Platyhelminthes adalah filum hewan triploblastik yang memiliki tubuh pipih tanpa segmen. Mereka hidup sebagai parasit atau bebas. Ada empat kelas utama Platyhelminthes yaitu Turbellaria, Monogenea, Trematoda, dan Cestoda. Mereka memiliki ciri khas seperti satu lubang mulut, reproduksi seksual dan aseksual, serta dapat hidup di air tawar, laut, atau dalam tubuh inang.
2. A. Pengertian Platyhelminthes
Platyhelminthes dalam bahasa Yunani artinya Cacing Pipih. Cacing
Pipih adalah filum dalam kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup
semua Cacing pipih kecuali Nemertea, yang dulu merupakan salah satu kelas
pada Platyhelminthes yang telah dipisahkan.
Platyhelminthes
Platyhelminthes merupakan filum ketiga dari kingdom Animalia setelah
Porifera dan Coelenterata. Platyhelminthes merupakan hewan triploblastik
dan bisa hidup sebagai parasit. Hewan Triploblastik adalah hewan (dari
kingdom Animalia) yang mempunyai 3 lapisan tubuh.
3. B. Ciri-Ciri Platyhelminthes
Ciri-ciri Platyhelminthes:
Memiliki tubuh yang pipih, simetris, dan tidak
bersegmen.
Mempunyai satu lubang mulut tanpa dubur.
Hidup sebagai parasit, mempunyai alat hisap akan
tetapi juga ada yang hidup bebas.
Reproduksi generatif dengan perkawinan silang,
secara vegetatif dengan membelah diri
(fragmentasi).
Hidup di air tawar/laut, tempat lembab, atau di
dalam tubuh hewan lain.
Sangat sensitif terhadap cahaya.
4. C. Struktur dan Fungsi Tubuh Platyhelminthes
Alat Pencernaan
Gastrovakuler adalah sistem pencernaan pada Cacing Pipih atau
Platyhelminthes. Peredaran makanan pada sistem pencernaan Cacing Pipih
melalui usus, yang dimulai dari mulut, faring, dan kerongkongan. Di belakang
kerongkongan terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh, yang berarti
makanan disebarkan keseluruh tubuh.
Gas Oksigen dan karbondioksida dikeluarkan melalui proses difusi.
Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah dan rongga tubuh(selom)
sehingga disebut hewan aselomata
5. Indera
Beberapa Cacing pipih memunyai oseli di kepala. Oseli adalah bintik
mata yang mengandung pigmen yang peka terhadap cahaya. Cacing
pipih memiliki indra peraba dan sel kemoresptor. Beberapa jenis lainnya
juga memiliki indra tambahan seperti aurikula(telinga), statosista
(pengatur keseimbangan), dan reoreseptor (berfungsi untuk mengetahui
arah aliran sungai).
6. 3. Reproduksi
Walaupun cacing pipih merupakan hewan hemafrodit, beberapa
cacing pipih tidak bisa melakukan perkawinan secara individu.
Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual.
Reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum
terjadi di dalam tubuh. Fertilisasi bisa dilakukan sendiri atau dengan
pasangan lain.
Sedangkan reproduksi aseksual dilakukan dengan membelah diri
(fragmentasi).
7. D. KLASIFIKASI Platyhelminthes
Turbellaria (cacing berambut getar)
Hampir semua Turbellaria hidup bebas di alam. Sebagian besar hidup di dasar laut,
pasir, lumpur, atau di bawah batu karang. Ada pula yang hidup bersimbiosis dengan ganggang,
serta bersimbiosis komensalisme di rongga mantel Mollusca dan di insang Crustaceae.
Beberapa jenis Turbellaria hidup parasit di dalam usus Mollusca dan rongga tubuh
Echinodermata. Planaria atau Dugesia banyak hidup di kolam dan perairan air tawar yang
belum terpolusi. Planaria hidup sebagai karnivor dengan memakan hewan-hewan yang
berukuran lebih kecil atau hewan yang sudah mati. Salah satu jenis Turbellaria,
Pseudophaenocora dapat hidup di perairan dengan kadar oksigen yang rendah.
Pseudophaenocora banyak ditemukan di daerah beriklim tropis.
8. Monogenea
Monogenea hidup ektoparasit pada ikan air laut, ikan air tawar, amfibi,
dan reptilia. Cacing ini memakan lendir dan sel-sel permukaan tubuh
inang. Cacing dewasa berukuran 0,2 – 0,5 mm. Pada umumnya,
monogenea bersifat hermafrodit dan mengalami pembuahan sendiri.
Cacing ini memiliki alat penempel pada bagian anterior yang disebut
prohaptor dan opistaptor di bagian posterior. Opistaptor dilengkapi
dengan duri, kait, jangkar, atau alat pengisap, dan biasanya lebih sering
digunakan untuk menempel pada tubuh inang. Contohnya Gyrodactylus
salaris.
9. Trematoda (cacing isap)
Trematoda disebut juga flukes. Mereka memiliki tubuh berbentuk lonjong hingga panjang
yang dilapisi kutikula. Cacing dewasa berukuran 0,2 mm – 6 cm. Trematoda hidup endoparasit
pada ikan, amfibi, reptilia, burung, mamalia, termasuk juga manusia. Namun ada pula yang
ektoparasit. Pada daur hidupnya, cacing ini memiliki inang utama sebagai tempat hidup saat
dewasa dan inang perantara sebagai tempat hidup saat stadium larva. Trematoda memiliki satu
atau dua alat pengisap untuk menempel pada tubuh inang. Cacing ini memakan serpihan sel,
lendir, dan darah inang. Contohnya cacing hati pada hewan ternak herbivor (Fasciola hepatica),
cacing hati pada manusia (Clonorchis sinensis), dan blood flukes (Schistosoma japonicum,
Schistosoma mansoni).
Fasciola hepatica memiliki inang perantara siput air tawar (Radix auricularia, sinonim
Lymnaea auricularis rubiginosa). Pada saat dewasa menjadi parasit di hati hewan ternak, dan bisa
hidup di hati manusia.
10. Cestoda (cacing pita)
Cacing pita hidup parasit di usus vertebrata, misalnya manusia, sapi, anjing, babi, ayam, dan ikan.
Tubuh cacing pita ditutupi oleh kutikula, tidak memiliki mulut dan alat pencernaan, serta tidak memiliki alat indra.
Tubuh cacing dewasa terdiri atas kepala (skoleks), leher pendek (strobilus), dan proglotid. Skoleks dilengkapi
alat pengisap (sucker) dan alat kait (rostellum) untuk melekat pada organ tubuh inang. Leher merupakan daerah
pertunasan, dengan cara strobilasi menghasilkan strobilus berupa serangkaian proglotid dengan jumlah mencapai
1.000 buah. Proglotid yang paling dekat dengan leher merupakan proglotid termuda. Semakin jauh dengan leher,
proglotid semakin berukuran besar dan dewasa. Setiap proglotid memiliki alat kelamin jantan maupun betina.
Pembuahan dapat terjadi dalam satu proglotid, serta antar proglotid dari individu yang sama maupun yang
berbeda. Telur yang sudah dibuahi akan memenuhi uterus yang bercabang cabang, sedangkan organ lainnya
berdegenerasi. Proglotid yang mengandung telur akan terlepas bersama tinja.
Daur hidup cacing pita membutuhkan satu atau dua inang perantara. Contohnya Taenia solium yang
hidup parasit pada manusia dan hewan karnivor, dengan inang perantara babi. Dibothriocephalus latus memiliki
inang utama manusia dan hewan karnivor, sedangkan inang perantaranya ikan. Taenia saginata merupakan
parasit di usus manusia dengan inang perantara sapi. Skoleksnya tidak memiliki alat kait sehingga mudah
diberantas. Echinococcus granulosus parasit di usus anjing dan Choanotaenia infundibulum parasit di usus ayam.
11. E. Peranan atau Fungsi Platyhelminthes
a. Memutuskan aur hidupnya.
b. Menghindari infeksi dari larva cacing
c. Tidak membuang tinja sembarangna ( sesuai
dengan syarat-syarat hidup sehat )
d. Tidak memakan daging mentah atau sengah
matang ( masak dagiing sampai matang ).