Kisah mengenai pentingnya bertanya kepada anak untuk menghindari kesalahpahaman. Bertanya membantu meningkatkan kecerdasan anak dan hubungan orang tua-anak. Ada empat jenis pertanyaan yang disarankan untuk anak yaitu pertanyaan fakta, konvergen, divergen dan evaluatif.
2. Jendela
Keluarga
Bertanya pada Anak
FOTO MUH. ABDUS SYAKUR
S
eorang Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana cara membantu anakku sehingga ia
dapat berbakti kepadaku?” Nabi menjawab,
“Menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan
beban yang berat, dan tidak pula memakinya dengan
makian yang melukai hatinya.” (Riwayat Ahmad)
“Papi, apa bedanya papi dengan sapi?” tanya Zamzam yang baru berusia tiga tahun pada ayahnya. “Ya,
beda dong, Zam. Sapi itu kakinya empat, kalau papi
kan kakinya hanya dua.” Mendengar penjelasan ayahnya, Zamzam hanya terdiam. “Maksud Zamzam bagaimana?” tanya ayahnya lagi melihat anaknya diam.
“Iya kalau Papi kan Pa-pi, nah kalau sapi kan Sapi,” ujar Zamzam. Ayah Zamzam kini mengerti anaknya yang sudah mulai senang memperhatikan huruf
itu, menanyakan perbedaan kata papi dan sapi.
“Untung waktu itu aku tidak emosi sehingga tidak membentaknya, Masa Zamzam tidak tahu, Papi
manusia, sedangkan sapi binatang! Ternyata aku salah,” ujar Papi Zamzam pada sahabatnya.
Kisah di atas memberi pembelajaran
tentang pentingnya bertanya pada
anak. Saat terjadi dialog antara orangtua dan anak sering terjadi perbedaan
OKTOBER 2012/DZULQA’DAH 1433
persepsi. Pikiran dan pengalaman hidup anak jelas berbeda
dengan orang dewasa. Guna memastikan apa yang dimaksud
anak, penting untuk mengajukan pertanyaan.
Bukan hanya dalam hal komunikasi, dalam hal perilaku
pun kerap orangtua keliru menilai anaknya. Ada seorang anak
berusia 3,5 tahun melempar kunci mobil ayahnya ke selokan.
Tentu saja anak itu dimarahi oleh ayah juga ibunya.
Ketika ditanya kemudian, anak itu berkata, “Kalau aku
lempar daun atau kertas cepat sekali jalannya. Tapi kalau batu
yang kulempar tidak bergerak. Nah, aku ingin tahu kalau kunci
mobil bagaimana?” ujar si anak. Si ibu tentu saja tidak mengira
bahwa anak lelakinya sedang melakukan percobaan dan pengamatan. Ia menyesal telah memarahi anaknya.
Bertanya adalah hal sepele, namun sering terlupakan. Banyak orangtua yang sibuk dengan asumsinya terhadap anak, sehingga tidak sempat melakukan pengecekan melalui bertanya.
Manfaat bertanya sangat banyak, di antaranya: membangkitkan
minat dan rasa ingin tahu, meningkatkan keterlibatan anak agar
aktif dalam kegiatan belajar, menuntun proses berpikir siswa,
dan memusatkan perhatian anak pada satu objek atau hal.
Adakalanya orangtua bertanya hal-hal yang sama dan berulang setiap hari, seperti: “Sudah makan?”, “Sudah minum
susu?”, “Sudah mengerjakan pe er?”. Dengan bertanya seperti itu
dianggapnya masalah anak sudah selesai. Padahal sesungguhnya
pertanyaan yang sama dapat membuat anak bosan.
Ada empat jenis pertanyaan yang disarankan ahli pendidikan yaitu pertanyaan fakta, konvergen, divergen, dan evaluatif. Pertanyaan fakta membantu anak mengamati dan
mengomunikasikan hasil pengamatan, seperti apa, di mana,
kapan, dan siapa. Pertanyaan konvergen adalah pertanyaan
yang hanya mempunyai satu jawaban benar, namun memerlukan penjelasan, digunakan dalam memecahkan masalah.
Pertanyaan divergen adalah pertanyaan yang mempunyai jawaban lebih dari satu dan berguna untuk mendorong kemampuan berpikir dan kreativitas. Sedangkan pertanyaan evaluatif
adalah pertanyaan yang meminta anak dalam membuat dan
mengambil keputusan.
Dengan bertanya, orangtua tak saja bisa membantu meningkatkan kecerdaskan anak, namun juga menghindari kesalahpahaman terhadap anak. Penulis buku Mendidik Karakter
dengan Karakter
celah
OLEH IDA S. WIDAYANTI
67
3. usrah
Optimis Saat Suam
Jalan keluarnya ada pada
doa dan bertindak segera
S
eorang tetangga pernah
curhat tentang masalah
yang terus merundung
kehidupan rumah tangganya.
Ia istri seorang penjahit yang
merasa kehidupannya semakin sulit.
Pakaian jadi yang kini membanjiri
pasar membuat mata pencaharian
suaminya kian sulit. Orang-orang
lebih banyak memilih untuk membeli
pakaian jadi dibandingkan menjahitkan
pakaian. Order menjahit pun semakin
berkurang meski jelang lebaran.
Sementara keterampilan menjahit
itulah yang menjadi tumpuan
perekonomian keluarganya. Suaminya
lebih banyak di rumah dan tak
bersemangat mengerjakan apa-apa.
Sementara itu, sebuah dialog yang
sangat indah terjadi di antara dua
orang suami-istri di depan rumah
mereka. Di saat suaminya tengah
berkeluh kesah akan sulitnya hidup
68
setelah kebangkrutan usaha mereka,
sang istri kemudian bertanya, “Di
mana letak gerakan shalat yang paling
indah? Saat kita berdiri tegak atau saat
kita tengah mencium tanah, bersujud
memasrahkan diri kepada Allah?”
Si suami pun tercenung, maka sang
istri pun melanjutkan, “Bila diibaratkan
dengan shalat, maka inilah saat yang
paling indah. Saat kita harus bersujud,
memasrahkan diri kepada Allah setelah
kita berikhtiar. Saat kita berada sangat
dekat dengan-Nya dan bergantung
hanya kepada-Nya.”
Dialog tersebut memang hanya
terjadi dalam sebuah sinetron religi
yang ditayangkan bulan Ramadhan
lalu. Namun, maknanya begitu dalam
dan menyentuh ruang logika untuk
mempersepsikan kembali makna
kesulitan dalam hidup.
UBAH DENGAN DOA
Mencari nafkah untuk keluarga
memang kewajiban seorang kepala
keluarga. Namun, apakah harus
dijadikan penderitaan, bila suatu
ketika, cobaan Allah datang dan
membuat mereka harus kehilangan
mata pencaharian? Sebaiknya kepada
Allah kita berbaik sangka. Para suami
pun tak pernah ingin kehilangan mata
pencaharian mereka dan Allah pun
tidak pernah menganiaya hamba-Nya.
Layaknya ungkapan sang istri dalam
dialog di atas, bahwa inilah saatnya
kita mendekat kepada Allah, pasrah
kepada-Nya, setelah sekian lama kita
berdiri tegak menjalankan seluruh
usaha yang mampu kita upayakan.
Perasaan gundah, takut, khawatir,
dan gelisah mungkin secara manusiawi
adalah perasaan yang kerap
menghantui dalam kondisi ini. Namun,
meredakan perasaan ini sesegera
mungkin adalah tindakan yang sangat
tepat dilakukan. Sebisa mungkin, kita
harus menggantinya dengan perasaan
bersyukur, tetap berbahagia dengan
nikmat-nikmat yang ada dalam
genggaman kita, dan berdoa tak
pernah henti
Karena itu, Rasulullah
mewasiatkan sebuah doa kepada kita
untuk menenangkan hati yang gundah,
“Ya Allah, sesungguhnya aku ini adalah
hamba, anak dari hamba-Mu laki-laki,
anak dari hamba-Mu perempuan; ubunubunku berada ditangan-Mu, mengikuti
keputusan taqdir-Mu, dan berjalan
sesuai dengan ketetapan-Mu. Aku
memohon kepada-Mu dengan setiap
nama yang menjadi milik-Mu, nama
yang Engkau lekatkan sendiri untuk diriMu, atau Engkau sebutkan dalam kitab-
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
FOTO MUH. ABDUS SYAKUR
OLEH KARTIKA UMMU ARINA * | FOTO MUH. ABDUS SYAKUR
4. Jendela keluarga
mi Tak Bekerja Lagi
Mu, atau Engkau ajarkan kepada salah
seorang dari hamba-Mu (Nabi-Mu), atau
Engkau sembunyikan dialam keghaibanMu, maka jadikanlah al-Qur`an sebagai
penyejuk hatiku, cahaya dalam dadaku,
penghilang kesedihanku, dan penolak
kegundahanku.” (Riwayat Ahmad, Ibnu
Hibban)
Kita harus yakin bahwa kondisi
yang ada di hadapan kini, bukanlah
sesuatu yang selamanya. Yakinlah
bahwa Allah sajalah yang berkuasa
untuk mengubah segalanya. Maka,
tetaplah berdoa, sebagaimana
Rasulullah bersabda, “Tidak ada yang
dapat mencegah takdir kecuali doa.”
(Riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hasan,
berderajat hasan)
Doa adalah bentuk keyakinan
kita akan adanya harapan dan
kekuatan Yang Mahaperkasa untuk
mewujudkannya. Keyakinan ini penting
dan jembatan untuk mewujudkannya
adalah dengan doa. Yang tak kalah
penting selanjutnya adalah tindakan
kita. Apa yang terlihat dihadapan
Jika Anda adalah seorang
suami yang tengah
dirundung masalah karena
urusan nafkah, berusahalah
untuk tetap tersenyum.
Bangkitkan semangat dan
pikiran positif karena dengan
sikap demikian, keluarga pun
akan turut tersemangati.
OKTOBER 2012/DZULQA’DAH 1433
kita belum tentu seburuk yang kita
pikirkan.
UBAH DENGAN TINDAKAN
Kisah tentang dua ekor katak
berikut mungkin bisa menjadi inspirasi
bagi kita. Suatu hari, dua ekor katak
terjatuh dalam sekaleng es krim. Sisi-sisi
kaleng tersebut mengkilap dan licin,
sedangkan es krim yang ada di dalamnya
pun sangat dalam dan dingin.
Katak yang pertama terlihat
kebingungan dengan situasi yang
dihadapinya. Katak tersebut diam tak
bergerak, meskipun kedua matanya
masih berkedip. Hingga akhirnya ia
mati tenggelam karena kedinginan.
Sementara katak kedua terlihat sangat
gigih menggerak-gerakkan kakinya
semenjak menyentuh permukaan es
krim yang dingin. Ia terus berjuang
tak kenal lelah. Kakinya terus
mengayuh dan berenang. Putaran yang
ditimbulkan oleh gerakan kaki katak
tersebut, lambat laun membuat es krim
mengeras. Saat itulah es krim dapat
dipijak oleh si katak dan membuatnya
dapat melompat keluar dari kaleng.
Bila katak kedua bersikap sama
dengan katak pertama yang “pasrah”
dengan situasi yang dihadapi, mungkin
ia juga akan mengalami nasib yang
sama. Tersiksa dalam kedinginan hingga
akhirnya tenggelam dan mati. Namun,
ia justru tak berhenti berenang hingga
mampu menghangatkan tubuhnya
sendiri sehingga mampu bertahan
dan membuat situasi membaik
dengan mengerasnya es krim tersebut.
Begitu pulalah sebaiknya kita dalam
menghadapi cobaan yang datang.
Menyesali keadaan justru akan
membuat kita “membeku” dalam
kesedihan dan kemarahan. Namun,
menyikapinya dengan tetap berusaha
berbahagia dan terus-menerus mencari
jalan keluar, akan menghangatkan hati
dan pikiran kita. Sehingga optimisme
terus membuat kita bertahan dan
mudah menemukan jalan keluar.
Karena itu, jika Anda adalah
seorang suami yang tengah dirundung
masalah karena urusan nafkah,
berusahalah untuk tetap tersenyum.
Bangkitkan semangat dan pikiran
positif karena dengan sikap demikian,
keluarga pun akan turut tersemangati.
Tetaplah berusaha untuk mencari
peluang dan gunakan waktu luang
yang dimiliki untuk membantu
pekerjaan pasangan Anda, sehingga
ia pun memiliki waktu luang
untuk membantu masalah Anda.
Bersilaturahimlah sehingga pikiran
Anda tetap terbuka dan peluang
pun semakin dekat untuk didapat.
Semakin akrablah dengan al-Qur`an
karena didalamnya terdapat penawar
kesedihan dan kesulitan.
Seorang pengusaha yang
pernah tertimpa masalah akibat
ditinggalkan semua rekanan bisnisnya,
mendapatkan manfaat yang luar biasa
setelah “berteman” dengan al-Qur`an.
Ia mendapatkan kekuatan kembali
untuk bangkit melanjutkan proyeknya
dan sanggup berhasil dengan al-Qur`an
sebagai teman bisnisnya.
Untuk seorang istri, pupuklah
terus komitmen, rasa cinta, dan
penghargaan terhadap suami, meski
Anda adalah tulang punggung keluarga
sekalipun. Tetaplah bersikap qana’ah
dan mensyukuri hidup, salah satunya
dengan terus berinfaq. Insya Allah,
rezeki kita akan lebih mudah datang
dengan amalan ini. Penulis buku
“Jadilah Suami Istri Bijak”
69
5. kolom parenting
Didik Mere
OLEH FAUZIL ADHIM | FOTO MUH. ABDUS SYAKUR
H
ari ini, kita menanti lahirnya
para pemberani. Tak keluh
lidahnya bicara kebenaran.
Tak kuyuh langkahnya
melihat kesulitan yang menghadang.
Mereka menjadi pemberani bukan
karena kuat berkelahi. Tetapi anak-anak
itu tumbuh menjadi sosok pemberani
karena himmahnya (hasrat terbesarnya)
akhirat, pegangan-nya syariat, dan
aqidahnya kuat melekat dalam diri.
Mereka berani bukan karena dirinya
kuat, tetapi karena adanya kendali
kuat atas syahwatnya terhadap dunia.
Mereka menjadi pemberani karena
dirinya ditempa untuk tidak terbiasa
dengan tana’um (bernikmat-nikmat).
Tetapi bagaimana mungkin mereka
akan mampu menjauh dari tana’um,
jika mereka tak mampu men-tasharrufkan harta dengan benar? Bagaimana
mungkin kita dapat mendidik generasi
yang tak sibuk berbangga dengan dunia
jika mereka tidak dilatih menahan diri?
Hari ini, kita menunggu munculnya
generasi yang kepala mereka tegak
tatkala berhadapan dengan manusia.
Kita menunggu lahirnya generasi yang
tak merasa rendah karena berjumpa
dengan manusia yang bernampilan wah.
Mereka tak menyibukkan diri memuji
manusia berdasarkan benda-benda yang
dipunyai. Mereka tidak memuliakan,
tidak pula merendahkan manusia lainnya karena rupawan tidaknya wajah.
Tetapi mereka menilai manusia karena
sikap, perjuangan, akhlak, dan kesungguhannya berbenah.
Seseorang dapat memiliki keberanian karena merasa dirinya kuat.
70
Keberanian juga dapat tumbuh karena
keinginan untuk menjadi sosok yang
membanggakan di hadapan manusia
lainnya. Tetapi keberanian semacam
ini, selain tak bernilai di hadapan Allah
juga mudah runtuh manakala mereka dihadapkan pada kesulitan serta
tiadanya kenikmatan hidup.
Banyak hal yang memerlukan
keberanian agar dapat menjalankan
Islam dengan sempurna. Ada
keberanian menghadapi ancaman,
ada keberanian menghadapi kesulitan
yang mungkin menghadang, dan
ada pula keberanian yang terkait
kesiapan untuk berpayah-payah demi
meraih kemuliaan di sisi-Nya. Adapula
keberanian menghadapi kesulitan
yang mungkin terjadi terkait dengan
hal-hal jauh di masa akan datang, dan
ini memerlukan keyakinan tentang
dekatnya pertolongan Allah
.
Adapun keberanian untuk berpayah-payah demi meraih kemuliaan
memerlukan kedi sisi Allah
mampuan menahan diri. Tidak akan
mampu seseorang menempuh jalan
sulit semata karena ingin meraih ridha
Allah
, kecuali jika ia memiliki harga
diri (‘izzah) yang kuat sebagai seorang
Muslim. Dan tidak akan tumbuh ‘izzah
yang kokoh, kecuali ada penjagaan diri
(‘iffah) yang kuat. Dan ini memerlukan
latihan panjang.
Tatkala anak dibesarkan di rumah,
anak-anak memperoleh penguatan
dari orangtua, saudara, dan anggota
keluarga lainnya. Tetapi ketika anak
tumbuh di sekolah berasrama, maka
harus ada kebijakan pendidikan
yang sengaja mengawal anak-anak
agar belajar mengendalikan diri
dan menjauhi tana’um. Sekolah
dapat membatasi jumlah uang
saku anak setiap harinya, tetapi
pembatasan saja tidak cukup. Harus
ada pendidikan ruhani (tarbiyah
ruhiyyah) dari pengasuh asrama
dan pendidik di sekolah. Harus
pula ditumbuhkan suasana
penghormatan terhadap sikap
terpuji, kegigihan berusaha,
integritas, semangat membantu
orang lain, kesabaran, dan
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
6. Jendela keluarga
FOTO MUH. ABDUS SYAKUR
ka Jadi Pemberani
keimanan. Tanpa itu semua, keberanian
yang sesungguhnya serta kendali diri
hanya menjadi pengetahuan yang
dengan lancar dapat dituangkan
penjelasannya saat ujian, tetapi amat
jauh dari penghayatan.
Mari kita ingat sejenak nasehat
‘Umar bin Khaththab
sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Abu
‘Awanah, Al-Baihaqi, Ahmad, Abu Ya’la
dan Ibnul Ja’d, “Jauhilah orang yang
hanyut dalam kemewahan dan senang
berhias dengan mode orang asing,
bersikaplah dewasa dan berpakaianlah
secara sederhana (tidak mewah).”
Berpakaian sederhana merupakan
hal yang biasa, jika anak hidup di
lingkungan yang membiasakan
mereka seperti itu. Kebiasaan ini
sangat bermanfaat untuk menjaga
orientasi belajar anak sehingga
dapat menghadapkan dirinya secara
lebih serius dalam menuntut ilmu.
Tetapi jika kebiasaan ini hanya
berhenti sebatas pembiasaan melalui
pengendalian lingkungan (asrama),
maka ia akan mudah memudar
begitu anak berpindah ke lingkungan
lain. Bahkan tak sekadar memudar,
ia justru dapat berbalik total dari
sederhana menjadi gemar bermewamewah. Maka, pembiasaan itu harus
didahului dan sekaligus disertai
penanaman nilai yang tak putus-putus
sehingga anak melakukannya dengan
perasaan positif. Anak melakukannya,
menghayatinya dan menjadi bagian
dari keyakinannya.
Sebaliknya, sangat berat bagi anak
untuk hidup sederhana jika temanOKTOBER 2012/DZULQA’DAH 1433
teman di sekelilingnya, baik di sekolah
maupun asrama hidup dalam suasana
memuliakan penampilan, kemewahan,
dan kepemilikan. Hidup sederhana
berarti menjadi orang asing di tengahtengah sekumpulan orang yang sangat
berbeda. Ini merupakan tantangan
yang sangat berat, lebih-lebih jika
anak sendiri belum memiliki keinginan
untuk menyederhanakan makan dan
pakaian. Padahal umumnya anak
usia remaja memang belum memiliki
keinginan untuk sederhana dalam
makan dan pakaian. Jika suasana yang
tumbuh di sekolah dan asrama adalah
semangat menutup aurat, maka ringan
bagi anak untuk mengenakan pakaian
apa pun yang dapat menutup aurat
secara sempurna. Tapi jika suasana
yang tumbuh adalah penampilan,
sangat mungkin terjadi anak merasa
malu jika tidak menggunakan jilbab
merek tertentu.
Mari kita renungkan sejenak atsar
dari Amirul Mukminin ‘Umar bin
, “Saya lebih senang
Khaththab
melihat pembaca al-Qur’an itu
berpakaian putih.”
Nah.
Jika anak tidak tersibukkan hatinya
dari berbangga-bangga terhadap
pakaian dan penampilan, maka akan
lebih mudah bagi mereka memenuhi
hatinya dengan hasrat terhadap ilmu
dan akhirat. Lebih ringan langkahnya
untuk menghadap hati kepada
ilmu. Bukan sekedar berkonsentrasi
memusatkan perhatian otak saat
belajar.
Tentu saja, mereka harus tetap
menjaga muru’ah (kehormatan)
sehingga tidak merendahkan martabat
mereka maupun kehormatan agama
ini. Dan panduan untuk menjaga
muru’ah itu adalah agama ini.
Sedangkan guru dan pengasuh asrama
merupakan penjaganya. Merekalah
yang bertugas menegakkan nilai,
termasuk peng-hormatan terhadap
nilai-nilai tersebut.
Kelak, jika sekiranya Allah
mudahkan rezeki mereka dan
melimpahi mereka dengan perbendaharaan dunia, semoga akan ringan hati
mereka untuk menolong agama ini
dengan harta dan jiwa mereka. Adapun
jika mereka mengambil kenikmatan
dunia dari harta yang telah Allah
berikan kepada mereka, baik berupa
makanan, pakaian, kendaraan atau pun
selain itu yang halal, dan thayib, maka
yang demikian ini semoga senantiasa
tak bergeser dari kebaikan.
Kendali Diri Bekal Berani
‘Alaa kulli haal, sederhana dalam
berpakaian hanyalah sebagian
dari apa yang dapat kita lakukan
untuk mendidik anak agar mampu
menjauhkan diri dari tana’um. Awalnya
melatih dan mendidik mereka untuk
mampu membelanjakan harta
secara bertanggung-jawab sesuai
tuntunan syariat. Bersamaan dengan
itu anak belajar mengendalikan
diri. Bukan menuruti keinginan.
Sungguh, cukuplah orangtua dianggap
menyengsarakan anak apabila mereka
membiasakan anak hidup mudah.
71