Transaksi wrap-lease dan sale-leaseback merupakan variasi dari penjualan aset perusahaan dengan sewa kembali, yang memungkinkan perolehan pendanaan tunai tetapi tetap mempertahankan penggunaan aset. Wrap-lease melibatkan penjualan aset kepada investor dengan pinjaman yang dialihkan, sedangkan perusahaan masih menyewa kembali aset tersebut.
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Mengenal transaksi sale-leaseback dan wrap-lease
1. www.futurumcorfinan.com
Page 1
Mengenal Transaksi Sale-Leaseback dan Wrap-Lease
Pendahuluan
Jenis transaksi wrap-lease bisa jadi jarang didengar oleh banyak pihak. Tulisan ini akan
mengenalkan struktur dari transaksi ini. Namun sebelum membahas lebih jauh mengenai
transaksi wrap-lease ada baiknya untuk terlebih dahulu berkenalan dengan transaksi sale-
leaseback. Ada beberapa pihak yang juga menyatakan bahwa wrap-lease sendiri merupakan
salah satu variasi dari transaksi sale-leaseback. Akuntansinya juga banyak yang mengacu pada
aturan untuk transaksi sale-leaseback1
.
Transaksi Sale-Leaseback
Beberapa contoh transaksi sale-leaseback:2
1
Lihat EITF 87-7 berjudul “Sale of an Asset Subject to a Lease and Nonrecourse Financing: "Wrap Lease
Transactions”.
2
Contoh diambil dari website: http://www.wpcarey.com/Real-Estate-Financing/Sale-Leaseback-
Financing.aspx.
Muhammad Putrawal & Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
2. www.futurumcorfinan.com
Page 2
Sale-leaseback diartikan sebagai transaksi dimana pemilik suatu properti menjual properti
tersebut, dan kemudian langsung menyewa kembali properti tersebut dari pihak pembeli
(operating lease, bisa seluruhnya atau hanya sebagian). Transaksi semacam ini bisa terjadi
ketika pihak penjual mengalami kesulitan arus kas atau karena adanya manfaat pajak atas
transaksi yang dilakukan. Yang perlu diperhatikan dari transaksi ini adalah tidak adanya
perubahan atas hak untuk penggunaan properti tersebut (right to use) yang dialihkan kepada
pihak lain. Pihak penjual tetaplah menjadi pihak yang berhak atas penggunaan gedung
tersebut. Hal ini dikarenakan adanya kesepakatan sewa yang langsung dilakukan setelah
penjualan properti tersebut. Ilustrasi transaksi ini bisa dilihat di bagan berikut3
:
3
Epstein, Barry J.; Ralph Nach; dan Steven M. Bragg M. Wiley GAAP 2009: Interpretation and
Application of Generally Accepted Accounting Principles. 2009. New Jersey (USA): John Wiley & Sons,
Inc. 2008. Bab 16: Leases. Halaman 849.
3. www.futurumcorfinan.com
Page 3
Pada umumnya, ada berapa motivasi dilakukan transaksi sale-leaseback, dimana hak
menggunakan properti tetap berada pada perusahaan, artinya secara kegiatan operasional
tidak akan mengalami perubahan.
Pada intinya, transaksi sale-leaseback bertujuan untuk menghasilkan arus kas masuk bagi
perusahaan atau “membebaskan” properti menjadi uang tunai yang bisa digunakan untuk
alternative lainnya yang lebih mendatangkan keuntungan bagi perusahaan, dan pada saat yang
sama, perusahaan sebagai pengguna properti, akan tetap mempertahankan kendali atas
manfaat ekonomis (economic control and utility), karena manfaat dari penggunaan gedung
tetap mengalir ke perusahaan).
Pertama, pendanaan (financing).
Banyak hal sekitar pendanaan ini, antara lain:
Properti tersebut dibeli dengan dana fasilitas pinjaman dari perbankan atau institusi
keuangan. Perusahaan dalam kesulitan likuiditas, misalnya memerlukan dana modal
kerja (working capital) dalam kegiatan operasionalnya, sedangkan pada saat yang
sama, nilai pasar properti tersebut telah mengalami kenaikan di atas nilai pada saat di-
appraise pada saat pengajuan fasilitas pinjaman ke institusi perbankan. Perusahaan lalu
menjual aset tersebut di atas nilai bukunya, dan kemudian, dana dari penjualan properti
digunakan untuk melunasi sisa pinjaman dari bank, dan sisanya bisa dimanfaatkan
untuk membiayai perputaran modal kerja.
Properti tersebut dibeli dengan dana fasilitas pinjaman dari perbankan atau institusi
keuangan, dimana dikenakan tingkat suku bunga tetap (fixed) selama jangka waktu
pinjaman. Tingkat suku bunga pasar untuk pinjaman telah mengalami penurunan.
Perusahaan lalu menjual properti tersebut, dan dana hasil penjualan properti digunakan
untuk melunasi fasilitas pinjaman dengan tingkat suku bunga tetap, yang tidak
menguntungkan perusahaan karena tingkat suku pasar telah turun. Transaksi leaseback
dapat dilakukan dengan memperoleh fasilitas pendanaan dari pembeli properti (yang
lessor) dengan tingkat suku bunga yang baru, dimana akan lebih rendah daripada
tingkat suku bunga fasilitas pinjaman sebelumnya. Dari sudut pandang kewajiban beban
bunga, akan bisa meringankan arus kas perusahaan (yang juga lessee).
Kalau kita perhatikan, bahwa transaksi sale-leaseback akan memberikan kepada perusahaan
100% pendanaan tunai, karena properti dijual pada nilai pasar (market value) dan diterima
4. www.futurumcorfinan.com
Page 4
dananya 100% oleh perusahaan penjual, sedangkan pendanaan dari perbankan atau institusi
keuangan melalui fasilitas pinjaman tidak mungkin bisa mencapai 100% dari nilai pasar properti.
Kedua, properti itu sendiri.
Ada beberapa hal terkait aspek ini, dimana perusahaan bersedia melepas kepemilikan legal
atas properti namun pada saat yang sama, tidak mau kehilangan hak menggunakan properti
tersebut:
Properti tersebut tidak menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Misalnya, gedung kantor
pusat perusahaan yang sebelumnya dimiliki tapi kemudian di-leaseback tanpa kehilangan
kemanfaatan gedung tersebut bagi perusahaan.
Properti tersebut menghasilkan pendapatan, namun dengan tingkat imbal hasil yang tidak
memuaskan atau cenderung turun. Katakan, tingkat imbal hasil penggunaan properti adalah
5%. Sedangkan pada saat yang sama, perusahaan melihat adanya peluang bisnis yang dapat
mendatangkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dari 5%.
Peluang bisnis ini dapat mencakup
Membeli perusahaan lain.
Membeli gedung lain yang lebih prospek dan strategis dalam jangka panjang bagi bisnis
inti perusahaan.
Diversifikasi bisnis untuk mengurangi tingkat resiko perusahaan.
Ekspansi bisnis inti perusahaan ke lokasi yang berbeda guna penetrasi pasar.
Perusahaan dapat melepas properti yang ada, dan tetap mempertahankan hak pakai atau hak
menggunakan properti tersebut, dan pada saat yang sama, dana pelepasan properti dapat
digunakan untuk membiayai dan menangkap peluang bisnis lainnya dengan tingkat imbal hasil
yang lebih tinggi.
Ketiga, adanya perubahan struktur dalam kepemilikan saham perusahaan.
Sebagai contoh:
Adanya pemegang saham atau partner (dalam persekutuan/partnership) yang mengundurkan
diri dari perusahaan atau partnership, dan porsi kepemilikan pemegang saham atau partner
tersebut akan dibeli perusahaan, atau dibeli oleh partner lain. Untuk itu diperlukan dana kas
tunai. Dalam hal ini, perusahaan dapat melepas properti dan leaseback tanpa mengganggu
5. www.futurumcorfinan.com
Page 5
operasional bisnis yang sedang berjalan, dimana dana pelepasan properti digunakan untuk
dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham yang ada, atau untuk membeli
saham yang ada (stock repurchase atau treasury stock). Dana dividen yang diperoleh para
pemegang saham, atau partner, dapat digunakan untuk membeli saham dari partner atau
pemegang saham lainnya yang mengundurkan diri.
Keempat, terjadinya perubahan manajemen dalam suatu perusahaan.
Manajemen baru yang menangani perusahaan, tidak selalu “ahli” dalam pengelolaan atau
manajemen properti guna memaksimalkan nilai aset. Untuk itu, manajemen baru perusahaan
dapat saja kemudian melepas properti tersebut, menyerahkan properti tersebut kepada
pihak/perusahaan lain yang “property-oriented management” dan tetap mempertahankan hak
pakai atas properti tersebut. Pengelolaan dan capital budgeting atas properti tersebut sekarang
menjadi tanggungjawab pihak lainnya.
Kelima, faktor perpajakan.
Analisa perusahaan dapat menunjukkan bahwa beban penyusutan dan biaya perawatan
properti, lebih kecil dibandingkan biaya sewa periodik dari pihak pembeli/lessor dalam transaksi
sale-leaseback. Beban sewa periodik yang lebih tinggi, akan menurunkan beban pajak
penghasilan badan perusahaan.
Catatan atas transaksi sale-leaseback
Ada beberapa hal yang menarik terkait motivasi transaksi sale-leaseback di samping motivasi
komersial yang telah dijelaskan di atas, antara lain:
Pertama, nilai jual properti.
Transaksi sales-leaseback dapat distrukturkan dengan harga jual properti lebih tinggi daripada
nilai wajar (fair value) properti. Dampak dari nilai jual yang lebih tinggi ini adalah harga
pembayaran sewa yang juga akan menjadi lebih tinggi. Transaksi ini biasanya menarik karena
adanya manfaat pajak yang bisa didapat oleh kedua belah pihak. Manfaat yang bisa diperoleh
antara lain:
Pihak penjual:
1. Memperoleh keuntungan (gain) atas penjualan properti dengan harga jual yang di atas
nilai wajar.
6. www.futurumcorfinan.com
Page 6
2. Manfaat pajak penghasilan badan: Munculnya beban akibat pembayaran sewa kepada
pihak pembeli/lessor. Beban sewa ini biasanya lebih besar daripada biaya penyusutan
properti.
Pihak pembeli:
1. Memperoleh keuntungan dari penerimaan uang sewa yang lebih tinggi.
2. Manfaat pajak penghasilan badan: Munculnya biaya penyusutan dari properti yang
dibeli.
Kedua, off-balance sheet dan penurunan rasio Debt-to-Equity
Properti didanai dengan fasilitas pinjaman yang muncul di neraca perusahaan debitor sebagai
hutang, yang berdampak pada rasio Debt-to-Equity, dan akan membatasi kemampuan
perusahaan untuk memperoleh fasilitas pinjaman dari bank atau institusi keuangan lainnya,
atau dengan kata lain, membatasi debt capacity perusahaan. Dengan melepas properti tersebut
kepada pembeli/lessor, dan memperoleh dana yang dapat digunakan untuk melunasi fasilitas
pinjaman, hal ini akan menurunkan rasio Debt-to-Equity perusahaan, dan perusahaan
kemungkinan tetap bisa mengajukan fasilitas pinjaman baru kepada bank atau institusi
keuangan lainnya, karena pada saat yang sama, perusahaan tetap memilik kendali operasional
atas properti tersebut (melalui perjanjian leaseback yang bisa mengakomodasi kebutuhan
perusahaan lessee) tanpa perlu melakukan manajemen properti.
Transaksi Wrap-Lease
Ide dari transaksi ini kurang lebih sama dengan transaksi sale-leaseback, namun transaksi ini
memiliki struktur yang lebih bervariasi. Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai
transaksi ini akan dicontohkan melalui ilustrasi dibawah. Contoh ini akan menggambarkan
kegiatan PT A yang ingin melakukan transaksi terhadap salah satu aset yang dimiliki, dalam hal
ini akan dicontohkan sebuah gedung.
Proses yang dilakukan oleh PT A adalah:
1. PT A membeli sebuah gedung, PT A lalu menyewakan gedungnya kepada user/tenant.
2. PT A menggunakan uang hasil sewa beserta gedung tersebut sebagai jaminan untuk
mendapatkan pinjaman nonrecourse.
3. Pada saat yang bersamaan ataupun di kemudian hari, gedung tersebut lalu dijual ke
pihak investor. Dengan begitu kepemilikan gedung beralih ke pihak investor, berikut
7. www.futurumcorfinan.com
Page 7
hutang yang menyertainya (karena gedung sebagai jaminan atau collateral). Dengan
demikian, pihak investor menjadi berkewajiban atas pinjaman nonrecourse yang ada.
4. PT A menyewa kembali gedung tersebut dari pihak investor. Kesepakatan sewa antara
PT A dengan user/tenant-nya tetap berjalan seperti biasa.
Bagan dari transaksi ini bisa dilihat di bawah ini4
:
Dari transaksi diatas terlihat ada beberapa aliran kas yang terjadi. Lebih lengkapnya bisa dilihat
di bagan berikut.
4 Epstein, Barry J.; Ralph Nach; dan Steven M. Bragg M. Wiley GAAP 2009: Interpretation and
Application of Generally Accepted Accounting Principles. 2009. New Jersey (USA): John Wiley & Sons,
Inc. 2008. Bab 16: Leases. Halaman 870.
8. www.futurumcorfinan.com
Page 8
(1) User/tenant membayar uang sewa kepada PT A.
(2) PT A memperoleh pinjaman dari perbankan atau institusi keuangan.
(3) Investor membayar uang kepada PT A atas pembelian gedung dan mengambil alih
pinjaman yang ada.
(4) PT A membayar uang sewa kepada Investor.
(5) Investor membayar beban bunga dan kewajiban pokok pinjaman kepada perbankan
atau institusi keuangan.
Dari bagan di atas terlihat bahwa PT A bisa mendapatkan kas masuk dari tiga sumber:
Uang sewa user/tenant.
Dana pinjaman dari perbankan atau institusi keuangan, dimana fasilitas pinjaman ini
turut dialihkan ke pihak investor pada saat gedung dijual.
Dana penjualan properti, dikurangi saldo pinjaman yang belum dilunasi.
Dalam transaksi wrap-lease, dimungkinkan pihak pemilik gedung semula tetap berhak atas nilai
residual gedung pada saat perjanjian sale-leaseback berakhir, dan bahkan hak atas pemasaran
kembali gedung tersebut (remarketing rights).
~~~~~~ ####### ~~~~~~