Teks tersebut membahas tentang latar belakang masalah gizi pada balita dan pendekatan positive deviance melalui kegiatan Pos Gizi. Secara singkat, teks tersebut menjelaskan bahwa masalah gizi pada balita masih menjadi masalah utama di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti pola makan dan pengasuhan yang tidak tepat. Kegiatan Pos Gizi diharapkan dapat meningkatkan status gizi balita melalui pemberday
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
makalah pos gizi 2022 nila.docx
1. 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
sangapesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode
kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini balita memperoleh
asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal, sebaliknya jika pada
masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya maka periode
emas berubah menjadi periode kritis yang akan menganggu tumbuh kembangnya
baik saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2016). Kekurangan gizi pada
umumnya terjadi pada balita karena pada umur tersebut mengalami pertumbuhan
yang pesat. Balita merupakan kelompok yang rentan gizi di kelompok masyarakat.
Masa balita merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti
pola makan orang dewasa (Adisasmito, 2017). Masalah gizi kurang dan gizi buruk
pada anak balita masih menjadi masalah gizi utama yang perlu mendapatkan
perhatian yang serius. Prevalensi keduanya pada anak balita di Indonesia masih
tinggi. Hasil Riskesdas tahun 2013 di Indonesia menunjukkan bahwa 13,9% balita
Indonesia mengalami gizi kurang, 5,7% diantaranya adalah gizi buruk berdasarkan
indikator BB/U.
Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah praktik pemberian
makanan pada anak yang tidak tepat (kemenkes RI, 2012). Pemberian makanan
pada anak dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pola asuh ibu. Menurut
Sulistyorini (2012) pola asuh merupakan salah satu faktor penting dalam terjadinya
2. 2
gangguan status gizi, yang termasuk pola asuh adalah pemberian ASI,
penyediaan dan pemberian makanan pada anak, serta pemberian rasa aman
pada anak. Pengetahuan ibu tentang gizi mempengaruhi perilaku terhadap
pemberian makanan anak.
Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan
keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang
makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan
pemilihan makanan terutama untuk anak balita (Mardiana, 2013). Kesalahan
dalam memilih makanan untuk balita berdampak pada status gizi kesehatannya.
Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan mempunyai
dimensi yang sangat luas, tidak hanya menyangkut aspek kesehatan tetapi juga
meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, lingkungan dan
perilaku. Mengingat penyebabnya sangat kompleks, penanganan kurang gizi
memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak bukan hanya oleh
petugas medis, namun juga pihak orangtua, keluarga, pemuka agama dan
pemerintah. Salah satu cara yang mungkin cukup potensial yaitu melalui
pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat melalui kelompok sosialnya
sehingga dalam jangka menengah masyarakat diharapkan menyadari pentingnya
perhatian terhadap kesehatan anak, keluarga dan masyarakat melalui
pemberdayaan potensial yang sudah ada di dalam masyarakat tersebut dan
mengimplementasikannya kepada anggota dalam kelompoknya sendiri.
Selanjutnya disebut dengan Positive Deviance.
Positive Deviance adalah suatu pendekatan pengembangan yang berbasis
masyarakat, melalui metode pemecahan masalah dengan menggerakkan
masyarakat melalui pengaktifan potensi yang sudah ada sehingga diharapkan
3. 3
kesinambungannya dapat terjamin. Positive Deviance merupakan suatu
pendekatan untuk perubahan perilaku yang meliputi pemberian makan anak,
pengasuhan anak, kebersihan anak, dan perawatan kesehatan anak (Strenin,
1998)
Pos Gizi adalah aplikasi dari pendekatan Positive Deviance yaitu
serangkaian kegiatan selama 12 hari yang diadakan untuk merehabilitasi anak
yang mengalami kekurangan gizi serta mengajarkan berbagai kebiasaan dan
perilaku khusus positif. Pos gizi mendorong terjadinya perubahan perilaku dan
memberdayakan para ibu balita untuk bertanggung jawab terhadap rehabilitasi gizi
anak-anak mereka dengan menggunakan pengetahuan dan sumber daya lokal
yang ada. Pada kegiatan Pos gizi, ibu balita anak-anak kurang gizi
mempraktekkan berbagai perilaku baru dalam hal memasak, pemberian makan,
kebersihan dan pengasuhan anak (CORE, 2013).
Berdasarkan yang ada di Puskesmas KTK pada tahun 2022 menunjukkan
bahwa Prevalensi Berat Badan Kurang (BB Kurang dan Sangat Kurang) 3.9%,
Prevalensi Stunting (Pendek dan Sangat Pendek) pada Balita 3%, Prevalensi
Wasting (Gizi Kurang dan Gizi Buruk) pada Balita 1.4%. (Puskesmas KTK, 2022).
1.2 Rumusan Masalah
Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Pos gizi terhadap kenaikan berat badan
balita Di Wilayah Puskesmas KTK Kota Solok.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Pos gizi terhadap
4. 4
kenaikan berat badan balita Di Wilayah Puskesmas KTK Kota Solok.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahui berat badan balita sebelum dan sesudah pos gizi
b. Diketahui tinggi badan balita sebelum dan sesudah pos gizi
c. Diketahui status gizi balita sebelum dan sesudah pos gizi
d. Diketahui persentase kelulusan anak dalam kegiatan pos gizi
1.4 Manfaat
a. Meningkatkan pengetahuan gizi, pola asuh, dan memungkinkan keluarga
mempertahankan status gizi anak tersebut di rumah masing-masing
secara mandiri.
b. Sebagai bahan masukan Dinas Kesehatan dalam menindaklanjuti
penanganan masalah kurang gizi melalui Pos Gizi.
5. 5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Balita
Anak balita atau anak bawah lima tahun adalah anak yang telah menginjak
usia diatas satu tahun atau yang biasa disebut dengan anak usia di bawah lima
tahun atau bisa juga digunakan dengan perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan
(Kemenkes RI, 2015a). Usia balita merupakan kelompok umur yang paling sering
menderita rawan gizi dan penyakit (Dahlia, 2012). Selain itu, pada usia ini
dianggap sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap
berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu (Kemenkes RI, 2015a). Hal ini
dikarenakan adanya anggapan bahwa pada masa balita merupakan masa transisi
dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, sehingga anak balita belum dapat
mengurus dirinya sendiri termasuk dalam memilih makanan dan memiliki
perhatian yang berkurang jika mempunyai adik atau ibunya sudah bekerja (Dahlia,
2012).
2.2 Masalah Gizi
Kekurangan gizi adalah ketidakmampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental (CORE, 2013).
Gizi kurang (underweight) dan berat badan sangat kurang (severely underweight)
merupakan salah satu masalah dari kekurangan gizi.
6. 6
Menurut UNICEF (2012), faktor yang menyebabkan kurang gizi terdiri dari
beberapa tahap yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar
masalah. Penyebab langsung dari kurang gizi yaitu konsumsi makanan dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita. Penyebab kurang gizi tidak hanya
disebabkan oleh asupan makanan yang kurang, tetapi juga disebabkan karena
penyakit infeksi. Salah satu contohnya adalah anak yang mendapatkan makanan
yang cukup baik tetapi sering sakit seperti diare atau demam dapat menderita
kurang gizi, sedangkan anak yang mendapatkan makanan tidak cukup baik dapat
menyebabkan daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah sehingga mudah
terserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan yang akhirnya
dapat menyebabkan kurang gizi.
Adapun penyebab tidak langsung dari kurang gizi yaitu ketahanan pangan di
keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan. Faktor penyebab tidak langsung ini sangat berkaitan dengan tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Akar masalah dari
penyebab kurang gizi pada balita, yaitu faktor ekonomi (Adisasmito, 2007, dan
Rahim, 2014).
Berikut ini jenis-jenis berat badan sangat kurang (severely
underweight)/Kurang Energi Protein (KEP) berat yang dilihat dari gejala klinisnya
:
a. Marasmus
Marasmus adalah suatu keadaan dimana kekurangan energi yang kronis
yang terjadi pada anak usia 0-2 tahun yang tidak mendapatkan cukup Air Susu Ibu
(ASI) dan makanan jenis pangan lain, baik protein maupun zat pemberi tenaga.
Penyebab terjadinya marasmus adalah karena masukan makanan yang sangat
7. 7
kurang, adanya infeksi, bawaan dari lahir, prematuritas, penyakit pada masa
neonatus serta lingkungan yang tidak sehat (Kemenkes RI, 2015a, dan
Adisasmito, 2007).
Balita yang mengalami marasmus akan memiliki berat badan sangat rendah
kurang dari 60% berat badan dengan usianya atau tampak sangat kurus; ukuran
kepala tidak sebanding dengan ukuran badan; mudah terkena penyakit infeksi;
rambut tipis dan mudah rontok; wajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face);
kulit kering dan berlipat bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan; tingkat
kesadaran menurun; bentuk perut cekung sering disertai dengan diare kronik
(terus menerus) atau susah buang air kecil; tekanan darah, detak jantung, dan
pernafasan berkurang; serta cengeng dan rewel (Supariasa, 2014dan Kemenkes
RI, 2015a).
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan dimana kekurangan protein yang terjadi
pada anak usia 1-3 tahun yang dikarenakan anak tersebut tidak mendapatkan Air
Susu Ibu (ASI) sesudah berumur satu tahun (Kemenkes RI, 2015a).
Balita yang mengalami kwashiorkor sering mengalami pembengkakan
(edema) di seluruh tubuh sehingga tampak gemuk; wajah membulat dan sembab
(moon face); bengkak pada bagian punggung kaki dan bila ditekan akan
meninggalkan bekas seperti lubang; otot mengecil dan menyebabkan lengan atas
kurus sehingga ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 14 cm; munculnya
ruam berwarna merah muda pada kulit yang kemudian berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan mengelupas; tidak nafsu makan; rambut menipis berwarna
merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit;
sering disertai infeksi seperti anemia dan diare; menjadi rewel dan apatis perut
8. 8
yang membesar serta sering ditemukan adanya timbunan cairan pada rongga
perut sebagai salah satu gejala dari busung lapar; pandangan mata menjadi sayu;
pembesaran hati; sering menolak segala jenis makanan (anoreksia) (Supariasa,
2014dan Kemenkes RI, 2015a).
c. Marasmus-Kwashiorkor
Penyebab terjadinya marasmus-kwasiorkor adalah tidak cukup mendapat
makanan bergizi terutama tidak mengandung cukup energi dan protein, tidak
mendapatkan asupan gizi yang memadai dan menderita penyakit infeksi
(Kemenkes RI, 2015a). Tanda klinis dari marasmus-kwasiorkor merupakan
gabungan dari tanda-tanda yang ada marasmus dan kwashiorkor (Supariasa,
2001).
Kurang gizi pada balita akan berdampak pada pertumbuhan fisik maupun
mental, gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi, menghambat prestasi
belajar, timbulnya kecacatan dan tingginya angka kesakitan, serta kematian (Ali,
2006; Mamhidira, 2006; dalam Rahim, 2014).
2.3 Penilaian Status Gizi pada Balita
Penilaian status gizi adalah menginterpretasikan data yang didapatkan
dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau
individu yang berisiko atau dengan status berat badan sangat kurang (severely
underweight). Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian
secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara
langsung yang dapat digunakan pada balita adalah pengukuran antropometri dan
pemeriksaan tanda-tanda klinis (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
9. 9
2010). Berikut ini akan dijelaskan penilaian status gizi yang sering digunakan pada
balita.
a. Pengukuran Antropometri
Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang berhubungan dengan
dimensi tubuh yaitu pertumbuhan dan komposisi tubuh yang mencakup komponen
lemak tubuh dan bukan lemak tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan antara asupan energi
dan protein. Indikator status gizi dengan cara antopometri dapat mengukur
beberapa parameter seperti umur, berat badan, dan tinggi badan (Supariasa,
2013; Baliwati) dan Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2014).
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi seseorang. Jika
terjadi kesalahan dalam menentukan umur seseorang, maka akan terjadi
kesalahan dalam menginterpretasikan status gizi sesorang. Faktor berat badan
merupakan parameter terbaik untuk melihat perubahan dalam waktu singkat
karena melihat perubahan konsumsi akanan dan kesehatan serta dapat
memberikan gambaran status gizi sekarang (Supariasa, 2013).
Alat yang digunakan dalam penimbangan balita adalah dacin. Dacin yang
digunakan sebaiknya memiliki berat minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. Faktor
tinggi badan merupakan parameter penting bagi keadaan telah lalu dan keadaan
sekarang jika umur tidak diketahui dengan tepat. Alat yang digunakan untuk
mengukur tinggi badan balita yang sudah dapat berdiri adalah mikrotoa
(microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014).
Pengukuran status gizi pada balita dapat dilakukan dengan menggunakan
indeks antropometri, yaitu sebagai berikut:
10. 10
1) Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan
gambaran mengenai perubahan masa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif
terhadap perubahan yang mendadak, seperti terserang penyakit infeksi, dan
menurunnya nafsu makan.
Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat (2013),
pengelompokkan gizi kurang (underweight) menurut Z-Score dalam tiga kategori
yaitu gizi kurang (underweight) tingkat ringan (Nilai Z-Score BB/U ≥ -2,5 SD dan <
-2 SD), gizi kurang (underweight) tingkat sedang (Nilai Z-Score BB/U ≥ 3 SD dan
< 2,5 SD), dan gizi kurang (underweight) tingkat buruk (Nilai Z- Score BB/U < -3
SD).
2) Indeks Panjang atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atauTB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan tulang. Pada keadaannormal, pertumbuhan tinggi badan seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam jangka waktu pendek, sedangkan
pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu
yang relatif lama.
3) Indeks Berat Badan menurut Panjang atau Tinggi Badan(BB/PB atau BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik
dalam menilai status gizi saat kini (sekarang) dimana umur tidak perlu diketahui.
Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi badan gemuk, normal, dan
11. 11
kurus (Supariasa, 2014dan Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2010).
2.4 Program Gizi untuk Menanggulangi Kurang Gizi pada Balita
Untuk menurunkan prevalensi kurang gizi pada balita, maka Puskesmas KTK
melakukan upaya melalui pemberdayaan masyarakat yaitu dengan membentuk
Pos Gizi yang dimulai dari tahun 2019 hingga sekarang di wilayah Puskesmas
KTK dengan pemilihan lokasi berdasarkan jumlah kasus berat badan sangat
kurang (severely underweight) terbanyak.
Sebelum membentuk Pos Gizi, terdapat upaya lain yang sudah dilakukan
oleh Puskesmas KTK yang bekerjasama dengan Puskesmas dan pemerintah
setempat yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi berat badan sangat
kurang (severely underweight) dan gizi kurang (underweight), Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) lokal di Posyandu, pembentukan Therapeutic Feeding
Center (TFC).
Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) merupakan salah satu upaya
yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah gizi yang dihadapi dengan
dibantu oleh tenaga gizi Puskesmas dan tenaga kesehatan lainnya. Pendirian
Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) tergantung kepada besaran
masalah gizi di daerah. Dalam pelaksanaan Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat
(PGBM) dapat merujuk pada buku Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk,
Kementerian Kesehatan 2011. Tujuan dari kegiatan Pemulihan Gizi Berbasis
Masyarakat (PGBM) adalah untuk meningkatkan status gizi balita. Adapun
sasarannya adalah balita berat badan sangat kurang (severely underweight) tanpa
12. 12
komplikasi. Lokasi untuk melaksanakan kegiatan ini adalah di Panti atau Pos
Pemulihan Gizi (Kemenkes RI, 2014a).
Konsep pembentukan Pos Pemulihan Gizi atau Community Feeding Center
(CFC) atau Pos Gizi adalah upaya masyarakat untuk memantau atau merawat
anak balita dimana didalamnya terdapat rangkaian kegiatan pemulihan balita berat
badan sangat kurang (severely underweight) dengan cara rawat jalan yang
dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan kader dan petugas kesehatan
(Kemenkes RI, 2015c). Pos Gizi merupakan salah satu kegiatan pengembangan
Posyandu (Bina Gizi dan KIA Kemenkes, 2011).
2.5 Pos Gizi
2.5.1Definisi Pos Gizi
Pos Gizi merupakan program gizi berbasis keluarga dan masyarakat untuk
anak yang memiliki risiko kurang energi protein di negara yang sedang
berkembang. Pos Gizi menggunakan pendekatan Positive Deviance (PD) untuk
mengidentifikasi berbagai perilaku dari ibu balita/pengasuh yang memiliki anak
bergizi baik dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi kemudian
menularkan kebiasaan positif kepada keluarga lain dengan anak kurang gizi di
masyarakat. Pos Gizi ini merupakan salah satu wadah atau tempat yang
digunakan untuk melaksanakan kegiatan Pos Gizi yaitu kegiatan pemulihan dan
pendidikan gizi (CORE, 2013).
Pos Gizi merupakan pendekatan yang sukses untuk mengurangi angka
kekurangan gizi. Pendekatan ini memungkinkan masyarakat untuk dapat
mengurangi jumlah anak yang mengalami kurang gizi pada saat ini dan mencegah
anak mengalami kurang gizi pada tahun berikutnya setelah kegiatan Pos Gizi ini
13. 13
selesai dilakukan. Pos Gizi adalah alat yang digunakan oleh masyarakat dengan
melibatkan berbagai lapisan sosial di masyarakat serta bekerjasama dalam
mengatasi masalah dan menemukan solusi dari masalah dalam masyarakat itu
sendiri. Pendekatan ini menitikberatkan pada sumber daya, keterampilan dan
strategi yang ada untuk mengatasi suatu permasalahan dan memanfaatkan
metodologi partisipasif secara luas dan proses PLA (Participatory Learning and
Action = belajar dan bekerja bersama) (CORE, 2013).
Prinsip Pos Gizi adalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama dari
kurang gizi, karena ditemukan beberapa keluarga miskin yang anaknya sehat (gizi
baik) menerapkan pola asuh yang baik. Kekurangan gizi umumnya disebabkan
oleh pola asuh ibu yang tidak benar. Dengan adanya Pos Gizi diharapkan
kekurangan gizi dapat diatasi dengan adanya perubahan perilaku.
Pada saat kegiatan Pos Gizi, orang tua belajar perilaku positif bersama-sama
dan mempraktekkannya di rumah (CORE, 2013).
2.5.2 Tujuan Pos Gizi
Menurut CORE (2013), tujuan dari Pos Gizi antara lain:
a. Memulihkan anak-anak kurang gizi yang diidentifikasi di dalam masyarakat
dengan cepat.
b. Memungkinkan keluarga-keluarga dapat mempertahankan status gizi anak di
rumah masing-masing secara mandiri.
c. Mencegah kekurangan gizi pada anak-anak yang akan lahir kemudian dalam
masyarakat, dengan merubah norma-norma masyarakat mengenai perilaku-
perilaku pengasuhan anak, pemberian makan, dan mencari pelayanan
kesehatan.
14. 14
2.5.3 Indikator Pos Gizi
Menurut Buletin Positive Deviance (2016), indikator Pos Gizi yang digunakan
untuk memonitoring dan menilai keberhasilan kegiatan Pos Gizi yaitu sebagai
berikut:
a. Persentase anak yang layak mengikuti Pos Gizi adalah anak usia 6-59
bulan yang berada pada garis kuning atau merah berdasarkan Kartu
Menuju Sehat (KMS).
b. Persentase peserta Pos Gizi yang mengalami kenaikan berat badan
sebanyak 400 gram atau lebih dalam kurun waktu satu bulan, persentase
peserta Pos Gizi yang mengalami kenaikan berat badan 200-399 gram
dalam kurun waktu satu bulan, dan persentase peserta Pos Gizi yang
mengalami kenaikan berat badan kurang dari 200 gram dalam kurun
waktu satu bulan.
c. Persentase peserta Pos Gizi yang sudah lulus dari Pos Gizi berada pada
garis hijau berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS) pada tiga bulan
setelah lulus, dan persentase peserta Pos Gizi yang sudah lulus yang
berada pada garis hijau berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS) pada
enam bulan setelah lulus.
d. Persentase peserta Pos Gizi yang sudah lulus dan masuk kembali ke
Pos Gizi.
e. Persentase peserta Pos Gizi yang sudah lulus.
Peserta Pos Gizi yang lulus adalah peserta yang berat badan akhir sesi Pos
Gizi mengalami status gizi normal, peserta yang mengalami kenaikan berat badan
mencapai 400 gram atau lebih per bulan selama dua bulan berturut-turut, dan
penentuan status gizi berdasarkan Buku Tabel Klasifikasi Status Gizi dari Depkes
15. 15
RI.
Ada dua cara untuk menentukan kriteria kelulusan anak dari kegiatan Pos
Gizi, yaitu:
a. Ketika menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS)
Kriteria kelulusan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) dilihat berdasarkan
perpindahan antara status malnutrisi buruk, sedang, ringan, dan normal. Metode
ini lebih mudah untuk dijelaskan dan digunakan pada anggota masyarakat.
Masyarakat dapat memutuskan apakah mereka akan meluluskan anak-anak
mereka hanya jika mencapai status gizi normal; ketika mereka berpindah
kekurangan gizi sedang menjadi kekurangan gizi ringan; dan ketika mereka
berpindah dari kekurangan gizi berat menjadi kekurangan gizi sedang (CORE,
2013).
b. Ketika menggunakan patokan kenaikan berat badan
Kriteria kelulusan ini didasarkan pada ―catch-up growth‖ yang dicapai
selama pelaksanaan kegiatan Pos Gizi. Dengan metode ini, anak- anak yang
mencapai pertambahan berat badan 400 gram dan 800 gram dan bertumbuh
secepat atau lebih cepat dari ―Median Standard Internasional‖ dianggap telah
berhasil baik. Dapat diasumsikan bahwa sekali seorang anak telah mencapai
―catch-up growth‖, maka akan terus bertumbuh pada bulan-bulan berikutnya
(CORE, 2013).
Namun, bila anak tidak mengalami pertambahan berat badan, maka anak
tersebut harus dirujuk untuk mendapatkan bantuan kesehatan dan kader harus
mengadakan kunjungan rumah untuk memastikan bahwa kurang makan bukanlah
16. 16
penyebab dari kondisi tersebut. Selain itu juga, daftar kehadiran anak dan ibu
balita/pengasuh diperlukan untuk memastikan bahwa mereka hadir secara teratur
dalam kegiatan Pos Gizi serta harus memeriksa menu Pos Gizi untuk memastikan
bahwa anak mendapatkan protein dan kalori dalam jumlah yang cukup (CORE,
2013).
2.5.4 Kegiatan Pos Gizi
Kegiatan Pos Gizi merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari
kegiatan pemulihan dan pendidikan gizi yang dilakukan selama 10-12 hari untuk
merehabilitasi/memulihkan anak yang mengalami kekurangan gizi serta
mengajarkan berbagai kebiasaan dan perilaku khusus positif. Kegiatan ini juga
diikuti dengan kunjungan kader ke rumah setiap ibu balita/pengasuh untuk
mengetahui perubahan perilaku yang terjadi di rumah setelah kegiatan Pos Gizi
berakhir. Kegiatan pemulihan dalam Pos Gizi yang dilakukan yaitu dengan
pemberian makanan tambahan yang berkalori tinggi selama dua minggu. Pos Gizi
harus dilihat sebagai latihan 4 minggu (28 hari) yaitu dua minggu bekerja
kelompok dengan sesama ibu balita/pengasuh dalam kegiatan Pos Gizi,
kemudian diikuti dengan dua minggu praktek di rumah dengan melakukan
kunjungan rumah oleh kader kesehatan (CORE, 2013).
Kegiatan Pos Gizi menggunakan metode pembelajaran dengan
menggabungkan metode praktek/perilaku (Practice), sikap (Attitude) dan
pengetahuan (Knowledge) yang berfokus pada perubahan perilaku untuk
merubah cara berpikir ibu balita/pengasuh. Kegiatan ini berlokasi di sebuah rumah
dengan kriteria lokasi kegiatan Pos Gizi yaitu lokasi terjangkau dan berada
ditengah masyarakat, cukup menampung 10-20 anak (adik/kakak biasanya ikut)
dan 10 pengasuh, ada akses ke jamban, akses air bersih untuk minum, memasak
17. 17
dan mencuci tangan serta akses untuk berteduh dan tempat masak (dapur)
(CORE, 2013).
Setiap sesi kegiatan Pos Gizi, ibu balita/pengasuh dan kader menyiapkan
makanan atau cemilan tambahan yang mengandung tambahan energi dan padat
kalori dan memberikan makanan kepada anak yang diawasi dan dibimbing oleh
kader kesehatan. Selain itu, ibu balita/pengasuh juga belajar mengenai makanan
bergizi, perilaku pengasuhan dan perawatan kesehatan anak yang positif
termasuk kebersihan. Ibu balita/pengasuh juga diwajibkan untuk membawa
kontribusi makanan selama kegiatan Pos Gizi (CORE, 2013).
Kegiatan Pos Gizi biasanya dilakukan selama dua jam setiap hari. Dua jam
sesi Pos Gizi biasanya terdiri dari satu jam penyiapan makanan dan memasak,
setengah jam untuk memberi makan dan setengah jam untuk bersih- bersih dan
diskusi masalah kesehatan. Setiap kegiatan Pos Gizi terdiri dari komponen
sebagai berikut yaitu menentukan tempat memasak; mencuci tangan;
mempersiapkan makan; memberi makan; dan menyatukan berbagai pesan
pendidikan kesehatan/gizi dengan perilaku (CORE, 2013).
Menurut CORE (2013), langkah-langkah umum yang dilakukan dalam setiap
sesi Pos Gizi harian, yaitu:
a) Menyambut kehadiran semua peserta dan mengumpulkan kontribusi bahan
makanan yang dibawa oleh ibu balita.
b) Menunjukkan kepada para peserta dimana tempat untuk mencuci tangan, dan
demonstrasikan teknik mencuci tangan yang benar dengan menggunakan
sabun dan menggosokkan kedua tangan paling sedikit tiga kali.
c) Membagikan makanan kecil pada anak-anak.
d) Melaksanakan diskusi pendidikan kesehatan mengenai topik kesehatan pada
18. 18
hari itu.
e) Membagi para peserta menjadi beberapa kelompok untuk menyiapkan
makanan, mengasuh dan stimulasi anak, serta kebersihan.
f) Menyiapkan dan memasak makanan ketika peserta lain bermain dengan anak
menggunakan lagu dan permainan.
g) Mengulang mencuci tangan dengan para pengasuh dan anak.
h) Mendistribusikan makanan dan mengawasi para pengasuh ketika mereka
memberi makan kepada anak.
i) Bersih-bersih.
j) Mengulas kembali pelajaran pada hari itu.
k) Merencanakan menu dan kontribusi makanan untuk hari berikutnya dengan
para ibu atau pengasuh lainnya.
2.5.5 Pendekatan Pos Gizi
Pendekatan Pos Gizi mendorong terjadinya perubahan perilaku dan
memberdayakan para ibu balita/pengasuh untuk dapat bertanggungjawab atas
pemulihan gizi anak dengan menggunakan pengetahuan dan sumber dayalokal
yang telah diberikan. Pada pendekatan Pos Gizi, kader dan ibu balita/pengasuh
akan mempraktekkan berbagai perilaku baru dalam hal memasak, pemberian
makanan, kebersihan dan pengasuhan anak yang telah terbukti berhasil dalam
memulihkan anak yang kurang gizi. Kader secara aktif akan melibatkan para ibu
balita/pengasuh dalam proses pemulihan dan pembelajaran (CORE, 2013).
2.6 Pengaruh Pendekatan Positive Deviance pada Kegiatan Pos Gizi
Berdasarkan penelitian Handayani dan Galuh (2012), Positive Deviance
(PD) dapat dimanfaatkan dalam usaha perbaikan status gizi masyarakat.
19. 19
Berdasarkan penelitian Ayubi, dkk (2013), diketahui bahwa terjadi peningkatan
status gizi balita yaitu sebelum intervensi Pos Gizi ditemukan 27,8% balita dengan
status berat badan sangat kurang (severely underweight) dan 55,5% balita
dengan status gizi kurang (underweight), kemudian setelah intervensi Pos Gizi
terdapat 11,1% balita dengan status berat badan sangat kurang (severely
underweight) dan 38,9% balita dengan status gizi kurang (underweight). Terjadi
peningkatan pengetahuan ibu balita peserta Pos Gizi sebesar 13,6% pada
kelompok 1 dan sebesar 12,2% pada kelompok 2. Tidak terdapat perubahan yang
bermakna pada perilaku ibu balita setelah dilakukan intervensi Pos Gizi.
Sedangkan setelah pelaksanaan kegiatan Pos Gizi, distribusi status gizi
balita berdasarkan BB/U diketahui bahwa dari 19 balita yang berstatus berat
badan sangat kurang (severely underweight) mengalami perpindahan menjadi 9
balita dengan status gizi kurang (underweight), sebanyak 5 balita dengan status
gizi normal, dan sisanya sebanyak 5 balita (21%) tetap berstatus berat badan
sangat kurang (severely underweight); dari 5 balita yang berstatus gizi kurang
(underweight) mengalami perpindahan menjadi 3 balita dengan status gizi normal,
sebanyak 1 balita dengan status gizi ideal, dan sisanya sebanyak 1 balita tetap
berstatus gizi kurang (underweight). Selain itu, tingkat kehadiran balita peserta
Pos Gizi sebagian besar buruk yaitu sebanyak 16 balita (66,7%) dan tingkat
kehadiran baik sebanyak 8 balita (33,3%) (Aulia, 2013).
Berdasarkan penelitian Normalita (2013) diketahui bahwa sebanyak 8 balita
yang mengikuti kegiatan Pos Gizi mengalami perubahan berat badan menjadi
lebih baik yaitu sebanyak 3 balita dengan kenaikan berat badan ≥ 400 gram dan
sebanyak 5 balita dengan kenaikan berat badan < 400 gram setelah kegiatan Pos
Gizi berakhir.
20. 20
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. POS GIZI DI WILAYAH PUSKEMAS KTK
Di Wilayah Puskesmas KTK memiliki 4 Pos Gizi yaitu Pos gizi Nusa Indah
4, Pos Gizi Kasih Ibu, Pos Gizi Anyelir II dan Pos Gizi Batu Gadang. Keempat Pos
Gizi ini masih aktif melaksanakan kegiatannya setiap tahun. Pos Gizi Nusa Indah
IV, Kasih Ibu, dan Batu gadang berada di kelurahan Simpang Rumbio,sedangkan
pos Gizi Anyelir II berada di kelurahan Aro IV Korong. Pemilihan Pos gizi
berdasarkan tingginya kasus balita yang tidak naik berat badannya di daerah
tersebut.
3.2. PELAKSANAAN POS GIZI
Kegiatan pertama adalah pendataan sasaran melalui pengukuran di
Posyandu yang dilakukan oleh kader dan divalidasi oleh petugas kesehatan,
terutama data antropometri dan status gizi. Semua calon peserta pos gizi
diperiksa untuk mengetahui ada/tidaknya penyakit penyerta. Bila ditemukan
penyakit penyerta, maka terlebih dahulu dilakukan perawatan sampai pulih, baru
diikutsertakan dalam pos gizi. alu selama 12 hari berturut-turut, peserta pos gizi
bayi (6-11 bulan) dan Balita (12-59 bulan) beserta ibunya, akan dikumpulkan di
Pos Gizi untuk dipantau penambahan berat badannya, mengajarkan personal
hygiene, melakukan permainan, orang tua didampingi kader diajarkan memasak
makanan berat menggunakan bahan pangan lokal. Pos gizi Nusa Indah 4, Pos
Gizi Kasih Ibu, Pos Gizi Anyelir II, Pos gizi Batu Gadang pada tahun 2022 masing-
masing hanya melakukan kegiatan selama 1 periode.
21. 21
Adapun Rangkaian Pelaksanaan Kegiatan Pos Gizi sebagai berikut :
1. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan hari 1 dan hari terakhir
2. Mengisi absensi kehadiran.
3. Praktek memasak/ Memasak secara bergiliran, dengan tujuan agar para ibu/
pengasuh balita dapat belajar cara
4. mengolah serta memasak makanan yang sehat dan bergizi serta dapat
mempraktekkannya di rumah.
5. Permainan untuk balita, dengan tujuan agar balita dapat menjadi aktif dan
belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
6. Pesan kesehatan, dengan tujuan agar para ibu/ pengasuh balita dapat berbagi
pengalaman dalam merawat anak
7. Praktek kebersihan diri, misal cuci tangan dengan sabun/ menggosok gigi/
memotong kuku.
A. Tempat Pos Gizi
Adapun Tempat Pos gizi adalah sebagai berikut :
1. Pos Gizi Nusa Indah 4 berada di rumah kader Een dekat Posyandu Nusa
Indah 4.
2. Pos Gizi Kasih Ibu berada di ibu kader Riza putri wati beralamat di Dekat
Simpang 4 Muara panas.
3. Pos gizi Batu gadang berada di rumah Ibu kader Reni di batu gadang,
4. Pos gizi anyelir II berada dirumah ibu kader Linda dikomplek rumah batu
gadang.
24. 24
B. Absensi
Absensi yang digunakan di Pos Gizi Ibu yang digunakan sudah dalam
bentuk buku yang didalamnya terdapat kolom tanda tangan yang akan
ditandatangani orang tua / pengasuh balita tiap kali datang ke Pos Gizi.
Gambar 5. Daftar hadir Pos Gizi Batu Gadang
Gambar 6. Daftar Hadir Pos Gizi Anyelir II
25. 25
Gambar 7. Daftar Hadir Pos Gizi Nusa Indah 4
Gambar 8. Daftar Hadir Pos gizi Kasih Ibu
26. 26
C. Porsi Makanan yang Dihabiskan
Menu yang digunakan (diajarkan) dalam pos gizi tersebut disusun oleh
petugas gizi Puskesmas. Adapun jumlah kalori yang tekandung antara 300-500
kkal dengan protein 5-12 gram.Salah satu hal yang menarik adalah adanya tata
tertib yang harus dipenuhi oleh para peserta, yaitu harus datang tepat waktu
dan tidak boleh membawa snack, susu dan uang jajan.
Setelah peserta pos gizi selesai makan maka akan dicatat yang nantinya
akan digunakan sebagai bahan evaluasi kenaikan berat badan balita. Selain itu
porsi makan yang dihabiskan juga dapat dijadikan sebagai evaluasi menu pos
gizi. Jika rata-rata peserta yang datang pada hari itu menghabiskan
makanannya artinya peserta pos gizi menyukai menu pada hari itu.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi rata-rata balita peserta Pos
Gizi dapat menghabiskan setengah sampai tiga per empat porsi. Adapun Menu
makanan di Pos Gizi adalah sebagai berikut :
Table 1. Menu makanan di Pos Gizi
NO NAMA POS
GIZI
SASARAN JUMLAH
BALITA
YANG
DITIMBANG
MENU YANG DISAJIKAN
1 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Sup Telur
Puyuh+Tahu+wortel
Buah pir
Pergedel Tahu + Telur
Puyuh
27. 27
2 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Sup Ayam + Wortel
Tempe goreng
Capcai Brokoli + Wortel +
Sawi
Buah Semangka
Puding Buah + Susu
3 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Lele goreng + Tempe
Mendoan
Tumis labu siam + wortel
Buah semangka
Puding Ubi Ungu
4 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Gulai kuning ikan +tahu
Tumis Brokoli + Wortel
Buah Apel Fuji
Bakwan Udang
5 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Sop Daging+ tahu
Capcai Brokoli + Wortel +
Sawi Buah Pisang
Puding Jagung
6 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Ayam Kecap + Tahu
Tumis Labu Siam + Wortel
Buah Pepaya
Pergedel Jagung + Ayam
28. 28
D. Edukasi di Pos gizi
Di pos gizi juga dilakukan penyuluhan tentang Kesehatan dengan materi
yang berbeda – beda setiap harinya. Materi yang diberikan adalah sebagai
berikut :
Pemberian Makan pada bayi dan Anak,
Imunisasi balita,
7 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Gulai Patin + Tahu
Tumis Bayam
Buah Jeruk
Donat Kentang
8 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Pergedel Kentang Isi
Daging
Tempe Mendoan
Tumis Toge
Buah Pisang
Mie Bijag goring + telur
dadar + wortel
9 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Goreng ikan tuna + Tempe
Kangkung Saus Tiram
Buah pepaya
Bubur kc. Ijo +Roti
10 Nusa Indah
4, Batu
Gadang,
Kasih Ibu
Anyelir II,
10 org/
pos Gizi
10 org/ pos
Gizi
Nasi
Pindang Ayam + Tahu
Oseng-oseng wortel +
Buncis
Buah jeruk manis
Pudding lumut
29. 29
Kesehatan Lingkungan,
Tumbuh kembang Bayi Balita,
Obat tradisional untuk balita,
gangguan perkembangan balita dan bahaya gadget pada balita
PHBS
Bahaya DBD pada Balita
Penyuluhan di Pos gizi Batu Gadang
Penyuluhan di Pos gizi Nusa Indah IV
30. 30
Penyuluhan di Pos Karya Jaya
Penyuluhan di Pos gizi Kasih Ibu
E. Dana
Pos gizi memiliki dana untuk membeli bahan makanan yang didapat dari
Dana BOK Puskesmas KTK Kota Solok. Dana BOK yang diajukan untuk
Pemberian Makanan Tambahan di Pos Gizi adalah Rp 25.000/orang/hari.
Sehingga untuk 1 Pos Gizi mendapatkan dana dari BOK sebesar Rp 2.500.000
dengan perhitungan Rp 25.000 x 10 orang x 10 hari. Totalnya 4 pos gizi x
31. 31
2.500.000,- = Rp. 10.000.000,-
F. Evaluasi Pos Gizi
1) Berat Badan dan Status Gizi
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan di Pos Gizi
dilakukan dua kali yaitu pada awal pembukaan dan akhir penutupan Pos Gizi.
TPG. Selama Pos Gizi peserta pos gizi ada yang sakit. 3 penyakit yang diderita
oleh peserta Pos Gizi yaitu batuk , pilek dan demam. Selain Penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan, selama pos gizi juga ada kegiatan
penyuluhan seputar Kesehatan selama 10 hari tersebut.materi yang diberikan
berbeda-beda setiap harinya
Gambar 9. Evaluasi Berat Badan dan Status Gizi Pos gizi Batu Gadang
Dari gambar diatas, peserta yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200
gram (sesuai Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 10
orang (100%). Sedangkan untuk perubahan status gizi di Pos Gizi Batu Gadang
32. 32
hanya 1 orang (1%) yang mengalami perubahan/peningkatan status gizi.
Gambar 10. Evaluasi Berat Badan dan Status Gizi Pos gizi Kasih Ibu
Dari gambar diatas, peserta yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200
gram (sesuai Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 7 orang
(70%). Sedangkan untuk perubahan status gizi di Pos Gizi Kasih Ibu hanya 2
orang (2%) yang mengalami perubahan/peningkatan status gizi.
Gambar 11. Evaluasi Berat Badan dan Status Gizi Pos gizi Anyelir II
33. 33
Dari gambar diatas, peserta yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200
gram (sesuai Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 4 orang
(40%) dan tidak ada yang mengalami perubahan status gizi pada balita di Pos
Gizi Anyelir II.
Gambar 11. Evaluasi Berat Badan dan Status Gizi Pos gizi Nusa Indah IV
Dari gambar diatas, peserta yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200
gram (sesuai Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 5 orang
(50%). Sedangkan untuk perubahan status gizi di Pos Gizi Kasih Ibu hanya 1
orang (1%) yang mengalami perubahan/peningkatan status gizi.
2) Perubahan Perilaku
Dengan adanya kegiatan Pos Gizi diharapkan terjadi perubahan perilaku
yang terjadi baik pada balita maupun orang tua / pengasuh balita. Namun
34. 34
perubahan perilaku yang diharapkan membutuhkan banyak waktu agar peserta,
orang tua dan pengasuh dapat benar-benar berubah perilakunya dan
menerapkan perilaku yang baik di kehidupan sehari-hari.
Perubahan perilaku yang terjadi antara lain :
a. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
b. Jika anak rewel atau tidak mau makan dirayu oleh pengasuhnya / tidak
pasrah
c. Mengkonsumsi buah
d. Kebiasaan makan pagi / sarapan
e. Orang tua mulai menjaga kebersihan anaknya
f. Mengurangi jajan dan memilih camilan yang sehat
Kegiatan mencuci tangan di Pos Gizi
G. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi (Monev) dilakukan untuk melihat tingkat
keberhasilan pos gizi. Aspek yang menjadi penilaian keberhasilan pos gizi
35. 35
antara lain berat badan balita, status gizi balita serta perubahan pola perilaku
balita dan pola asuh orang tua. Selain itu juga monev dilakukan untuk
mengumpulkan masukan dan hambatan yang dialami selama pelaksanaan pos
gizi.
Berdasarkan kegiatan monev yang dilakukan, pelaksanaan pos gizi
didapatkan hasil monitoring dan evaluasi sebagai berikut :
1. Di Pos gizi Nusa Indah 4, orang tua / pengasuh balita telah ikut berpartisipasi
seperti memasak, mencuci piring, menyapu dan bersih-bersih. Namun di
Pos Gizi Kasih Ibu partisipasi orang tua/pengasuhnya masih kurang
2. Ada beberapa orang tua / pengasuh balita yang menjadikan makanan di pos
gizi sebagai pengganti sarapan atau makan siang
3. Ada beberapa ibu / pengasuh balita yang berubah pola asuhnya setelah
mengikuti kegiatan pos gizi dan bersemangat mengikuti kegiatan Pos Gizi
4. Ada beberapa orang tua balita yang tidak datang ke pos gizi tetapi hanya
mengambil makanan saja dengan alasan balita tidur, datang ke pos gizi
telat.
H. Hambatan dan Masalah
1. Kontribusi dari orang tua / pengasuh balita masih sangat kurang
2. Dukungan dari aparat desa dan masyarakat sekitar masih kurang
3. Jika ke sawah / kondangan orang tua balita / pengasuh tidak datang ke Pos Gizi
Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan didapatkan hambatan
bahwa kontribusi orang tua / pengasuh balita masih sangat kurang. Orang tua
balita merasa berat jika harus memberikan kontribusi berupa uang, ada juga
36. 36
orang tua balita yang merasa bahwa Pos Gizi sudah mendapatkan dana dari
Puskesmas (BOK) sehingga orang tua / pengasuh balita merasa tidak perlu
memberikan kontribusi lagi. Selain orang tua balita juga merasa keberatan jika
harus membawa bahan makanan.
Masalah / hambatan ini harus dicari solusinya karena masalah ini terus
berulang-ulang setiap kali pelaksanaan Pos Gizi dan terjadi hampir di semua
Pos Gizi yang ada. Padahal seharusnya di Pos Gizi ini orang tua balita harus
ikut terlibat agar kegiatan Pos Gizi ini dapat terus berkelanjutan. Keterlibatan
orang tua dalam kegiatan Pos Gizi ini selain untuk memberikan perubahan
perilaku dalam pola pengasuhan anak. Semakin banyak orang tua / pengasuh
balita terlibat dalam kegiatan Pos Gizi diharapkan orang tua / pengasuh balita
mempunyai rasa memiliki dan membutuhkan Pos Gizi sehingga tercipta
keinginan untuk memajukan Pos Gizi agar balita di lingkungannya semakin
sehat.
37. 37
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
a. Balita yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200 gram (sesuai
Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 10 orang
(100%) di Pos Gizi Batu Gadang.
b. Perubahan status gizi di Pos Gizi Batu Gadang hanya 1 orang (1%)
yang mengalami perubahan/peningkatan status gizi.
c. Balita yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200 gram (sesuai
Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 7 orang
(70%) di Pos Gizi Kasih Ibu.
d. Perubahan status gizi di Pos Gizi Kasih Ibu hanya 2 orang (2%) yang
mengalami perubahan/peningkatan status gizi.
e. Balita yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200 gram (sesuai
Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 4 orang
(40%) di Pos Gizi Anyelir II
f. Tidak ada yang mengalami perubahan status gizi pada balita di Pos
Gizi Anyelir II.
g. Balita yang mengalami kenaikan berat badan ≥ 200 gram (sesuai
Kenaikan Berat badan Minimal) selama pos gizi sebanyak 5 orang
(50%).
h. Perubahan status gizi di Pos Gizi Kasih Ibu hanya 1 orang (1%) yang
mengalami perubahan/peningkatan status gizi.
38. 38
4.2 SARAN
1. Diharapkan Pos gizi ini dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan
2. Diharapkan pos gizi selanjutkan bersumber dana dari swadaya
masyarakat
3. Diharapkan Dukungan dari aparat desa dan masyarakat
4. Diharapkan Kontribusi dari orang tua / pengasuh balita dalam
kegiatan Pos gizi.
39. 39
DAFTAR PUSTAKA
Andarina, Dewi dan Sri Sumarmi. 2016. Hubungan Konsumsi Protein
Hewani dan Zat Besi dengan Kader Hemoglobin pada Balita Usia 13-
36 Bulan. The Indonesian Journal of Public Health, Vol.3, No.1, hlm
19–23.
Aryastami, K. 2006. Perbaikan gizi anak balita melalui pendekatan positive
deviance : sebuah uji coba di Kabupaten Cianjur. Universa Medicina,
Vol.25, No.2, hlm 67–74.
Aulia, Ni'matu. 2011. Penilaian Kebermanfaatan Program Pos Gizi di Desa
Pondok Jaya Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun
2010. Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat. FKIK UIN
Jakarta.
Ayubi, Dian, Nurdianaturrahma Budi Rahayu, dan Yulianti. 2013.
Penerapan Pendekatan Positive Deviance dalam Menanggulangi
Masalah Malnutrisi pada Balita Melalui Program Pos Gizi. Jurnal
IKESMA, Vol.9, No.1, hlm 18-26.
Ayuningtyas, Dumilah. 2014. Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Praktik.
Jakarta: Rajawali Pers.
Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2014. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Bina Gizi dan KIA Kemenkes. 2013. CFC Penatalaksanaan Gizi Buruk di
Mayarakat. Tersedia http://www.gizikia.depkes.go.id/cfc-
penatalaksanaan- gizi-buruk-di-masyarakat/?print=pdf (akses 14
Desember 2015).
Buletin Positive Deviance. 2016. Pendekatan Pemecahan Masalah
Masyarakat Berbasis Masyarakat (A Community Based Approach to
Solving Community Problems). Bulletin Positive Devince, Vol.2,
No.5, hlm 1–12.
Buletin Positive Deviance. 2014. Pendekatan Pemecahan Masalah
Masyarakat Berbasis Masyarakat (A Community Based Approach to
Solving Community Problems). Bulletin Positive Devince, Vol.1,
No.3, hlm 1–10.
CORE (Child Survival Collaboration and Resources Group, Nutrition
Working Group). 2013. Positive Deviance & Heart: Suatu
Pendekatan Perubahan Perilaku & Pos Gizi: Buku Panduan
Pemulihan yang Berkesinambungan Bagi Anak Malnutrisi.
Diterjemahkan oleh PCI (Project Concern Internasional)-Indonesia
Dahlia, Siti. 2012. Pengaruh Pendekatan Positive Deviance Terhadap
Peningkatan Status Gizi Balita (The Effect of Positive Deviance
Approach Toward the Improvement of Nutrition Status of Children
Under Five Years). Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 2, No.1,
hlm 1–5.
Ferawati. 2014. Faktor Resiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada
Balita (>2-5 TAHUN) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur
Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012. Repository Universitas
Andalas. Tersedia http://repository.unand.ac.id/20593/ (akses 14
40. 40
Desember 2015).
Handayani, Okti Woro Kasmini, dan Galuh Nita Prameswari. 2012. Daerah
Positive Deviance Sebagai Rekomendasi Model Perbaikan Gizi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.7, No.2, hlm 102–109.
doi:10.15294/kemas.v7i2.2804
Kemenkes RI. 2013a. RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS) dalam
AngkaTahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Rahim, Fitria Kurnia. 2014. Faktor Risiko Underweight Balita Umur 7-59
Bulan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.9, No.2, hlm 115–121.
doi:10.15294/kemas.v9i2.2838
.Rustam. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) (Studi Kasus di Puskesmas
Konda Kabupaten Konawe Selatan). (Tesis). Fakulatas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Program
agister Ilmu Kesejahteraan Sosial Peminatan Perencanaan dan Evaluasi
Pembangunan Depok, Depok.
Salam, dkk. 2015. Pengaruh Kelas Gizi Berbasis Positive Deviance
terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Balita
di Bawah Garis Merah (BGM) di Desa Mantang Kecamatan
Batukliang Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Kesehatan Prima,
Vol. 9, No. 1, hlm 1412-1418.
.