Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
majalah
1. Penguatan Diversifikasi Pangan Berbasis Kearifan Lokal
Tidak terkendalinya harga pangan lokal dan membanjirnya pangan impor menimbulkan
permasalahan sosial sendiri bagi ketahanan pangan nasional. Sebagai negara agraria Indonesia
seharusnya memiliki kemampuan pertahanan pangan yang baik. Namun, hal itu sirna sejak Orde
Baru melakukan penyeragaman pangan nasional. Hal ini seolah menjadi kebiasaan masyarakat
yang sudah tertanam sejak puluhan tahun. Akibatnya kegagalan panen akibat perubahan iklim
menjadikan krisis pangan kian nyata. Maka, penguatan kearifan lokal pangan nasional menjadi
penting ditengah ketidakstabilan harga pangan lokal.
Hampir punahnya kearifan lokal pangan nasional tidak terlepas dari peran pemerintah
Orde Baru. Penyeragaman pangan menjadi program nasional yang diterapkan diseluruh wilayah
nusantara. Hal ini berdampak pada perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Akibatnya,
keterbiasaan mengonsumsi aneka pangan seperti singkong, jagung, sagu, ubi jalar, dan talas,
hilang yang kemudian digantikan oleh beras sebagai bahan pangan utama. Ketergantungan
pangan pada satu jenis (homogeny) dan membanjirnya pangan impor menjadikan Indonesia tamu
di negeri sendiri.
Kejadian melambungnya harga daging sapi dan bawang menunjukkan ketahanan pangan
nasional sangat rentan. Padahal dengan segala kekayaan alam yang miliki Indonesia seharusnya
mampu menciptakan ketahanan pangan nasional. Untuk itu, pemerintah perlu membuat
kebijakan strategis nasional untuk mengamankan pasokan pangan nasional. Penguatan pangan
berbasis kearifan lokal perlu menjadi program nasional dengan mengedepankan pada diversifkasi
pangan. Konsep diversifikasi pangan bukan merupakan hal yang baru, namun perlu kembali
dibudayakan untuk mengantisipasi gejolak harga dan ketergantungan pada pangan impor.
Williem, L., dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Spesialisasi
Perdagangan Indonesia dengan Jepang dan Cina, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
keunggulan komparatif terhadap Jepang dan Cina masih berbasis bahan-bahan mentah dan
berbasis sumber daya alam. Artinya, Indonesia masih memiliki potensi untuk mengembangkan
ketahanan pangan nasional berbasis kearifan lokal. Untuk mengembalikan kejayaan pangan
nasional pemerintah perlu berbenah diri dengan kembali melakukan penganekaragaman pangan.
Diversifikasi pangan nasional perlu segera dilakukan tanpa mengabaikan program swasembada
pangan.
2. Secara perlahan masyarakat perlu Indonesia diajak kembali menerapkan pola pangan
zaman sebelum orde baru. Dimana masyarakat Sulawesi, Maluku, dan Papua kembali
mengandalkan sagu sebagai bahan makanan utama. Selain itu, masyarakat Jawa dapat kembali
mengonsumsi tanaman palawija, seperti singkong, kentang, dan ubi. Hal yang sama perlu
dilakukan pada daerah lainnya, di mana keanekaragaman kebutuhan pangan menjadi fokus
utama. Dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas pertanian
saja. Apalagi ketidaktentuan cuaca karena perubahan iklim tidak jarang memicu terjadinya gagal
panen. Selain itu, langkah ini merupakan salah satu cara meredam ketergantungan Indonesia
terhadap pangan impor.
Diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal
Diversifikasi pangan merupakan upaya mengembalikan kedaulatan pangan nasional.
Hal ini harus diiringi dengan pengembangan berbasis kearifan lokal. Artinya, pola diversifikasi
pangan harus mengacu pada penggunaan bahan baku dalam negeri seperti bibit, pupuk, dan
pembasmi hama. Tujuannya, untuk mengurangi ketergantungan pangan terhadap impor. Maka,
penelitian dan pengembangan bahan baku dan produk pertanian harus menjadi satu kesatuan
rantai pangan sehingga mampu meningkatkan kemandirian berbasis kearifan lokal.
Meskipun diversifikasi pangan bukan merupakan program baru, program ini merupakan
langkah jitu untuk meredam gejolak pangan dunia dan nasional ditengah ancaman perubahan
iklim. Selain itu, diversifikasi pangan menjadi cara mengembangkan kearifan lokal melalui
pengoptimalan sumber daya yang ada. Tidak hanya itu Rao et al (2004) mengatakan bahwa
diversifikasi usaha pertanian dapat sebagai strategi pengentasan kemiskinan, peningkatan
lapangan kerja, konservasi lingkungan, dan meningkatkan pendapatan usaha tani.
Implementasi diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal memerlukan strategi dan
komitmen yang kuat dari pemerintah, petani, pengusaha, dan masyarakat. Keberhasilan program
ini memerlukan kerjasama dan koordinasi yang dikuat dari berbagai pemangku kepentingan.
Dimana pemerintah memegang peranan penting dalam membuat kebijakan yang pro pertanian
lokal. Artinya, sinkronisasi dan koordinasi kebijakan menjadi hal yang penting agar tidak saling
kontradiktif. Sedangkan, petani dan pengusaha perlu mendukung pengembangan pertanian
berbasis kearifan lokal. Kecenderungan menggunakan produk impor perlu secara perlahan
dikurangi. Sebaliknya, perlu adanya sikap nasionalisme dalam melakukan pengembangan
3. pertanian. Dukungan masyarakat Indonesia menentukan keberhasilan pelaksanaan diversifikasi
pangan sebagai program nasionalisasi pertanian. Dengan membeli dan mengonsumsi produk
pertanian dalam negeri.
Keberhasilan pelaksanaan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal tidak hanya
mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional. Namun, juga mampu mengembalikan
kedaulatan Indonesia sebagai negara agraria yang kuat dan mandiri. Selain itu, program
diversifikasi pangan dapat mengembalikan budaya pangan nasional yang beranekaragam dan
rupa. Dengan demikian, pelaksanaan program ini merupakan kunci keberhasilan Indonesia dalam
menciptakan kemandirian dan kebudayaan pangan nasional.
Tantangan Penganekaragaman Pangan
Belajar dari pengalaman sejarah pembangunan pertanian di Indonesia, pelaksanaan
program diversifikasi usahatani telah diperkenalkan sejak orde baru. Politik kepentingan
pemerintah yang lebih mengutamakan swasembada beras menyebabkan pelaksanaan
diversifikasi usahatani tidak berkelanjutan dan tanpa petunjuk yang jelas. Akhirnya, pemerintah
memprioritaskan produksi padi untuk mencapai swasembada (Siregar dan Suryadi, 2006). Saat
itu diversifikasi usahatani seakan menjadi ancaman besar bagi program pemerintah ketika itu,
yaitu intensifikasi pertanian. Hal ini berakibat pada homogenitas konsumsi yang menitikberatkan
pada satu atau beberapa komoditas pertanian saja.
Beralih ke masa reformasi yang telah berlangsung selama 14 tahun juga belum mampu
mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara agraria. Melonjaknya harga daging sapi,
bawang merah dan putih, kedelai, dan cabai. Menunjukkan bahwa selama orde reformasi sistem
pembangunan pertanian di Indonesia jauh dari harapan. Permasalahan koordinasi dan komitmen
dalam memajukan pertanian domestik jauh dari kata sempurna. Bahkan ada kecenderungan
berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang jelas untuk setiap lini pemangku kebijakan di
sektor pertanian.
Selain itu, terdapat tantangan teknis dalam pelaksanaan diversifikasi pangan berbasis
kearifan lokal di lapangan. Menurut Pingali (2004) terdapat empat faktor yang menjadi kendala
pengembangan diversifikasi tanaman pangan. Pertama, sifat petani yang cenderung menghindar
dari risiko (risk aversion). Kedua, adanya masalah kesesuaian dan hak atas lahan, maksudnya
tidak semua lahan pertanian cocok untuk mengembangkan diversifikasi usahatani. Ketiga,
4. infrastruktur irigasi yang tidak sesuai dengan sehingga menghambat terjadinya diversifikasi
usahatani. Keempat, ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar menjadi kendala bagi
penerapan diversifikasi usahatani. Pasalnya, kebutuhan tenaga kerja dalam penerapan pola
diversifikasi membutuhkan tenaga kerja yang lebih besar. Meskipun, di sisi lain penyerapan
tenaga kerja mampu menekan angka pengangguran dan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Gerakan Penganekaragaman Pangan Nasional
Gerakan Nasional Penganekaragaman Pangan (GNPP) bisa menjadi solusi di
tengah homogenitas pangan. Artinya, gerakan ini merupakan suatu cara penyadaran kepada
semua pihak akan pentingnya diversifikasi pangan. Sebab keterlibatan semua pihak
menentukan tingkat keberhasilan program ini. Namun, untuk merealisasikan Gerakan Nasional
Penganekaragaman Pangan memerlukan keberpihakan pemerintah sebagai pembuat kebijakan
pangan nasional. Dukungan kebijakan nasional terhadap penganekaragaman pangan dapat
menjadi dasar pelaksanaan program ini. Harapannya ke depan ada cetak biru terkait cara dan
pelaksanaan GNPP sehingga memberikan gambaran luas target capaian program.
GNPP merupakan salah titik cerah membangkitkan kemurungan pangan nasional dari
gejolak harga, perubahan iklim, dan ketergantungan impor. Maka, GNPP perlu mencakup
tiga hal utama dalam penerapannya di lapangan. Pertama, gerakan nasional penanaman
penganekaragaman pangan merupakan langkah awal untuk memberikan kesadaran akan
penerapan diversifikasi usahatani. Jika kita bayangkan hal ini merupakan bagian hulu dari rantai
produksi tanaman pangan nasional. Artinya, semua pihak yang terlibat memiliki tanggung
jawab untuk menanam berbagai macam tanaman pangan. Kedua, gerakan pengembangan dan
peningkatan produksi pertanian merupakan cara untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi bibit, pupuk, dan pembasmi hama berbasis produk dalam negeri. Ketiga, gerakan
penyadaran penganekaragaman pangan merupakan suatu bentuk sosialisasi dan penyadaran
pentingnya mengonsumsi berbagai produk pangan. Hal ini untuk memberikan pemahaman dan
penyadaran pentingnya melakukan variasi pola konsumsi pangan. Ketiga program ini merupakan
satu kesatuan pelaksanaan GNPP untuk menciptakan kemandirian dan ketahanan pangan
nasional.
5. Penguatan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal merupakan langkah maju dalam
mengembangkan pertanian pangan di Indonesia. Sekaligus menjadi dasar pijakan bangsa
Indonesia kembali pada kebudayaannya. Dimana Indonesia dikenal sebagai agraria dengan
berbagai macam keanekaragaman pangan. Keberhasilan dalam penerapan program GNPP
merupakan upaya penguatan terhadap ketahanan pangan dan melestarikan kebudayaan Indonesia
melalui pelestarian keanekaragaman pangan Nusantara.
Sumber Felix Wisnu Handoyo