1. Disusun oleh:
AGHISNA I.F. RITONGA (92321009)
AQILA SHABIRAH (92321010)
BERNADETA WINONA L. R. (92321011)
BILQISTHI ZHAHIRIYAH (92321012)
Perkembangan
Kognitif Remaja
2. Aspek-Aspek Kematangan Kognitif
Tahap Operasi Formal Piaget
● Tahap akhir perkembangan kognitif Piaget kemampuan berpikir abstrak
1. Penalaran Hipotesis – Deduktif
Kemampuan mengembangkan, mempertimbangkan, dan menguji hipotesis
- Percobaan pendulum terhadap Adam saat berusia 7 tahun tahap operasional
- Percobaan pendulum terhadap Adam saat berusia 10 tahun tahap operasi konkret
- Percobaan pendulum terhadap Adam saat berusia 15 tahun tahap operasi formal
- Kemampuan penalaran dalam tahap operasi formal berkaitan dengan budaya dan sekolah
3. 2. Evaluasi teori Piaget
- Teori Piaget sebagai patokan desain kurikulum sekolah
- Riset Neo-Piagetian
Proses kognitif anak berkaitan pikiran
Dipengaruhi budaya
- Riset Piaget yang lain menyatakan bahwa perkembangan kognitif terus berlanjut
sampai dewasa
- Kritik Piaget operasi formal bukan satu-satunya aspek yang paling penting dalam
kematangan kognitif
Lanjutan ….
4. Perkembangan Bahasa
1. Usia 16 – 18 tahun +/- 80.000 kata
2. Remaja dapat membahas abstraksi: cinta, keadilan,
kebebasan
3. Remaja dapat menggunakan kata sambung: walaupun,
sebaliknya, bagaimanapun juga, oleh karena itu, mungkin, dll
4. Remaja mampu melakukan penyerapan perspektif sosial
(social perspective-taking)
5. Teori Kognitif Elkind
Merujuk kepada psikolog David Elkind, perilaku seperti itu bersumber dari usaha
remaja yang belum berpengalaman untuk masuk ke dalam pemikiran formal.Cara
berpikir baru ini, yang secara fundamental mengubah cara mereka melihat diri
sendiri dan dunia mereka, tidak akrab dengan diri mereka seperti tubuh mereka
yang berubah bentuk, mereka terkadang merasa jangggal dalam
menggunakannya.
Anak makhluk egosentrisme dg ketertarikan puting
susu ibu memecahkan masalah abstrak &
membayangkan masyarakat ideal
6. KARAKTERISTIK KETIDAKDEWASAAN PEMIKIRAN
REMAJA
1. Idealisme dan kekritisan
Mereka menjadi sangat sadar akan kemunafikan (hypocrisy), dan
dengan penalaran verbal mereka yang semakin tajam, mereka
menyukai majalah dan entertainer yang menyerang figure publik
dengan kata-kata satire dan parodi.
2. Argumentativitas
Mencari kesempatan untuk mencoba atau menunjukkan
kemampuan penalaran formal baru mereka.
7. 3. Ragu-ragu
Menyimpan berbagai alternatif dalam pikiran mereka pada waktu
yang sama, tetapi karena kurangnya pengalaman, mereka
kekurangan strategi efektif untuk memilih.
4. Menunjukkan hypocrisy
Mereka tidak menyadari perbedaan antara mengekspresikan sesuatu
yang ideal dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan untuk
mewujudkannya.
8. 5. Kesadaran diri
Para remaja sekarang dapat berpikir tentang pemikiran pikiran mereka sendiri dan orang
lain. Akan tetapi, dalam keasyikan mereka akan kondisi mental mereka, para remaja
seringkali berasumsi bahwa yang dipikirkan orang lain sama dengan yang mereka
pikirkan, yaitu diri mereka sendiri.
Elkind merujuk kondisi kesadaran diri ini sebagai imaginary audience, fenomena bahwa
seorang remaja mengantisipasi reaksi orang lain terhadap mereka dalam situasi sosial
yang sebenarnya atau yang akan datang. Elkind berargumen bahwa antisipasi semacam
ini dapat dijelaskan oleh keasyikan remaja bahwa orang lain sama mengagumi atau
mengkritik mereka seperti diri mereka sendiri. Akibatnya, audience tercipta, karena
remaja percaya bahwa mereka akan menjadi fokus perhatian.
9. 6. Kekhususan dan ketangguhan
Elkind mengunakan istilah personal fable untuk menunjukkan keyakinan para remaja
bahwa ia spesial, bahwa pengalaman mereka unik, dan mereka tidak tunduk pada
peraturan yang mengatur dunia (“orang lain ketagihan ketika menggunakan obat
terlarang, tetapi saya tidak” atau “tidak ada seorang pun yang mengalami jatuh cinta
sedalam ini kecuali saya”).
Karena adanya personal fable di beberapa titik, remaja cenderung mengganti peran
idola, pahlawan atau bahkan dewa dengan citra mereka sendiri.
Menurut Elkind, bentuk egosentrisme khusus ini mendasari perilaku self-destructive
dan berisiko. Seperti imaginary audience, personal fable terus berlanjut hingga
masa dewasa.
10. Konsep Egosentrisme remaja
Istilah yang digunakan psikolog anak David Elkind ini untuk
menggambarkan fenomena ketidakmampuan remaja untuk
membedakan antara persepsi mereka tentang apa yang dipikirkan
orang lain tentang mereka dan apa yang sebenarnya dipikirkan
orang dalam kenyataan.
. Teori Elkind tentang egosentrisme remaja diambil dari
teori Piaget tentang tahap perkembangan kognitif , yang
berpendapat bahwa operasi formal memungkinkan
remaja untuk membangun situasi imajiner dan pemikiran
abstrak.
12. Kasus 1
Kasus ini berkaitan dengan teori Elkind mengenai imaginary audience, dimana terdapat fenomena
seorang remaja mengantisipasi reaksi orang lain terhadap mereka dalam situasi sosial yang
sebenarnya atau yang akan datang. antisipasi semacam ini dapat dijelaskan oleh keasyikan remaja
bahwa orang lain sama mengagumi atau mengkritik mereka seperti diri mereka sendiri. Akibatnya,
audience tercipta, karena remaja percaya bahwa mereka akan menjadi fokus perhatian. Dalam kasus
ini, gadis tersebut berpikir bahwa ia selalu was-was diperhatikan orang lain, ia berpikir bahwa
orang akan mengomentari rambutnya, pemikiran gadis tersebut merupakan asumsi yang ia buat
karena ia percaya ia menjadi focus orang lain, Elkind juga mengatakan bahwa karena pemikiran itu
dibuat sendiri oleh remaja tersebut maka remaja tersebut tentu tau bahwa itu pemikirannya sendiri.
Seperti yang dikatakan gadis dalam video tersebut, bahwa ia tahu orang-orang tidak mungkin
berpikir itu dan dia berpikir hanya dia yang tahu pemikiran tersebut.
14. Kasus 2
Kasus ini juga berkaitan dengan teori Elkind mengenai personal fable, dimana teori ini
mengatakan bahwa remaja memiliki sebuah keyakinan yang kompleks bahwa perasaan
mereka unik, istimewa dan abadi. Bentuk keyakinan yang digambarkan oleh gadis
tersebut adalah bahwa temannya itu jahat sehingga ia tidak mungkin berteman dengan
teman tersebut juga mengenai gurunya, ia berpikir bahwa ia mendapatkan nilai buruk
karena gurunya yang jahat (karena ia berpikir gurunya punya banyak cara untuk
meyiksanya) dan juga mengenai teman pria yang dia senangi. Menurut Elkind, karena
seorang remaja biasanya gagal untuk membedakan fokus mereka pada persepsi mereka
sendiri dan persepsi orang lain, mereka cenderung percaya bahwa mereka sangat penting
bagi orang-orang di sekitar mereka (imaginary audience), dan akibatnya menganggap
perasaan mereka sebagai sesuatu yang istimewa dan unik. Pada kasus ini, ketika
orangtuanya memberikan tanggapan yang menurutnya bertentangan dengan apa yang
dipikirkannya ia menjadi kesal dan berpikir bahwa orangtuanya tidak mungkin mengerti
apa yang ia rasakan.
15. Perkembangan Moral :
Teori Kohlberg
Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan
tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku
dalam kelompok sosial.
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori
Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap
perkem-bangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara
universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses
berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).
16.
17. ISU PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN
Sekolah merupakan pusat mengorganisasi pengalaman di hampir semua
kehidupan remaja. Hal ini menawarkan kesempatan untuk menguasai
informasi, menguasai keterampilan baru, dan mengasah keterampilan
yang sudah dimiliki; berpartisipasi dalam olahraga, seni dan aktivitas
lainnya; untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan pekerjaan; dan berada
bersama teman-teman. Hal ini memperluas intelektualitas serta
cakrawala sosial.
18. PENGARUH-PENGARUH PADA PENCAPAIAN HASIL SEKOLAH
• Motivasi Siswa dan Kekuatan Diri
Di Negara barat, terutama Amerika Serikat, praktik pendidikan didasarkan pada asumsi bahwa siswa
dapat dimotivasi untuk belajar. Para pendidik menekankan nilai-nilai motivasi intrinsik.
• Gender
Dalam uji coba yang dilakukan pada remaja di 43 Negara industri, perempuan di semua Negara
merupakan pembaca terbaik dibandingkan anak laki-laki. Anak laki-laki menguasai matematika dihampir
seluruh Negara, tetapi perbedaan gender tersebut kurang jelas dibandingkan dalam hal membaca.
(Kekuatan sosial budaya yang mempengaruhi perbedaan gender: pengaruh keluarga, pengaruh sekolah,
pengaruh lingkungan sekitar, dan pengaruh budaya)
Ditingkat dasar, seperti faktor pola asuh, status sosial ekonomi, dan kualitas lingkungan rumah
memengaruhi pencapaian hasil di sekolah pada masa remaja. Faktor lain termasuk gender,
etnisitas, pengaruh teman sebaya, kualitas sekolah, dan kepercayaan siswa pada diri mereka
sendiri.
19. Lanjutan ……
• Gaya Pengasuhan, Etnisitas dan Pengaruh Sebaya
Penelitian mengatakan bahwa orang tua yang menekankan pada nilai-nilai
pendidikan, menghubungkan pencapaian akademis untuk tujuan di masa depan, dan
mendiskusikan strategi belajar memiliki dampak yang signifikan pada keberhasilan
akademis anak.
Sekolah
Kualitas sekolah memengaruhi keberhasilan siswa. Sekolah yang baik memiliki
keteraturan, lingkungan yang aman, sumber materi yang memadai, guru yang stabil
serta rasa positif terhadap komunitas.
20. PUTUS SEKOLAH DARI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Putus sekolah dari SMA adalah hal yang sering terjadi yang dapat
menempatkan individu pada jalur perkembangan negatif. Putus sekolah
lebih cenderung menjadi pengangguran atau memiliki pendapatan yang
rendah, terlibat dalam penggunaan obat-obatan, kriminalitas, dan
pelanggaran, serta kesehatan yang rendah.
21. MENYIAPKAN PENDIDIKAN YANG LEBIH TINGGI ATAU
PEKERJAAN
Hal-hal yang Memengaruhi Aspirasi Siswa
- Keyakinan pada kemampuan diri
- Nilai-nilai orang tua
- Gender
- Sistem pendidikan
22. Lanjutan …..
Membimbing Siswa yang Tidak Terikat untuk Perguruan Tinggi
Kebanyakan Negara industri menawarkan bimbingan pada siswa sekolah yang tidak terikat untuk perguruan
tinggi. Jerman contohnya, memiliki sistem magang, yakni siswa SMA bersekolah paruh waktu dan menghabiskan
sisa minggunya dengan pelatihan kerja yang diawasi oleh mentor pegawai.
Remaja Ditempat Kerja
Di Amerika Serikat, mayoritas remaja bekerja pada waktu yang sama, selama SMA, kebanyakan bekerja di
bidang pelayanan dan retail. Peneliti tidak setuju mengenai apakah bekerja paru waktu akan memberikan
keuntungan bagi siswa SMA (dengan membantu mereka mengembangkan keterampilan di dunia nyata dan etika
kerja) atau malah merugikan (dengan mengacaukan mereka akan studi jangka panjang dan pencapaian tujuan
pekerjaan).
23. CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics
& images by Freepik
THANKS!
Do you have any questions?