Konsep "One Teacher One Mission" mengusulkan agar setiap guru memilih satu misi tertentu terkait nilai-nilai kemanusiaan untuk diajarkan kepada siswa selama 3 minggu. Guru diberi kebebasan untuk menyampaikan misi secara kreatif dan menyenangkan di luar kelas, seperti mengajak siswa berinteraksi dengan anak panti asuhan untuk menanamkan nilai kepedulian. Metode ini bertujuan membentuk karakter sis
1. LANDASAN PENDIDIKAN
ONE TEACHER ONE MISSION
OLEH
IB. HADI PRAMANA
NIM: 1129011105
PASCA SARJANA
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2011
2. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
“Banyak orang mengatakan bahwa kecerdasanlah yang menjadikan seseorang
ilmuan hebat, namun mereka salah; karakterlah yang menjadikan seseorang ilmuan
hebat” itulah salah satu kutipan terkenal yang diungkapkan oleh seorang ilmuan
dibidang fisika bernama Albert Einstein. Hal yang bisa ditafsirkan dari apa yang Albert
Einstein ungkapkan itu adalah kecerdasan bukanlah satu-satunya hal yang menjadikan
seseorang sebagai pribadi yang berguna dan dipandang dimasyarakat, akan tetapi
karakterlah yang paling berperan. Karakter seseorang seperti sifat ingin tahunya,
pengabdiannya, keberaniaannya, kepeduliaanya, dan tindak-tanduknya adalah apa
yang menjadikannya sebagai pribadi yang hebat. Kecerdasan bisa menjadi nomor dua
karena sifat-sifat seperti rasa ingin tahu, pengabdian, keberanian dan kepedulian bisa
menciptakan kecerdasan itu sendiri. Dengan sikap dan rasa ingin tahu, seseorang akan
terus menggali ilmu pengetahuan untuk mencari “tahu”. Dengan pengabdian,
seseorang akan terus berusaha tanpa kenal lelah untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan yang muncul dalam pencahariaanya untuk ilmu pengetahuan. Dengan
keberaniannya, seseorang dapat melangkah, mencoba, terjun, dan menciptakan teori-
teori baru untuk mengaplikasikan apa yang dia ketahui, berikut mengakui dan
memperbaiki kesalahannya. Dan dengan kepedulian, ilmu pengetahuan yang
seseorang miliki dapat menjadi alat terbaik untuk menjadikan kehidupan orang lain
dan diri sendiri menjadi lebih baik dan harmonis.
Pendidikan adalah media paling ideal untuk membangun dan mengembangkan
karakter. Martin Luther King, Jr. seorang penerima nobel, pendeta babtis, aktivis HAM,
dan salah seorang pemimpin terpenting dalam sejarah Amerika Serikat dan sejarah
3. non-kekerasan pada zaman modern pernah mengungkapkan bahwa pendidikan adalah
untuk mengajarkan seseorang berfikir intensif dan kritis, tujuan pendidikan yang
sebenarnya adalah kecerdasan dan karakter. Bila bercermin dari apa yang Martin
Luther King, Jr. ungkapkan tersebut bisa dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia
saat ini terlalu mengagungkan kecerdasan sampai hampir melupakan satu hal penting
yaitu “memanusiakan” manusia. Bagaimana tidak? Pendidikan difokuskan pada
standar mutu kompetensi dengan test-test evaluasi pilihan ganda yang sepertinya
melupakan bahwa nilai-nilai tinggi dari test-test tersebut bukan segalanya, bahkan
pendidikan budi pekerti hanya berkesan teoritis tanpa aplikasi yang menarik. Hidup
adalah pilihan namun hidup sama sekali berbeda dengan pilihan objektif yang tersedia
dalam lembaran-lembaran soal yang dibuat untuk meningkatkan standar mutu
pendidikan. Sekolah menjadi tempat membosankan yang hanya menyediakan
pengajaran dan menjual ilmu pengetahuan. Pendidikan yang hanya berfokus pada
pengajaran ini sepertinya adalah pendidikan yang telah kehilangan jiwanya.
Pendididkan seharusnya adalah sesuatu yang menyenangkan seperti bercerita
secara bergiliran dibawah pohon akasia tentang legenda-legenda yang memuat pesan-
pesan bagus, terjun kesawah untuk menyelamatkan ikan yang menggelepar tidak
berdaya karena kekeringan, atau mungkin berbagi di panti asuhan dengan teman-
teman yang kurang beruntung. Lingkungan sekitar bisa digunakan untuk
meningkatkan kepekaan, membangun nilai-nilai hidup, dan membangkitkan
kreatifitas. Namun itu semua sangat sulit terjadi di Indonesia, dengan sistem
pendidikan yang memaksa para pendidik untuk melihat segala sesuatunya dalam
“ruangan-ruangan sempit bersudut,” melalui dogmasi dan dikte dari buku-buku teks.
Produk yang dihasilkan tentu saja adalah generasi-generasi yang memandang dunia
sebagai “tempat sempit yang bersudut pula” dimana kebenaran bagi generasi ini
adalah kebenaran berdasarkan sudut pandangnya, dan segala tindakan mereka
4. didasarkan atas dorongan kesenangan impulsive tanpa mempedulikan keselamatan
orang lain dan diri mereka sendiri. Hal inilah yang terjadi berkat pendidikan yang
minim memperhitungkan output karakter yang akan dihasilkan.
Untuk bangkit dari situasi ini, setiap oknum pendidik harus mulai membuka
dan menginstropkesi diri dalam “menciptakan dunia luas yang tidak bersudut di hati
mereka” serta menghancurkan “ruangan-ruangan sempit itu” untuk mengajarkan nilai-
nilai kehidupan kepada siswa dan siswi mereka dengan cara-cara yang tidak langsung
dan menyenangkan. Mengapa cara-cara yang tidak langsung dan menyenangkan?
Cara-cara yang tidak langsung dan menyenangkan adalah pendekatan paling tepat
dalam mengajarkan nilai-nilai hidup karena hal ini bisa membuat seseorang menjadi
kreatif, luwes, dan santai. Membuat seseorang belajar dan bukan mengajarkannya
adalah strategi terbaik untuk menciptakan generasi-generasi yang mampu berkreasi
lebih inovatif sebab dalam pencaharian intisari dari sebuah pengalaman seseorang akan
merenung dan berfikir secara mendalam. Maksud dari hal ini adalah daripada
mendiktekan nilai-nilai hidup kepada anak didik kita yang akan membuat mereka
menjadi pribadi yang kaku dan tidak bisa memilah dimana harus berkompromi pada
nilai-nilai hidup mereka, lebih baik membuat mereka menyimpulkan sendiri pelajaran
apa yang mereka dapat setelah para pendidik memberikan mereka suatu situasi
melalui tuntunan yang tepat. Akan sangat tidak lucu bila seseorang sama sekali tidak
berbohong dalam lingkungan sosialnya, setidaknya berbohong bisa dilakukan ketika
seseorang sedang bercanda atau dihadapkan situasi yang kritis. Namun berbohong
tentu saja tidak dapat ditoleransi ketika digunakan untuk memanipulasi orang lain
guna mencapai tujuan yang merugikan orang lain dan dirinya sendiri. “Dunia itu tidak
bersudut” dan warnanya bukanlah hitam dan putih, memilah dunia berdasarkan
warna hitam dan putih bukanlah sesuatu yang baik.
5. Metode yang tepat untuk pendidikan yang berorientasi pada karakter sangatlah
diperlukan untuk menghadapi krisis karakter dikalangan generasi muda pada
khususnya. Sebuah metode yang dapat menanamkan kepekaan, serta menumbuhkan
kepedulian pada lingkungan sekitar dan pribadi masing-masing, metode yang dapat
menjadi vaksin untuk sifat “ikut-ikutan yang tidak baik.” Untuk itu terpikirkanlah
sebuah konsep yang saya sebut dengan “one teacher one mission” dimana fokus dari
konsep ini adalah satu guru dan satu misi dalam jangka waktu tertentu. Setiap guru
memilih sebuah misi untuk dilaksanakan, dimana misi itu adalah mengajarkan nilai-
nilai hidup tertentu seperti; keberanian, harapan, cinta kasih, kejujuran, pengabdian
dan lain sebagainya dalam jangka waktu tertentu dengan sekreatif serta semenarik
mungkin.
6. Pembahasan
2.1 Landasan Teori
Adapun teori-teori yang melandasi konsep “one teacher one mission” ini adalah
beberapa teori pembentukan perilaku dalam bidang psikologi seperti kondisioning,
insight, dan model. Kondisioning bisa diartikan sebagai mengkondisikan lingkungan
atau membiasakan diri untuk berprilaku seperti yang diharapkan, sedangkan Insight
dapat diartikan sebagai cara pembentukan perilaku yang dilakukan dengan
menumbuhkan pengertian, dan model adalah penggunaan contoh untuk membentuk
prilaku. Dalam menggunakan teori-teori pembentukan prilaku ini ada baiknya untuk
melihat beberapa teori prilaku yang dikemukakan oleh para ahli dibidan psikologi.
Beberapa teori prilaku itu adalah sebagai berikut:
Teori Insting; teori ini dikemukakan oleh seorang pelopor psikologi sosial
bernama McDouggall dimana dalam teori ini perilaku dipandang terjadi karena
insting. Insting adalah perilaku yang bersifat innate (bawaan) dan prilaku ini
mengalami perubahan seiring pengalaman
Teori Dorongan; teori ini memandang prilaku terjadi akibat adanya
dorongan-dorongan atas kebutuhan dimana dorongan ini akan mengalami
reduksi atau pengurangan apabila kebutuhan tersebut terpenuhi.
Teori Insentif; dalam teori ini perilaku terjadi karena adanya
reinforcement, baik itu karena reinforcement positif atau negative.
Reinforcement positif mendorong organism untuk berbuat, sedangkan
reinforcement negative menghambat organism untuk berbuat.
Teori Atribusi; teori ini adalah teori yang menjelaskan sebab-sebab
perilaku seseorang, baik karena disebabkan oleh disposisi internal seperti motif,
7. sikap, dan lain sebagainya ataupun kerena keadaan eksternal seperti lingkungan.
Teori Kognitif; teori ini membahas tentang pemilihan perilaku
berdasarkan manfaat sebesar-besarnya pada indifidu. Dalam teori ini faktor
berfikirlah yang menentukan pemilihan prilaku dimana perilaku terjadi akibat
respons dari stimulus yang dikendalikan oleh sisi kognitif.
Dari beberapa teori tentang perilaku dan pembentukan perilaku yang sering
disampaikan dalam teori pisikologi perkembangan, pisikologi kepribadian, dan
pisikologi sosial tersebut, tindakan-tindakan yang dihasilkan akibat aktivitas kejiwaan
dapat amati dan diarahkan untuk membentuk karakter seseorang. Baik dengan
melakukan kondisioning seperti membiasakan anak didik untuk melakukan sesuatu
yang baik hingga menjadi kebiasaan, sampai dengan memberikan kemampuan berfikir
kritis dan akurat dengan menstimulasi anak didik untuk mengambil kesimpulan guna
membentuk pengertian. Dalam pembentukan pola pikir kritis dan dan pengertian ini
para pendidik harus berhati-hati untuk tidak memberikan stimulasi yang salah. Karena
dampak dari stimulasi yang salah akan menyebabkan simpulan menjadi salah pula.
Para pendidik harus dapat mengarahkan anak-anak didiknya dengan tepat saat melihat
terjadi indikasi pelencengan namun tetap dengan cara yang menyenangkan. Cara yang
menyenangkan dipilih karena mempertimbangkan beberapa prinsip yang
menyebabkan seseorang tergerak untuk berprilaku. Dua diantaranya adalah prinsip
kenikmatan, dan kebutuhan dasar manusia dengan memperkenalkan mereka
kenikmatan saat melakukan sesuatu yang baik dan benar, yang nantinya bisa menjadi
motivasi untuk melakukan tindakan-tindakan selanjutnya. Apapun metodenya,
diharapkan agar para pendidik dapat membangun suasana yang ceria dan
menyenangkan untuk mencegah agar nantinya tidak malah menjadi reinforcement
negatif (yang membuat seseorang memilih untuk tidak melakukan sesuatu).
8. Karena karakter merupakan kebiasaan yang menjadi “identitas” dan kebiasaan
timbul akibat perilaku atau tindakan-tindakan yang konstan, maka sebaiknya
pendidikan karakter diajarkan dengan tindakan-tindakan yang menumbuhkan
pengertian dan berfikir. Membuat anak didik untuk berfikir berbeda dengan membuat
anak didik untuk menghafal, karena aktifitas kognitif akan lebih kental dengan
membuat anak didik untuk berfikir atau merenung. Seperti yang telah dipaparkan
dalam teori kognitif diatas, dengan kemampuan kognitif yang kuat anak didik
diharapkan untuk nantinya dapat memilih perilaku yang paling menguntungkan untuk
dirinya. Sebagai contoh ilustrasi; seorang anak dihadapkan dengan lingkungan yang
kurang baik, dilingkungan tersebut menegak minuman keras, berjudi, dan sex bebas
adalah hal yang biasa. Dengan expose seperti ini dari lingkungan seseorang nantinya
diharapkan untuk memilih tidak ikut dengan lingkungan yang demikian karena
memiliki kemampuan kognitif untuk memilih yang bagus dengan pertimbangan
bahwa tindakan-tindakan yang di expose oleh lingkungan tidak memberikan manfaat
yang baik bagi dirinya sendiri .
Dengan mengadopsi dua pandangan pembentukan perilaku yaitu pandangan
behaviorist dan kognitif, kegiatan sekolah yang dirancang oleh seorang guru untuk
misi tertentu ditekankan pada action dan pengertian. Action seperti yang dipandang
oleh para behaviorist dapat membantu seseorang untuk membentuk perilakunya,
sedangkan kemampuan kognitif atau pengertian dapat membantu seseorang untuk
memilih perilaku mana yang terbaik untuk dirinya dan lingkungan.
2.2 Konsep “One Teacher One Mission”
Berangkat dari sebuah ide bahwa sekolah adalah tempat manusia dimanusiakan,
“One teacher One mission” adalah sebuah konsep mengajar dimana setiap 3 minggu
9. seorang pendidik diberikan sebuah misi untuk disampaikan kepada anak didiknya.
Adapun misi yang diberikan adalah berupa nilai-nilai kemanusiaan seperti; Friendship
(persahabatan), Life (kehidupan), Love (cinta dan kasih saying), Familly (keluarga),
Charity and Compassion (kepedulian) dan lain sebagainya.
Dalam konsep ini setiap guru diberikan kebebasan dalam menyampaikan nilai-
nilai itu sekreatif dan semenarik mungkin dimana hal ini tidak harus dilakukan
didalam kelas. Sebagai contoh, untuk menyampaikan misi charity, guru bisa mengajak
siswa-siswinya untuk pergi ke panti asuhan dengan instruksi setiap anak didik
diharapkan untuk mencari seorang teman dipanti asuhan tersebut untuk diajak
bermain atau “didengarkan.”
Sebelum event berlangsung, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
diinstruksikan dengan jelas. Misalnya seperti tidak boleh terlalu banyak berbicara
tentang diri sendiri, atau harus bertanya hanya hal-hal tentang keseharian saja, dan lain
sebagainya. Setelah event berlangsung, siswa-siswi diberikan tugas untuk membuat
sebuah laporan tentang apa yang mereka alami berupa narasi yang nantinya akan
dibacakan atau disampaikan didepan kelas.
Apabila situasi tidak memungkinkan untuk mengajak siswa-siswi keluar dari
sekolah, penyampaian misi ini bisa dilakukan didalam kelas dengan mengambil jam
penuh. Misalnya untuk menyampaikan misi Familly, siswa-siswi diajak untuk bercerita
dan berbagi tentang apa yang akan mereka lakukan, bila seandainya suatu hari mereka
menjadi seorang ayah atau ibu. Sebelum hal ini dilakukan, guru bisa menciptakan
situasi kelas yang diinginkan dengan memberikan impresi tentang pandangannya
terlebih dahulu. Sebagai contoh; “bila suatu hari saya menjadi seorang ayah, saya akan
mengajak anak-anak saya untuk bermain dibawah rindangnya pepohonan... saya ingin
memberikan sebuah kenangan yang menyenangkan tentang bagaimana alam
10. memberikan mereka begitu banyak kegembiraan, saya ingin agar anak-anak saya lebih
mencintai alam... agar suatu hari nanti ketika mereka besar dan menjadi orang yang
membangun negri ini, mereka akan berfikir ulang saat memutuskan untuk menanam
tiang-tiang beton pondasi bangunan, mereka akan mengingat bahwa alam sudah
memberikan kerindangan dimasa kecil mereka, bahwa alam sudah memberikan tempat
bermain untuk mereka… bahwa alam telah begitu baik dengan memberikan
rerumputan hijau tempat mereka berlari dengan bebas, bahwa alam begitu mengasihi
mereka dengan keteduhan yang diberikannya… sehingga mereka akan mencintai alam
dan alam akan mencintai mereka sebagaimana mereka mencintainya.” Setelah itu guru
bisa mengajak siswa-siswinya untuk secara bergiliran berbicara secara spontan tentang
keinginan mereka dan diakhiri dengan sesi tanya jawab yang bersifat casual.
Untuk membawakan misi family bisa juga dilakukan dengan meminta siswa-
siswi untuk menulis pengalaman yang paling berkesan bersama salah seorang family
dengan tetap memberikan contoh untuk mengarahkan siswa-siswi pada impresi yang
ingin disampaikan. Guru bisa saja memberikan contoh sebagai berikut “Tahukah
kalian kalau kakekku sangat hebat; ia menggendongku dipundaknya dan
memperkenalkanku pada kadal yang bisa terbang, ia juga memberitahuku tentang
serangga yang bisa berenang sangat cepat di air dan kumbang yang kulitnya luar biasa
keras... tahukah kalian kalau kakekku sangat hebat; ia membuatkanku senjata yang
disebut tulupan... dan tak ada satu orang pun yang menyamai tulupan buatan kakekku,
ia juga membuatkanku ketapel yang sangat bagus, dengan pegangan yang ia sesuaikan
dengan tangan kecilku dan talinya yang ia buat dari ban bekas. tahukah kalian kalau
kakekku sangat hebat; ia bercerita padaku tentang raksasa yang tinggal disebuah goa
ketika kami berjalan-jalan dan menemukan sebuah goa besar didekat sungai. ia berkata
bahwa raksasa itu sering menculik anak-anak... tapi jangan khawatir karena ia sudah
mengalahkannya, ia juga bercerita padaku tentang yuyu raksasa yang ia kalahkan dan
11. ia tunjukan capitnya sebelum kami makan malam... tahukah kalian kalau kakekku
sangat hebat; ia sama sekali tidak marah ketika aku membongkar satu-satunya pompa
sepeda miliknya karena ingin tahu bagaimana benda itu bisa mengeluarkan angin, ia
juga tidak marah ketika aku membongkar jam weker dan senter miliknya. “ Setelah itu
siswa siswi diajak untuk mengutarakan pentingnya keluarga dan mendefinisikannya
berdasarkan penilaian mereka.
Dalam konsep ini subjektifitas memang kental karena harus mendefinisikan
misi-misi kemanusiaan yang ingin disampaikan melalui pandangan pribadi, untuk itu
setiap guru yang dalam kesehariannya dinilai dapat merepresentasikan nilai tertentu
ditunjuk untuk mempresentasikan nilai tersebut kepada siswa siswinya. Dengan fokus
pada satu nilai atau misi dalam waktu 3 minggu sekali saja, guru yang
mempresentasikan nilai tertentu ini diharapkan dapat mengembangkan dan menggali
kreatifitas serta semangatnya dalam menyampaikan misi tersebut kepada siswa-dan
siswinya, dan begitu pula dengan guru-guru lain yang mendapat misi lain. Tujuan dari
konsep ini selain sebagai pendidikan karakter juga adalah untuk memberikan
penghargaan dan kehormatan kepada guru yang dipandang mampu
merepresentasikan sebuah nilai kemanusiaan tertentu, sehingga setiap guru juga
memiliki predikat berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkannya. Jadi setiap
guru yang ditunjuk untuk merepresentasikan nilai tertentu sesungguhnya adalah guru
yang diberikan kehormatan karena dipandang mampu dalam membawakan nilai
tersebut.
12. Simpulan dan Saran
One Teacher One Mission adalah sebuah konsep yang mengusahakan
terbentuknya karakter anak didik melalui pengembangan perilaku dengan aksi dan
penggalian kognitif dimana aksi bertujuan untuk pembiasaan perilaku baik sedangkan
penggalian kognitif bertujuan untuk membentuk kesadaran yang melatar belakangi
perilaku tersebut. Outcome dari metode ini diharapkan adalah generasi-generasi yang
memiliki karakter kuat dan beresistensi tinggi terhadap pengaruh-pengaruh negatif.
Untuk itu setidaknya para pendidik harus membuka kemungkinan akan metode-
metode lain yang dapat digunakan untuk membentuk pola pikir anak didiknya agar
fungsi sekolah tidak hanya menjadi tempat pengajaran melainkan juga tempat manusia
dimanusiakan.
13. DAFTAR PUSTAKA
Depporter, Bobbi. Reardon, Mark. Singer, N.S. Quantum Teaching. Mizan. Bandung
May Jo, Meadow. 1989. Memahami orang lain. Kanisius. Yogyakarta.
Tobler, Jan. Carrol, Lee. 2000. An Indigo Celebration. PT Bhuana Ilmu Populer
Kelompok Gramedia. Jakarta
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial. C.V Andi Offset. Yogyakarta