5. KONTEKS DAN
PENYEBAB STUNTING
-Kebijakan Politik,
Ekonomi
- Ketahanan Pangan
- Pendidikan
- Pendapatan Keluarga
- Kurangnya ketersediaan pangan keluarga
- Buruknya perilaku higienitas pribadi & lingkungan
- Kurangnya perilaku pengasuhan & konsumsi
-Kurangnya pengetahuan praktis ttg kebersihan, kesehatan
& gizi
- Budaya dan norma yang kurang mendukung
- Kurangnya kualitas pelayanan kesehatan
- Lingkungan yang kurang baik
Kurangnya
asupan gizi
Buruknya
status infeksi
STUNTING
6. MASALAH INTERGENERASI
Stunting adalah masalah gizi intergenerasi:
kualitas kehidupan sekarang ditentukan oleh kualitas kehidupan sebelumnya.
Calon ibu stunting berpotensi melahirkan
bayi stunting, termasuk calon ibu
KEK yang tidak mengubah pola makannya
saat hamil.
Begitu juga faktor sosial budaya yg
diturunkan antar generasi:
kemiskinan, kurangnya akses kpd
kebutuhan dasar, ketidak mampuan
menyediakan pangan bergizi bagi keluarga,
serta kondisi lingkungan yg
tidak mendukung, membuat masalah ini
sulit diintervensi & terus berlanjut.
8. 1. POLA KONSUMSI
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang
sayur dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan,
dan MPASI
PERILAKU
KONSUMSI
KURANG GIZI
MAKRO
Hidangan sehari-hari penduduk Indonesia terbesar dari konsumsi serealia
(257,7 gram/orang/hari), diikuti kelompok ikan (78,4 gram/orang/hari),
kelompok sayur dan olahan (57,1 gram/orang/hari), kacang dan olahan
(56,7 gram/orang/hari), daging dan olahan (42,8 gram/orang/hari) dan
kelompok umbi (27,1 gram/orang/hari). Kelompok bahan makanan lainnya
dikonsumsi lebih sedikit, termasuk susu bubuk dan susu cair.
Pola makan adalah kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang
untuk memilih makanan yang dikonsumsinya yang dipengaruhi oleh
instrinsik - fisiologis, psikologis, dan ekstrinsik – lingkungan alam
(kebiasaan makan pada umumna, pangan lokal), budaya, agama, dan dan
lingkungan sosial.
9. Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI
PERILAKU
KONSUMSI
KURANG
PROTEIN
HEWANI
Rerata konsumsi jeroan & olahan, ikan dan olahan, telur dan
olahan, susu bubuk dan olahan, susu cair, minyak dan olahan serta
gula dan konfeksionari penduduk Indonesia adalah sebesar 2,1
gram, 78,4 gram, 19,7 gram, 4,9 gram , 3,6 gram, 37,4 gram dan
15,7 gram per orang per hari. Dari konsumsi kelompok bahan
makanan sumber protein hewani, terlihat yang banyak dikonsumsi
penduduk adalah ikan dan olahan diikuti telur dan olahan,
sedangkan konsumsi susu bubuk dan olahan, susu cair serta jeroan
dan olahan termasuk yang rendah (Sumber: SKMI 2014).
10. Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI
PERILAKU
KONSUMSI
KURANG
SAYUR &
BUAH
Secara nasional rata-rata total konsumsi sayuran dan buah
penduduk sekitar 108,8 gram. Menurut kelompok umur terlihat
rata-rata konsumsi terkecil pada kelompok umur 0-59 bulan, diikuti
dengan anak sekolah dan remaja.
Dibandingkan dengan anjuran WHO maupun PGS 2014, rata-rata
total konsumsi sayuran dan buah baik nasional, per kelompok
umur maupun menurut provinsi masih lebih rendah dari 400
gram/orang/hari. Berdasarkan proporsi penduduk yang
mengonsumi total sayuran dan buah kurang dari 400
gram/orang/hari masih besar yaitu sekitar 97 persen, proporsinya
hampir sama pada semua kelompok umur.
11. Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI
PRAKTEK IMD,
ASI EKSKLUSIF
6 BULAN DAN
MPASI
ASI sebagai sumber zat gizi terlengkap dan terbaik bagi bayi, dg kolostrum yang
sangat dbutuhkan bayi untuk melawan infeksi, sementara sistem imun tubuhnya
masih berkembang, ternyata dari data RISKESDAS 2013 Dalam Angka, belum
diupayakan kesuksesan pemberiannya kepada bayi. Persentase proses mulai
menyusu pada anak umur 0-23 bulan menurut provinsi mulai dari menyusu kurang
dari satu jam setelah bayi lahir (Inisiasi Menyusu Dini) adalah 34,5 persen, dengan
persentase tertinggi di Nusa Tenggara Barat (52,9%) dan terendah di Papua Barat
(21,7%)
Pemberian prelakteal kepada bayi baru lahir: susu formula (79,8%), susu non
formula (1,6%), madu/madu+air (14,3%), air gula (4,15), air tajin (1,6%), air kelapa
(0,9%), kopi (0,9%), teh manis (1,2%), air putih (13,2%), bubur tepung/bubur saring
(2,7%), pisang dihaluskan (4,1%), nasi dihaluskan (2,3%). Persentase bayi baru lahir
yang diberikan susu formula seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
dan kuintil indeks kepemilikan teratas (tertinggi 90,6% dan 89,5%).
12. 2. POLA ASUH
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi
Kunjungan ANC yang terjadwal sejak
awal kehamilan dan selama
kehamilan sangatlah penting untuk
memantau kondisi kesehatan dan
tumbuh kembangnya, sehingga dapat
mendukung pertumbuhan janin yang
optimal.
(Kuhnt J dan Vollmer S 2017)
PERILAKU
PENGASUHAN
KESE
-
HATAN
ANC
kandungan.
sehingga dapat mencegah dimulai
terjadinya stunting dalam
(Nohora F Ramirez dkk 2012, Schmidt
dkk 2002)
13. Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi
PERILAKU
PENGASUHAN
KESE
-
HATAN
NEONATAL
Pemantuan kondisi dan kesehatan
Bayi baru lahir atau Kunjungan
Neonatal (KN) yang dilakukan pada
saat bayi berumur 6-48 jam (KN1),
3-7 hari (KN2), dan 8-28 hari (KN3)
sangatlah penting
(Lawn JE dkk 2005)
Riskesdas 2013: cakupan kunjungan neonatal
lengkap masih sangat rendah: 39,3%, tertinggi di
Yogyakarta (58,3%) dan terendah di Papua
Barat (6,8%). Alasan tidak melakukan pemeriksaan
neonatal (kelompok umur 0-5 bulan): bayi tidak sakit
(78,9%), bayi tidak boleh dibawa pergi (8,2%), tempat
pelayanan jauh 11,2%), tidak punya biaya 4,7%).
14. Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi
PERILAKU
PENGASUHAN
KESEHATAN
-
ANAK BALITA
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan agar anak
baduta sehat tetap sehat dan terhindar dari berbagai
penyakit infeksi (Olofin dkk 2013), agar proses tumbuh
kembangnya tidak terganggu. Secara nasional cakupan
imunisasi dasar pada anak baduta Lengkap: 59,2%;
Tidak lengkap: 32,1%; Tidak imunisasi: 8,7% (Riskesdas
2013).
Keluarga tidak mengijinkan (27,2% / 25,1%)
Takut anak menjadi panas (28,2% / 29,7%)
Anak sering sakit (7,5% / 5,7%)
Tidak tahu tempat imunisasi (5,0% / 8,7%)
Tempat imunisasi jauh (21,5% / 22%)
Sibuk/repot (18,7% / 14,2%)
15. Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi
PERILAKU PENGASUHAN
TUMBUH KEMBANG
DAN AFEKSI
Tumbuh kembang anak balita TDK dapat
dipenuhi hanya oleh kecukupan gizi &
pengasuhan kesehatannya saja. Tiap
tahap pertumbuhan anak
membutuhkan stimulasi
pengasuhnya khususnya
balita
dari
kasih
sayang/afeksi ibunya, serta
lingkungannya. Tanpa afeksi & stimulasi
ibu & lingkungannya semua upaya
pemberian gizi dan pengasuhan
kesehatan yang diberikan tidak akan
cukup berdampak bagi tumbuh
kembangnya.
Lebih dari
30%
sama sekali tidak pernah
ditimbang
anak balita
16. 3. HIGIENIS PRIBADI - CTPS
• CTPS atau Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan
perilaku efektif mencegah diare pada bayi/balita.
• Fakta CTPS:
Lima waktu penting cuci tangan
pakai sabun:
1.sebelum makan
2.sesudah buang air besar
3.sebelum memegang bayi
4.sesudah membersihkan buang air
besar (BAB)
5.sebelum menyiapkan makanan
Riset Curtis & Cairncross (2003),
CTPS di waktu-waktu penting dapat
mengurangi risiko anak terkena diare
sebesar 42 -44% atau bila
diterjemahkan lebih lanjut, CTPS
dapat mencegah 1 juta kematian anak
balita per tahunnya.
17. 4. SOSIAL BUDAYA
Kehamilan diyakini oleh banyak orang dari berbagai budaya sebagai suatu kondisi khusus
yang penuh bahaya. Bahaya bagi ibu hamil dan janinnya dan dianggap dapat terjadi dalam
berbagai situasi, baik dari alam nyata maupun gaib (Swasono 1998:7). Untuk melindungi ibu
dan janinnya berbagai masyaakat di dunia diharuskan mematuhi larangan-larangan tertentu
yang harus dipatuhi oleh ibu hamil dan ibu masa nifas.
Pantang makanan adalah bahan makanan atau
masakan yang tidak boleh dimakan oleh para
individu dalam masyarakat karena alasan yang
bersifat budaya.
(Marsetya & Kartasapoetra, 2002:11)
Adat makanan ditemui di banyak masyarakat di
dunia, termasuk di Indonesia, misalnya
dikalangan wanita Sunda (Penelitian Anggorodi
dan Sukandi 1998), perempuan di Kepulauan
Sangihe dan Talaud (Ulaen 1998), perempuan di
Badaneira, Kabupaten Maluku Tengah
(Penelitian Swasono dan Soselisa 1998), dan
perempuan di Rawa Bogo, Bekasi (Penelitian
Soerachman, Sulistiawati, dan Purwanto
2016). Makanan atau sumber gizi yang dipantang
oleh ibu hamil dan ibu nifas diantaranya: ikan dan
telor, cumi dll
18. 5. EKONOMI KELUARGA
Pekerjaan Orang Tua
Menentukan
pendapatan keluarga
Berdampak pada
kesehatan keluarga
Data Susenas 2016:
Penduduk dengan pengeluaran >
Rp. 500.000/bulan memiliki konsumsi
energi melebihi dr yang dianjurkan
(> 2000 kkal/kap/hari)
Penduduk dengan pengeluaran Rp.
150.000 - Rp. 499.000/bulan memiliki
konsumsi energi dibawah yang dianjurkan
( 1799 – 1374 kkal/kap/hari)
Penelitian Vonny dkk (2013)
Di daerah nelayan di Jayapura
menunjukan balita yang
mempunyai orang tua dengan
tingkat pendapatan kurang
memiliki resiko 4x lebih besar
menderita status gizi kurang
dibanding dengan anak balita yang
memiliki orang tua dengan tingkat
pendapatan cukup
19. 6. PELAYANAN NAKES: BIDAN
Hampir 90 persen ibu hamil memilih
bidan untuk memeriksakan
kehamilannya (Riskesdas 2013)
Diharapkan dapat mengedukasi ibu hamil
untuk mempraktikkan pola asuh dan pola
konsumsi yang baik dan benar
Bidan merupakan salah satu sasaran
dalam upaya perubahan perilaku
20. C. HIGIENIS LINGKUNGAN RUMAH TANGGA
- Data dari WHO 2012 infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita setiap
tahun di seluruh dunia.
- Untuk Indonesia, WHO memperkirakan setiap tahun sekitar 31.200 balita meninggal
karena diare.Artinya, lebih dari 31.000 anak di Indonesia tidak dapat merayakan ulang
tahun yang ke-5.
- Dengan demikian, adalah mandatori untuk memasukkan faktor kontekstual kedalam
program perubahan perilaku untuk pencegahan stunting: air bersih, jernih, tidak berasa,
tidak berbau; jamban leher angsa, berpintu, berdinding kuat, dan beratap; dengan tangki
septik tidak bocor, dikuras terjadwal, jarak minimal 10 meter dari sumber air; rumah sehat,
cukup ventilasi dan cahaya alami, ada tempat penyimpanan makanan yang tertutup; ada
sistem drainase rumah tangga sehingga air limbah rumah tangga tidak mengalir ke
permukaaan tanah.
21. Hasil Studi IUWASH, (2016) terhadap yang melibatkan 3.458 rumah
tangga kelompok miskin di 15 kabupaten kota di Indonesia
77% memiliki
jamban
65% jamban
memiliki tangki
septik
12% jamban tidak
memiliki tangki
septik/ dibuang ke
tempat terbuka
52% tangki septik
cubluk/ tidak aman
(tidak sedot lumpur
tinja)
13% tangki septik aman
12 % di sedot swasta
(pembuangan tidak
jelas)
1 % di sedot layanan
penyedotan tinja
pemerintah (IPLT)
FAKTA SANITASI
23. KELOMPOK SASARAN PERUBAHAN PERILAKU
KELOMPOK
KUNCI
(primer)
REMAJA PUTRI/CALON IBU
IBU HAMIL, NIFAS, IBU DENGAN ANAK BADUTA, BALITA
RUMAH TANGGA
KELOMPOK
PENDUKUNG
SUAMI, KELUARGA, REMAJA PUTRA/PEMUDA
MASYARAKAT DESA DI MANA KELOMPOK KUNCI BERADA
TOMA, TOGA, GURU, KOMUNITAS PEDULI
KESEHATAN DAN LINGKUNGAN, DI DESA
PENYEDIA DEPOT AIR, PENYEDIA JASA SEDOT LUMPUR TINJA
TENAGA KESEHATAN Bidan
KELOMPOK TERSIER Pengambilan kebijakan (Bupati) dll
24. 10 KUNCI SUKSES
“ANAKKU SEHAT BANGSAKU KUAT”
1. Calon ibu merencanakan kapan keluarga, mengkonsumsi pangan bergizi seimbang dan aman,
lingkar lengan atas tidak kurang dari 23,5 cm.
2. Calon ibu secara rutin minum tablet besi dan asam folat tanpa absen, mempersiapkan
“SUKSES ASI” dengan mengikuti kelas ibu hamil.
3. Pemeriksaan kehamilan dan konseling di fasilitas kesehatan dilakukan sesuai jadwal.
4. Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dan langsung melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
berkualitas.
5. Ibu memberikan ASI Eksklusif enam bulan penuh, dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
pada saat bayi tepat berusia enam bulan dengan menu makanan bervariasi.
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan bayi, Ukur, Timbang, memberikan imunisasi dan vitamin
sesuai jadwal.
7. Ibu rajin bercerita dan bercanda dengan bayi sejak baru lahir sampai remaja.
8. Mengkonsumsi air minum yang sehat, aman, dan bebas dari cemaran.
9. Menggunakan jamban dan tangki septik yang aman sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)
dengan pengurasan tangki septik terjadwal.
10.Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air yang mengalir di lima waktu penting (sebelum
menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memegang bayi, sesudah BAB, sesudah
memegang binatang).