terutama perempuan, kelompok miskin dan termarjinal. Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan Agenda untuk: 1. Kaji ulang dan revisi semua undang-undang dan kebijakan yang mengeksploitasi sumber daya alam yang berakibat pada perampasan sumber-sumber penghidupan perempuan, masyarakat miskin dan termarjinalkan serta merugikan negara 2. Mengevaluasi seluruh perjanjian internasional yang berakibat pada perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, penggusuran, konflik dan bencana ekologi yang merugikan rakyat dan negara. Termasuk diantaranya, mengevaluasi dan menghentikan-bilamana perlu, proyek-proyek iklim yang menutup akses masyarakat adat dan perempuan terhadap sumber daya hutan 3. Mengefektifkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menyetujui dan melakukan pengawasan terhadap semua bentuk perjanjian internasional, untuk mencegah timbulnya konflik dan bencana yang menimbulkan kerugian bagi rakyat dan negara. 4. Menyusun Rencana Strategi dan Aksi pengelolaan Sumber Daya Alam yang berkeadilan gender dan berwawasan kelestarian lingkungan keberlanjutan serta menjamin terwujudnya keadilan lintas genarasi dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).
  • 51. 39 5. Memperkuat posisi tawar negara dalam negosiasi dan diplomasi terhadap negara lain dan lembaga-lembaga ekonomi dunia, termasuk lembaga-lembaga keuangan internasional untuk menghentikan segala bentuk intervensi dan tekanan dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan dan program nasional. 6. Menyusun kebijakan luar negeri yang terpadu di segala bidang (ekonomi, politik, sosial dan budaya) berdasarkan prinsip Keadilan ekonomi, Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi Perempuan (HAP) yang melindungi kepentingan nasional 7. Menjamin hak perempuan atas penguasaan dan pengelolaan lahan, sumber daya alam, serta akses dan kontrol terhadap sumber daya air dan sumber daya hutan. serta membangun standar perlindungan perempuan dengan menggunakan prinsip inklusif, sensitive dan responsive gender untuk menjamin hak perempuan atas lahan dan sumber daya. 8. Membangun mekanisme penyelesaian konflik yang berperspektif gender untuk mengatasi semua bentuk konflik Sumber Daya Alam, dan mencegah timbulnya konflik baru. 9. Mengevaluasi dan mencabut izin eksploitasi sumber daya alam yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM dan HAP dan korupsi 10. Mengesahkan produk-produk hukum yang mempunyai relevansi kuat dengan kemiskinan perempuan yaitu RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), revisi UU perlindungan buruh migran dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta mencabut produk hukum yang mendiskriminasi perempuan dan kelompok marginal. 11. Merevisi produk-produk hukum yang mempunyai kontribusi dalam pemiskinan perempuan, yaitu revisi UU kesehatan dengan memberikan pelayanan khusus pada kesehatan reproduksi tanpa diksriminasi, terutama diskriminasi berbasis kelas sosial, orientasi seksual, status perkawinan, dan norma-norma konservatif lainnya. Revisi UU pendidikan dengan fokus pada sistem pendidikan yang
  • 52. 40 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM memiliki perspektif keadilan gender, pluralis, dan menghapus pasal-pasal yang sifatnya memprivatisasi pendidikan serta revisi UU perlindungan buruh migran dengan menekankan perspektif keadilan gender, perlindungan terhadap anggota keluarga dan kerentanan PRT migran, meminimalisir peran swasta, mendorong migrasi sebagai bagian dari pelayanan publik yang minim biaya serta memperkuat peran pemda dalam perlindungan buruh migran pada keseluruhan proses migrasi.
  • 53. 41 AGENDA 6 PEMENUHAN HAK ATAS PEKERJAAN YANG LAYAK24 Perempuan Indonesia menjadi korban perbudakan modern I. Latar Belakang Hak atas pekerjaan yang layak dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja merupakan hak bagi setiap warga negara. Negara berkewajiban memenuhi hak atas pekerjaan yang layak bagi setiap warga negaranya. Namun kenyataan menunjukkan pemenuhan hak atas perkerjaan yang layak, terutama hak perempuan atas pekerjaan yang layak, masih jauh dari harapan. Kemiskinan struktural dan feminisasi kemiskinan di Indonesia mengakibatkan hak atas pendidikan warga negara, terutama hak perempuan atas pendidikan, yang dijamin dalam pasal 31 ayat (1) UUD 1945 belum terpenuhi. Realitas ini mengakibatkan semakin jauhnya akses perempuan terhadap lapangan pekerjaan yang layak. Perempuan terpaksa memasuki lapangan pekerjaan yang tidak mensyaratkan pendidikan, seperti Pekerja Rumah Tangga, pekerja di sektor informal, dansebagaiburuhdenganupahrendah dantidakcukupuntukmemenuhi kebutuhan pokok. Buruh perempuan pun menerima upah lebih rendah dari buruh laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Rendahnya upah buruh dihadapkan dengan kenyataan meroketnya harga kebutuhan dasar. 24 Ditulis oleh Anis Hidayah, disarikan dari kertas posisi Migrant CARE ‘ Agenda Perlindungan terhadap Buruh Migran dan PRT Migran bagi Pemerintahan Baru periode 2014-2019
  • 54. 42 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Politik harga produk pertanian yang tidak berpihak pada rakyat, mengakibatkan pemilik tanah tidak mampu mengelola tanah pertaniannya. Sebagain besar rakyat tidak memiliki tanah, terpaksa menjadi buruh tani dengan upah yang tidak layak. Himpitan kemiskinan seperti ini, membuat sebagian besar rakyat Indonesia terpaksa memilih migrasi internasional atau bekerja ke luar negeri. Sebagian besar pekerja migran ini adalah perempuan. Minimnya kebijakan yang melindungi pekerja migran, menyebabkan perempuan pekerja migran rentan mengalami berbagai tindak kejahatan seperti penyekapan, kekerasan, perkosaan, penganiayaan, penyiksaan, perdagangan orang, pembunuhan hingga ancaman hukuman mati dan perbudakan. II. Data dan Fakta : Hak atas pekerjaan yang layak belum terpenuhi Meski telah 69 tahun kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, namun belum benar-benar memerdekakan buruh, PRT dalam negeri, buruh migran dan PRT migran Indonesia dari penjajahan dan eksploitasi di tempat kerja. Hal ini dibuktikan dengan data dan fakta sebagai berikut : 1. Sejak tahun 1970 politik yang korup dan kebijakan eksploitatif menjadi bagian yang tak terpisahkan dari regulasi terhadap buruh migran. Migrasi tenaga kerja menjadi sektor bisnis yang memunculkan perusahaan penempatan buruh migran. Fenomena ini menggeser kebijakan penempatan buruh migran yang sebelumnya bersifat ad hoc (pasif) menjadi kebijakan yang massif demi target devisa dan keuntungan-keuntungan ekonomi lainnya. Tidak kurang dari 74 Perusahaan pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesai (PJTKI) terlibat dalam bisnis ini, di tahun 1970 hingga akhir 1983. Pada tahun 2014, jumlah PJTKI meningkat tajam menjadi lebih dari 500 perusahaan25 . Cara kerja Perusahaan swasta yang terlibat dalam bisnis pengiriman buruh migran, lebih mirip dengan pedagangan manusia. 2. Setidaknya saat ini ada 6,5 juta warga negara Indonesia yang 25 Selusur Kebijakan Minus Perlindungan, Migrant CARE, 2013
  • 55. 43 terpaksa bekerja di berbagai belahan dunia, 84% dari mereka adalah perempuan dan bekerja sebagai pekerja rumah tangga migran dengan kondisi kerja yang tidak layak. Ketidaklayakan itu terjadi dipengaruhi oleh beberapa hal, pertama, konstruksi sosial di berbagai negara masih patriarkis. Kedua, watak kebijakan migrasi yang ada saat ini adalah warisan orde baru, yang bersifat pengerahan dan penguasaan, bukan perlindungan. Ketiga,kebijakan migrasi dilepaskan dari rumpun perburuhan dan menjadi bagian dari kebijakan sektor ekonomi. Keempat, keadilan gender tidak menjadi perspektif dalam keseluruhan kebijakan migrasi. Ketiadaan kebijakan yang melindungi buruh migran, mengakibatkanburuhmigran,terutamaburuhmigranperempuan, menjadi korban perangkap eksploitasi yang sistemik. 3. Negara secara nyata menguatkan kebijakan yang lebih peduli pada remittansi daripada nyawa warga negaranya. Melalui UU nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesi di Luar Negeri (PPTKILN), bisnis pengiriman buruh migran didorong untuk meningkatkan remitansi. Hasilnya, terbukti remitansi buruh migran meningkat tajam hingga mencapai 83 trilyun pada tahun 2013. 4. Seiring dengan peningkatan jumlah buruh migran, terutama PRT migran, terjadi peningkatan kasus kekerasan dan pelanggaran hak terhadap buruh migran. Data Migrant CARE menyebutkan, setidaknya terdapat 398.270 kasus yang menimpa buruh migran di berbagai negara tujuan26 . Sebagian besar mereka yang menjadi korban adalah perempuan yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran, di Malaysia dan Arab Saudi. 26 Catatan Akhir Tahun 2013 Migrant CARE, Anomali Ratifikasi Konvensi Buruh Migran
  • 56. 44 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Data Pelanggaran hak buruh migran &PRT migran tahun 2013 Jenis Masalah Jumlah Meninggal Dunia 1249 Ancaman hukuman mati 265 Overstayers 197361 Gaji tidak dibayar 15208 Beban kerja tidak sesuai 6310 Kekerasan seksual 4302 Kekerasan fisik 3245 Hilang kontak 567 Deportasi 8514 Sakit 987 PHK 1430 Masalah DPTLN 157602 Lain-lain 1230 Total 398.270 Sumber:Data Migrant CARE diolah dari berbagai sumber (data KBRI, Kemenakertrans, BNP2TKI,Migrant CARE, Media dan Pengaduan keluarga korban) 5. Sepanjang tahun 2013 sebanyak 1.249 buruh migran Indonesia meninggal. Artinya setiap hari ada 3 hingga 4 buruh migran Indonesia meninggal di luar negeri dengan berbagai sebab. Penyebab kematian buruh migran Indonesia di luar negeri, antara lain karena kekerasan dari majikan, sakit, depresi, kecelakaan kerja, ditembak mati polisi, dll. 6. Dalam laporan index perbudakan global atau Global Slavery Index tahun 2013 yang di release Walk Free27 Indonesia memiliki jumlah penduduk diperbudak terbesar ke-16 di dunia, namun berada di peringkat 114 dari 162 negara jika dilihat dalam hal proporsi penduduk di perbudakan modern. Sebagai sebuah penelitian, 27 Walk Free adalah gerakan global yang mendesakkan pengakhiran praktek perbudakan di seluruh dunia
  • 57. 45 index tersebut mengungkap fakta, betapa warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, khususnya di kawasan Timur Tengah dan Asia-Pacific, telah dieksploitasi secara seksual, dipekerjakan secara paksa, baik dalam bidang rumah tangga, konstruksi, perikanan dan perhotelan. 7. Pekerja Rumah Tangga (PRT) di dalam negeri, bernasib sama dengan PRT migran, mengalami eksploitasi dan rentan menjadi korban pelanggaran hak dan kekerasan, terutama kekerasan seksual. Jumlah PRT yang bekerja di seluruh Indonesia mencapai 7-8 juta dan lebih dari 90% dari mereka adalah perempuan. Sumbangan PRT dalam pembangunan sangat nyata, mereka mengambil alih beban kerja rumah tangga, sehingga kaum profesional, pejabat, politisi dan pengusaha dapat berkonsentrasi dan produktif dalam menjalankan tugas-tugasnya di tempat kerja. Namun tidak ada satupun kebijakan nasional yang mengakui dan melindungi keberadaan mereka sebagai pekerja. 8. Politik perburuhan di Indonesia, diciptakan untuk mengabdi pada tujuan mewujudkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing. Untuk memikat hati investor menanamkan investasinya di Indonesia, pemerintah mempromosikan ketersediaan buruh yang murah dan penurut dan menerapkan berbagai kelonggaran bagi investor dalam perekruitan, kontrak kerja dan pengupahan buruh. Berbagai bentuk kelonggaran ini merugikan buruh. 9. Sistem alih daya (outsourching) , membebaskan investor atau majikan dari tanggung jawab pemenuhan hak-hak normatif buruh. Hubungan ketenagakerjaan beralih menjadi hubungan antara buruh dengan perusahaan jasa alih daya, sehingga buruh tidak dapat menuntut hak-haknya kepada majikan atau perusahaan. Posisi buruh terhadap perusahan (majikan) sangat lemah, karena perusahaan dapat dengan mudah meminta perusahaan jasa alih daya mengganti buruh yang dianggap tidak sesuai.. Disamping itu, buruh mengalami berbagai bentuk pungutan/potongan gaji oleh perusahaan alih daya.
  • 58. 46 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM 10. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengatur bahwa sistem kerja kontrak hanya boleh dilakukan untuk pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu, yang sifatnya tidak tetap. Namun kini, pemerintah mengijinkan kepada investor atau perusahaan untuk melakukan kontrak kerja jangka pendek untuk semua jenis pekerjaan. Kebijakan ini merugikan buruh, karena keamanan bekerja dan kesempatan berorganisasi menjadi hilang. 11. Pengabaian terhadap hak-hak buruh perempuan masih terus terjadi. Hak-hak buruh perempuan seperti hak untuk memperoleh upah berdasarkan persamaan antara laki-laki dan perempuan, hak mendirikan serikat pekerja, hak cuti haid, hak untuk tidak diberhentikan dan tetap menduduki posisinya karena cuti melahirkan, hak untuk memperoleh kemudahan dan perlindungan saat hamil dan menyusui, dan hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan, dan perlindungan sosial yang adil, masih belum sepenuhnya dinikmati oleh buruh perempuan. 12. Atas nama efisiensi biaya produksi serta menghindarkan dari pemenuhan hak-hak buruh, perusahaan/investor menggunakan sistem kerja borongan (putting out system 13. Masih tingginya jumlah anak perempuan yang bekerja sebagai PRT. Hal ini merupakan pelanggaran dari Konvensi –konvensi International Labor Organisation (ILO) III. Jaminan Hukum Nasional dan instrumen hukum Internasional Hak atas pekerjaan yang layak diakui dan dijamin oleh hukum nasional, peraturan daerah dan instrumen hukum internasional, antara lain adalah: 1. Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. 2. Pasal 7 Konvensi ILO tentang Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota keluarganya, menyatakan bahwa “Sesuai dengan
  • 59. 47 instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia, negara harus menghormati dan memenuhi hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya tanpa ada pembedaan apapun, seperti jenis kelami, ras, warna kulit, agama, bahasa, kewarnegaraan, status kelahiran, status perkawinan dan lain-lain. Konvensi ILO No. 100 yang telah diratifikasi melalui UU No.80 tahun 1957, tentang upah yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya. Konvensi ILO No 132 mengenai batas minimum anak diperbolehkan bekerja , yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No 20 tahun 1999, dan Konvensi ILO no 182 tentang Pelarangan dan tindakan segera Penghentian Bentuk- Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak yang telah diratifikasi melalui UU No 1 Tahun 2000. 3. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right), khususnya Pasal 4 : hak untuk tidak diperbudak atau diperhambakan, Pasal 23: Hak atas pekerjaan dan upah yang sama, Pasal 24: hak atas istirahat dan pembatasan jam kerja yang layak 4. Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang ratifikasi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW), khusunya Pasal 11 tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan di lapangan pekerjaan dan hak-hak perempuan sebagai pekerja. 5. No.39 tahun 1999 tentang HAM, khsusnya Pasal 38 tentang Hak Atas Pekerjaan yang layak 6. Pasal 11 dan 13 UU No 13 Tahun 2003 tentang Hak-Hak Tenaga Kerja 7. Pasal 7 Konvensi Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya, yang telah diratifikasi melalui UU No 11 tahun 2005, tentang hak atas pekerjaan dan kondisi kerja yang layak. 8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 98 Mengenai Berlakunya Dasar-Dasar dari Hak Untuk Berorganisasi dan Untuk Berunding Bersama (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1956);
  • 60. 48 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957, tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 100, Mengenai Pengupahan yang sama bagi Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1492; 9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja; 10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan/Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1983); Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3834); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835 Tahun 1999); Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3836 Tahun 1999); 11. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 12. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989 Tahun 2000); 13. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
  • 61. 49 Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); IV. Agenda Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan yang layak Data dan fakta membuktikan bahwa hak atas pekerjaan yang layak, belum dinikmati oleh semua warga negara, terutama perempuan dan kelompok marjinal. Oleh karena itu, negara terutama pemerintah perlu bekerja lebih keras untuk memenuhi hak atas pekerjaan yang layak. Gerakan Perempuan Untuk INDONESIA BERAGAM merekomendasikan agar pemimpin & pemerintahan periode 2014-2019 melaksanakan Agenda untuk: 1. Menerbitkan peraturan perundangan dan langkah-langkah perlindungan bagi semua Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di dalam maupun di luar negeri. 2. Memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh migran, melalui : a. Mengakhiri industrialisasi dan orientasi bisnis dalam Penempatan Buruh/pekerja migran, dengan memberikan pembatasan dan pengawasan peran swasta, b. Menghapus semua praktek diskriminatif terhadap buruh migran, terutama buruh migran perempuan dengan menghapuskan larangan bekerja ke luar negeri secara mandiri, menghapus pelabelan “ilegal” dan kriminalisasi terhadap buruh migran tak berdokumen, pemisahan fasilitas bandara dari umum c. Menyediakan layanan publik bagi buruh/pekerja migran yang mudah, murah dan aman sejak rekruitmen, selama di luar negeri hingga pulang kembali ke Indonesia. Serta menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi buruh/pekerja migran yang berhadapan dengan masalah hukum. d. Harmonisasi konvensi internasional 1990 tentang perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya ke dalam
  • 62. 50 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM seluruh kebijakan terkait migrasi tenaga kerja e. Menyediakan perlindungan sosial bagi buruh migran, mantan buruh migran yang menjadi korban kekerasan dan pelanggaran HAM, dan bagi anak-anak mereka yang ditinggalkan di Indonesia f. Memperbaiki kelembagaan negara dan pengelolaan pelayananan buruh migran di tingkat pusat maupun daerah, termasuk di dalamnya membentuk badan-badan atau komisi untuk melindungi buruh migran 3. Memberikan perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga di dalam negeri melalui : a. Membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang PRT, melalui proses yang demokratis dengan melibatkan PRT dan pihak yang berkepentingan lainnya. b. Menerbitkan peraturan dan melakukan langkah-langkah perlindungan bagi PRT, mewajibkan majikan memberikan: 1 hari libur dalam 7 hari kerja, tempat istirahat yang layak dan aman, batasan jam kerja dalam sehari, upah yang layak dan tepat waktu, kesempatan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dan komunikasi dengan keluarga c. Melibatkan masyarakat dan ketua lingkungan (seperti ketua Rukun Tetangga) untuk terlibat dalam perlindungan dan pengawasan dalam pemenuhan hak-hak PRT oleh pemberi kerja. d. Mengesahkan Konvensi ILO no.189 tentang perlindungan bagi PRT e. Merevisi UU perlindungan buruh migran dengan menekankan perspektif keadilan gender, perlindungan terhadap anggota keluarga dan kerentanan PRT migran, meminimalisir peran swasta, mendorong migrasi sebagai bagian dari pelayanan publik yang minim biaya serta memperkuat peran pemda dalam perlindungan buruh migran pada keseluruhan proses migrasi.
  • 63. 51 4. Memberikan perlindungan bagi Buruh/pekerja , terutama buruh/ pekerja perempuan melalui : a. Mendorong pemberi kerja/perusahaan menerbitkan peraturan untuk melindungi semua pekerja terutama perempuan untuk bebas dari segala bentuk tindakan kekerasan, ancaman kekerasan, pelecehan dan penyalahgunaan kekuasaan. b. Mewajibkan pemberi kerja /perusahaan untuk memberikan ijin dan mendukung pendirian serikat perkerja c. Meningkatkan kapasitas kepemimpinan buruh/pekerja perempuan untuk dapat menduduki posisi kepemimpinan di lingkungan kerja dan serikat pekerja, terlibat dalam perundingan perburuhan dan rapat-rapat pengambilan keputusan perburuhan. d. Menjamin keterwakilan buruh/pekerja perempuan dalam pengambilan keputusan di bidang perburuhan e. Menjamin dilaksanakannya upah dan tunjangan yang sama, untuk pekerjaan yang sama nilainya bagi perempuan dan laki- laki. f. Menjamin dipenuhinya hak-hak normatif buruh dan hak menjalankan fungsi reproduksi melahirkan keturunan , seperti hak isttirahat, libur dan cuti, hak cuti haid dan cuti melahirkan, hak atas Tunjangan Hari Raya g. Mendukung pekerja yang memiliki bayi untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu) dalam bentuk menyediakan tempat menyusui, atau menyediakan tempat memerah dan menyimpan ASI. h. Memasukan pekerja borongan untuk pekerjaan tertentu dari proses produksi (pekerja putting out system) sebagai bagian dari pekerja perusahaan yang berhak menerima asuransi ketenagakerjaan dan Tunjangan Hari Raya. i. Menjamin setiap pekerja memperoleh dan menikmati perlindungan sosial ketenagakerjaan yang dikelola secara transparan akuntabel dan adil gender. j. Mewajibkan badan penyelenggara asuransi ketenagakaejaan mengembalikan setengah dari keuntungannya untuk peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, seperti
  • 64. 52 10 AGENDA POLITIK PEREMPUAN: MEWUJUDKAN INDONESIA BERAGAM pemberian kredit perumahan, penyediaan beasiswa dan pengembangan tempat penitipan anak berbasis komunitas. 5. Mengesahkan produk-produk hukum yang mempunyai relevansi kuat dengan kemiskinan perempuan dan lemahanya perlindungan terhadap pekerja perempuan yaitu RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), revisi UU perlindungan buruh migran dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) serta mencabut produk hukum yang mendiskriminasi perempuan dan kelompok marginal. 6. Menyediakan pendidikan yang mengarah pada peningkatan posisi tawar dan pemenuhan hak-hak buruh migran dengan mewajibkan kepada penyelenggara pendidikan pra-pemberangkatan menerapkan pendidikan berbasis hak asasi manusia (HAM), keadilan gender dan prinsip penghargaan terhadap keberagaman.
  • 65. 53 AGENDA 7 PERLINDUNGAN ATAS KEBEBASAN BERKEYAKINAN DAN BERAGAMA Perempuan Indonesia menjadi korban politisasi agama I. Latar Belakang Hak untuk berkeyakinan dan beragama adalah hak asasi setiap orang yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Artinya, tidak ada satupun alasan yang dapat dibenarkan untuk mengurangi hak setiap orang untuk berkeyakinan dan beragama sesuai pilihannya. Negara, terutama pemerintah berkewajiban untuk mengakui, menjamin, memenuhi dan melindungi hak warga negaranya untuk bebas berkeyakinan dan beragama. Negara Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat untuk untuk menjamin hak atas kebebasab beragama dan berkeyakinan, dari UUD 1945 sampai konvenan-konvenan internasional yang diratifikasinya. Namun sejak tahun 1965 hingga 2014 ini, negara, terutama pemerintah masih melakukan berbagai bentuk pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama. Agama menjadi subjek pengaturan hukum yang lahir sebagai hasil tarik menarik kepentingan dan pertarungan politik identitas. Negara bahkan menjadi contoh bagi warga negaranya untuk melakukan berbagai bentuk pelanggaran hak kebebasan berkeyakinan dan beragama.