Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Yankes Tradisional Terganjal Peraturan Pemerintah
1. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022
Daftar Isi
Tajuk Utama
- Potensi dan Tantangan Penyehat
Tradisional 2
- Klusterisasi Penyehat Tradisional
Disoal 3
- PP tentang Praktisi Kesehatan
Tradisional Dinilai Abaikan
Pengobatan Alternatif 4
Advokasi
- Nagori Panombean Susun Perdes
Peletarian Lingkungan 5
Pertanian
- Inovasi Pertanian Padi Menghadapi
Perubahan Iklim 6
Kesehatan Alternatif
- Daun Jelatang “Si Pembakar”
yang Berkhasiat 7
Profil
- Sugimin: Pengetahuan dan
Keterampilan Agar Bermanfaat
Bagi Masyarakat 8
1
Edisi 47 / Nopember 2021-Januari 2022
Untuk Kalangan Terbatas
bitranet
newsletter
Indonesia memiliki potensi pelayanan kesehatan tradisional yang
sangat kaya, baik berupa penerapis dan ramuan herbal. Potensi pelayanan
kesehatan tradisional tersebut berkembang seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan. Berdasarkan survey yang dilakukan sekitar 50 persen
masyarakat masih mengandalkan pelayanan kesehatan tradisional dan
merasakannya manfaatnya. Namun, keberadaan penyehat tradisional belum
mendapat perhatian, perlindungan, pembinaan, dan pengembangan dari
pemerintah.
Tahun 2014 lalu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 103 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Namun, regulasi
itu justru menyulitkan penyehat tradisional. Banyak penyehat tradisional
yang saat ini tidak bisa memperpanjang izin setelah berlakunya PP No
103/2014. Persoalan utama yang mereka hadapi, penyehat tradisional harus
mendapat surat rekomendasi dari organisasi profesi yang berskala nasional.
Masalah lainnya adalah klusterisasi pelayanan kesehatan tradisional
dalamtigakategoriyangdinilaidiskriminatif,membatasipeluangpartisipasi,
dan tidak memberikan ruang pengambangan. Kategori itu ialah penyehat
tradisional empiris, komplementer, dan integrasi.
Penyehat tradisional yang mengikuti pelatihan selama berbulan-bulan
dan berpengalaman selama bertahun-tahun pun dimasukkan dalam kategori
yang sama dengan penyehat tradisional yang mendapatkan kemampuan
secara turun-temurun atau sering disebut dukun. Mereka dikelompokkan
dalam penyehat tradisional empiris. Sementara kelompok komplementer
adalah yang mengikuti pendidikan minimal diploma 3 dan integrasi adalah
yang menggabungkan keduanya.
Padahal siapapun dapat melihat secara langsung di beberapa daerah
dan pedesaan, masyarakat memilih tidak ke puskesmas karena sikap nakes,
jarak yang jauh dan butuh biaya transportasi yang mahal meskipun biaya
berobat gratis. Seharusnya pelayanan kesehatan tradisional yang masih
menjadi tulang punggung sistem kesehatan, khususnya di daerah-daerah
dan pedesaan.
SebabbanyakketentuandalamPPNo103/2014belumbisadilaksanakan
secara operasional karena hingga kini belum ada peraturan turunannya,
yakni peraturan daerah di tingkat provinsi ataupun kabupaten. Untuk
mendapat sertifikat dan berbagai izin, misalnya, sampai sekarang belum
diatur lebih jelas di level provinsi dan kabupaten. (red)
Yankes Tradisional Terganjal Peraturan Pemerintah
HIV/AIDS Jauhi Penyakitnya,
Bukan Orangnya
Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022
2. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022
2
Tajuk Utama
Jurnalis BITRANET dalam melaksanakan
tugasnya tidak dibenarkan menerima
amplop atau imbalan apapun. Bagi
masyarakat yang melihat dan dirugikan,
silakan menghubungi redaksi dan
menggunakan hak jawabnya.
Potensi dan Tantangan Penyehat Tradisional
Pengobatan tradisional mem-
berikan manfaat dalam meningka-
tkan kesehatan dan kesejahteraan
keluarga seperti penyediaan ta-
naman obat, penyehat tradisional
pijat, dan lain-lain. Potensi besar
yang dimiliki pengobatan tradi-
sional dapat dilakukan sendiri
oleh masyarakat selain itu mudah
diperoleh dan relatif lebih murah
dari pada obat modern.
Saat ini pelayanan keseha-
tan tradisional semakin diminati
masyarakat dan menjadi salah satu
pilihan dalam menyelesaikan ma-
salahnya. Namun, pengembangan
penyehatan atau pengobatan tra-
disional menghadapi tantangan,
mulai dari kualitas dan kuantitas
bahan baku yang menurun, sulit-
nya mendapat izin praktik, dan
izin edar. Pengobatan tradisional
pun terancam ditinggalkan karena
minimnya riset.
“Kendala paling dominan yang
dihadapi para penyehat tradisio-
nal adalah sulitnya mengurus izin
praktik penyehat tradisional dan
izin edar obat tradisional,” kata Ke-
tua P-APASU Muhammad Yusuf Ha-
rahap dalam semintar yang digelar
di Sibolangit medio 2020 lalu.
Yusuf mengatakan, untuk mem-
buka praktik, penyehat tradisional
harus mempunyai surat terdaf-
tar penyehat tradisional (STPT)
yang dikeluarkan dinas kesehatan
atau pelayanan terpadu satu pin-
tu di kabupaten/kota yang berlaku
selama dua tahun. Selain itu, ra-
muan yang mereka buat juga masih
banyak yang belum mendapat izin
edar.
Selain perizinan, kata Yusuf,
kesulitan lain yang mereka hadapi
adalah semakin sedikitnya bahan
baku membuat ramuan.
“Berkurangnya pasokan bahan
baku ramuan ini antara lain
disebabkan banyaknya hutan yang
hilang. Padahal, peramu obat tradi-
sional itu banyak di desa penyangga
hutan. Kini, hutannya hilang, tana-
man obatnya pun ikut hilang,” kata
Yusuf.
Yusuf mencontohkan, tanaman
kumis kucing yang beberapa puluh
tahun lalu banyak tumbuh di peka-
rangan desa atau di pinggir hutan.
Kini, tanaman yang biasa diramu
untuk pengobatan gangguan ginjal
itu sudah sulit ditemukan. Kalaupun
ada, khasiatnya kemungkinan besar
sudah berkurang karena terkonta-
minasi polusi udara.
Tanaman lainnya yang
mengalami penurunan kualitas ada-
lah akar lalang. Tanaman ini banyak
digunakan dalam berbagai jenis ra-
muan tradisional. “Namun, khasiat-
nya kini berkurang karena sebagian
besar lalang terkontaminasi residu
pestisida di tanah,” kata Yusuf.
Menurut, anggota Sentra
Pengembangan dan Penerapan
Pengobatan Tradisional Dinas Ke-
sehatan Sumut Sri Agustina Sembi-
ring, masyarakat Indonesia sangat
lekat dengan pengobatan tradisio-
nal. Obat tradisional adalah warisan
dari leluhur. “Berdasarkan Riset Ke-
sehatan Dasar 2010, sebanyak 59,1
persen masyarakat pernah minum
jamu dan 95,6 persen di antaranya
merasakan manfaatnya,”.
Akan tetapi, kata Sri, berbagai
regulasi terus dibuat pemerintah
untuk pengawasan dan pembinaan
penyehat tradisional. Pembinaan
dilakukan untuk mengembangkan
layanan penyehatan tradisional. Di
sisi lain pemerintah juga harus me-
lindungi konsumen dari malpraktik
yang cukup sering terjadi dengan
mengatasnamakan pengobatan tra-
disional. (hf)
Penerbit: Yayasan BITRA
Indonesia Medan
Pimpinan Umum: Rusdiana
Pimpinan Redaksi: M. Ikhsan
Dewan Redaksi: Iswan Kaputra,
Aprianta. T. Reporter: Erika
Rosmawati, Berliana, Hawari, Q.
Azam, Misdi, Sudarmanto.
Fotografer: Anto Ungsi, Icen
Manajemen Pelaksana: H. Fachri
Sirkulasi: Ade, Budi.
Redaksi: Jl. Bahagia By Pass
No. 11/35 Medan - 20218
Telepon: 061-787 6408
Email: newsletterbitranet@
yahoo.com
3. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022 3
Klusterisasi penyehat tradisio-
nal dan aturan terkait pengajuan izin
dalam Peraturan Pemerintah Nomor
103 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional disoal. Aturan
dinilai tidak memberi ruang bagi
penyehat terlatih dan membuat
banyak penyehat tradisional seperti
pijat, akupunktur, akupresur, bekam,
dan ramuan jamu tradisional terpu-
ruk setelah terbitnya peraturan itu.
”PP No 103/2014 hanya menon-
jolkan pengawasan dan perizinan,
sangat minim unsur pembinaan
dan pengembangan. Banyak prak-
tisi penyehat tradisional tidak bisa
memperpanjang izin setelah terbit-
nya aturan itu,” kata Wakil Direktur
Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan
(Bitra) Iswan Kaputra dalam seminar
di Medan, Selasa (21/12/2021).
Seminar nasional bertajuk
”Peluang dan Tantangan PP No
103/2014 terhadap Eksistensi Prak-
tisi dan Organisasi Penyehat Tradi-
sional” itu dihadiri pengajar Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universi-
tas Medan Area Rustam Ependi, Ke-
tua Perkumpulan Asosiasi Penyehat
Alternatif Sumut (P-Apasu) M Yusuf
Harahap, dan para praktisi penyehat
tradisional di Sumut.
Pembicara lain tersambung me-
lalui sambungan konferensi video,
yakni Ketua Gabungan Pengusaha
Jamu Indonesia Ranny Zarman, Kepa-
la Bidang Pendidikan dan Pelayanan
Kesehatan Tradisional CD Bethesda
Yogyakarta Eko Rusmiyati, serta Di-
rektur Pelayanan Kesehatan Tradi-
sional Kementerian Kesehatan Wira-
brata.
Iswan menjelaskan, lebih dari 50
persen masyarakat Indonesia masih
mengandalkan layanan kesehatan
tradisional dan merasakan manfaat-
nya.
Rustam, yang melakukan kajian
terhadap PP No 103/2014, menyebut
ada dua hal sangat mendasar yang
perlu direvisi dari PP itu. Pertama,
klusterisasi layanan kesehatan tradi-
sional yang hanya meliputi tiga klus-
ter, yakni empiris, komplementer,
dan terintegrasi.
Tiga kluster itu, menurut Rus-
tam, tidak mengakomodasi penyehat
tradisional terlatih yang mengikuti
pelatihan selama berbulan-bulan,
bersertifikasi, dan pengalaman ber-
tahun-tahun. Penyehat ini mengikuti
latihan pijat, akupunktur, akupresur,
bekam, meramu jamu, atau kemam-
puan lain dan terbukti manfaatnya
secara empiris.
Namun, PP No 103/2014 mema-
sukkan penyehat tradisional terlatih
dalam satu kluster dengan penyehat
tradisional turun-temurun atau se-
ring disebut dukun. Pihaknya mendo-
rong supaya ada satu kelompok lagi,
yakni penyehat tradisional empiris
terlatih.
Sementara penyehat tradisional
komplementer adalah layanan ke-
sehatan tradisional yang manfaat dan
keamanannya terbukti secara ilmiah.
Tenaga kesehatannya mendapat ilmu
kesehatan tradisional dari perguruan
tinggi paling rendah diploma.
Adapun kelompok ketiga adalah
terintegrasi, yakni paduan antara em-
piris dan komplementer.
Substansi kedua yang perlu di-
revisi adalah perihal perizinan yang
harus mendapat rekomendasi dari
organisasi profesi berskala nasional.
SebelumPPNo103/2014diterbitkan,
rekomendasi bisa didapat dari P-Apa-
su yang memang sudah sejak 1989
menjadi wadah bagi penyehat tradi-
sional di Sumut.
”Sudah lebih dari 800 penyehat
tradisional dilatih dan dibina di
P-Apasu dengan pendampingan Bitra.
P-Apasu juga sudah puluhan tahun
menjadi mitra Kementerian Keseha-
tan setiap ada kegiatan penyehatan
tradisional. Namun, saat ini rekomen-
dasi dari P-Apasu tidak diakui lagi ka-
rena hanya lokal di Sumut,” kata Rus-
tam.
Salah satu yang merasakan
dampak cukup signifikan dari PP
103/2014 adalah penyehat tradisio-
nal akupunktur. ”Setelah PP itu terbit,
banyak akupunkturis tidak bisa ber-
praktik, perkembangan pelayanannya
sangat kurang, dan banyak yang me-
lakukan secara diam-diam,” kata Eko.
Di Yogyakarta, kata Eko, akupunk-
tur berkembang pesat sebelum PP No
103/2014 disahkan. Masyarakat pun
merasakan manfaat dari layanan ke-
sehatan tradisional dari akupunktu-
ris yang telah mendapat sertifikasi.
Namun, saat ini layanan itu tidak bisa
dilaksanakan karena tindakan invasif
dengan jarum wajib dilakukan tenaga
kesehatan tradisional paling rendah
berpendidikan diploma.
Untuk mendapat gelar diploma
di bidang akupunktur, kata Eko, me-
reka harus membayar uang kuliah Rp
5,4 juta per semester selama empat
semester. ”Dengan PP No 103/2014,
kami seolah-olah ingin dimusnahkan.
Semua sertifikasi yang sudah didapat
tidak berlaku lagi,” kata Eko.
Ranny mengatakan, persoalan
serupa dialami penyehat tradisional
di bidang jamu dan obat tradisio-
nal. Berdasarkan PP No 103/2014,
penyehat tradisional hanya dapat
memberikan obat tradisional dari
industri jamu atau obat yang sudah
memiliki nomor izin edar. Akhirnya,
banyak peracik jamu yang hanya
membeli izin edar dari industri jamu.
Ada juga yang membuka kemasan
yang punya izin edar dan mema-
sukkan atau mencampur racikan
sendiri ke kemasan itu. ”Pemerintah
seharusnya mendorong bagaimana
penyehat tradisional bisa mendirikan
fasilitas bersama untuk memproduk-
si obat tradisional,” kata Ranny.
Direktur Pelayanan Kesehatan
Tradisional Kementerian Kesehatan
Wirabrata tidak memberikan tang-
gapan secara langsung tentang do-
rongan revisi PP itu. Ia menyebut,
masyarakat diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mengemban-
gkan, meningkatkan, dan menggu-
nakan layanan kesehatan tradisional.
”Pemerintah mengatur dan
mengawasi pelayanan kesehatan
tradisional dengan didasarkan pada
keamanan, kepentingan, dan perlin-
dungan. (hf)
Sumber: Klusterisasi Penyehat Tradi-
sional Disoal - Kompas.id
Klusterisasi Penyehat Tradisional Disoal
Tajuk Utama
4. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022
4
Tajuk Utama
Sebagian masyarakat yang tinggal
di perdesaan masih memanfaatkan
pengobatan alternatif ketimbang be-
robat ke dokter. Problemnya, saat ini
keberdaanpenyehattradisionalbelum
mendapat perhatian, perlindungan,
pembinaan, dan pengembangan dari
pemerintah.
Presiden Joko Widodo telah mene-
tapkan Peraturan Pemerintah Nomor
103 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional pada 3 Desem-
ber 2014. Namun, peraturan tersebut
justru menyulitkan penyehat atau
praktisi kesehatan tradisional. Dosen
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli-
tik (FISIP) Universitas Medan Area,
Rustam Ependi mengatakan, saat ini,
banyak praktisi kesehatan tradisional
yang tidak bisa memperpanjang izin
praktik setelah ketentuan itu berlaku.
“Sebab mereka harus mendapat
surat rekomendasi dari organisasi
profesi berskala nasional dahulu,”
kata Rustam saat dihubungi dari Kota
Malang pada Kamis, 7 Oktober 2021.
Rustam mengkaji Peraturan Pemerin-
tah Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional ber-
sama Yayasan Bina Keterampilan Pe-
desaan Indonesia atau Yayasan BITRA
Indonesia.
Rustam menambahkan, Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014
itu juga mengelompokkan pelayanan
kesehatan tradisional dalam tiga ka-
tegori, yaitu pelayanan kesehatan tra-
disional empiris, komplementer, dan
integrasi. Dalam kelompok penyehat
tradisional empiris, orang yang
mengikuti pelatihan berbulan-bulan
maupun sudah berpengalaman jus-
tru sama dengan penyehat tradisional
yang memperoleh kemampuan secara
turun-temurun, yang populer disebut
dukun
Penyehat tradisional dalam klas-
ter komplementer harus berpendi-
dikan minimal diploma III. Sedangkan
kelompok integrasi merupakan ga-
bungan kelompok empiris dan kom-
plementer. Menurut Rustam, pola
klaster semacam itu memang terlihat
terstruktur dan terukur (sistematis)
dari strategi mikro pelayanan keseha-
tan tradisional. Namun, pola klaster
itu kontradiktif dengan asas keadilan,
nondiskriminasi, dan menghambat
peluang partisipasi penyehat tradisio-
nal secara luas.
Dalam konteks tersebut, penyehat
tradisional empiris yang menjadi kor-
ban pertama. Mereka tak bisa berpar-
tisipasi dalam pelayanan kesehatan
komplementer dan integrasi. Padahal,
fakta empiris para penyehat tradisio-
nal mempunyai kemampuan dan ke-
terampilan yang relatif sama dengan
praktisi kesehatan yang masuk dua
klaster lain.
Pengelompokan dan kewajiban
mendapatkan rekomendasi Surat Ter-
daftar Penyehat Tradisional (SPTP)
dari organisasi berskala nasional, me-
nurut Rustam, menunjukkan regulasi
yang diskriminatif, mengabaikan kea-
rifan lokal, melemahkan organisasi
tingkat lokal, menghambat pengem-
bangan sumber daya manusia, dan
penyerapan ekonomi yang terpusat.
Klaterisasi ini diskriminatif, mem-
batasi peluang partisipasi, dan tidak
memberi ruang pengembangan,” kata
Rustam yang juga pengusaha jamu.
“Sedangkan kewajiban mendapatkan
STPT dari organisasi berskala nasio-
nal juga makin meneguhkan sifat or-
ganisasi profesi yang sentralistik.”
Sebab itu, Rustam menyarankan
pemerintah pusat merevisi peraturan
tersebut agar terhindar dari pelang-
garan atas asas keadilan, nondiskrimi-
nasi, perikemanusiaan, dan asas lain
yang termaktub dalam ketentuan tadi.
Rustam memberikan lima saran kepa-
da pemerintah untuk mengakomodasi
kebutuhan para penyehat tradisional.
Pertama, pemerintah mendata
potensi kuantitas dan kualitas kete-
rampilan penyehat tradisional. Kedua,
pemerintah membuka ruang dialog
untuk mendapatkan simpul-simpul
kebenaran praktis dan solusi bagi
para praktisi kesehatan tradisional
dan pemerintah. Ketiga, pemerintah
memetakan masalah untuk menum-
buhkembangkan penyehat tradisional
empiris.
Keempat, pemerintah memak-
simalkan fungsi pemberdayaan dan
pembinaan secara khusus kepada
para penyehat tradisional empiris
PP tentang Praktisi Kesehatan Tradisional Dinilai Abaikan Pengobatan Alternatif
agar mereka “naik kelas” menjadi
pelayan kesehatan tradisional kom-
plementer. Kelima, pemerintah meru-
muskan kebijakan berbasis fakta dan
akomodatif terhadap eksistensi para
penyehat tradisional.
Penjelasan Rustam selaras dengan
harapan Irianto Sipayung, penyehat
tradisional dari Desa Tanjung Harap,
Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Ser-
dang Bedagai, Sumatera Utara. Irianto
sudah mempunyai STPT dari dinas
kesehatan setempat setelah mendapat
rekomendasi dari P-Apusu. Namun,
sejak 2017 dia tak lagi bisa memper-
panjang maupun memperbarui STPT
karena berdasarkan peraturan tadi,
P-Apusu bukan lagi organisasi profesi
berskala nasional. Padahal, selama ini
P-Apusu yang membina Irianto sehin-
gga terampil memijat dan membuat
ramuan tradisional.
Profesor Heru Santoso dari Fakul-
tas Kesehatan Masyarakat Univer-
sitas Sumatera Utara menyatakan,
pelayanan kesehatan tradisional ma-
sih menjadi tulang punggung sistem
kesehatan di perdesaan. Dia berha-
rap pemerintah membangun dan
mengembangkan layanan kesehatan
tradisional ke hulu. “Supaya pendu-
duk desa tidak perlu jauh-jauh ke
puskesmas dan mengeluarkan ongkos
transportasi yang tak sedikit, meski
di puskesmas berobatnya gratis,” ka-
tanya. “Itu sebabnya sebagian besar
penduduk desa memilih berobat ke
penyehat tradisional.”
Satu lagi persoalan dalam Pera-
turan Pemerintah Nomor 103 Tahun
2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional, menurut Heru, belum bisa
terlaksana karena sampai sekarang
belum ada peraturan turunan, berupa
peraturan daerah di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota. Akibatnya, tidak
jelas siapa lembaga yang berwenang
mengurus sertifikasi dan pelbagai
izin bagi para penyehat tradisional ini,
apakah pemerintah provinsi atau pe-
merintah kabupaten/kota? (hf)
Sumber: https://nasional.tempo.co/
read/1515065/pp-tentang-praktisi
-kesehatan-tradisional-dinilai-abaikan
-pengobatan-alternatif/full&view=ok
5. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022 5
Untuk melindungi wilayah de-
sanya dari perusakan lingkungan
dan agar desa tetap lestari meski-
pun pembangunan di desa terus
tumbuh, desa didorong untuk
membuat peraturan desa tentang
pelestarian lingkungan hidup se-
suai kearifan lokal masing-masing
desa. Begitu juga dengan Peme-
rintah Desa/ Nagori Panombean
Kecamatan Panombean Panei
Kabupaten Simalungun yang men-
dapatkan program pendampingan
penyusunan Peraturan Desa ten-
tang Pelestarian Lingkungan oleh
Yayasan BITRA Indonesia
Pendampingan penyusunan
Perdes Pelestarian Lingkungan di
Nagori Panombean dilakukan Pada
hari Jumat (18/2) pagi, pelaksa-
naan pendampingan ini sudah yang
ke 3 kalinya dari jadwal 7 kali per-
temuan. Dalam penyusunan Peratu-
ran Desa, salah satu tahapan yang
dilalui yaitu dengan menggunakan
pohon masalah untuk menemu ke-
nali akar masalah dan solusi , per-
temuan ini melibatkan perwakilan
seluruh unsur masyarakat di desa
(Perangkat Desa, Unsur BPD, Unsur
Perempuan, dan Tokoh Masyarakat
dan Agama).
Potensi desa dan kekayaan kea-
nekaragaman budaya dan hayati
yang ada di desa tersebut dilakukan
inventarisasi termasuk juga per-
masalahan mengenai lingkungan
didata seperti masalah membuang
bekas popok bayi kealiran air, pe-
nangkapan ikan dengan strum
dan racun, pembuangan sampah
sembarangan, penambangan liar
dan beberapa masalah lingkungan
lainnya.
Nagori Panombean Susun Perdes Peletarian Lingkungan
Melalui forum permusyawara-
tan nagori, selanjutnya disepaka-
ti tindakan pencegahan dan juga
sanksi yang akan dikenakan kepa-
da oknum yang melanggar Perdes
tersebut. Peserta dibentuk dalam
beberapa kelompok untuk mengi-
dentifikasi kondisi desa, melipu-
ti Kawasan Perumahan dan Per-
mukiman, Kawasan Lahan Tegalan/
Tanah Kering/Hutan, Kawasan
Lahan Persawahan, Kawasan Jalan
dan Kawasan Aliran Sungai/Aliran
Irigasi. Dengan semakin banyaknya
Perdes yang disusun dan diterapkan
diharapkan tindakan perusakan
lingkungan bisa lebih ditekan kare-
na masyarakat desa sudah memiliki
dasar hukum dalam mengambil tin-
dakan kepada oknum yang melang-
gar aturan yang ada di wilayah de-
sanya. (hf)
Advokasi
6. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022
6
Pertanian
Penyediaan pangan bagi pen-
duduk Indonesia yang semakin
bertambah memerlukan upaya
nyata peningkatan produksi padi.
Kebutuhan beras terus meningkat
setiap tahun seiring dengan pe-
ningkatan penduduk. Namun per-
soalannya, budidaya padi dewasa
ini dihadapkan pada perubahan
iklim global yang jika tidak stabili-
tas perberasan nasional akan ter-
ganggu. Perubahan iklim global
telah membawa dampak nyata pada
sektor pertanian dalam bentuk per-
geseran musim. Dampak dari peru-
bahan Iklim adalah meningkatnya
kejadian iklim ekstrim, berubahnya
pola hujan, bergesernya awal mu-
sim, banjir, kekeringan, dan naiknya
permukaan air laut. Perubahan itu
otomatis merubah pola tanam padi
di Indonesia dan memicu peruba-
han pola hidup OPT (organisme
penganggu tanaman) yang dapat
menyebabkan ledakan hama penya-
kit tanaman padi.
Fenomena ini berdampak lang-
sung pada meningkatnya tekanan
abiotik dan biotik bagi lahan per-
tanian. Tekanan abiotik seperti me-
ningkatnya areal lahan marginal
(kekeringan, kemasaman, kahat
pupuk utamanya nitrogen), sedang-
kan tekanan biotik seperti ledakan
hama dan penyakit karena iklim
yang tidak menentu atau muncul-
nya hama atau penyakit yang se-
belumnya bukan utama menjadi
utama dan sebaliknya yang dise-
babkan oleh perubahan iklim baik
makro maupun mikro (Muhammad
A, dkk, 2013).
Guna mengantisipasi dan meng-
hadapi perubahan iklim, karenanya,
inovasi teknologi padi yang telah di-
siapkan adalah varietas padi toleran
terhadap cekaman abiotik seperti
rendaman (banjir), kekeringan, dan
salinitas. Varietas padi yang beru-
mur genjah dan tahan terhadap
hama dan penyakit juga tersedia di
samping inovasi teknologi budidaya
dan pengendalian hama dan penya-
kit terpadu.
Metode pengairan basah dan
kering juga dikenal dengan sis-
tem pengairan berselang, dimana
dalam kondisi tertentu tanaman
dalam kondisi macak-macak dan
pada periode tertentu dalam kon-
disi tergenang. Pengairan berselang
atau disebut juga intermitten
adalah pengaturan kondisi lahan
dalam kondisi kering dan terge-
nang secara bergantian. Pengairan
berselang memberi kesempatan
kepada akar untuk berkembang
lebih baik, pengairan berselang
mengurangi kerebahan, mengaktif-
kan jasad renik mikroba yang ber-
manfaat, mengurangi kerebahan,
mengurangi jumlah anakan yang ti-
dak produktif (tidak menghasilkan
malai dan gabah), menyeragamkan
pemasakan gabah dan memperce-
pat waktu panen, memudahkan
pembenaman pupuk ke dalam ta-
nah (lapisan olah), memudahkan
pengendalian hama keong mas,
mengurangi penyebaran hama we-
reng coklat dan penggerek batang,
mengurangi kerusakan tanaman
padi karena hama tikus (Puslit-
bangtan, 2011).
Cara pengairan berselang: (1)
Tanam bibit dalam kondisi sawah
macakmacak; (2) Secara berangsur
tanah diairi 2-5 cm sampai tanaman
berumur 10 hari; (3) Biarkan sawah
mengering sendiri, tanpa diairi
(biasanya 5-6 hari); (4) Setelah per-
mukaan tanah retak selama 1 hari,
sawah kembali diairi setinggi 5 cm;
(5) Biarkan sawah mengering sen-
diri, tanpa diairi (5-6 hari) lalu diairi
setinggi 5 cm. Pengairan berselang
memerlukan pengaturan kapan
lahan digenangi dan dikeringkan.
Ulangi hal di atas sampai tanaman
masuk stadia pembungaan. Sejak
fase keluar bunga sampai 10 hari
sebelum panen, lahan terus diairi
setinggi 5 cm, kemudian lahan di-
keringkan. Sepuluh hari sebelum
panen lahan dikeringkan. (hf)
Inovasi Pertanian Padi Menghadapi Perubahan Iklim
7. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022 7
Kesehatan Alternatif
Sejak dahulu, daun jelatang
yang memiliki tekstur tajam di si-
sinya ini dipercaya mampu men-
gobati berbagai kondisi. Nama il-
miahnya, Urtica dioica, berasal dari
bahasa latin uro yang berarti “mem-
bakar”. Sebab, daun jelatang dapat
memberikan sensasi panas saat
menyentuh kulit sehingga menye-
babkan gatal, kemerahan, serta
pembengkakan.
Namun, jangan salah sangka
dulu, meskipun daun jelatang me-
miliki deskripsi yang cukup menge-
rihkan, tapi nyatanya daun ini aman
untuk dikonsumsi saat sudah dima-
sak, dibekukan, dikeringkan, atau
dijadikan suplemen. Berikut adalah
manfaat daun jelatang untuk ke-
sehatan yang bisa Anda dapatkan.
1. Bernutrisi tinggi
Daun Jelatang mengandung Vita-
min (A, C, K, dan B), Mineral (kal-
sium, zat besi, magnesium, fos-
for, kalium, dan natrium), Lemak
baik (asam linoleat, asam linole-
nat, asam palmitat, asam stearat,
dan asam oleat), Asam amino
esensial, Polifenol (kaempferol,
quercetin, asam caffeic, couma-
rin, dan flavonoid lainnya), Pig-
men (beta karoten, lutein, luteo-
xanthin dan karotenoid lainnya),
dan Meningkatkan kadar antiok-
sidan dalam darah.
6. Mengurangi perdarahan
Menurut studi, obat-obatan yang
mengandung ekstrak daun jela-
tang terbukti bisa mengurangi
perdarahan, terutama setelah
prosedur operasi.
7. Bersifat diuretik (meredakan da-
rah tinggi)
Daun jelatang dianggap bisa ber-
tindak sebagai diuretik alami
sehingga membantu tubuh men-
geluarkan garam dan air ber-
lebih. Hasilnya, tekanan darah
tinggi dapat diatasi untuk semen-
tara waktu.
Efek samping daun jelatang
Meskipun manfaat daun jela-
tang di atas cukup menggiurkan,
waspadai juga efek samping yang
bisa ditimbulkannya antara lain
masalah pencernaan, tubuh berke-
ringat, munculnya ruam di kulit,
dan masalah pada kandung kemih.
Dalam beberapa kasus yang
langka, daun jelatang juga bisa
menyebabkan alergi. Anak-anak
dan wanita hamil disarankan un-
tuk tidak mencoba daun jelatang
karena daun ini bisa menimbulkan
kontraksi rahim dan menyebabkan
keguguran pada ibu hamil.
(Dari berbagai sumber)
Daun Jelatang “Si Pembakar” yang Berkhasiat
2. Mengatasi radang sendi (arthri-
tis)
Menurut Arthritis Foundation,
daun jelatang dapat mengurangi
peradangan sehingga nyeri os-
teoarthritis dapat diatasi.Selain
itu, daun jelatang juga memiliki
beberapa bahan kimia yang ber-
sifat antiradang dan mampu me-
redakan rasa nyeri.
3. Meredakan gejala pembesaran
prostat
Studi pada manusia membuk-
tikan kalau ekstrak daun jelatang
dapat mengatasi masalah buang
air kecil, baik jangka pendek
maupun panjang.
4. Mengatasi rhinitis alergi
Rhinitis alergi terjadi saat lapisan
hidung mengalami peradangan.
Daun jelatang dianggap sebagai
salah satu pengobatan alami rhi-
nitis alergi yang menjanjikan.
5. Berpotensi mengontrol gula da-
rah
Daun jelatang mengandung kom-
ponen yang bisa menyerupai
obat-obatan insulin, Dalam se-
buah studi berdurasi 3 bulan, 46
partisipan diminta mengonsumsi
500 miligram ekstrak daun je-
latang sebanyak tiga kali dalam
sehari. Hasilnya, kadar gula da-
rah mereka menurun.
8. Edisi 47: Nopember 2021 - Januari 2022
Sugimin: Pengetahuan dan Keterampilan Agar Bermanfaat Bagi Masyarakat
Profil
Kepeduliannya membangun desa
dengan mendorong gotong royong dan
menumbuhkan keswadayaan warga
sudah tidak lagi diragukan. Tepat tiga
tahun yang lalu warga memilih dan
memastikan Sugimin menjadi anggota
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Teluk Kecamatan Secanggang,
Langkat.
Sugimin, pria kelahiran Lubuk
Rotan, 43 tahun lalu yang kini
menjabat sebagai kepala bidang
pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa melaksanakan
amanah warga padanya. Melakukan
fungsi pemerintahan dengan turut
membahas serta menyepakati
berbagai kebijakan yang berasal
dari warga pada penyelenggaraan
pemerintahan desa dalam upaya
meningkatkan kinerja kelembagaan
di desa, memperkuat kebersamaan
serta meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Menampung aspirasi dari warga
sangat lazim dia lakukan, bahkan
dengan mendatangi satu persatu-
persatu kumpulan kelompok warga
baru dengan mengikuti pelatihan Pijat
Akupresur yang digelar dan difasilitasi
oleh Yayasan BITRA Indonesia di Desa
Teluk, “tapi tidak semudah membalikan
telapak tangan, pertama kali praktek,
banyak salah pijit, yang seharusnya titik
refleksi untuk lambung malah ke pijit
titik yang lain” ucap Sugimin sambil
tersenyum.
Latihan praktik pada tubuh sendiri
bahkan pada istri yang bertujuan untuk
menguji apakah hasil pijatannya tepat,
enak atau pijatannya terlalu kuat atau
kurang kuat rutin Sugimin lakukan.
Kini setelah beberapa kali mengikuti
pertemuan pemijat dan latihan sendiri
Sugimin mengakui merasa lebih
memahami titik-titik dalam akupresur
dan ramuan herbal yang gunakan
untuk menjaga kesehatan diri, keluarga
dan pengguna jasa yang datang
kepadanya.
“Sekarang gak menduga-duga
lagi, waktu menerapi sudah tahu titik-
titiknya, kalau masalanya dilambung
yang dipijit meridian lambung, bukan
yang penting enak pijitannya namun
tidak berefek pada pemulihan” jelas
Sugimin.
Sugimin tidak pernah meminta
atau mematok tarif dari orang-orang
yang menggunakan jasa terapinya,
menurut Sugimin saat orang lain
sehat dan pulih kembali menjadi suatu
kepuasan tersendiri baginya.
“Harapan ku, semua pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan yang
aku miliki saat ini bermanfaat bagi
orang-orang disekitar ku, terutama
keluarga ku, karena prinsip yang ku
pegang saat ini orang yang paling
baik adalah orang yang paling banyak
manfaatnya bagi orang lain.” tutup
Sugimin, orang yang kini di percaya
menjadi ketua Kelompok Tani Batang
Sirih di Desa Teluk. (hf)
diwilayah dapilnya. Masyarakat
yang ditemui kadang mengadu dan
mengeluhkan beberapa masalah
bansos, pertanian, program dan
pembangunan desa baik yang berasal
dari desa, kabupaten sampai pusat.
Selain menjadi anggota BPD, pria
yang menikahi Nurmayanti empat
belas tahun lalu, kesehari-harianya
juga merupakan seorang peternak
dan petani padi. Hidup sederhana,
giat dan selaras alam ia tanamankan
sejak dini pada anak perempuan
semata wayangnya yang kini sedang
menempuh pendidikan menengah
pertama di SMP Maju Desa Teluk.
Meski Sugimin hanya berkesempatan
menyelesaikan Pendidikan SMP, Dia
mendorong putrinya untuk menempuh
pendidikan setinggi-tingginya hingga
ketingkat universitas walaupun diluar
provinsi. Sugimin berpendapat untuk
membangun diri sendiri, orang lain,
desa, dan bahkan negara butuh
pengetahuan yang didapat dari
pengalaman dan pendidikan.
Medio 2017 Sugimin
berkesempatan menambah keahlian