Inklusi sosial dalam penanggulangan COVID-19, dampak da hambatan yang dihadapi perempuan, kelompok terpinggirkan, dan kelompok rentan dalam merespon bencana pandemi COVID-19, dampak pandemi COVID-19 terhadap perempuan, perlunya pengarusutamaan gender dalam pengurangan risiko bencana COVID-19, analisis gender dan inklusi sosial, membangun ketangguhan keluarga
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
KETANGGUHAN KELUARGA
1.
2. i
i
KONTRIBUTOR MODUL
Agung Wicaksono, BNPB
Henricus MW Prasetyo, Sekretariat Platform
Nasional Pengurangan Risiko Bencana
Destri Kurniasih, U-Inspire
Wasingatu Zakiyah, Idea Yogyakarta
Ida Ngurah, Yayasan Plan
Internasional Indonesia
Tri Utami H, BNPB
Ninil Jannah, SIAP-SIAGA/DFAT
Ratna Susi, YEU
TIM PENYUSUN
B Wisnu Widjaja
Agus Wibowo
TIM PENGARAH
Nur Indriani
Ahmad Fahmi Rijal
Evira Yubelta
Muhammad Irsyadul Kirom
Kamilia Agrianti Zahrah
TIM DESAIN
Diterbitkan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Jalan Raya Pramuka Kav. 38, Jakarta Timur 13120
Telp : (021) 29827793
Fax: (021) 21281200
Cetakan pertama, 13 November 2020
Disclaimer
Modul ini disusun dari berbagai sumber dan
merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa
diperbaiki, diperbaharui dan dimutakhirkan
sesuai dengan kondisi pandemi COVID-19.
3. SAMBUTAN
ii
Pandemi Coronavirus 2019 (COVID-19) menjadi bencana ditingkat global dan telah menu-
liskan sejarah baru dalam dunia kesehatan dan kebencanaan. Penyakit COVID-19 adalah pen-
yakit infeksi yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut parah Coronavirus 2 (SARS-
CoV-2) yang pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Hubei, China.
Negara Indonesia juga mengalami dampak pandemi COVID-19. Sistem kesehatan, sosial, budaya,
ekonomi, dan lingkungan mengalami tekanan yang tinggi akibat pandemi ini. Selain itu, anak-anak harus
belajar di rumah sehingga suasana kondusif dalam kegiatan belajar mengajar terganggu dan peran kelu-
arga mendapatkan tenanan lebih tinggi, disamping pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Lumpuhnya
aktivitas ekonomi, terutama sektor informal menghambat pembangunan berkelanjutan dan meningkat-
kan angka kemiskinan.
Perubahan kebiasaan untuk merespon dan mengurangi risiko bencana pandemi wabah penyakit di-
harapkan dapat dilakukan secara masif, baik oleh pemerintah, masyarakat, sektor privat, akademisi, juga
media. Namun demikian, pemerintah sebagai pemegang otoritas mengeluarkan konsep bagaimana tu-
juan perubahan kebiasaan ini dapat diimplementasikan hingga ke penerima manfaat terkecil, yaitu mas-
yarakat.
Dalam hal ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang berkewajiban dalam
mengkoordinasi seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan pengurangan risiko
bencana, menyiapkan salah salah satu konsep upaya perubahan perilaku melalui pendekatan
4. iii
gender. Penjajakan pertama pendekatan gender adalah melalui Ibu. Perempuan sebagai tonggak edukasi
dalam komunitas terkecil (keluarga) memiliki peran yang besar, kuat, dan strategis sehingga perlu diwa-
dahi dalam sebuah konsep perubahan kebiasaan. BNPB mendorong perwujudan peran gender ini dengan
menyiapkan perangkat edukasi berupa modul.
Modul ini disusun sebagai langkah awal dalam mengedukasi untuk penerapan perubahan ke-
biasaan baru yang mempertimbangkan protokol kesehatan. Modul ini disusun oleh tim penu-
lis dengan mempertimbangkan peran, tanggung jawab, dan kewenangan BNPB sebagai koordina-
tor dalam upaya PRB untuk digunakan dalam pengarusutamaan gender dalam penanggulangan
bencana. Siapapun dapat menyebarluaskan, menggunakan, menjadikan referensi, dan memutakh-
irkan modul ini agar kepentingan untuk berbagi pengetahuan dan mengedukasi dapat ter-
sampaikan dan terdapat perbaikan baik substansi ataupun teknis yang tertuang dalam modul.
Kami berharap bahwa pemanfaatan modul ini untuk mendukung perubahan kebiasaan masyarakat.
Diskusi dan pemberian kritik dan saran saya harapkan agar peningkatan kualitas konsep dapat terwujud
ke depan. Atas upaya, kerjasama, dan dukungan seluruh pihak, kami mengucapkan terima kasih.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB
B. Wisnu Widjaja
5. i
iv
PENDAHULUAN
Modul ini bertujuan memberikan pemahaman dan kesadaran dalam menerap-
kan inklusi sosial kesetaraan gender, disabilitas dalam upaya pencegahan dampak
pandemi COVID-19 terhadap kelompok terpinggirkan dan kelompok rentan yang
ada di masyarakat: perempuan, penyandang disabilitas, lansia, anak-anak, kelompok
minoritas adat/etnis, dan lainnya.
Memahami hambatan yang dihadapi kelompok-kelompok tersebut, sehingga
menyadari perlunya pengarusutamaan gender dalam pengurangan risiko bencana
COVID-19 serta mengetahui landasan kebijakan dan prinsip inklusi sosial dalam
pengurangan risiko bencana, rekonstruksi gender dalam keluarga serta menghindari
dan bersedia melaporkan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
6. iii
KONTEN
01
02
03
04
05
v
INKLUSI SOSIAL DALAM PENANGGULANGAN COVID-19
DAMPAK DAN HAMBATAN YANG DI HADAPI PEREMPUAN, KELOMPOK
TERPINGGIRKAN, DAN KELOMPOK RENTAN DALAM MERESPON
BENCANA PANDEMI COVID-19
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PEREMPUAN
PERLUNYA PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENGURANGAN
RISIKO BENCANA COVID-19
ANALISIS GENDER INKLUSI SOSIAL “KETANGGUHAN KELUARGA
DALAM PENCEGAHAN PANDEMI COVID-19
8. 2
PENGERTIAN INKLUSI
Inklusi adalah setiap orang
memiliki hak setara untuk ber-
partisipasi sebagai subyek.
Inklusi menghargai
keberagaman.
Kelompok rentan yang sela-
ma ini tidak dianggap sebagai
pemangku kepentingan dapat
berpartisipasi.
9. 3
3
3
3
3
3
SIAPA KELOMPOK RENTAN DAN
KELOMPOK TERPINGGIRKAN?
Kelompok Rentan adalah: Sekelompok orang,
yang dalam kapasitas mereka berpotensi men-
galami dampak negatif dari suatu kejadian atau
krisis.
Kerentanan adalah: Potensi untuk dirugikan
secara fisik dan/atau psikologis, sosial dan/atau
ekonomi.
Kelompok Marginal/Terpinggirkan adalah:
Semua orang yang dianggap tidak mampu da-
lam kelompoknya, atau yang jumlahnya sedikit/
minoritas dalam kelompoknya atau yang selalu
diperlakukan tidak adil, tidak diberikan hak-hak-
nya dan diberi stigma.
Contoh : Orang miskin, LGBT, tahanan politik,
disabilitas, dan sebagainya.
Kelompok yang dikecualikan dari ruang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya berdasarkan identi-
tas, jenis kelamin, orientasi sexual, etnis & agama,
tingkat kemampuan & disabilitas, status, dan
lain-lain.
10. 4
Perempuan: Dengan berbagai sub-kelom-
pok: perempuan kepala keluarga, perempuan
buruhmigran,janda,perempuanmiskin,anak
perempuan, lansia perempuan, perempuan
penyandang disabilitas, dll
Penyandang Disabilitas: Baik laki-laki, per-
empuan ataupun jenis kelamin ketiga, lan-
sia disabilitas, penyandang disabilitas tanpa
catatan sipil dan lainnya.
Lansia: Laki-laki & perempuan, dari keluarga
miskin, lansia janda, lansia duda, lansia dis-
abilitas, lansia dengan beban sebagai pencari
nafkah utama dan lainnya.
Anak-anak & Pemuda: Anak laki-laki & per-
empuan, anak/pemuda disabilitas, anak/
pemuda dari keluarga miskin, anak-anak tan-
pa catatan sipil dan lainnya.
Orang sakit : Laki-laki & perempuan, usia be-
rapapun, kondisi sakit tidak di RS, pasca op-
erasi atau masa pemulihan.
KELOMPOK RENTAN DALAM KONTEKS
PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB)
11. 5
5
5
5
5
5
PENGERTIAN LANSIA
Menurut PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa), lansia adalah
mereka yang berusia sama dengan dan lebih dari 60 tahun.
Definisi ini kemudian dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
Lansia muda : 60-69 tahun
Tua : 70-79 tahun
Lansia tua : 80 tahun dan lebih dari 80 tahun
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lanjut usia
(lansia) adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas.
“Age inclusive disaster risk reduction - a toolkit”, Help
Age International, 2019, hal. 28
12. 6
4 FAKTOR LANSIA
SEBAGAI KELOMPOK RENTAN
Menurunnya fungsi fisik, termasuk menurunnya
kesehatan, gerak, pandangan, dan pendengaran.
Layananyangburukdalamkehidupansehari-hari
dan masa tanggap darurat, padahal mereka me-
merlukan kebutuhan khusus.
Diskriminasi usia, yang memisahkan dan meny-
ingkirkan lansia dan kadang melanggar hak-hak
mereka.
Kemiskinan yang disebabkan oleh karena bu-
ruknya
mekanisme perlindungan sosial dan kes-
empatan melakukan kegiatan mata pencaharian.
1
2
3
4
13. 7
7
7
7
7
7
SIAPA ITU ANAK?
Menurut Konvensi Hak Anak (pasal 1):
Anak adalah semua orang yang berusia di
bawah 18 tahun, kecuali ditentukan lain
oleh hukum suatu negara.
Menurut Undang-undang No. 35 Tahun
2014tentangPerubahanAtasUndang-Un-
dang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlind-
ungan Anak, yang dimaksudkan sebagai
anak adalah seseorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
14. 8
4 PRINSIP DALAM
KONVENSI HAK ANAK
Empat prinsip ini berdasarkan pada pemikiran bahwa anak juga setara sebagai manusia.
Non-diskriminasi: Semua anak berhak mendapatkan
hak mereka dan tidak diperbolehkan terjadi diskrimi-
nasi/ tanpa pembedaan apa pun.
Kepentingan terbaik bagi anak: Terutama saat mereka
muda, rentan dan membutuhkan dukungan agar mere-
ka dapat menikmati hak mereka sepenuhnya.
Hak atas kelangsungan hidup dan perkembangan:
Prinsip yang paling berhubungan dengan hak ekonomi
dan sosial anak terformulasikan dalam hak untuk
hidup. Pasal ini tidak hanya memastikan bahwa anak
memiliki hak untuk tidak terbunuh, tetapi juga hak un-
tuk memiliki kelangsungan hidup dan perkembangan.
Penghargaan terhadap pendapat anak: Untuk
menge-
tahui apa yang menjadi kepentingan anak,
merupakan
hal yang logis untuk mendengarkan mereka.
1
2
3
4
15. 9
9
9
9
9
9
DAMPAK DAN HAMBATAN YANG DI
HADAPI PEREMPUAN, KELOMPOK
TERPINGGIRKAN, DAN KELOMPOK
RENTAN DALAM MERESPON BENCANA
PANDEMI COVID-19
16. 10
TIGA HAMBATAN YANG MEMPENGARUHI
PARTISIPASI MASYARAKAT RENTAN DAN
TERPINGGIRKAN
Hambatan Sikap:
Stigma, diskriminasi, dianggap tidak mampu, dan
sebagainya.
Hambatan Lingkungan:
Berkaitan dengan aksesibilitas, baik fisik maupun
terhadap informasi.
Hambatan Institusional:
Berkaitan dengan kebijakan, peraturan, sistem,
yang belum berpihak, menyentuh pada isu disabil-
itas.
18. 12
Bagi banyak orang, tinggal di rumah
selama pandemi COVID-19 menjadi
hal yang paling vital untuk menekan
penyebaran virus corona. Namun bagi
sebagian perempuan, rumah bukanlah
merupakan tempat yang aman.
DAMPAK PANDEMI COVID-19
TERHADAP PEREMPUAN
19. 13
13
13
13
13
13
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, ratusan ka-
sus kekerasan yang dialami perempuan dewasa.
Hal serupa juga terjadi terhadap perempuan di berbagai negara, seiring penerapan pembatasan
sosial maupun isolasi wilayah di belahan dunia lain.
Kebijakan pembatasan sosial selama pandemi virus corona
dianggap melanggengkan kekerasan berbasis gender terha-
dap perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) dan menghambat penanganan kasus.
Kerentanan perempuan terhadap kekerasan, terutama
KDRT, meningkat dalam masa pandemi COVID-19,
dibuk-
tikan dengan melonjaknya laporan kekerasan terhadap per-
empuan pada medio Maret - April di sejumlah daerah di
Indonesia.
DAMPAK PANDEMI COVID-19
TERHADAP PEREMPUAN
20. 14
Merujuk laporan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk Perempuan (UN Women) jumlah kekerasan terhadap
perempuan cenderung meningkat selama pandemi karena
kekhawatiran akan keamanan, kesehatan, dan uang
mening-
katkan tensi dan ketegangan akibat kondisi
kehidupan yang
sempit dan terbatas.
Komnas Perempuan menyebut akar masalah dari KDRT ada-
lah relasi kuasa yang timpang antara lelaki dan
perempuan,
dimana perempuan berada subordinat di bawah laki-laki. Di
Indonesia yang masih kental dengan kultur patriarki, lelaki
umumnya memiliki kontrol dan kuasa terhadap anggota kel-
uarga yang lain.
Isolasi selama pandemi COVID-19 juga membuat perempuan “terperangkap” semakin lama
dengan pelaku kekerasan dan “tidak dapat mengakses perlindungan”.
DAMPAK PANDEMI COVID-19
TERHADAP PEREMPUAN
21. 15
15
15
15
15
15
DAMPAK EKONOMI DARI PANDEMI
COVID-19 TERHADAP PEREMPUAN
Karena perempuan banyak kegiatan di rumah,
mereka bisa mengalami pemotongan jam kerja dan
PHK.
Pekerja perempuan terbatas untuk menyokong di-
rinya dan keluarganya, terutama bagi perempuan
sebagai kepala rumah tangga.
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, 70%
perempuan bekerja di sektor informal dengan
penghasilannyayangseringtergantungpadaruang
publik dan interaksi sosial yang saat ini dibatasi.
22. 16
DAMPAK KESEHATAN DARI PANDEMI
COVID-19 TERHADAP PEREMPUAN
Perempuan lebih berisiko terpapar terhadap COVID-19 karena mereka melakukan 70% peker-
jaan yang berhubungan dengan kesehatan dan sebagai pekerja kesehatan/staf layanan fasili-
tas kesehatan. Perempuan kurang memiliki akses terhadap APD (alat pelindung diri) atau APD
dengan ukuran yang tepat.
Dampak terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, terjadi karena kurangnya perhatian dan
sumber daya tenaga kesehatan untuk penanganan pandemi COVID-19. Hal ini mengakibatkan
tingginya kematian dan morbiditas ibu, tingginya angka kehamilan remaja, dan penularan HIV
dan penyakit seksual selama pandemi COVID-19.
23. 17
17
17
17
17
17
DAMPAK PEKERJAAN PENGASUHAN
TAK DIBAYAR DARI PANDEMI COVID-19
TERHADAP PEREMPUAN
Sebelum COVID-19, perempuan menggunakan waktunya tiga kali lebih banyak dari pada laki-laki
terkait pekerjaan pengasuhan yang tidak dibayar dan juga pekerjaan rumah tangga. Dalam konteks
pandemi, pekerjaan pengasuhan meningkat. dikarenakan adanya sekolah dari rumah.
Adanya pasien COVID-19 yang mungkin keluar dari rumah sakit lebih awal, mereka masih membu-
tuhkan layanan dan bantuan di rumah. Perempuan menjadi pengasuh keluarga yang tidak dibayar
dan mereka kebanyakan adalah pekerja kesehatan komunitas yang mendapat upah rendah atau
bahkan sebagai relawan.
Penutupan sekolah menambah tekanan dan tuntutan bagi perempuan. Ini menghambat mereka
untuk bekerja dengan pekerjaan yang tidak bisa dilakukan secara jarak jauh.
24. 18
DAMPAK PEKERJAAN PENGASUHAN
TAK DIBAYAR DARI PANDEMI COVID-19
TERHADAP PEREMPUAN
Perempuan lansia cenderung mendapat pemasukan dan dana pensiun yang lebih rendah, dengan
kemungkinan kecil untuk mengakses perawatan untuk diri mereka sendiri.
Perempuan segala usia memberikan pengasuhan yang tidak berbayar; pengasuhan ini juga tergan-
tung pada kesehatan, kesejahteraan dan kemampuan para perempuan itu untuk meminimalkan
risiko penularan terhadap orang yang mereka rawat.
Anak dan remaja perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan rumah tangga dari pada laki-laki.
Selain itu, penutupan sekolah juga mengakibatkan anak perempuan putus sekolah sebelum mereka
bisa menyelesaikan pendidikannya, terutama mereka yang hidup dalam kemiskinan, dengan
disabilitas, atau tinggal di wilayah rural dengan lokasi yang terpencil.
25. 19
19
19
19
19
19
DAMPAK KEKERASAN BERBASIS
GENDER DARI PANDEMI COVID-19
TERHADAP PEREMPUAN
Kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di dunia meningkat akibat pandemi
COVID-19 karena adanya tekanan ekonomi dan sosial.
Rumah padat penduduk, akses terbatas pada layanan dan dukungan sebaya yang berkurang
juga semakin memperburuk kondisi yang berpotensi terjadinya kekerasan berbasis gender.
Banyak perempuan terjebak di rumah mereka dengan pelaku kekerasan yang mengeksploitasi
ketidakmampuan perempuan untuk meminta pertolongan. Pada saat yang sama, layanan
dukungan (pengadilan, polisi dan layanan kesehatan) sebagai responder awal juga kewalahan,
mengganti prioritas mereka atau bahkan tidak mampu membantu.
27. 21
21
21
21
21
21
DAMPAK DARI PANDEMI COVID-19
TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS
Penyandang disabilitas bisa mengalami hambatan un-
tuk melakukan upaya-upaya perlindungan dasar, seperti
misalnya mencuci tangan dan menjaga jarak untuk ala-
san-alasan tertentu.
Penyandang disabilitas rentan mengalami kondisi
sekunder dan morbiditas bawaan, seperti misalnya diabe-
tes, dan masalah jantung, yang akan memperburuk hasil
infeksi COVID-19. Hambatan mengakses layanan kese-
hatan juga dialami oleh penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas yang tinggal di panti lebih berisiko
dan kesulitan melakukan upaya kebersihan mendasar
dan menjaga jarak, serta akses yang terbatas terhadap
informasi, test, dan layanan kesehatan. (Selain itu, mere-
ka juga rentan tertular virus dari para para pendamping/
pengasuh yang tinggal di luar panti. Melakukan penggan-
tian caregiver juga bukan hal yang mudah diterima oleh
lansia dengan demensia, penyandang disabilitas kognitif
dan intelektual).
1
2
3
28. 22
DAMPAK DARI PANDEMI COVID-19
TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS
Penyandang disabilitas lebih berisiko untuk mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan kesehatan.
Akses pada layanan kesehatan, rehabilitasi dan teknologi alat bantu bagi penyandang disabilitas termasuk
aksesibilitas, dapat dibatasi karena adanya tekanan yang meningkat terhadap sistem layanan kesehatan.
Saat terjadi wabah, penyandang disabilitas lebih mengalami kehilangan pekerjaan mereka dan kesulitan un-
tuk kembali bekerja pada masa pemulihan. (Para penyandang disabilitas banyak yang bekerja di sektor infor-
mal yang semakin terpuruk karena protokol kesehatan untuk menjaga jarak dan pembatasan gerak).
Penyandang disabilitas yang paling sedikit menerima manfaat dari solusi belajar jarak jauh. Kurangnya dukun-
gan, akses terhadap internet, perangkat lunak yang aksesibel, dan materi belajar memperdalam kesenjangan
bagi siswa dengan disabilitas.
Terganggunya pembelajaran keterampilan dan pelatihan merupakan dampak jangka panjang bagi pemuda
dengan disabilitas untuk menghadapi berbagai hambatan dalam lapangan pekerjaan.
Kekerasan dalam rumah tangga juga dialami oleh perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas.
Meningkatnya stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas juga telah terjadi.
4
5
6
7
8
29. 23
23
23
23
23
23
KERENTANAN PENYANDANG DISABILITAS
DALAM PANDEMI COVID-19
Layanan kesehatan non COVID-19 dinomor-
duakan, juga layanan untuk ODHA, orang
dengan gangguan kesehatan mental, dsb. Ke-
terbatasan layanan sebenarnya sudah ada
dari sebelum munculnya pandemi COVID-19,
namun dengan adanya situasi seperti saat ini,
akses layanan medis bagi kelompok rentan
bukan merupakan prioritas. Penyandang dis-
abilitas dan pengasuhnya juga menghadapi
berbagai tantangan yang dapat menghalangi
mereka untuk mendapatkan perawatan dan
informasi penting untuk mengurangi risiko
selama wabah COVID-19.
30. 24
KERENTANAN PENYANDANG DISABILITAS
DALAM PANDEMI COVID-19
Komunikasi risiko penting untuk mempromosikan kesehatan dan mencegah infeksi dan menguran-
gi stres di tengah masyarakat, tetapi seringkali informasi tidak dikembangkan dan dibagikan secara
inklusif bagi penyandang disabilitas komunikasi.
Banyak pusat kesehatan sulit diakses penyandang disabilitas fisik karena hambatan perkotaan dan
sulitnya sistem transportasi umum untuk diakses oleh penyandang disabilitas.
Secara institusi, biaya layanan kesehatan yang tinggi menghalangi banyak penyandang disabilitas
untuk mengakses layanan-layanan penting. Selain itu, kurangnya protokol tentang cara merawat
penyandang disabilitas yang berada di karantina.
Prasangka, stigma, dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, termasuk pandangan kalau
penyandang disabilitas tidak dapat membantu dalam respons wabah atau mengambil keputusan
sendiri. Halangan-halangan ini dapat menimbulkan stres tambahan bagi
penyandang disabilitas
dan orang yang merawatnya selama wabah COVID-19.
31. 25
25
25
25
25
25
KERENTANAN PENYANDANG DISABILITAS
DALAM PANDEMI COVID-19
Stigma dan diskriminasi membuat angka ke-
kerasan meningkat. Stigma sebenarnya sudah
ada dari sebelum munculnya PSBB ataupun
pandemi, namun dengan adanya situasi sep-
erti saat ini, stigma semakin tajam.
800 orang dengan gangguan kesehatan men-
tal terlaporkan dipasung
Orang dengan disabilitas dan transpuan ke-
banyakan bekerja non-formal
Penghuni panti sosial disabilitas melebihi
kuota sehingga sulit menjaga jarak aman satu
sama lain
Kondisi tertentu orang dengan disabilitas
menjadikan mereka tergantung kepada orang
lain
Minoritas seksual menjadi 7-12x untuk kemu-
ngkinan melakukan percobaan bunuh diri
Kondisi psikologis masyarakat sekitar yang
saat ini juga sedang terdampak dapat mem-
perburuk keadaan maupun situasi
33. 27
27
27
27
27
27
DAMPAK PANDEMI COVID-19
PADA KESEHATAN, HAK DAN LAYANAN
JANGKA PANJANG TERHADAP LANSIA
Sejak wabah COVID-19, dilaporkan terjadi pen-
ingkatan jumlah kekerasan terhadap lansia perem-
puan terutama dari orang terdekat yang diperburuk
dengan situasi lockdown. Pembatasan gerak dapat
memicu segala bentuk kekerasan yang lebih buruk
terhadap lansia, yaitu kekerasan fisik, emosional,
keuangan, seksual dan penelantaran.
Dalam situasi kerja kemanusiaan, tempat pengung-
sian yang terlalu padat dan terbatasnya layanan kes-
ehatan, air dan sanitasi, menambah rentan lansia da-
lam pandemi COVID-19.
Physical distancing kadang sulit di lakukan di lembaga
pemasyarakatan dan tempat penahanan dan layanan
kesehatan yang terbatas juga menambah rentan lan-
sia dalam pandemi COVID-19.
35. 29
29
29
29
29
29
DAMPAK DARI PANDEMI COVID-19
TERHADAP ANAK
Berkurangnya pendapatan memengaruhi kehidupan
keluarga, terutama keluarga dengan anak-anak. Orang
tua bermigrasi kembali ke daerah asal (desa) mereka
dan meninggalkan penghidupan normal mereka.
Pembelajaran jarak jauh diselenggarakan. Namun, opsi
ini tidak bisa ditempuh oleh semua anak. Tidak adan-
ya jaringan listrik dan internet, serta ketidakmampuan
keluarga untuk membeli gawai dan paket data mer-
upakan hambatan bagi anak dalam proses belajar jarak
jauh. (Orang tua yang tidak mengenyam pendidikan
juga mengalami kesulitan dan tekanan ketika mereka
harus mendampingi anak dalam proses belajar di ru-
mah).
Berkurangnya pemasukan keluarga memaksa keluar-
ga miskin (dan keluarga miskin baru) untuk menguran-
gi pengeluaran kesehatan dan asupan makanan.
36. 30
Physical distancing dan pembatasan gerak berdampak pada kesehatan mental anak. Anak merasa ge-
lisah akan hidup mereka dan ketidakpastian masa depan mereka. Stres akut yang dialami anak akan
menghambat pertumbuhan kognitif mereka dan kesehatan mental mereka dalam jangka panjang.
Kekerasan dari caregiver/pengasuh adalah hal yang paling sering dialami oleh anak-anak. Anak-anak
juga sering menyaksikan kekerasan terhadap perempuan. Lockdown juga meningkatkan kesempatan
bagi pelaku kekerasan untuk menyakiti anak-anak. Bantuan dari luar tidak mudah didapat karena
penutupan sekolah dan penangguhan kegiatan sosial karena pembatasan gerak.
Platform daring untuk belajar jarak jauh juga meningkatkan keterpaparan anak terhadap konten
yang tidak sesuai bagi anak dan terhadap predator anak. Anak putus sekolah juga meningkatkan
terjadinya pernikahan anak.
Penutupan, pemberlakuan jam malam, dan pembatasan gerak memaksa untuk dilakukannya penut-
upan tempat pengungsian yang berdampak juga bagi anak. Karantina dan social distancing serta pen-
elusuran ulang kontak yang dilakukan sebelumnya juga merebut hak privacy bagi anak.
Hal ini termasuk tersebarnya informasi data tentang anak yang terinfeksi COVID-19 atau
informasi terkait identifikasi personal mereka.
DAMPAK DARI PANDEMI COVID-19
TERHADAP ANAK
38. 32
APAKAH GENDER ITU?
Adalah pembedaan sifat, peran, fungsi dan status
antara pihak yang satu dengan yang lain yang bukan
berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasar-
kan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur
masyarakat yang lebih luas.
Jadi gender merupakan konstruksi sosial budaya
yang dapat berubah dan diubah sesuai dengan perkem-
bangan zaman, situasi dan kondisi.
39. 33
33
33
33
33
33
JENIS KELAMIN VS GENDER
Apakah gender sama dengan jenis
kelamin?
Jenis kelamin merupakan konstruksi
biologis, universal dan tidak dapat diubah
karena merupakan kodrat. Misal: laki-laki
memiliki sperma, perempuan memiliki
ovum/sel telur.
Gender adalah konstruksi sosial yang
memungkinkan untuk berkembang dan
berubah.
Jenis Kelamin
Gender
Tidak dapat berubah
Tidak dapat ditukar
Berlaku sepanjang zaman
Berlaku dimana saja
Ciptaan Tuhan
Bersifat kodrat
Dapat berubah
Dapat ditukar
Bergantung waktu
Bergantung budaya
Buatan Manusia
Tidak bersifat kodrat
40. 34
PERBEDAAN PERAN, FUNGSI,
TANGGUNG JAWAB, SIKAP, DAN
PERILAKU
Peran
Fungsi
Tanggung Jawab
Sikap
Perilaku
Sektor domestik (kerumah tanggaan):
Memasak, menyuci, menyetrika
Sektor publik: Bekerja mencari nafkah
di luar rumah.
Mencari nafkah tambahan Pencari nafkah utama
Kepala keluarga
Maskulin
Rasional, Tegas, Agresif, Kuat.
Ibu rumah tangga
Feminin
Emosional, Ragu-ragu, Pasif, Lemah
Dapat diubah karena dibentuk oleh Sosial
Budaya, dan dibiasakan secara terus menerus
41. 35
35
35
35
35
35
GENDER
Genderadalahperbedaanperan,fungsi,dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat
berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Gender memiliki tiga peran, yakni peran produk-
tif, reproduktif, dan sosial. Kesetaraan gender ha-
sil dari perlakuan adil gender yang terukur dari
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya
terhadap akses dan manfaat pembangunan.
42. 36
KESETARAAN GENDER DAN
KEADILAN GENDER
Keadilan gender yaitu suatu keadaan dimana tercip-
tanya perlakuan yang adil terhadap laki-laki dan per-
empuan dengan mempertimbangkan pengalaman,
kebutuhan, kesulitan, serta kepedulian sebagai perem-
puan dan juga sebagai laki-laki.
43. 37
37
37
37
37
37
KETIDAKSETARAAN GENDER
Ketidaksetaraan gender yaitu berbagai tin-
dak ketidakadilan atau diskriminasi yang
bersumber pada keyakinan gender.
Ketidaksetaraan gender dapat berupa keti-
daksetaraanhakbersuaradanberpendapat
di depan hukum atau pemanfaatan sumber
daya.
44. 38
BENTUK KETIDAKSETARAAN
GENDER
1
2
3
Stereotip (Citra Baku)
Subordinasi (Penomorduaan)
Marginalisasi (Peminggiran)
Pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang
sering kali bersifat negatif dan pada umumnya
menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
Contohnya:
Hanya laki-laki yang pantas menjadi pemimp-
in karena laki-laki rasional, sedangkan perem-
puan irasional.
Laki-laki adalah kepala keluarga yang wajib
menafkahi istri dan anak-anaknya.
Perempuan wajib mengasuh anak karena
memiliki kelembutan dan kesabaran.
Adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih rendah atau dinomorduakan po-
sisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainn-
ya. Contohnya:
Masih sedikit jumlah perempuan yang bekerja
pada posisi pengambil keputusan atau penentu
kebijakan dibanding dengan laki-laki.
Kondisi atau proses peminggiran terhadap salah
satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama
yang berakibat kemiskinan. Contohnya:
Pekerjaan honorer, buruh, serta pembantu ru-
mah tangga dinilai sebagai pekerja rendah seh-
ingga berpengaruh pada tingkat gaji/ upah yang
diterima.
45. 39
39
39
39
39
39
4
5
Double Burden (Beban Ganda)
Violence (Kekerasan)
Adanya perlakuan terhadap salah satu jenis ke-
lamin di mana yang bersangkutan bekerja jauh
lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin
lainnya.
Suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis
seseorang.
Kekerasan tersebut tidak hanya menyangkut
fisik (pemukulan dan perkosaan), tetapi juga non-
fisik (pelecehan seksual, ancaman, dan paksaan)
yang biasa terjadi di rumah tangga, tempat kerja,
dan tempat- tempat umum. Contohnya:
Pelecehan seksual yang merupakan jenis ke-
kerasan terselubung dengan cara memegang
atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh
perempuan tanpa kerelaan dari si pemilik tu-
buh.
Kekerasan fisik maupun nonfisik yang dilaku-
kan oleh suami terhadap istrinya dalam rumah
tangga ataupun sebaliknya.
48. 42
Tertarik pada dunia domestik
migrasi
Fakta Fakta
Tidak berpenghasilan
Telah masuk ke dunia publik.
Dampak
Dilecehkan bila tidak bekerja
Rentan sebagai pelaku kekerasan
Tidak diterima bersikap lemah
Terpinggirkan dalam pekerjaan
domestik
Senantiasa dianggap mampu
Upah lebih rendah
Dampak
Rentan berbagai kekerasan
Upah lebih rendah
Terpinggirkan dalam pengem-
bangan kapasitas
Rendah dalam jabatan-jabatan
publik
Menjadi pencari nafkah utama.
KESENJANGAN GENDER
49. 43
43
43
43
43
43
BEBERAPA GAMBARAN KASUSPADA
SEBUAH KELUARGA DI MASA PANDEMI:
Beban ganda bertambah: Sebagai adanya ketimpangan gender yang terjadi, pembagian peran yang
tidak seimbang, perempuan cenderung memiliki tugas dan peranan yang bertambah karena sema-
kin lamanya durasi bersama dengan anggota keluarga.
Kurangnya me time (waktu untuk diri sendiri): karena semakin banyak pula beban kerja di rumah,
serta masing-masing anggota keluarga juga memiliki intensitas pertemuan yang tinggi, maka akan
semakin sulit bagi setiap anggota keluarga untuk memiliki waktu pribadi untuk melakukan self-care
(pengembangan diri, hobi, dll).
Kecemasan berpengaruh pada relasi dengan anak: orang tua yang mengalami stres akibat beradap-
tasi dengan perubahan menjadi lebih mudah marah pada anak. Belum lagi ketika tugas-tugas seko-
lah anak yang saat ini juga melakukan sekolah dari rumah menjadi semakin banyak dan membutuh-
kan perhatian orang tua.
Kebosanan serta “craving” relasi sosial: anak dan remaja yang cenderung melakukan eksplorasi
dalam dunia sosialnya akan merasa terkurung dan kurang bersosialisasi karena ruang mereka
menjadi sangat terbatas dan tidak bisa bertemu dengan teman-temannya.
50. 44
BEBERAPA GAMBARAN KASUSPADA
SEBUAH KELUARGA DI MASA PANDEMI:
Kekhawatiran akan sumber penghasilan: orang tua yang bekerja menjadi lebih stres memikirkan pe-
masukan yang berkurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Terutama bagi mereka yang beker-
ja di sektor non-formal dan menjadi perempuan kepala keluarga.
Kebingungan kondisi keluarga yang memiliki potensi tinggi terpapar virus: kondisi individu yang
berelasi dengan COVID-19 rentan menghadapi stigma dan sulit untuk mengakses dan mendapat-
kan layanan yang baik. Hal ini tentunya akan memperburuk situasi kesehatan mental serta bagaima-
na stress yang dialami oleh sebuah keluarga, sehingga kemungkinan munculnya konflik akan lebih
rentan.
Kesulitan pengelolaan kegiatan belajar anak: orang tua dan sekolah (guru) gagap mengelola kondi-
si belajar jarak jauh sehingga muncul stres pada masing-masing pihak. Dengan kondisi yang serba
digital saat ini, ada beberapa orang tua yang masih perlu beradaptasi dengan tugas dan cara belajar
anak-anaknya saat ini.
51. 45
45
45
45
45
45
KERENTANAN LAINNYA DALAM KELU-
ARGA AKIBAT COVID-19 DIANTARANYA
(KDRT):
Beban domestik yang berlapis, ditambah relasi kua-
sa yang timpang antara laki-laki dan perempuan dan
tekanan ekonomi selama pandemi, menyebabkan
semakin berpotensinya kekerasan terhadap perem-
puan.
“Istri dan anak perempuan yang terisolasi bersama
ayah atau suami dan mereka memiliki masalah atau
kekerasan yang belum terselesaikan, dia akan ter-
perangkap semakin panjang dengan pelaku kekerasan
karena mereka tinggal bersama dan tidak dapat men-
gakses tempat- tempat perlindungan.
Padahal, merujuk pada catatan tahunan Komnas Per-
empuan, kasus kekerasan dalam ranah privat terma-
suk keluarga masih menjadi kasus yang paling tinggi
dilaporkan di Indonesia.
1
2
3
52. 46
KERENTANAN LAINNYA
AKIBAT COVID-19 DIANTARANYA (KDRT):
Lebih dari setengah jumlah kasus itu merupakan KDRT, sementara kekerasan terhadap anak
perempuan juga meningkat ketimbang sebelumnya.
Hal ini memperlihatkan bahwa rumah dan keluarga masih menjadi wilayah yang tidak aman
bagi perempuan.
Meningkatnya kekerasan domestik sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia saja. Namun
juga di berbagai negara di belahan dunia lain.
Laporan UN Women yang dirilis April 2020, 243 juta perempuan berusia 15-49 tahun men-
jadi objek kekerasan seksual dan fisik selama 12 bulan terakhir.
Jumlah kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat selama pandemi karena
kekhawatiran akan keamanan, kesehatan, dan uang meningkatkan tensi dan ketegangan aki-
bat kondisi kehidupan yang sempit dan terbatas.
4
5
6
7
8
53. 47
47
47
47
47
47
“Kalau kita mengetahui pemicunya
adalah faktor ekonomi dan konflik
keluarga, maka bagaimana kita
sama-sama belajar mengelola
konflik jangan sampai menjadi
KDRT”
54. 48
TIPS MENGHINDARI KDRTSELAMA
PANDEMI COVID-19 (SUAMI- ISTRI)
Belajar saling mengenal (kembali) cara komunikasi; men-
genal kembali “tentang” pekerjaan pasangan; mengenal
kembali “tugas” domestik masing-masing.
Kenali dan diskusikan stres (stres yang terjadi pada diri
sendiri dan pasangan) ataupun stres bersama (stres karena
COVID-19).
Penyesuaian pengaturan jadwal untuk menjaga keteratur-
an (contohnya: jadwal memasak dan mengatur rumah; SFH
mendampingi anak; WFH).
Pembagian peran domestik dengan pasangan/
anggota kel-
uarga lainnya dan berkomitmen
dengan pembagian peran
tersebut.
Pembatasan ruang kerja bagi masing-masing pasangan
(jika hanya salah satu yang bekerja seharusnya akan
lebih mudah mengelolanya).
55. 49
49
49
49
49
49
TIPS MENGHINDARI KDRTSELAMA
PANDEMI COVID-19 (SUAMI- ISTRI)
Membangun relasi yang sehat dengan mengekspresikan
perasaan positif, seperti:
Menghargai pendapat, pikiran, dan cara pandang
yang berbeda dari orang lain
Bicaralah dengan sikap yang membuat orang lain
merasa nyaman
Dengarkan dan cobalah untuk mengerti
Komunikasikan pikiran dan pendapat secara ter-
buka
Dukung cita-cita atau hal positif yang ingin
dicapai pasangan
Mengelola stres atau emosi saat berkomunikasi
Manfaatkan waktu untuk kegiatan bersama,
seperti aktivitas domestik (olahraga; bermain;
nonton;
mendengarkan musik; membaca; couple
time); dan kegiatan spiritual (ibadah bersama).
56. 50
JIKA TERJADI KONFLIK,
BERIKUT BEBERAPA CARA
YANG DAPAT ANDA LAKUKAN:
Komitmen untuk penyelesaian masalah.
Prinsip saling menghargai menjadi hal paling men-
dasar.
Mengembalikan relasi sehat dalam penyelesaian
masalah (management konflik)
Gunakan “win-win solution” atau “agree to disagree”
saat berkonflik.
Kesediaan meninjau kembali kesepakatan bersama.
Tidak berasumsi (asertif dan bersedia terbuka).
Mengelola amarah saat berkomunikasi.
Pahami stres pasangan.
Kesediaan meminta maaf.
Kesepakatan kembali terkait pembagian peran dan
pembagian jadwal pekerjaan domestik.
57. 51
51
51
51
51
51
TIPS MENGHINDARI KDRT (ORANG TUA -
ANAK) SELAMA PANDEMI COVID-19
Belajar saling mengenal (kembali dan lebih da-
lam) “tentang”kegiatan anak; kesukaan anak;
karakteristik anak; “tentang” pekerjaan orang
tua (ayah/ibu); serta “tentang” tugas-tugas yang
ada di rumah.
Kenali dan diskusikan stres (stres pada diri
sendiri dan stres anak), stres yang terjadi setiap
usia perkembangan berbeda-beda.
Pengaturan jadwal untuk menjaga keteraturan
(jadwal SFH dan WFH).
Mengajak anak dalam pembagian peran domes-
tik secara seimbang sesuai dengan usia anak.
58. 52
TIPS MENGHINDARI KDRT (ORANG TUA -
ANAK) SELAMA PANDEMI COVID 19
Komunikasi dengan hati (gunakan komunikasi non verbal (ekspresif); menyampaikan
pesan secara asertif, jelas, padat, dan lengkap; mengklarifikasi dan menyimpulkan; me-
minta umpan balik; mengelola stres atau emosi pada saat
berkomunikasi; perlu diin-
gat untuk memahami usia perkembangan anak untuk penyesuaian cara berkomunikasi
dengan orang tua).
Lakukan aktivitas bersama anak (contohnya: tugas domestik; olahraga; menonton; ber-
main; mendengarkan musik; dan beribadah)
Ekspresikan perasaan positif.
Hubungan yang berangkat dan didasari
kehangatan yang lekat.
Membangun rasa percaya
Hadir sepenuhnya untuk anak (being pres-
ent – here and now)
Membangun relasi sehat dengan anak, seperti:
59. 53
53
53
53
53
53
JIKA TERJADI KONFLIK
(ORANG TUA- ANAK) BERIKUT BEBERAPA
CARA YANG DAPAT ANDA LAKUKAN:
Komitmen untuk penyelesaian masalah.
Prinsip saling menghargai 2 arah (bukan berarti
hanya anak yang harus menghargai orang tua).
Mengembalikan relasi sehat dalam penyelesaian
masalah
Gunakan “win-win solution” atau “agree to dis-
agree” saat berkonflik
Memahami stres anak
Kesediaan meminta maaf
Kesepakatan kembali pembagian peran domestik
(jika ini menjadi sumber masalah)
Kesepakatan kembali pengaturan jadwal.
60. 54
TIPS MENGHINDARI KDRT (MER-
TUA-MENANTU) SELAMA PANDEMI
COVID-19
Belajar saling mengenal (kembali) cara komunikasi
“tentang” pekerjaan dan “tentang” tugas domestik
Kenali dan diskusikan stres (yang terjadi pada diri
sendiri atau orang tua/mertua) dan stres bersama
(stres karena COVID-19). Perlu diingat kalau usia
perkembangan dewasa akhir (lansia) biasanya mereka
kesepian; cemas; ingin bermakna; membimbing atau
mewariskan hal atau sesuatu
Penyesuaian pengaturan ulang jadwal untuk menjaga
keteraturan (waktu untuk melakukan tugas domestik
dan mendampingi anak)
Penyesuaian adanya pembagian peran domestik se-
cara seimbang (kesepakatan aturan pengasuhan anak/
cucu)
Membangun relasi sehat
61. 55
55
55
55
55
55
TIPS MENGHINDARI KDRT (MER-
TUA-MENANTU) SELAMA PANDEMI
COVID-19
Hargai pendapat, pemikiran, dan cara pandang
yang berbeda dari orang lain
Berbicaralah dengan sikap yang membuat orang
lain merasa nyaman
Dengarkan dan cobalah untuk mengerti
Komunikasikan pikiran dan pendapat secara ter-
buka disesuaikan dengan gaya komunikasi orang
tua
Dukung cita-cita atau hal positif yang ingin diker-
jakan orang tua
Mengelola stres atau emosi saat berkomunikasi
Manfaatkan waktu untuk melakukan kegiatan
bersama (contohnya aktivitas domestik; mengo-
brol; menonton; mendengarkan musik; memba-
ca; melakukan ibadah bersama)
62. 56
JIKA TERJADI KONFLIK,
(MERTUA-MENANTU) LAKUKAN INI:
Komitmen untuk penyelesaian masalah
Prinsip saling menghargai merupakan hal paling
mendasar (saat konflik kamu harus bersedia mem-
buka diri untuk menyesuaikan diri dengan gaya
orang tua)
Mengembalikan relasi sehat dalam penyelesaian
masalah
Gunakan “win-win solution” atau “agree to disagree”
saat berkonflik
Tidak berasumsi, asertif, dan bersedia terbuka
Mengelola stres saat berkomunikasi
Memahami stres orang tua/ mertua
Kesediaan meminta maaf
Kesepakatan kembali pembagian peran domestik
Kesepakatan kembali pengaturan jadwal.
63. 57
57
57
57
57
57
NOMOR HOTLINE LAPORAN
DAN LAYANAN KEKERASAN
TERHADAP PEREMPUAN ANAK
TOLONG ! !
Komnas Perempuan: (021) 390-3963
KPPPA: 0821-2575-1234
KEMSOS: (021) 1500-771
64. 58
LAYANAN PENDAMPINGAN
HUKUM WILAYAH JAKARTA
LBH APIK Jakarta: 0813-8882-2669
LBH Jakarta: (021) 314-5518
P2TP2A (Layanan Hukum, Psikososial, dan Kesehatan):
0813-1761-7622, atau (021) 112
Silahkan Ditambahkan Kontak Layanan Untuk
Wilayah Masing- Masing
66. 60
Jika Desa/Kelurahan anda akan mening-
katkan ketangguhan komunitas melalui
upaya penguatan kapasitas keluarga dalam
pencegahan pandemi COVID-19.
Sebelum melakukan pengarusutamaan
gender dalam perencanaan dan imple-
mentasi program, anda bersama beberapa
orang lainnya diminta untuk mengumpul-
kan informasi sebagai acuan untuk melaku-
kan analisis gender.
ANALISIS GENDER DALAM
PENANGANAN PANDEMI
COVID-19
67. 61
61
61
61
61
61
Peran dan tanggung jawab laki-laki/anak laki-laki dan perempuan/anak perempuan
(umum: produktif, reproduktif, dan komunitas)
Apakah peran-peran tersebut terdampak karena pandemi? Bagaimana dampaknya
dan perubahan peran (bila ada)
Apakah perempuan/anak perempuan dilibatkan dalam perencanaan program
pencegahan pandemi?
Profil aktivitas sosial ekonomi (komunitas) laki-laki/anak laki-laki dan perempuan/
anakperempuandalamkegiatan-kegiatanataupeluangkegiatan-kegiatandiseminasi
informasi tentang pandemi COVID-19
Akses pada, kendali terhadap, sumber daya dan manfaat yang terkait dengan upaya
pencegahan dan penanggulangan pandemi, bagi laki-laki/anak laki-laki dan
perempuan/anak perempuan
Berikut adalah informasi yang harus disediakan:
1
2
3
4
5
68. 62
Identifikasi faktor-faktor yang mempen-
garuhi laki-laki/anak laki-laki dan perem-
puan/anak perempuan dalam akses, parti-
sipasi, kendali, dan mendapatkan manfaat
dari inisiatif program pencegahan pandemi
Kebutuhan praktis dan strategis bagi la-
ki-laki/anak laki-laki dan perempuan/anak
perempuan dalam keterlibatan mereka
meningkatkan ketangguhan keluarga dan
komunitas untuk merespon pandemi.
69. 63
63
63
63
63
63
Analisis kapasitas dan kerentanan laki-laki/
anak laki-laki dan perempuan/anak perem-
puan dalam bencana pandemi
COVID-19
Bila perempuan terinfeksi virus COVID-19,
apakah dia mempunyai informasi yang cuk-
up untuk mengakses fasilitas
kesehatan?
Apakah ada perbedaan bagi laki-laki/anak
laki-laki dan perempuan/anak perempuan
dalam mendapatkan informasi tentang
pencegahan dan kesiapsiagaan pandemi?
70. 64
MEMASTIKAN PERLINDUNGAN ANAK
DALAMPENANGGULANGAN COVID-19
Beberapa hal yang harus dipastikan adalah:
Pendataan anak yang terpisah dari orang
tua/ pengasuh utama, anak tanpa pen-
damping atau anak bersama orang dewa-
sa yang tidak memiliki hubungan darah
karena salah satu atau kedua orang tuanya
harus menjalani karantina atau meninggal
dunia
Penelusuran/ pelacakan dan reunifikasi
keluarga untuk anak yang terpisah maupun
tanpa pendamping akibat salah satu atau
kedua orangtuanya meninggal dunia
1
2
71. 65
65
65
65
65
65
MEMASTIKAN PERLINDUNGAN ANAK
DALAMPENANGGULANGAN COVID-19
Beberapa hal yang harus dipastikan adalah:
Setiap media informasi pencegahan yang digunakan adalah media yang ramah
anak dan dapat diakses oleh semua kalangan termasuk anak disabilitas dan anak
yang berada di lingkungan rentan
Prinsip keamanan dan kerahasiaan data anak dan keluarganya dalam proses pen-
dataan anak dan keluarganya baik yang belum maupun sudah terinfeksi COVID-19
Memastikan seluruh anggota Gugus Tugas Percepatan Penanganan seluruh aktivis,
relawan, dan masyarakat yang terlibat harus menandatangani dan melaksanakan
“Code of Conduct” Perlindungan Anak
3
4
5
72. 66
INKLUSI SOSIAL DALAM PENANGANAN
PANDEMI COVID-19
Contoh kasus:
Paket bantuan makanan akan dibagikan saat bencana pandemi COVID-19, yang ter-
diri atas “kornet, sarden, air mineral, 1 kg beras, susu kental manis, dan mie instan”.
Bila anda adalah seorang lansia dengan penyakit dia-
betes, apakah paket bantuan makanan itu sudah ses-
uai dengan situasi anda?
a. Ya
b. Tidak
Bila anda adalah seorang penyandang disabilitas
dengan diabetes, apakah paket bantuan makanan itu
sudah sesuai dengan situasi anda?
a. Ya
b. Tidak
1
2
73. 67
67
67
67
67
67
Bila anda adalah ibu dengan balita yang masih menyusui, apakah paket bantuan
makanan itu sudah sesuai dengan situasi anda?
Bila anda adalah seorang ibu hamil, apakah paket bantuan makanan itu sudah sesuai
dengan situasi anda?
Bila anda adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, apakah paket bantuan
makanan itu sudah sesuai dengan situasi anda?
Bila anda adalah seorang remaja perempuan berusia 15 tahun, apakah paket bantu-
an makanan itu sudah sesuai dengan situasi anda?
3
4
5
6
74. 68
REFERENSI
“Adolescence: An Age of Opportunity”, UNICEF, 2011.
“Age inclusive disaster risk reduction - a toolkit”, Help Age International, 2019.
“Agreed Conclusions on Gender Mainstreaming”, Geneva: United Nations Economic and
Social Council, 1997
“A Guide to Gender Analysis Framework”, Oxfam GB, 1999
“Disability Inclusion Study in Market System Development”, AIP-Rural 2018.
“Engaging Children and Youth in Disaster Risk Reduction and Resilience Building”, UNDRR, 2019.
“Exploring Concepts of Gender and Health”. Ottawa: Health Canada, 2003
“Glossary of Terms and Concepts” , UNICEF Regional Office for South Asia, November 2017.
“International Classification of Functioning, Disability and Health”, WHO, 2001.
“Oxfam-Leadership in Humanitarian Action”, 2017
“Panduan Praktis: Penerapan Mandat Inklusi dalam Penanggulangan Bencana”, ASB Indonesia and
the Philippines, 2018
“Policy Brief: A Disability Inclusive Response to COVID-19, United Nations, May 2020.
“Policy Brief: The Impact of COVID-19 on Children”, United Nations, April 2020.
“Policy Brief: The Impact of COVID-19 on Older Persons”, United Nations, May 2020.
ational Journal of
Interdisciplinary and Multidisciplinary Studies (IJIMS), 2014, Vol 1, No.6, 71-82, hal. 1.
vi
75. 69
69
69
69
69
69
“Towards Inclusive Globalization: Policies and Practices to Promote the Employment of People with
Disabilities”, Humanity Inclusion, 2019.
“UNICEF Programme Guidance for the Second Decade: Programming for and with Adolescents”, UNICEF
Programme Division, 2018.
Eddyono, Supriyadi W. “Pengantar Konvensi Hak Anak”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
Health Canada, 2003 and ILO 2000 and Gender and Biodiversity Research Guidelines.
Ottawa: International Development Research Centre, 1998.
http://www.hc-sc.gc.ca/english/women/exploringconcepts.htm
http://www.idrc.ca:8080/biodiversity/tools/gender1_e.cfm ILO
http://www.un.org/documents/ecosoc/docs/1997/e1997-66.htm
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/view/23
https://www.sdg2030indonesia.org/#modalIconDefinition
https://www.unicef.org/armenia/en/stories/four-principles-convention-rights-child
Keppres No. 36/1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang
Hak-hak Anak)
Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas, Handicap International
Leaflet “Dasar-dasar Disabilitas”, Humanity Inclusion
Leaflet “Panduan Tanggap Darurat terhadap Penyandang Disabilitas”, Handicap International.
Leaflet Aksesibilitas Fisik Dasar untuk Rumah dan Bangunan, Humanity Inclusion (nama baru
Handicap International).
vii
76. 70
Perka BNPB No 13/2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana.
Perka BNPB No. 14/2014 tentang Penanganan, Pelindungan, dan Partisipasi Penyandang Disabilitas
dalam Penanggulangan Bencana.
Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030, United Nations, 2015.
United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities and Optional Protocol,
United Nations, 2007.
United Nations Convention on the Rights of the Child, United Nations, 1989.
UU 13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
UU 19/2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities/Konvensi
Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas.
UU 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas
viii