4. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) menurut
WHO merupakan penyakit yang disebabkan
oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi
oleh salah satu empat tipe virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot, dan nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diathesis hemoragik.
DBD merupakan penyakit endemik di
daerah tropis dan subtropis yang muncul
sepanjang tahun.
5. Menurut data WHO tahun 2020, insiden DBD meningkat
lebih dari 8 kali lipat selama dua dekade terakhir, dari
505.430 kasus pada tahun 2000, menjadi lebih dari 2,4 juta
pada tahun 2010, dan 5,2 juta pada tahun 2019. Kematian
yang dilaporkan antara tahun 2000 dan 2015 meningkat
dari 960 menjadi 4032. Incidence Rate DBD di Indonesia
sebesar 40 per 100.000 penduduk pada tahun 2020.
Sumatera Barat termasuk ke dalam sepuluh besar
Incidence Rate DBD tertinggi di Indonesia, sedangkan di
Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Barat berada di urutan
kedua tertinggi setelah Kepri.
6. Berdasarkan laporan
Surveilans Terpadu
Penyakit DBD Dinas
Kesehatan Kota
Padang pada bulan
Januari-September
2022 terdapat 452
kasus. Peningkatan
kasus hampir dua kali
lipat terjadi pada
Bulan September
sebanyak 93 kasus.
Pelaksanaan sistem
surveilans epidemiologi
sebagai upaya
pemberantasan
penyakit penting untuk
dilaksanakan. Apabila
kegiatan surveilans
epidemiologi DBD
dilaksanakan dengan
baik, diharapkan
mampu menekan
angka kejadian DBD.
Angka kejadian DBD
mengalami fluktuasi
dari tahun ke tahun.
Jumlah kasus DBD
tahun 2020 terdapat
sebanyak 292 kasus
(IR=30,3 per 100.000
penduduk, CFR=0,3)
kemudian tahun 2021
terdapat 366 kasus
(IR=37,2 per 100.000
penduduk, CFR=0,5)
KOTA PADANG
7. Tujuan Khusus
Mengevaluasi sistem
surveilans epidemiologi
Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Dinas Kesehatan
Kota Padang
Menganalisis faktor
penyebab kelemahan sistem
surveilans epidemiologi DBD
di Dinas Kesehatan Kota
Padang.
Mendeskripsikan sistem
surveilans epidemiologi
Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Dinas Kesehatan
Kota Padang
Menjelaskan hasil evaluasi
dari implementasi atau
intervensi yang dilakukan.
Merencanakan implementasi
atau intervensi sistem
surveilans epidemiologi
Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Dinas Kesehatan
Kota Padang.
9. Metode Evaluasi Surveilans DBD
Rancangan evaluasi sistem surveilans DBD
merupakan desain studi deskriptif. Laporan
ini termasuk ke dalam penelitian evaluatif
dimana mengevaluasi dan menilai suatu
kegiatan menggunakan pendekatan
kualitatif untuk memperoleh informasi
mendalam dari sumber data tentang
kegiatan yang dilakukan untuk menjelaskan
keadaan sebenarnya di lapangan. Data
didapatkan melalui telaah dokumen,
wawancara petugas surveilans dan
pemegang program DBD.
10. Ketenagaan (Man)
Petugas surveilans dan pemegang
program DBD berjumlah satu orang
dengan tugas rangkap, begitu juga
pada 24 Puskesmas di Kota Padang
Evaluasi Komponen Input Surveilans DBD
Pendanaan (Money)
Dana dialokasikan lebih banyak
diprioritaskan kepada hal-hal teknis
berupa peralatan dan pelaksanaan
fogging
Metode (Method)
Dalam pelaksanaan surveilans DBD
meliputi evaluasi terhadap ketersediaan
pedoman evaluasi surveilans DBD dan
evaluasi terhadap ketersediaan SOP
surveilans DBD.
Material-Machine
Ketersediaan sarana dan
prasarana (material-machine)
sudah mencukupi untuk
pelaksanaan surveilans DBD.
11. Pengumpulan Data
Kurangnya koordinasi dan kerjasama
pada beberapa Rumah Sakit untuk
dapat melaporkan kasus DBD kepada
Dinas Kesehatan Kota Padang (lost to
contact).
Evaluasi Komponen Proses
Surveilans DBD
Pengolahan Data
Laporan kasus dari puskesmas setiap
bulannya direkap pada laporan Surveilans
Terpadu Penyakit (STP) yang diolah
menggunakan microsoft excell.
Analisis dan Interpretasi Data
Analisis deskriptif berupa gambaran
distribusi kasus berdasarkan variabel
epidemiologi sudah dilaksanakan.
Interpretasi ditampilkan dalam bentuk
tabel, dan grafik.
Diseminasi dan Umpan Balik
Bentuk penyebarluasan informasi diberikan
kepada pihak yang membutuhkan data,
Dinkesprov memberikan umpan balik berupa
pengecekan kembali terkait spesifikasi
informasi yang telah dilaporkan
13. Evaluasi Komponen Output Surveilans
Flexibility
Menerapkan sistem surveilans
penyakit menular dan
menyesuaikan pedoman dan
Keputusan Menteri Kesehatan
Simplicity
Informasi dalam tabel sudah
menggambarkan keadaan kasus
DBD secara jelas, petugas surveilans
Dinkes sudah terampil dalam
menginterpretasikan data kasus
Acceptibility
Dalam hal akseptabilitas
masih perlu ditingkatkan
mengingat masih rendahnya
informasi mengenai DBD
yang diperoleh Puskesmas
Sensitivity
Belum memiliki sensitivitas
yang baik dalam mengetahui
kasus DBD yang terjadi.
01
02
03
04
14. Evaluasi Komponen Output
Representativeness
Masih banyak data pasien yang
kurang lengkap seperti nama
pasien, alamat pasien, tanggal
dirawat dan tanggal keluar dari RS
Positif Predictive Value
Pemastian diagnosis kasus DBD
dilakukan oleh dokter di RS dengan
memperhatikan gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium
Timeliness
Laporan baik dari segi ketepatan
maupun kelengkapan yang
dilakukan selama ini belum
mencapai 100%.
05
06
07
19. Intervensi yang akan dilakukan yaitu pada aspek metode
pelaporan data kasus. Intervensi dengan cara pengembangan
sistem pelaporan Rumah Sakit untuk meminimalkan hambatan
laporan yang masuk ke Dinkes dan Puskesmas serta
pelaksanaan surveilans aktif rumah sakit.
ASPEK YANG
DIINTERVENSI
20. Pelaksanaan surveilans
aktif RS oleh petugas
surveilans setiap bulan
Komitmen bersama
semua RS melaporkan
jika terdapat kasus DBD
Pemanfaatan google
spreasheet untuk
rekapitulasi data kasus
Metode Intervensi
22. Cara Evaluasi
Evaluasi Jangka Pendek
Memastikan surveilans aktif RS sudah
terlaksana dan semua Rumah Sakit sudah
berkomitmen untuk melakukan pelaporan
setiap ada kasus DBD
01
Evaluasi Jangka Panjang
Menilai kesesuaian pelaporan data kasus
DBD yang dilaporkan berdasarkan yang
terdapat pada google spreadsheet dengan
laporan surveilans terpadu
02
24. Petugas surveilans
DBD puskesmas
menindaklanjuti dan
melaksanakan PE
setiap adanya kasus
di wilayah kerjanya
dengan segera
sehingga adanya
kemungkinan kasus
baru dapat segera
dicegah.
Laporan bulanan kasus
yang diberikan oleh
puskesmas dan rumah
sakit melalui laporan
surveilans terpadu
sesuai dengan laporan
yang terdata pada
google spreadsheet
serta lengkap.
Setiap RS melaporkan
setiap adanya kasus
DBD melalui metode
yang telah disepakati.
Petugas surveilans
Dinkes juga sudah
melaksanakan
surveilans aktif
melalui kunjungan
rutin setiap bulannya
ke rumah sakit.
26. Sistem surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang meliputi
proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data,
serta penyajian informasi kepada pemegang kebijakan,
penyelenggara program dan stakeholders terkait tentang situasi
dan penularan penyakit untuk dilakukan tindakan pengendalian
secara efektif dan efisien.
KESIMPULAN
27. Pelaksanaan sistem surveilans epidemiologi DBD di Dinas
Kesehatan Kota Padang belum optimal karena tidak semua
Rumah Sakit yang melaporkan segera adanya kasus sehingga
data belum memiliki sensitivitas dan representatif yang baik dalam
mengetahui adanya kasus
KESIMPULAN
28. Penyebab kelemahan sistem surveilans DBD di Dinas
Kesehatan Kota Padang karena masih mengutamakan
surveilans pasif rumah sakit, petugas yang memiliki tugas
rangkap dan data kasus yang tidak lengkap
KESIMPULAN
29. Pelaksanaan kegiatan intervensi sistem surveilans epidemiologi
melalui intervensi metode pelaporan data kasus dengan cara
pengembangan sistem pelaporan Rumah Sakit dan pelaksanaan
surveilans aktif RS untuk meminimalkan hambatan laporan yang
masuk ke Dinkes dan Puskesmas.
KESIMPULAN
30. Setelah dilakukan intervensi terhadap sistem surveilans
epidemiologi DBD di Dinas Kesehatan Kota Padang diharapkan
diperoleh hasil evaluasi memenuhi syarat output surveilans
sensitivity yaitu memiliki sensitivitas yang baik dalam mengetahui
kasus DBD yang terjadi serta representatif.
KESIMPULAN
31. Berdasarkan hasil analisis faktor penyebab
kelemahan sistem surveilans epidemiologi DBD dan
rencana intervensi yang diberikan diharapkan Dinas
Kesehatan Kota Padang dapat melaksanakan
rencana intervensi yang direkomendasikan dan
sistem surveilans menjadi lebih baik serta mampu
mendeteksi kasus dengan cepat sehingga dapat
menurunkan angka kejadian DBD di Kota Padang.
SARAN