Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara negara, agama, dan HAM dalam perspektif Islam. Secara garis besar, dibahas mengenai pendekatan filsafat hukum klasik tentang hubungan negara dan agama, konsep negara Islam pada zaman Nabi Muhammad, dan pandangan Al-Quran tentang HAM seperti kebebasan beragama, kehidupan, dan keadilan. Dokumen ini berusaha menjelaskan bahwa Islam mendukung pluralitas dan HAM sesuai
1. Pendidikan Kewarganegaraan Page 1
MAKALAHPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BAB 1: HAM DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI
Nama : Nofa Eriana
Npm : 19211400
Kelas : 2 EA 27
Universitas Gunadarma
Fakultas Ekonomi
2013
2. Pendidikan Kewarganegaraan Page 2
DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................................1
Daftar Isi………………………………………………………................... ...........................2
Kata Pengantar………………………………………………….............................................3
BAB.1 PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................5
1.3 Tujuan Masalah..................................................................................................................5
BAB.2 PEMBAHASAN..........................................................................................................6
2.1 Negara, Agama dan HAM .................................................................................................6
2.2 HAM Dalam Perspektif Hukum Islam ............................................................................12
BAB. 3 PENUTUP ................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................16
3. Pendidikan Kewarganegaraan Page 3
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
tugas tulisan yaitu “HAM Dalam Perspektif Teologi” tersebut dengan baik. Dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran PKn dengan judul “HAM Dalam Perspektif
Teologi” di kelas 2 semester 4.
Demikian tulisan yang dapat saya sampaikan. Sebaik-baik tulisan disusun pasti ada
kekurangannya. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan tugas ini. Semoga tugas ini bermanfaat bagi rekan-rekan guru yang
membutuhkan wawasan pendidikan.Amin.
Bekasi, 30 Mei 2013
Penyusun
Nofa Eriana
4. Pendidikan Kewarganegaraan Page 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam rentang peradaban dunia, menguak eksistensi manusia sebagai makhluk yang memiliki
harkat dan martabat selalu menarik untuk diperbincangkan. Hal itu sama menariknya ketika
manusia membicarakan eksistensi negara sebagai suprastruktur kehidupan sosial demi
keberlanjutan eksistensi manusia itu sendiri. Korelasi ini bisa dipahami, sebab dalam proses
interaksi itu, manusia selalu dihadapkan pada dinamika sosio-politik dan ekonomi yang bertolak
tarik dengan ego-kekuasaan atau naluri kolonialisme yang praksisnya kerap despotis dan
merendahkan. Titik persingungan dan ketegangan itu pula, dalam sejarah, merupakan pembuka
reformasi politik eropa (akhir abad 18) lalu menjadikannya sebagai momen bersejarah lahirnya
Piagam Hak Asasi Manusia.
Kelahiran HAM membuka kembali mata, hati, dan pikiran manusia (kesadaran) tentang hakekat
dan sejatinya ia sebagai manusia, mahkluk Tuhanyang sempurna, berakal budi dan nurani yang
memiliki kemampuan sehingga mampu membedakan yang baik dan yang buruk yang akan
membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Posisi biner
manusia menjadikan diri manusia makhluk multidimensional yang saling bergantung dan
terpusat pada Yang Maha Tidak Bergantung yakni Tuhan.Dalam perspektif Teologis, Tuhan
merupakan preferensi hidup bagi dimensi lahiriah maupun jasmaniah; pribadi maupun sosial,
makrokosmos, metafisis, atau transendental maupun mikrokosmos yang fisis (keimanan) melalui
Kitab dan utusan yang dikehendakinya.
Tuhan yang dalam sistem kepercayaan dikenal dalam institusi keagamaan sebagai sang Pencipta
telah mengkarunia manusia kewajiban dan hak secara seimbang agar manusia dapat hidup dan
mewujudkan kehidupannya dengan baik, damai dan sejahtera lahir dan bathin. Berkaitan dengan
hal itu, sejatinya agama adalah pencarian spritual manusia tentang hakekat kebenaran dan
kedamaian dirinya dan Tuhan yang terjadi secara evolutif. Dalam proses pencarian dan
kebenaran itu maka agama dipandang sebagai salah satu hak asasi manusia (HAM) yang harus
5. Pendidikan Kewarganegaraan Page 5
dihormati oleh institusi apa dan manapun. Karena itu dalam konfigurasi ketatanegaraan, HAM
beragama mempunyai posisi yang sangat penting.
Sebegaimana kita ketahui secara bersama-sama bahwasannya akhir-akhir ini isu tentang
disintegrasi nasional memang kerap muncul dalam berbagai konteks, dari mulai budaya sampai
pada tataran agama.Kasus-kasus kekerasan yang terjadi mengenai isu agama memang sangat
sensitive akhir-akhir ini. Terorisme yang dilakukan oknum-oknum Islam, penghancuran tempat-
tempat ibadah, dan penyerangan terhadap golongan lain kerap kali menyudutkan kita sebagai
umat Islam. Bagaimanapun juga HAM beragama akan menemukan jantung “persoalan” yang
utama ketika berhadapan dengan entitas negara. Persoalan yang muncul kemudian bagaimana
posisi agama dalam konteks negara?Atau posisi agama dalam konteks hukum?
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HAM menurut agama Islam ?
2. Bagaimana pola hubungan antara Negara, Agama, dan HAM ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui arti HAM menurut perspektif Islam
2. Mengetahui pola hubungan antara Negara, Agama, dan HAM dalam kacamata Islam
6. Pendidikan Kewarganegaraan Page 6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Negara, Agama, dan HAM
Dalam wacana sejarah atau filsafat hukum, relasi negara dan agama sebagai satu entitas politik
pernah tumbuh dan berkembang pada Abad Pertengahan (Abad XV sM). Latar belakang
perpecahan raja-raja yang disulut kemelut politik dan keserakahan duniawi yang kemudian
disatukan oleh kekuasaan imperium Romawi dengan politik unitary melahirkan pemikiran-
pemikiran fundamental spiritual dalam konsep kenegaraan baik di dunia Timur maupun Barat.
Ajaran ini mengatakan bahwa kedaulatan negara secara utuh dan mutlak hanya milik
Tuhan.Tuhan adalah hakekat satu-satunya yang paling luhur, pencipta dan penguasa segala
hakekat yang ada dan tak dapat diterangkan dengan kata-kata. Pengakuan akan kedaulatan Tuhan
dalam kehidupan negara dikenal sebagai ajaran Teokrasi. Sumber kedaulatan yang berasal dari
Kitab Suci memberi otoritas politik kepada Paus sebagai pemangku agama Katholik sekaligus
pemangku negara.
Menurut Augustinus (354-430 sM) praktik kenegaraan Romawi adalah satu konsep negara
buruk yang penuh kegelapan akibat keserakahan penguasa (Civitas Terrena). Dan, ia akan
menjadi baik apabila seluruh sendi kehidupan negara kembali kepada ajaran Tuhan dan
mendapat pengampunan melalui pemangku otoritas-Nya (Civitas Dei). Karena itu, Augustinus
menganjurkan perlunya pelembagaan agama dalam negara sebagaimana yang pernah dijalankan
oleh Konstantin Theodisius di Konstantinopel.
Disempurnakan oleh Thomas Aquino (1225-1274 M), Ia mencoba merumuskan ajaran
kenegaraan ini sebagai satu tatanan hukum bagi golongan Katholik. Alam pikirannya yang
sangat dipengaruhi oleh alam pikir Yunani memperlihatkan pertautan Principia Prima dengan
hukum Tuhan dan hukum manusia sebagai hukum kongkret yang positif.Menurutnya, sebuah
tatanan hukum yang baik adalah hukum yang mendasarkan pada hukum yang tertinggi yang
disebut Lex Aeterna atau hukum abadi.Lex Aeterna adalah hukum yang bersumber dari rasio
7. Pendidikan Kewarganegaraan Page 7
Tuhan yang Maha Mengatur dari segala yang ada.Di dalamnya terkandung hukum-hukum
universal yang sejalan dengan kausa Alam dan aqal sehingga dinilai abadi.Kedua, hukum yang
diwahyukan kepada manusia yang bersumber dari rasio Tuhan (Lex Divina).Hukum dalam
tingkatan ini adalah hukum yang dirumuskan dalam bahasa Nabi melalui pewahyuan.Tingkatan
ketiga, personifikasi hukum wahyu ke dalam rasio manusia (Lex Naturalis).Tingkatan keempat
yakni hukum yang paling kongkret (hukum positif) merupakan penjelmaan dari tingkatan-
tingkatan sebelumnya.Ditambahkannya pula bahwa setiap penciptaan hukum harus mendasarkan
pada tujuan ideal yang ingin dicapai yakni kemuliaan abadi.Manusia sebagai makhluk sosial
selalu berubah dan memiliki tabiat kepada kemuliaan abadi.
Namun otoritas agama yang penuh pada dimensi kehidupan negara dan masyarakat
mengakibatkan terampasnya kebebasan warga. Pandangan konservatif ini menegaskan bahwa
setiap persoalan baik duniawi maupun ukhrowi telah menjadi satu ketetapan Tuhan sementara
manusia sendiri tidak diberi otoritas untuk merubahnya sehingga ruang berpikir kritis tidak
mendapat tempat sama sekali. Dependensi warga pada otoritas Paus yang memiliki dualime
kekuasaan itu sejatinya telah merendahkan harkat dan martabat yang hakikinya anugerah Tuhan
untuk memuliakan manusia.
Di abad yang sama, peradaban Islam juga menunjukkan satu kecenderungan yang sama. Hampir
semua teologi Islam dan orientalis sepakat bahwa praktik kehidupan negara yang Islami terhenti
setelah berakhirnya pemerintahan Khilafah Rasyidin Umar bin Khatab. Revolusi sosial yang
dilakukan Rasulullah melawan segala bentuk diskriminasi ras, gender, perbudakan, komoditi
ritual, sistem perdagangan yang kapitalistik dan tidak manusiawi sempat membuat satu
perubahan politik besar dalam tatanan kehidupan bernegara masyarakat Arab pada saat itu dan
menjadi satu bentuk negara agama ideal dalam konstelasi pertumbuhan ideologi dunia. Di abad
klasik (650-1250 M), Islam di masa Rasulullah memiliki keunikan dalam mengorganisir
kehidupan masyarakat Arab yang plural di bawah konstitusi Piagam Madinah. Pluralitas
keberagamaan, aliran kepercayaan, etnik, suku, class social, dan stratifikasi ekonomi dan politik
mampu disatukan dalam satu ikatan hidup bersama yang damai, toleran, saling menghargai dan
menghormati, egaliter, dan saling melindungi bahkan saling mewarisi. Louis Gardnet
sebagaimana dikutip Muhammad Tahir Azhary menyebutkan bahwa ciri yang paling menonjol
8. Pendidikan Kewarganegaraan Page 8
adalah spirit egaliter dalam kehidupan negara tanpa dominasi kependetaan dalam sistem
pemerintahan. Menurut Arent Jan Wensinck, petunjuk penting adanya ciri tersebut diperoleh dari
sejumlah hadis Al-Bukhori dan Muslim, dan mencantumkan ihtisar tentang life of constitution di
dalam Bab Fada’il al-Madinah.
Berbeda dengan negara model kepausan di mana kerajaan Paus mendominir rakyat jelata,
Negara Islam yang didirikan Rasulullah, menurut Taha Husain, bukanlah negara teokrasi.Islam
melarang kependetaan dan stratifikasi sosial berdasarkan kasta kependetaan.Islam adalah agama
yang menekankan ketauhidan, kerasulan, persamaan dan keadilan. Keadilan yang dualistik
(dunia dan akhirat) tidak akan merampas kebebasan manusia, menguasai dan membelenggu
inisiatif dan kreatifitasnya. Tuhan telah melengkapi manusia dengan akal dan nurani untuk
membingkai kebebasannya secara bertanggung jawab.Abul Ala Maududimenyimpulkan dari
relasi di atas sebagai Teo-demokrasi.Muhammad Tahir Azhary menyebutnya dengan Nomokrasi
Islam.
Al Qur‟an sebagai sumber tertinggi hukum negara telah berbicara banyak tentang HAM.Terdapat
sekitar empat puluh ayat yang bicara mengenai paksaan dan kebencian.Lebih dari sepuluh ayat
bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan
aspirasi. Misalnya: “Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir.” Al-Qur‟an
mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam
sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat
yang diungkapkan dengan kata-kata: „adl, qisth dan qishas.
Al-Qur‟an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan
penyediaan sarana hidup. Misalnya: “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya.”Al Qur‟an Juga bicara kehormatan
dalam sekitar dua puluh ayat. Al-Qur‟an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang
ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: “… Orang
yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa di antara kamu.”Terakhir pada
9. Pendidikan Kewarganegaraan Page 9
haji wada‟, Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada
lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu
Nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Sepeninggal Nabi, persoalan penting yang mengemuka adalah persoalan transisi dan legitimasi
politik pemerintah pengganti Nabi. Persoalan ini menimbulkan perpecahan dan penurunan
kualitas pemerintahan yang jauh dari nilai-nilai Islam sebelumnya.Bahkan konflik perpecahan itu
melahirkan aliran-aliran teologi atau kalam seperti Syi‟ah, Khawarij, Mu‟tazilah, Jabbariyah, dan
Qodariyyah sebagai ekspresi kekecewaan ataupun dukungan untuk melegitimasi elit yang
berkuasa.Aliran-aliran tersebut kerap menggunakan hadis atau mengadakan hadis untuk
menjustifikasi penguasa yang didukungnya. Perpecahan ini mulai marak ketika awal
Pemerintahan Usman, Ali, dan Bani Umayyah yang typikal pemerintahannya didominasi oleh
golongan baru atas dasar relasi yang paternalistik, nepotis, kolutif, dan elitis. Terbunuhnya
Usman menjadi malapetaka besar pemerintahan Islam di masa Ali yang terus dibayangi
perpecahan dan pemberontakan. Meski Ali sendiri tidak diragukan kadar keimanan, integritas
moral, dan kompetensi politik dan kenegarawanannya akan tetapi konspirasi yang dilakukan
golongan elit baru membuat dirinya tak kuasa menentang arus dan mengakhiri masa
pemerintahannya sendiri.
Di masa Umayyah, praktik pemerintahan semakin jauh dari nalai-nilai Islam.Sistem kekuasaan
yang monarkhi dan despotis memanfaatkan cara-cara imperialis dalam hubungan perdagangan
(meniru model kekaisaran Bizantium dan Sassanid) dan perluasan kekuasaan.Tradisi egaliter dan
humanistik berubah menjadi feodal.Hitti sebagaimana dikutip Asghar, mengatakan, “Seratus
tahun setelah meninggalnya Muhammad, pengikutnya menjadi penguasa kekaisaran yang jauh
lebih besar dibanding Romawi pada puncak kejayaannya.”Kehidupan yang serba gelamor
menjadikan Mekkah dan Madinah yang tadinya tempat suci menjadi pusat hiburan dan
perjudian.Upaya mengembalikan kondisi awal dan memperkokoh landasan moral negara telah
banyak dilakukan oleh kaum Kharijit dan para ulama puritan, namun usaha itu tidak
berhasil.Setelah turunnya Umayyah, Abasiah mengorganisir pemberontakan bersenjata dan
berhasil merebut kekuasaan dengan bantuan kalangan Persia, terutama dari propinsi
Khorasan.Bani Abasiah tidak lama kemudian mengkonsolidasi posisi mereka dan berupaya
10. Pendidikan Kewarganegaraan Page 10
melegitimasi kekuasaan mereka dengan dukungan para ulama. Meskipun peralihan kekuasaan
tersebut didukung akan tetapi fatwa ulama sendiri tetap tidak mengizinkan praktik
pemberontakan.Dari praktik pemerintahan itu semua terlihat bahwa sepeninggal Rasulullah
pemerintahan Islam dijalankan dengan penuh panorama yang berujung pada praktik feodalistik
menggantikan spirit egaliter selama ini.Agama yang hanya menjadi tameng dan alat legitimasi
kekuasaan menimbulkan trauma dalam sehingga melahirkan priksi di kalangan ulama untuk
menarik agama keluar dari otoritas negara.
Meski kekecewaan telah melahirkan sekulerisme negara di Abad Modern akan tetapi krisis
sosial, politik, dan ekonomi dunia di tengah arus globalisasi membuat perbincangan relasi agama
dan negara menjadi menarik kembali. Ulrich Beck sebagaimana dikutip Kaelan, mengungkapkan
bahwa globalisasi akan berpengaruh terhadap relasi-relasi antar negara dan bangsa di dunia, yang
akan mengalami „deteritorialisasi’. Konsekuensinya kejadian-kejadian di berbagai belahan dunia
ini akan berpengaruh secara cepat terhadap negara lain. Prinsip kebebasan dalam sistem negara
demokrasi sekuler berpengaruh secara cepat terhadap negara lain di dunia, termasuk negara
Indonesia yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Kasus Yeland Fosten tentang karikatur Nabi
Muhammad menimbulkan suatu benturan peradaban antara sistem kebebasan versi sekuler dan
negara Berketuhanan Yang Maha Esa.
Sementara itu Anthony Giddensmenamai proses globalisasi sebagai „therunaway world’.
Menurutnya perubahan-perubahan di berbagai bidang terutama perubahan sosial di suatu negara
akan berpengaruh secara cepat terhadap negara lain. Sementara itu Robertsonmengingatkan
bahwa globalisasi merupakan „compression of the world’ yaitu menciutnya dunia dan menurut
Harvey sebagai proses menciutnya ruang dan waktu „time-space compression’, karena
intensivikasi dan mobilitas manusia serta teknologi. Dalam kondisi seperti ini terjadilah
pergeseran dalam kehidupan kebangsaanyaitu pergeseran negara yang berpusat pada negara
kebangsaan (state centric world) kepada dunia yang berpusat majemuk (multy centric world).
Kiranya sinyalemen yang layak kita perhatikan adalah pandangan Kenichi Ohmae sebagaimana
dikutip Kaelan bahwa globalisasi akan membawa kehancuran negara-negara kebangsaan.
Pengaruh globalisasi yang sangat cepat ini sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup negara
dan bangsa Indonesia.
11. Pendidikan Kewarganegaraan Page 11
Bahkan A.M. Hendropriyono dalam karyanya Nation State di Masa Teror,bahwa di era
globalisasi ini negara-negara yang sedang mengembangkan proses demokratisasi akan
mendapatkan tantangan yang sangat hebat, terutama ancaman terorisme yang menyalahgunakan
kesucian agama. Nampaknya sinyalemen A.M. Hendropriyono ini diperkuat oleh pandangan
Bahmueller bahwa dalam proses demokratisasi harus diperhatikan (1) the degree of economic
development, (2) a sense of national identity, (3) historical experience and (4) element of civic
culture. Jadi pengembangan demokrasi harus diperhatikan tentang bagaimana kondisi ekonomi
dalam suatu negara, dasar filsafat negara sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa,
bagaimana proses sejarah terbentuknya bangsa itu beserta unsur-unsurnya.
Konstatasi yang layak diperhatikan adalah sinyalemen dari Naisbitt sebagaimana dikutip Kaelan,
bahwa di era globalisasi tersebut akan muncul suatu kondisi paradoks, di mana kondisi global
diwarnai dengan sikap dan cara berpikir primordial, bahkan akan muncul suatu gerakan
„Tribalisme‟ yaitu suatu gerakan di era global yang berpangkal pada pandangan primordial yaitu
fanatisme etnis, ras, suku, agama, maupun golongan. Bahkan Hantington dalam The Clash of
Civilization menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan akan terjadinjya suatu benturan
peradaban, yang tidak menutup kemungikinan juga berakibat pada adanya konflik horizontal.
Bahkan ditambahkan oleh A.M. Hendropriyono, bahwa pada panggung politik dunia benturan
peradaban itu mencapai klimaksnya antara dua peradaban besar yaitu fundamentalisme politik
Islam dengan kekuasaan kapitalisme neoliberal dengan kekuasaan kerasnya (hard power) di
bawah komando Amerika serikat. Kita sadari atau tidak bahwa isu global tentang radikalisme
agama dalam negara akan berpengaruh terhadap negara Indonesia, terutama dalam hubungan
negara dengan agama. Bahkan adakalanya persoalan itu ditarik dengan memutar jarum jam ke
belakang, yaitu persoalan muncul kembali pada kemelut tarik-menarik antara Negara agama dan
Negara sekuler, sebagaimana dibahas oleh para founding fathers kita dahulu. Pada hal kita lupa
bahwa suatu kesepakatan filosofis dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan itu sangat
penting bagi bangsa Indonesia.
12. Pendidikan Kewarganegaraan Page 12
2.2 HAM dalam Perspektif Hukum Islam
Pada dasarnya, semua Rasul dan Nabi Allah adalah pejuang-pejuang penegak hak asasi manusia
yang paling gigih. Mereka tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan akan hak-hak
asasi manusia sebagaimana termuat dalam Kitab-kitab Suci, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan al-
Qur‟an, akan tetapi sekaligus memperjuangkannya dengan penuh kesungguhan dan
pengorbanan.
AI-Qur‟an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna (QS. 5:3). Di samping
mengajarkan hubungannya dengan sang Pencipta ( Hablummin Allah) juga menegaskan tentang
pentingnya hubungan antar manusia (hablum min al-nas) (QS. 3:112). Pengakuan ini bukan
hanya berdasarkan truth claimumat Islam, tetapi kaum orientalis pun mengakui kesempurnaan
yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia itu, sebagaimana V.N. Deanmenyatakan
bahwa “Islam adalah perpaduan yang sangat sempu. agama, sistem politik, pandangan hidup, dan
penafsiran sejarah.” Demikian pula Gibb menyatakan bahwa, “Sungguh ajaran Islam jauh lebih
bany sebuah sistem teologi. Islam adalah peradaban yang sangat sempurna.
Dalam hubungan dengan HAM, dari ajaran pokok tentang hablum min Alllah dan hablum min
al-nas, muncul dua konsep hak, yakni a manusia (haq a -insan) dan hak Allah. Setiap hak
saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya.Konsep
Islam mengenai kehidupan manusia ini didasarkan pada pendekatan teosentris atau yang
menempatkan Allah melalui ketentuan syari at-Nya sebagai tolok ukur tentang baik buruk
tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat atau warga
negara.
Oleh karena itu, konsep Islam tentang HAM berpijak pada Tauhid, yang pada dasarnya;
didilamnya mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia yang oleh Harun Nasution
disebut sebagai ide perkemaklukan. Ide perikemakhlukan memuat nilai-nilai kemanusiaan dalam
arti sempit.Ide perikemakhlukan mengandung makna bahwa manusia tidak boleh sewenang-
wenang terhadap sesama makhluk termasuk juga pada binatang dan alam sekitar.
13. Pendidikan Kewarganegaraan Page 13
Berdasarkan tingkatannya, Islam mengajarkan tiga bentuk hak asasi manusia, yaitu:
Pertama hak darury (hak dasar).Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar,
bukan hanya mernbuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat
kemanusiaannya, misalnya mati.
Kedua_hak hajy (hak sekunder), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada
hilangnya hak-hak elementer, misalnya hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang
layak, maka akan rnengakibatkan hilangnya hak hidup.
Ketiga,haktahsiny, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
Dengan demikian, HAM dalam Islam lebih dulu muncul.Tepatnya, Magna Charta tercipta 600
tahun setelah kedatangan Islam.Di samping nilai–nilai dasar dan prinsip-prinsip HAM itu ada
dalam sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur‟an dan Hadis, juga terdapat dalam praktik-praktik
kehidupan Islam.Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM yaitu pendeklarasian
Piagam Madinah yang dilanjutkan dengan deklarasi Kairo.
Dalam Piagam Madinah, paling tidak ada dua ajaran pokok yang berhubungan dengan HAM,
yaitu pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa; dan hubungan
antara komunitas muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip:
1. berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga;
2. saling membantu dalam menghadapi musuh bersama;
3. membela mereka yang teraniaya;
4. saling menasehati;
5. menghormati kebebasan beragama.
Adapun ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo adalah sebagai berikut:
1. Hak persamaan dan kebebasan (QS. al-Isra 70; al-Nisa :58,A1i Imran dan 135;
al-Mumtahanah.
2. Hak hidup (QS. al-Maidah :45 dan al-Isra:33);
3. Hak perlindungan diri (QS. al-Balad :12-17 clan al-Taubah
4. Hak kehormatan pribadi (QS. al-Taubah;
5. Hak berkeluarga (QS. al-Baqarah :221; Ar-Rum :21; al-Nisa : al-Tahrim;
14. Pendidikan Kewarganegaraan Page 14
6. Hak kesetaraan wanita dengan pria (QS. al-Baqarah:228 clan al :13);
7. Hak anak dari orang tua (QS. al-Baqarah :233; al-Isra :23-24);
8. Hak mendapatkan pendidikan (QS. al-Taubah :122 clan al-‟Alaq 5);
9. Hak kebebasan beragama (QS. al-Kafirun :1-6; al-Baqarah :1 al-Kahfi :29);
10. Hak kebebasan mencari suaka (QS. al-Nisa :97; al-Mumtahanah
11. Hak memperoleh pekerjaan (QS. al-Taubah :105; al-Baqarah : al-Mulk :15);
12. Hak memperoleh perlakuan sama (QS. al-Baqarah :275-278; :161, dan AliImran :130);
13. Hak kepemilikan (QS. al-Baqarah :29; al-Nisa :29);
14. Hak tahanan (QS. al-Mumtahanah :8).
Atas dasar itu, Islam sejak jauh-jauh hari mengajarkan bahwa pandangan Allah semua
manusia adalah sama derajat. Yang membedakan manusia adalah tingkat kesadaran
moralitasnya, yang dalam perspektif Islam disebut “nilai ketaqwaannya”. Apalagi, manusia
diciptakan untuk merepresentasikan dan melaksanakan ajaran Allah di muka bumi, sudah
barang tentu akan semakin memperkuat pelaksanaan HAM.
Oleh karena itu, jika harkat dan martabat setiap perorangan atau manusia harus dipandang
dan dinilai sebagai cermin, wakil, atau representasi harkat martabat seluruh umat manusia,
maka penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi
adalah suatu amal kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan universal. Demikian pula
sebaliknya pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang pribadi adalah
tindak kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa kosmis (kemanusiaan) yang amat
besar.
Harkat dan martabat itu merupakan hak dasar manusia, tentu dengan pemenuhan keperluan
hidup primerya berupa sandang, pangan, papan. Tetapi, terpenuhinya segi kehidupan lahiri
tidaklah akan dengan senrinya berarti menghantar manusia kepada dataran kehidupan yang
lebih tinggi. Kehidupan material dan kemakmuran hanyalah salah satu prasarana meskipun
amat penting, jika bukannya yang paling penting, bagi pencapaian kehidupan yang lebih
tinggi.
15. Pendidikan Kewarganegaraan Page 15
Meminjam adagium kaum sufi, Hanya orang yang mampu berjalan di tanah datar yang
bakal mampu menendaki bukit . Namun Justeru ibarat orang yang mampu berlari di tanah
datar tapi belum tentu tertarik untuk mendaki bukit, demikian pula halnya dengan orang yang
telah terpenuhi kehidupan lahiriahnya, belum tentu ia tertarik meningkatkan dirinya
kedataran kehidupan yang lebih tinggi.Mungkin ia sudah puas hanya berlari-lari dan
berputar-putar di tanah datar. Maka , tidak sedikit orang yang memandang pemenuhan
kehidupan lahiri sebagai tujuan akhir dan menadi titik ujung cita-cita hidupnya.
Mengenai Hak Asasi manusia yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, al-Maududi
menjelaskan bahwa dalam Islam, hak asasi pertama dan utama warga Negara adalah :
1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama sama dengan jaminan bahwa hak
ini tidak akan dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan legal
2. Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bias dilanggar , kecuali
setelah melalu proses pembuktian yang meyakinkan secara hokum dan memberi
kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan.
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing.
4. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga Negara tanpa membedakan
kasta atau keyakinan. Salah satu diwajibkan zakat kepada umat Islam, salah satunya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok warganegara.
16. Pendidikan Kewarganegaraan Page 16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semua negara Islam menjamin Hak asasi manusia dengan mengamankan kehidupan dan harta
semua warganya, Muslim maupun non-Muslim.Hal ini dilakukan untuk menjaga kehormatan
mereka, sehingga mereka tidak dihina atau pun diejek oleh siapa pun. Nabi Muhammad Saw
secara jelas menyebut dalam sabdanya: “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatanmu tidak
dapat dihancurkan (Sebagaimana tertulis dalam Sahih Bukhari dan Musnad Imam Ahmad)
Islam sangat menentang rasisme, menekankan pentingnya Hak asasi manusia, serta kesetaraan:
“Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kamu sekalian pada Tuhanmu yang tela menciptakanmu
dari diri yang satu dan menciptakan darinya pasangan (hidup)nya, dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah pada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.” (QS. An-Nisa: 1)
Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan Hak asasi manusia sebagaimana hal ini
telah disebutkan dalam ajaran agama kita berkali-kali. Tidak seperti agama lain, Islam
mendukung hak asasi dengan kuat dan percaya pada kekuatan keadilan dan kesetaraan.
Islam menentang pemberian hak lebih pada mereka yang memiliki kekuasaan lebih tinggi, atau
berdasar perbedaan kekayaan dan ras. Tuhan telah menciptakan manusia dalam posisi setara,
kelebihan mereka dibanding yang lain hanya dinilai berdasar kesalehan. Nabi Muhammad Saw
mengatakan dalam khutbah terakhirnya: “Semua manusia adalah anak Adam dan Hawa, tidak
ada kelebihan seorang Arab dibanding non-Arab maupun kelebihan seorang non-Arab dibanding
seorang Arab; begitu juga tidak ada superioritas orang Putih di atas orang (berkulit) Hitam, atau
Hitam di atas Putih kecuali dengan ketakwaan”.
17. Pendidikan Kewarganegaraan Page 17
Daftar Pustaka
Mufti, Muhammad Ahmad Dr. dan al-Wakili, Sami Salih Dr. HAM Menurut Barat, HAM
Menurut Islam. Al-Azhar Press. Jakarta. 2009.