Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
IKHLAS_DALAM_CINTA
1. Nama : Bagus Risky Setyawan
Kelas : XI IPA 3
Sebegitu Pentingkah Ikhlas Dalam Cinta
Kita tentu telah mengenal kata “ikhlas” sejak kecil. Sebuah kata yang boleh jadi sangat akrab
kita dengar, terutama dari kalangan kaum beragama, atau bahkan masyarakat biasa. Namun
saking akrabnya kita dengan kata itu, terkadang justru membuatnya bias dan tak nampak
penting. Padahal, ketika kita telusuri lebih jauh, sebuah kata “ikhlas” dalamtataran aplikasi
mempunyai substansi yang sangat penting. Mengapa demikian? Ya, sebab dalam kaidah agama
(sebelum kita meniliknya melalui perspektif yang lain), keikhlasan menempati posisi penting
sebagai parameter sampai atau tidaknya amal perbuatan seseorang. Kata “sampai” di sini tentu
kita artikan dengan: diterimanya amal perbuatan hamba oleh Tuhannya. Mungkin dengan
ungkapan yang lebih akrab, masyarakat pedesaan sering menyebutnya dengan lillâhi ta’âla.
Yaitu mendasarkan segala perbuatan atas landasan keikhlasan semata-mata hanya karena
Allah. Sebab, dalam tataran praksis, masih sangat banyak sekali orang yang melandasi
perbuatannya atas dasar inilah, itulah,... atasan, bos, suami, istri, pacar, calon mertua, atau
hanya karena ingin dipuji oleh sesamanya saja (mungkin termasuk penulis juga masih belum
bisa ikhlas secara murni dalam konteks ini, hehe).
Di samping urgensitas ikhlas dalamhal ibadah syar’iyyah, ia juga menempati posisi penting
dalam ranah kehidupan sosial (baca: dalamhal mu’amalah atau ahwal syahshiyyah). Sebagai
contoh, mungkin kita tak perlu terlalu jauh menjelajahi kitab-kitab fikih atau bahkan tasawuf,
kita cukup flash back saja merenungkan isi pesan yang terkandung dalamfilm “Kiamat Sudah
Dekat”. Seorang Rocker yang akhirnya berhasil mendapatkan putri Pak Kiai melalui ilmu ikhlas.
Ya, bisa jadi memang seperti itulah hakekat sebuah keikhlasan, merelakan dengan sepenuh
hati, bahwa jika memang sang Rocker bukanlah yang terbaik untuk putri Pak Kiai dan ada calon
lain yang lebih pantas, maka ia pasrah dan mengikhlaskan segala apa yang akan terjadi. Alhasil,
dengan sikap yang seperti itulah justru akhirnya Pak Kiai menyetujui lamaran sang Rocker untuk
meminang putrinya. Sebab menurut Pak Kiai, sang Rocker ternyata telah mampu
mengaplikasikan ilmu ikhlas itu tanpa ia sadari.
Contoh lain dapat kita lihat dan saksikan dalamfilm“Ayat Ayat Cinta”. Seorang Fakhri yang diuji
oleh Allah karena mempunyai dua istri, Aisyah dan Maria. Pada awalnya si Fakhri belum bisa
menerima dengan lega kenyataan yang ia hadapi itu, bahwa ia mempunyai dua istri. Sehingga
yang terjadi, kehidupan rumah tangganya menjadi goncang, sebab secara psikis si Fakhri belum
benar-benar bisa menerima nasib yang harus ia jalani. Namun, setelah mendapatkan nasihat
dari si Saiful agar si Fakhri ini bisa mengikhlaskan takdirnya itu, akhirnya iapun mampu
memperbaiki keadaan rumah tangganya. Tiada lain adalah dengan mengaplikasikan konsep
2. ikhlas yang menempati posisi cukup sentral dalam menentukan bahagia atau tidaknya hidup
seseorang. Sebab tanpa keikhlasan, seseorang akan terkungkung dalam keadaan gelisah yang
berkepanjangan dan ingin senantiasa protes, bahkan menentang takdir yang ia hadapi.
Nah, tulisan ini memang tidak hendak memaparkan konsep ikhlas secara detail sebagaimana
yang dapat kita temukan dalam buku-buku fikih atau tasawuf. Namun ingin lebih menekankan
pada sisi aplikasi dari konsep tersebut. Sebab beberapa waktu terakhir ini, secara pribadi
penulis juga cukup dihantui oleh sebuah kata bernama “ikhlas” itu sendiri. Bukan hanya itu,
beberapa kawan yang penulis jumpai di sekelilingnya juga nampak sedang mengalami “krisis
ikhlas”, sehingga membuatnya kian gelisah dan tak tenang menatap hari depan. Hidup dalam
bayang-bayang “dendam” dan penasaran.
Maka dari itu, penulis merasa tergugah untuk merenungkan kembali sebuah kata “ikhlas” yang
sebenarnya telah kita hafal sejak kecil. Bukan hanya merenungkannya sebagai sebuah istilah
yang hampa makna, tapi mencoba mencari dan memahami substansi aplikasinya dalam
kehidupan nyata. Dan ternyata, oh... sungguh menderitanya hidup tanpa keikhlasan. Dan
ohh,...sungguh damai dan tenangnya hidup berpegang keikhlasan. Atau dalam istilah lainnya
kita mengenal kata “qanâ’ah” atau dalam bahasa Jawanya “nerimo ing pandum” (menerima
apa adanya). Segalanya sudah digariskan oleh Allah, dan setiap yang terjadi pasti mengandung
sebuah hikmah atau pelajaran. Maka terserah anda bagaimana akan menyikapi setiap takdir!
Akan tersenyum selalu atau menangiskah? Yang jelas penulis mengajak diri sendiri dan kawan-
kawan semua untuk sama-sama belajar mengamalkan ilmu ikhlas, supaya mendapat sorga di
kehidupan selanjutnya, dan minimal bisa dapat putri Pak Kiai di kehidupan dunia.
Kedua kisah di atas hanyalah sebagian kecil dari potret pengamalan ikhlas. Namun dari sesuatu
yang kecil tentunya kita berpeluang untuk mengolahnya menjadi sesuatu yang besar. Maka
jadilah kita orang-orang yang berbesar hati, sehingga ketika derita dan coba sedang melanda,
hati kita masih tetap lapang, yang masih menyediakan ruang masuknya cahaya maupun udara.
Tapi ketika ruang tampung hati kita sempit, maka sedikit cobaan saja yang kita hadapi, tak tau
entah di mana kita akan menampungnya. Sehingga hati kita menjadi sumpek, penuh dengan
derita dan gelap karena tak ada lagi ruang kosong dalam hati. Dan dalam kondisi hati seperti ini,
manusia berpotensi untuk nekad karena tak kuat lagi menerima semuanya. Lalu anda akan
memilih yang mana??