1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap manusia pasti menginginkan kehidupan yang berbahagia di
dunia maupun kelak di surga. Termasuk dalam kehidupan keluarga.
Keluarga adalah unit terkecil dalam sebuah masyarakat. Keluarga bukan hanya
sekedar hubungan formal antara suami, istri, dan anak-anak namun juga memiliki
fungsi dan tugas tersendiri dalam masyarakat. Tidak ada seorangpun yang
menghendaki keluarganya rusak dan berantakan, tidak ada orang yang ingin
rumah tangganya hancur dengan mengenaskan. Semua orang
membayangkan keindahan saat memasuki kehidupan berumah tangga. Saya
yakin semua orang pasti setuju, jika harapan itu berada dalam kehangatan
keluarga. Harapan itu ada pada keluarga yang dipenuhi keindahan, diliputi
oleh kebahagiaan. Keluarga yang memunculkan produktivitas, keluarga
yang menghadirkan kontribusi bagi masyarakat luas. Sebuah keluarga yang
menghargai potensi, menjunjung tinggi budi pekerti, menghormati nilai-
nilai. Sebuah keluarga yang mentaati tatanan Ilahi, mengikuti tuntunan
Nabi. Itulah keluarga sakinah, mawadah, wa rahmah.
Keluarga sakinah bukan hanya khayalan, namun sesuatu yang
nyata dan bisa diwujudkan dalam kehidupan keseharian. Namun dibalik
kata-kata itu apakah kita semua sudah mengetahui apa arti dan penjelasan
darinya? Memang kata-kata tersebut kebanyakan tidak asing lagi bagi kita
yang belum menikah atau sudah menikah, tapi agar lebih paham dan tidak
salah dalam mengartikan, mari simak penjelasan dibawah ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah keluarga sakinah, ma waddah, wa rahmah itu?
2. Apakah ciri atau karakteristik keluarga sakinah?
3. Bagaimana cara membangun keluarga yang sakinah itu?
2. 2
1.3. Manfaat dan Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang keluarga sakinah mawaddah
warahmah.
2. Mengetahui ciri-ciri atau karakteristik Keluarga Sakinah Mawaddah
Warahmah.
3. Mengetahui cara untuk membangun Keluarga Sakinah Mawaddah
Warahmah.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sakinah
Sebagai umat muslim yang baik, sudahkan Anda menikah ? Kalau
sudah menikah pasti semua suami istri menginginkan pernikahan yang
sakinah, mawaddah, wa rahmah. Namun dibalik kata-kata itu apakah kita
semua sudah mengetahui apa arti dan penjelasan darinya ? Memang kata-
kata tersebut kebanyakan tidak asing lagi bagi kita yang belum menikah
atau sudah menikah. Arti kata Sakinah dalam bahasa Arab memiliki arti
kedamaian, tenang, tentram, dan aman. Asal mula kata ini berasal dari Al-
Qur’an Surah Ar-Rum ayat 21, yang mana pada ayat ini tertulis :
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir”. (Q.S Ar-Rum : 21).
Keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah adalah istilah
sekaligus doa yang sering kali dipanjatkan dan diharapkan oleh para muslim
yang telah menikah dan membina keluarga, khusus di Indonesia. Keluarga
sakinah, mawaddah, dan rahmah tentunya bukan hanya sekedar semboyan
belaka dalam ajaran Islam. Hal ini menjadi tujuan dari pernikahan sekaligus
nikmat yang Allah berikan bagi mereka yang mampu membina keluarganya.
Seperti apakah keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah? Dan apa
4. 4
karaktersitiknya keluarga tersebut menjadi keluarga yang pernuh cinta,
berkah dan rahmat- Nya?
2.2. Makna Keluarga Sakinah Mawahddah Wa Rahman
2.2.1.Sakinah
Sakinah berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah
ketenangan, ketentraman, aman atau damai. Lawan kata dari ketentraman
atau ketenangan adalah keguncangan, keresahan, kehancuran.
Sebagaimana arti kata tersebut, keluarga sakinah berarti keluarga yang
didalamnya mengandung ketenangan, ketentraman, keamanan, dan
kedamaian antar anggota keluarganya. Keluarga yang sakinah
berlawanan dengan keluarga yang penuh keresahan, kecurigaan, dan
kehancuran. Kita bisa melihat keluarga yang tidak sakinah contohnya
adalah keluarga yang didalamnya penuh perkelahian, kecurigaan antar
pasangan, bahkan berpotensi terhadap adanya konflik yang berujung
perceraian. Ketidakpercayaan adalah salah satu aspek yang membuat
gagal keluarga sakinah terwujud. Misalnya saja pasangan saling
mencurigai, adanya pihak atau orang yang mengguncang rumah tangga
atau perlawanan istri terhadap suami. Hukum melawan suami menurut
Islam tentunya menjadi hal yang harus diketahui pula oleh istri untuk
menjaga sakinah dalam keluarga.
Dengan adanya ketenangan, ketentraman, rasa aman, kedamaian
maka keguncangan di dalam keluarga tidak akan terjadi. Masing-masing
anggota keluarga dapat memikirkan pemecahan masalah secara jernih
dan menyentuh intinya. Tanpa ketenangan maka sulit masing- masing
bisa berpikir dengan jernih,dan mau bermusyawarah, yang ada justru
perdebatan, dan perkelahian yang tidak mampu menyelesaikan masalah.
Konflik dalam keluarga akan mudah terjadi tanpa adanya sakinah dalam
keluarga.
5. 5
2.2.2.Mawaddah
Mawaddah berasal pula dari bahasa Arab yang artinya adalah
perasaan kasih sayang, cinta yang membara, dan menggebu. Mawaddah
ini khususnya digunakan untuk istilah perasaan cinta yang menggebu
pada pasangannya. Dalam Islam, mawaddah ini adalah fitrah yang pasti
dimiliki oleh manusia. Muncul perasan cinta yang menggebu ini karena
hal-hal yang sebabnya bisa dari aspek kecantikan atau ketampanan
pasangannya, moralitas, kedudukan dan hal-hal lain yang melekat pada
pasangannya atau manusia ciptaan Allah. Kriteria calon istri menurut
Islam dan kriteria calon suami menurut Islam bisa menjadi aspek yang
perlu dipertimbangkan untuk memunculkan cinta pada pasangan
nantinya.
Adanya perasaan mawaddah pastinya mampu membuat rumah
tangga penuh cinta dan sayang. Tanpa adanya cinta tentunya keluarga
menjadi hambar. Adanya cinta membuat pasangan suami istri serta anak-
anak mau berkorban, mau memberikan sesuatu yang lebih untuk
keluarganya. Perasaan cinta mampu memberikan perasaan saling
memiliki dan saling menjaga.
Keluarga yang ada perasaan mawaddah tentunya memunculkan
nafsu yang positif (nafsu yang halal dalam aspek pernikahan). Kita bisa
melihat, keluarga yang tidak ada mawaddah tentunya tidak akan saling
memberikan dukungan, hambar, yang membuat rumah tangga pun seperti
sepi. Perselingkuhan dalam rumah tangga bisa saja terjadi jika mawaddah
tidak ada dalam keluarga. Masing-masing pasangan akan mencari cinta
lain dari orang lain. Keluarga yang penuh mawaddah bukan terbentuk
hanya karena jalan yang instan saja. Perasaan cinta dalam keluarga
tumbuh dan berkembang karena proses dipupuknya lewat cinta suami
istri serta anak-anak. Keindahan keluarga mawaddah tentunya sangat
didambakan bagi setiap manusia, karena hal tersebut fitrah dari setiap
makhluk.
6. 6
2.2.3. Wa Rahmah
Kata Rahmah berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah
ampunan, rahmat, rezeki, dan karunia. Rahmah terbesar tentu berasal dari
Allah SWT yang diberikan pada keluarga yang terjaga rasa cinta, kasih
sayang, dan juga kepercayaan. Keluarga yang rahmah tidak mungkin
muncul hanya sekejap melainkan muncul karena proses adanya saling
membutuhkan, saling menutupi kekurangan, saling memahami, dan
memberikan pengertian. Rahmah atau karunia dan rezeki dalam keluarga
adalah karena proses dan kesabaran suami istri dalam membina rumah
tangganya, serta melewati pengorbanan juga kekuatan jiwa. Dengan
prosesnya yang penuh kesabaran, karunia itu pun juga akan diberikan
oleh Allah sebagai bentuk cinta tertinggi dalam keluarga. Rahmah tidak
terwujud jika suami dan istri saling mendurhakai. Untuk itu perlu
memahami pula mengenai ciri-ciri suami durhaka terhadap istri dan ciri-
ciri istri durhaka terhadap suami.
Setelah mengetahui makna keluarga yang sakinah, mawaddah
dan rahmah, pada intinya masing- masing dalam rumah tangga mampu
mengetahui cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga menurut
Islam , sehingga tidak terjadi kekacuan.
Berikut merupakan ciri- ciri atau karakterstik yang bisa menggambarkan
seperti apakah keluarga tersebut.
1) Terdapat cinta, kasih sayang, dan rasa saling memiliki yang terjaga
satu sama lain.
2) Terdapat ketenangan dan ketentraman yang terjaga, bukan konflik
atau mengarah pada perceraian.
3) Keikhlasan dan ketulusan peran yang diberikan masing-masing
anggota keluarga, baik peran dari suami sebagai kepala rumah
tangga, istri sebagai ibu juga mengelola amanah suami, serta anak
anak yang menjadi amanah dari Allah untuk diberikan pendidikan
yang baik.
7. 7
4) Kecintaan yang mengarahkan kepada cinta Illahiah dan Nilai
Agama, bukan hanya kecintaan terhadap makhluk atau hawa nafsu
semata.
5) Jauh dari ketidakpercayaan, kecurigaan, dan perasaan was-was antar
pasangan.
6) Mampu menjaga satu sama lain dalam aspek keimanan dan ibadah,
bukan saling menjerumuskan atau saling menghancurkan satu sama
lain
7) Mampu menjaga pergaulan dalam Islam, tidak melakukan
penyelewengan apalagi pengkhianatan sesama pasangan.
8) Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
keluarga mulai dari rezeki, kebutuhan dorongan seksual, dan rasa
memiliki satu sama lain.
9) Mendukung karir, profesi satu sama lain yang diwujudkan untuk
sama-sama membangun keluarga dan membangun umat sebagai
amanah dari Allah SWT.
2.3. Tujuan dan Manfaat Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah
2.3.1. Tujuan Pernikahan
Keluarga adalah unit terkecil dalam sebuah masyarakat. Keluarga
bukan hanya sekedar hubungan formal antara suami, istri, dan anak-anak
namun juga memiliki fungsi dan tugas tersendiri dalam masyarakat. Allah
tidak pernah memberikan sebuah aturan dan menciptakan sesuatu tanpa ada
alasan dan manfaat yang akan diperoleh. Semua aturan yang diberikan
Allah senantiasa dikembalikan kepada misi dan penciptaan manusia di muka
bumi ini. Keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah adalah perintah
Allah yang juga diberikan kepada keluarga untuk diwujudkan bersama.
Dalam keluarga sakinah, tujuan utamanya adalah untuk mencapai kehidupan
yang sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan mendapatkan ridha-
Nya, sesuai dengan tuntunan yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad
SAW. Dan visi akhir dari sebuah keluarga sakinah adalah kebahagiaan
dunia akhirat, dan masuk ke dalam surga. Dengan adanya keluarga yang
8. 8
sakinah, mawaddah, wa rahmah hal ini akan mampu membantu misi dan
tujuan dalam keluarga yang islami bisa terwujud.
Berikut adalah tujuan dari keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah :
1. Menunjang Misi Kekhalifahan Manusia di Muka Bumi
Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi semata-mata untuk
beribadah kepada Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
SWT :
“Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk
beribadah kepada-Ku”. (QS Adzariyat : 56).
Dengan adanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah maka
tujuan beribadah kepada Allah sebagai satu-satunya Illah mampu
dibentuk, dikondisikan, dan saling didukung dari keluarga. Keluarga
sakinah mawaddah dan rahmah anggotanya, baik suami, istri, dan anak-
anak akan saling mengarahkan untuk menjalankan misi ibadah kepada
Allah. Keluarga sakinah mawaddah rahmah bukan hanya cinta manusia
belaka, namun lebih jauh cinta kepada keillahiahan.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi. . . . ” (QS Al-Baqarah : 30)
Allah pun menciptakan manusia untuk menjadi khalifah fil ard.
Khalifah fil ard artinya adalah manusia melaksanakan pembangunan dan
memberikan manfaat sebanyak- banyaknya untuk kemakmuran di muka
bumi lewat jalan apapun. Bisa menjadi ibu rumah tangga, profesi,
memberdayakan umat, dan sebagainya. Dengan adanya keluarga sakinah
yang penuh cinta dan rahmah, maka misi kekhalifahan ini bisa dilakukan
dengan penuh semangat, dukungan dan juga saling membantu untuk
9. 9
menutupi kekurangan. Adanya profesi atau karir dari masing-masing
suami, istri justru bukan malah menjauh dan saling tidak bertatap wajah.
Adanya hal tersebut justru membuat mereka saling mendukung agar
masing-masing juga banyak berkarya untuk agama dan bangsa, karena
keluarga bagian dari pembangunan umat.
2. Menjadi Ladang Ibadah dan Beramal Shalih
Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga diri dan
keluarga dari api neraka. Artinya, untuk menjauhi api neraka manusia
diperintahkan untuk memperbanyak ibadah dan amalan yang shaleh.
Allah Swt berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar,keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS : At Tahrim: 6).
Berdasarkan ayat diatas, tentu hal tersebut belum tentu mudah jika
dijalankan sendirian. Untuk itu, adanya keluarga yang baik dan sesuai
harapan Allah tentunya keluarga pun bisa menjadi ladang ibadah dan
amal shalih karena banyak yang bisa dilakukan dalam sebuah keluarga.
Seorang ayah yang bekerja mencari nafkah halal demi
menghidupi keluarga dan anak anaknya tentu menjadi pahala dan amal
ibadah sendiri dalam keluarga. Begitupun seorang ibu yang mengurus
rumah tangga atau membantu suami untuk menghidupi keluarga adalah
ladang ibadah dan amal shalih tersendiri. Kewajiban istri terhadap suami
dalam islam bisa menjadi ladang ibadah tersendiri. Begitupun kewajiban
10. 10
suami terhadap istri adalah pahala tersendiri bagi suami dalam keluarga.
Mendidik anak dalam Islam juga merupakan bagian dari Ladang ibadah
dan amal shalih hanya akan bisa dilakukan secara kondusif oleh keluarga
yang terjaga rasa cinta, sayang, dan penuh dengan ketulusan dalam
menjalankannya. Untuk itu diperlukan keluarga dalam sakinah,
mawaddah, wa rahmah yang bisa menjalankan ibadah dan amal shalih
dengan semaksimalnya.
3. Tempat menuai cinta, kasih, sayang dan memenuhi kebutuhan
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS An-
Nahl : 72)
Allah memberikan rezeki yang baik-baik salah satunya memberikan
nikmat keluarga dan keturunan. Hal tersebut tentunya hal yang mahal
dalam sebuah ikatan keluarga. Karena tidak semuanya dapat menikmati
hal tersebut. Padahal, keluarga dan perasaan kenyamanan cinta adalah
fitrah yang menjadi kebutuhan setiap manusia. Wanita shalehah idaman
pria shaleh adalah salah satu bentuk kebahagiaan tersendiri dalam
keluarga. Dengan adanya keluarga sakinah mawaddah wa rahman,
tentunya kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan manusia bisa dipenuhi
dalam keluarga. Kebutuhan tersebut mulai dari rasa aman, tentram,
rezeki berupa harta, cinta, seksual dari pasangan, kehormatan, dan
tentunya bentuk-bentuk ibadah yang bisa dilakukan dalam amal shalih
berkeluarga. Istri adalah amanah dari suami begitupun sebaliknya.
Membangun rumah tangga dalam Islam bukan hanya amanah suami dan
istri, namun lebih jauh dari itu adalah amanah dari Allah karena
pernikahan dalam Islam dibentuk atas dasar nama Allah. Keluarga dan
rumah tangga bukanlah tanpa ada kegoncangan dan ujian, namun atas
11. 11
dasar dan nilai-nilai agama semua itu mampu diselesaikan hingga
redamnya kegoncangan. Keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah
bukan hanya tujuan, melainkan proses untuk menggapai kebahagiaan
lebih dari dunia, yaitu kebahagiaan di akhirat.
4. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan
mengembangkan Bani Adam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
“Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”. (Q.S An
Nahl:72).
Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh
anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas,
yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“… dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu
anak)”. (Q.S Al Baqarah:187).
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah kalian mencampuri isteri
kalian dan berusaha untuk memperoleh anak”.
2.3.2. Manfaat
Anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikah
mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para
ulama, diantaranya :
1. Dapat menundukkan pandangan,
2. Akan terjaga kehormatan.
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
12. 12
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya
ia untuk masuk ke dalam surga.
6. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
7. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
8. Menikah dapat menjadi sebab semakin banyaknya jumlah ummat
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada sebagian kaum muslimin yang telah menikah dan
dikaruniai oleh Allah seorang anak atau dua orang anak, kemudian
mereka membatasi kelahiran, tidak mau mempunyai anak lagi dengan
berbagai alasan yang tidak syar’i. Perbuatan mereka telah melanggar
syari’at Islam.
Fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah
menjelaskan dengan tegas, bahwa membatasi kelahiran atau dengan
istilah lainnya “keluarga berencana”, hukumnya adalah haram.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak manfaatnya. Diantara manfaat
dengan banyaknya anak dan keturunan, adalah :
1. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
2. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
3. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya
sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).
4. Jika ditaqdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala anaknya meninggal
ketika masih kecil, insya Allah, ia akan menjadi syafa’at (penolong)
bagi orang tuanya nanti di akhirat.
5. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api neraka,
manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai
anak yang shalih dan shalihah.
6. Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu sebab bagi
kemenangan kaum muslimin ketika dikumandangkan jihad fi
sabilillah, karena jumlahnya yang sangat banyak.
7. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangga dengan jumlah
umatnya yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hendaklah ia
13. 13
mengikuti keinginan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
memperbanyak anak, karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bangga dengan banyaknya umatnya pada hari kiamat.s
2.4. Hak dan Kewajiban Suami-Istri
Hak Istri Yang Harus Dipenuhi Suami
Diantara kewajiban-kewajiban dan hak-hak tersebut adalah seperti yang
terdapat di dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat
Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy Radhiyallahu
‘anhu, ia berkata:
Saya telah bertanya,”Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus
dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab:
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan,
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian,
3. Janganlah engkau memukul wajahnya, dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah (jangan
berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).
Mengajarkan Ilmu Agama
Di samping hak di atas harus dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami
juga wajib mengajarkan ajaran Islam kepada isterinya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
14. 14
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu, penjaganya
adalah malaikat- malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai
(perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim : 6).
Untuk itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan
menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis
ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan
pemahaman Salafush Shalih –generasi yang terbaik, yang mendapat jaminan
dari Allah– sehingga dengan bekal tersebut, seorang suami mampu
mengajarkannya kepada isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup
mengajarkan mereka, seorang suami harus mengajak isterinya menuntut
ilmu syar’i dan menghadiri majelis- majelis taklim yang mengajarkan
tentang aqidah, tauhid mengikhlaskan agama kepada Allah, dan
mengajarkan tentang bersuci, berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Istri Kepada Suaminya.
Setelah wali (orang tua) sang isteri menyerahkan kepada kewajiban taatnya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala suaminya, maka kewajiban taat kepada
sang suami menjadi hak yang tertinggi yang harus dipenuhi, setelah Allah
SWT dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang,
maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya”.
Sang isteri harus taat kepada suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf
(mengandung kebaikan dalam hal agama), misalnya ketika diperintahkan
untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana muslimah, menghadiri majelis
ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan
15. 15
dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan surga bagi
dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di
bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia
taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu surga mana
saja yang dia kehendaki”.
Istri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut.
Perintah ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidak akan melihatnya pada hari kiamat, manakala sang isteri banyak
menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuni
neraka adalah wanita.” Sahabat bertanya: “Sebab apa yang menjadikan
mereka paling banyak menghuni neraka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat bertanya: “Apakah
dengan sebab mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab: “(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka
kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat
kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat
sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan “Aku tidak
pernah melihat kebaikan pada dirimu”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak
bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa
cukup)”.
Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan
yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada suaminya
dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam
16. 16
yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan kepada dirinya
untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus anak-
anaknya.
Kesimpulan dari hak dan kemajiban suami-istri diatas adalah sebagai
berikut :
Kewajiban Istri yang Menjadi Hak Suami
1) Menjaga kehormatan suami, anak-anak, harta dan mengurus semua
urusan rumah tangga
2) Mentaati perintah suami selama bukan perintah berbuat maksiat
3) Tinggal di rumah suami dan berdiam di dalamnya, tidak boleh keluar
tanpa izin suami
4) Tidak memasukkan seorang pun ke dalam rumah kecuali dengan izin
suami
5) Tidak menolak jika diajak berhubungan suami istri
6) Tidak berpuasa sunnah jika suami ada di rumah kecuali dengan izinnya
7) Berhias untuk suami, tersenyum, berwajah ceria dan tidak
menampakkan sesuatu yang tidak disukai suami
8) Menjaga harta suami, tidak membelanjakannya kecuali dengan izinnya
9) Tidak mengungkit-ngungkit pemberiannya kepada suami
10) Mensyukuri pemberian suami dan ridho dengannya walaupun sedikit
(bersifat qona’ah) dan tidak membebani suami melebihi
kemampuannya
11) Tidak boleh minta cerai kecuali dengan alasan yang benar
12) Berbuat baik kepada orang tua suami dan keluarganya
13) Menasihati suami dengan penuh kelembutan dan mendidik anak-anak
dengan penuh kesabaran
14) Menjaga rahasia suami istri, terutama yang terkait dengan ‘adegan’
ranjang
15) Berkabung (ihdad) selama 4 bulan 10 hari jika suami meninggal dunia.
Kewajiban Suami yang Merupakan Hak Istri:
1) Berlaku baik kepada istri
2) Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri
3) Sabar terhadap kekurangan agama dan akal istri
4) Menjaga kehormatan istri, terutama dari orang yang akan merenggutnya
5) Mengajari ilmu agama kepada istri, terutama ilmu-ilmu yang wajib
diketahui istri
6) Memerintahkan istrinya kepada yang ma’ruf dan mencegahnya dari
yang mungkar.
17. 17
7) Memberikan teladan yang baik kepada istri dan anak-anak
8) Tidak memukul istri seperti memukul musuh, tidak boleh memukul
wajahnya
9) Tidak menjelek-jelekan istri
10) Tidak mempersoalkan kesalahan kecil istri, apalagi mebesar-
besarkannya
11) Tidak mengungkit-ngungkit kesalahan yang istrinya telah taubat
darinya
12) Tidak mengungkit-ngungkit pemberian kepada istri
13) Tidak memboikot istri kecuali untuk pendidikan baginya
14) Memenuhi kebutuhan biologis istri
15) Tidak menghalangi istri ketika meminta izin keluar rumah untuk
memenuhi kebutuhannya dan untuk hadir sholat jama’ah di masjid,
kecuali jika suami melihat terdapat mudarat.
16) Menjaga rahasia istri
17) Berprasangka baik kepada istri
18) Mengajak istri bermusyawarah
19) Mencumbui dan mencandai istri
20) Mendengarkan keluhan (curhat) istri
21) Berbuat adil kepada semua istri jika mempunyai istri lebih dari satu.
2.5. Kriteria Memilih Calon Pasangan
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka
dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat
ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku sepaya kamu salin kenal-mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al
Hujurat: 13).
18. 18
Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari azab Allah Ta’ala dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya
seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang
paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri
yang baik agamanya,
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah
kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak
demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di
muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani
berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)
Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi
perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin
seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya,
padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa
saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk
mengetahuinya. Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki
pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang
yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama
yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan
dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa-
adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan
selainnya ( Lisaanul Arab , Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat
menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab
19. 19
(keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan Lengkap
Nikah , hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan
status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya
firman Allah Ta’ala :
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang
keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk
laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang
baik pula. Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan
oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang
mulia”. (QS. An Nur: 26).
Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin
(Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits :
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah
kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak
demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam
agama dan kedudukan sosial dapat menjadi factor kelanggengan rumah
tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu
‘anhu , seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam , dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu
‘anha . Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid
adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun
tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , apalagi kita?
20. 20
3. Menyenangkan jika dipandang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah
disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai
salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik
atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon
pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan
rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan
tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya :
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al
Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita
yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat
mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik.
Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita
Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.”
Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada
mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)
4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)
Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan
keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat
izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan
lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang
yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri
yang subur,
21. 21
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga
dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan
oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat
bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui
suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang
istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka
diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka
pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin , Bab
‘Uyub fin Nikah hal. 202).
2.6. Cara Membangun Keluarga yang Sakinah
1. Memilih suami atau istri dengan kriteria yang tepat
Dalam memilih pasangan kriteria yang tepat sangatlah penting, misalnya
beragama Islam, shaleh atau shalehah, berasal dari keturunan baik-baik,
berakhlak mulia dsb.
2. Memenuhi syarat utama dalam keluarga yaitu ‘mawaddah’ (cinta yang
membara dan menggebu) dan ‘rahmah’ (Kasih sayang yang lembut, siap
berkorban dan melindungi kepada yang dikasihi)
3. Saling mengerti atau memahami antara suami dan istri Saling mengerti
dan memahami serta menghindari aksi egoisme sangat penting dalam
membina sebuah keluarga.
4. Mengetahui hak dan kewajiban masing-masing.
5. Saling menerima kelebihan serta kekurangan masing-masing
Anda tentu tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna, demikian pula
dengan pasangan Anda.
6. Saling menghargai satu sama lain, penghargaan terhadap pasangan
adalah hal yang penting, karena setiap manusia itu pasti memiliki
kelebihan.
7. Saling mempercayai antara suami dan istri, kepercayaan merupakan salah
satu faktor yang memberikan ketenangan terhadap satu sama lain.
22. 22
8. Mengerti dan dengan sukarela menjalankan kewajiban masing-masing.
9. Hubungan harus didasar perasaan saling membutuhkan. Tidak ada
manusia yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, karena Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk sosial.
23. 23
Bab III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Sakinah, mawaddah, wa rahmah merupakan sebuah pokok yang
harus ada dalam menjalin kehidupan berkeluarga. Agar kehidupan suami
istri menjadi aman, tentram dan damai, kedua belah pihak (suami-istri)
diharuskan untuk saling pengertian, saling mencintai, saling menjaga, saling
memberi kepercayaan dan kasih sayang sepenuhnya. Aspek-aspek itu
merupakan hal-hal yang harus digaris bawahi dan dijadikan sebagai
pedoman agar terciptanya keluarga sakinah mawaddah warahmah. Semoga
kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah dan termasuk
orang-orang yang memperoleh istri dan suami yang sholeh sholehah
sehingga kehidupan di dunia dan akhirat menjadi nyaman, aman dan
tentram. Amiin
3.2. Saran
Mohon kritik dan sarannya jika pembahasan tentang Keluarga
Sakinah ini ada yang kurang atau bahkan tidak sesuai dengan apa yang ada
di Al-Quran atau Hadist ,dengan tujuan untuk perbaikan kedepannya.
24. 24
Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Annisa, F. (2016, Juni 14). Dipetik Maret 17, 2017, dari www.dalamislam.com:
http://dalamislam.com/hukum-islam-/pernikahan//keluarga-sakinah-
mawaddah-wa-rahmah
Mishba. (2015). Dipetik Maret 18, 2017, dari www.mishba7.com:
http://mishba7.com/2015/10/pengertian-sakinah-mawaddah-warahmah-
pernikahan.html?m=1
Takariawan, C. (2015, April 02). Dipetik Maret 17, 2017, dari
www.kompasiana.com: http://kompasiana.com/pakcah/10-ciri-keluarga-
sakinah-anda-sudah-memiliki_55292420f17e61f23f8b4583