SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Penyakit Hirschprung dan Malformasi Anorektal
Charlotte Wetherill dan Jonathan Sutcliffe
Abstrak
Penyakit Hirschprung dan malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang terjadi
pada neonatus dengan karakteristik obstruksi intestinal bagian distal. Penyakit Hirschprung
berkaitan dengan obstruksi bagian distal dari usus yang berasal dari perkembangan abnormal
sistem persarafan dari usus selanjutnya mengakibatkan aganglionosis dari bagian distal usus.
Malformasi anorektal merupakan anomali atau kelainan anatomi yang menyebabkan
obstruksi mekanik dari usus. Kedua kondisi tersebut sering berkaitan dengan kelainan
kongenital atau suatu sindrom, yang membutuhkan penanganan dan evaluasi yang mendalam.
Tindakan pembedahan biasanya dibutuhkan untuk kedua kondisi melalui persiapan dan
teknik yang cermat. Follow up jangka panjang dibutuhkan setelah identifikasi awal dan terapi
yang cocok serta bersifat potensial untuk mengurangi keluhan/gejala termasuk inkontinensia
fekal/feses.
1. Pendahuluan
Penyakit Hirschprung dan malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang
membutuhkan diagnosis lebih dini, terapi yang cermat serta follow-up yang ketat. Untuk
mempertahankan keberlangsungan hidup, mengurangi gejala sisa secara fungsional
memerlukan pendekatan berbagai disiplin ilmu pada stadium awal. Meskipun Penyakit
Hirschprung dikenal sebagai defek primer yang bersifat fisiologis serta malformasi anorektal
yang merupakan kelainan anatomi primer, penyebab secara pasti belum sepenuhnya
dimengerti. Melalui perkembangan ilmu pengetahuan serta penelitian saat ini, tidak hanya
berpotensial dalam penanganan secara klinis namun juga mencoba memberi pengertian
bagaimana perkembangan secara normal.
Setelah kedua kondisi tersebut ditemukan paling banyak setelah kelahiran maka penentuan
secara akurat dan konseling parental/orang tua pada periode kehamilan usia dini sangat
penting. Tujuan artikel ini yakni untuk memberi gambaran gejala klinis yang sering muncul,
terutama fokus pada kelainan /abnormalitas serta penjelasan tentang penanganan awal
masing-masing kondisi yang terjadi.
2. Penyakit Hirschprung
2.1 Definisi dan Patofisiologi
Penyakit Hirschprung merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh
aganglionosis yang terjadi pada segmen usus. Sel ganglion berperan sebagai
titik penyambung terhadap sistem persarafan usus, yang mengatur relaksasi.
Jika sel ganglion tidak terbentuk maka zona aganglionik menjadi spastik
sehingga menimbulkan gejala obstruksi fungsional bagian distal dari usus. [1]
Panjang usus yang terkena bervariasi. Bagian yang sering terjadi adalah bagian
bawah dari rektum, tepatnya daerah dentata atau dentata line. Hal ini
mengindikasikan bahwa biopsi rektum dapat mengkonfirmasi diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis lainnya tanpa harus dilakukan biopsi invasif. Daerah
proksimal yang terkena dapat bervariasi tetapi kebanyakan pada daerah rektum
atau sigmoid (Classic-segment- disease) [2] sekitar 10% pada anak-anak
mengenai segmen panjang, kebanyakan pada kolon secara keseluruhan
(Aganglionik Kolon secara Total) atau yang lebih berat yakni keseluruhan dari
bagian usus halus. Hal ini merupakan penyebab terpenting pada gangguan
intestinal.
Daerah antara zona aganglionik dan usus yang normal diartikan sebagai zona
transisi. Di sini, sel ganglion ada akan tetapi yang menjadi masalah adalah
sistem persarafan usus yang abnormal serta motilitas terganggu. Di bagian atas
dari zona transisi, usus berdilatasi namun secara histologi masih dalam keadaan
normal (zona ganglionik). Tujuan tindakan pembedahan adalah untuk
memindahkan zona aganglionik dan zona transisi serta menyambung kembali
usus tersebut dengan cara anastomose ganglion usus dan rektum
2.2 Etiologi
Penyakit Hirschprung merupakan kelainan kongenital terbanyak yang berkaitan
dengan gangguan motilitas usus yang insidensinya 1:5000 bayi lahir hidup.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengenai daerah usus secara
meluas, namun berkebalikan dengan perempuan, lebih banyak kelainannya pada
segmen usus panjang. Penyakit Hirschprung merupakan fenomena terisolasi,
kurang lebih 70% kasus, dengan 20% Penyakit Hirschprung terjadi bersamaan
dengan kelainan kongenital lainnya, yang dicirikan sebagai kelainan traktus
digestivus/gastrointestinal, kelainan jantung, polidaktili atau malformasi
kraniofasial seperti bibir sumbing. Kemudian 10% lainnya merupakan sindrom
HD, yaitu termasuk sindrom Mowat- Wilson, Smith-Lemli-Opitz, dan sindrom
Kongenital Hipoventilasi Sentral serta Multiple Endocrine Neoplasia (MEN 2b)
Sejauh ini, paling banyak yang berkaitan dengan Sindrom Down yang
diperkirakan meningkat 100 kali lipat pada Penyakit Hirschprung, yang terlihat
kurang lebih 90% sebagai sindromik Penyakit Hirschprung (HD) dibanding
dengan kontrol. Penyakit Hirschprung (HD) merupakan neurokristopati,
merupakan kelainan atau gangguan yang berkaitan dengan migrasi dan
diferensiasi sel neural seperti sindrom Shah-Waardenburg, dengan karakteristik
sebagai hilangnya pendengaran sensorineural, hipopigmentasi iris dan rambut
serta wajah yang khas.
2.3 Genetik
Pola pewarisan pada Penyakit Hirschprung sangat kompleks serta bentuk di
mana terdapat keanekaragaman pewarisan dengan penetrasi sifat seks yang
rendah dan ekspresi gen yang bervariasi. [3] Hal ini secara klinis akan
bermanifetasi/berdampak suatu ketidaksesuaian antara individu yang disebut
dengan mutasi namun tidak mengekspresikan fenotif dari Penyakit Hirschprung
(HD) serta jarak dari segmen usus yang terkena. Mutasi pada beberapa gen yang
spesifik berkaitan dengan Penyakit Hirschprung (HD) termasuk gen pada RET
dan jalur sinyal endothelin serta SOX10. Penyakit Hirschprung (HD) yang
terisolasi mengikut pada pola non-Mendel, dengan kelainan genetik yang
teridentifikasi pada RET dan jalur Endothelin. Kerusakan pada RET pathways
merupakan hal yang paling sering terjadi serta sangat penting sebab
kemungkinan peranan dari MEN2b dan juga karsinoma tiroid medular.
Penelitian akhir-akhir ini telah membuktikan hubungan antara RET dan adanya
kromosom gen 21, kemungkinan menjadi kunci atau petunjuk
Gambar 1.
a. Radiologi abdomen posisi supine pada hari I kehidupan menunjukkan loop-
loop usus dengan dilatasi yang signifikan serta kurangnya udara pada pelvis
berkaitan dengan obstruksi intestinal bagian distal.
b. Gambar di atas diambil secara berseri selama pemberian kontras barium
enema, menunjukkan spastik/batas yang tegas, usus bagian distal
aganglionik, serta dilatasi dari usus bagian proksimal, berhubungan dengan
segmen terpendek dari Penyakit Hirschprung (HD). TZ : Zona Transisi
Pemeriksaan antenatal yang rutin, riwayat keluarga, serta penilaian postnatal
sangat membantu dalam membedakan antara penyebab-penyebab lain yang dapat
menjadikan obstruksi pada intestinal bagian distal pada neonatus yakni;
 Penyakit Hirschprung (HD)
 Ileus ec Meconium/ Fibrosis Cystic
 Sumbatan oleh Mekonium
 Small Left Colon Syndrome (dijumpai pada bayi dengan ibu pengidap diabetes)
 Atresia Ileal
 Atresia Colon
 Malformasi Anorektal yang terlewatkan
 Malrotasi disertai volvulus
 Sepsis
Kejadian obstruksi ini dapat terjadi secara lambat pada periode neonatus,
bahkan pada anak yang masih muda. Riwayat konstipasi dari awal pertama
kehidupan, keterlambatan pengeluaran mekonium lebih dari 24 jam, riwayat keluarga
positif pernah menderita Penyakit Hirschprung (HD) atau berkaitan dengan suatu
sindrom atau gagal tumbuh yang disertai dengan distensi abdomen seharusnya
menjadi penanda bagi seorang klinisi dalam mendiagnosis suatu Penyakit
Hirschprung (HD). Penyakit Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis
(HAEC) merupakan komplikasi penting yang turut dipertimbangkan. Penyakit
Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis (HAEC) suatu kondisi terjadinya
inflamasi pada usus dengan tanda klinis yaitu demam, distensi abdomen, diare dan
sepsis [4] Hal ini merupakan kondisi yang fatal sebagai suatu komplikasi yang bisa
terjadi dan sering diabaikan pada penyakit gastroenteritis.
2.4 Penanganan Awal
Tindakan awal yang dilakukan adalah proses stabilisasi, pemberian makanan
melalui enteral harus dihentikan untuk sementara dan sebagai gantinya melalui
selang nasogastrik. Cairan intravena harus diberikan secara maintenance atau
berkesinambungan untuk mengganti makanan yang seharusnya masuk melalui
mulut. Selain itu pemberian antibiotik intravena spektrum luas juga sering
digunakan minimal pada fase awal untuk mengurangi translokasi bakteri hingga
proses dekompresi selesai.
Dekompresi biasanya mencapai daerah rektum dengan menggunakan kateter
irigasi pada rektal (uk 20-24Fr). Dilakukan dengan cara meletakkan kateter 20-
30 cm dari anus, selanjutnya diikuti dengan melakukan irigasi menggunakan
larutan salin 30-50 ml.
Waktu yang efektif untuk mendiagnosis mengikut pada pemberian secara
enteral. Secara khusus, pengosongan membutuhkan waktu 2-3 kali sehari
hingga dekompresi penuh terlaksana. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 hari.
Setelah dekompresi abdomen dilakukan, pemberian makanan dapat dimulai
meskipun pengosongan masih berlangsung. Sekali pemberian makanan telah
diberikan, maka frekuensi pengosongan dapat dibatasi per harinya. Pada saat
itulah, diagnosis pasti pada bayi mulai ditegakkan. Orang tua mencoba
menunjukkan keamananan proses pengosongan dan waspada terhadap gejala
enterocolitis.
Pada beberapa kasus, segmen panjang dari Hirschprung Disease, dekompresi
melalui pengosongan rektum tidak berhasil, sehingga bayi harus dilakukan
penilaian ulang serta lebih potensial dilakukan di kamar bedah untuk
pembentukan stoma secara sementara.
Penelitian kontras enema berperan penting dalam menelusuri obstruksi intestinal
bagian distal. Lebih sering namun tidak selamanya juga mampu dilakukan,
mengindikasikan penemuan Zona Transisi pada Hirschprung Disease (HD).
Hal ini akan berguna untuk rencana tindak pembedahan serta konseling pada
orang tua bayi. Jika terdapat segmen yang banyak, perubahan kaliber usus akan
terlihat pada regio rekto-sigmoid, dengan rektum yang sedikit distensi dibanding
usus yang hanya berada di atas dari zona transisi (lihat gambar 1)
Resiko masuknya kontras termasuk terjadinya perforasi, sepsis, serta kegagalan
menemukan zona transisi (segmen yang panjang jarang hilang)
2.5 Diagnosis
Standar baku dalam penegakan diagnosis adalah berdasarkan pemeriksaan
histopatologi. [5] Sekali dekompresi sempurna dilakukan melalui pengosongan,
biopsi rektal dapat dilakukan meskipun tanpa anestesi umum. Hal ini mungkin
membutuhkan 2 hingga 3 spesimen dari daerah atas dentata line. Aganglionosis
merupakan patognomonik dari Hirschprung Disease (HD). Teknik tambahan
dalam mempertahankan dengan menggunakan asetil kolinesterase (Ache)
menunjukkan keadaan hipertrofi sel saraf (lebih dari 40m). Pengosongan
dianjurkan 24 jam setelah biopsi.
Bayi-bayi pre-term mempunyai sistem saraf yang imatur sehingga hasil biopsi
dapat meragukan. Selain itu, bayi-bayi kecil juga mempunyai resiko perforasi
dan sepsis jika dilakukan biopsi rektal, sehingga karena alasan itulah maka
sebaiknya ditunggu sampai bayi tersebut mencapai usia sekitar 37 minggu
berdasarkan usia kehamilan untuk dilakukan biopsi rektal.
2.6 Penanganan Definitif
Bayi-bayi yang stabil dengan diagnosis Hirschprung Disease (HD) tujuan
awalnya untuk mempertahankan teknik pengosongan rektal dimana para orang
tua dapat melakukan di rumah. Hal ini juga dilakukan sambil menunggu waktu
optimal untuk dilakukan prosedur tindakan pull-through. Waktunya bervariasi
akan tetapi secara umum dalam waktu beberapa minggu pertama kehidupan.
Tindakan bedah definitif pada Hirschprung Disease (HD) yakni prosedur pull-
through pada daerah yang lebih proksimal, ganglion intestinal dibawa ke anus
serta dilakukan anastomose. Tiga prosedur utama pada Hirschprung Disease
(HD): Duhamel, Soave dan Swenson prosedur. Tampilan paling sering pada tiga
prosedur ini adalah analisis secara histologi (biasanya berdasarkan bedah-frozen
yang dilakukan di atas meja operasi) untuk mengidentifikasi usus ganglionik,
mereseksi aganglionik serta zona transisi dan pemeliharaan mekanisme
pertahanan anus.
Pull-Through Duhamel dilakukan dengan cara diseksi retro-rektal melalui
ganglion dari usus yang terikut dan beranastomose ke daerah dinding posterior
rektum. Prosedur utama digunakan untuk membuat kantong yang menyatukan
antara segmen pull-through dan rektum. Rektum awalnya ditranseksi di atas
linea utama mengikuti perpindahan rectum bagian atasnya serta beberapa
aganglionik atau zona transisi bagian proksimal. Sisa rektum bagian distal akan
berperan sebagai kantong, sejak aganglionik ini ada, maka gejala konstipasi
sering dirasakan setelah prosedur duhamel ini dilakukan dibanding lainnya.
Prosedur Soave dan Swenson sekarang keduanya dilakukan dengan reseksi yang
dimulai pada titik di atas garis dentata (dentata line) dan meluas di daerah
sekitar sekeliling rektum. Prosedur Soave terdiri dari diseksi endorektal, dimulai
dari diseksi submukosa, kemudian lebih dalam lagi menembus lapisan otot
sekitar beberapa sentimeter. Keuntungan yang diharapkan adalah agar tetap
berada di dalam rektum untuk mengurangi kerusakan pada pleksus sakralis.
Akan tetapi hal ini dibiarkan untuk mempertahankan dinding inding usus
aganglionik, yang memiliki berpotensi menyebabkan obstruksi. Pada prosedure
Swenson, dengan metode trans-anal, dimulai pula pada daerah atas dari garis
dentata selanjutnya melingkar, akan tetapi diperluas melalui dinding rektum
sehingga secara pasti usus aganglion proksimal dihilangkan. Di sisi lain, pleksus
sakralis berpotensi terkena, sehingga hal yang harus hati-hati dilakukan adalah
teknik untuk mencegah perlekatan terhadap dinding usus untuk mengurangi
resiko kerusakan sistem persarafan. Salah satu anggapan akhir bahwa kedua
prosedur transanal ini berpotensial mempengaruhi mekanisme kontinensia
(kesadaran/mawas diri) pada kontraksi atau kepekaan spinchter selama tindakan
diseksi dilakukan.
Kontroversi lainnya mengatakan bahwa tetap dibutuhkan laparoskopi atau
laparatomi untuk menfasilitasi prosedur pull-through. Untuk segmen yang
terkena secara luas, kemungkinan prosedur yang dianjurkan salah satunya yaitu
Soave atau Swenson melalui trans-anal tanpa dilakukan pemidahan dari daerah
atas, meskipun meningkatkan resiko lilitan pada pull-though.
Kemampuan biopsi jaringan turut dipertimbangkan . Secara keseluruhan dengan
pengecualian pada jaringan zona transisi daerah pull-through, ahli patologi
idealnya akan menerima jaringan yang tebal dari 4 kuadran yang telah dilakukan
sayatan melingkar pada usus, untuk sayatan frozen sebelumnya pada pull-
through. Akhir-akhir ini pada umumnya menggunakan jaringan yang berasal
dari satu kuadran sebagai pemeriksaan histologi. Namun pada akhirnya zona
transisi belum mewakili secara sempurna; sekarang adanya nervus yang
hipertrofi pada daerah submukosa digunakan sebagai penanda suatu fungsi[7]
tetapi kelihatannya pengertian ini masih terus dilakukan penelusuran serta
perkembangan lebih lanjut.
2.7 Analisis Hasil
Untuk memastikan dan menetapkan suatu hal yang kontroversi, evaluasi jangka
panjang masih dibutuhkan. [8] salah satu ulasan sistematis telah digunakan
untuk menvalidasi penilaian dan fungsi dari usus dalam rangka membandingkan
remaja usia muda yang dilakukan operasi penyakit Hirschprung Disease (HD)
dan bayi normal sebagai kontrol. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa
47% dari pasien Hirschprung Disease (HD) memiliki skor fungsi usus yang
normal. Feses yang kotor merupakan manifestasi dari gangguan gastrointestial,
sekitar 48%, dengan gangguan pola defekasi (40%), konstipasi (30%) serta
masalah sosial yang berkaitan dengan fungsi usus (29%). Sekitar 14% pasien
Hirschprung Disease (HD) mengalami masalah feses, dibandingkan hingga 0%
terhadap kontrol populasi. [9]
Data ini diperoleh dari kelompok yang melakukan studi atau penelitian jangka
panjang. Seperti hal lainnya, kondisi kongenital lainnya turut dipertimbangkan,
penelitian jangka panjang menggunakan ukuran hasil tervalidasi diperlukanakan
tetapi sulit untuk mendapatkan untuk data yang tunggal, mungkin karena
sejumlah alasan tertentu. Kebanyakan hasil yang sifatnya fungsional, seperti
kontinensia, konstipasi, enterokolitis, serta fungsi seksual sulit untuk dihitung.
Lebih lanjut lagi, Hirschprung Disease (HD) relatif jarang dan jumlah pasien
yang masih terbatas. Prosedur operasi berkembang dari waktu ke waktu,
sebagaimana terapi non-operatif juga. Perbandingan hasil pada pasien dengan
riwayat pada pusat yang sama tercatat sementara perbandingan antara pusat juga
terbatas untuk alasan yang sama. Hal ini harus difokuskan untuk
dipertimbangkan untuk mengikuti perkembangan pekerjaan ke depannya.
2.9 Tujuan Penelitian
 Patofisiologi – Apakah itu zona transisi, mengapa sering diartikan secara
histologi dengan zona transisi fungsional? Apakah grup sel lainnya
berperan secara nyata?
 Diagnosis – Diagnosis dini menguatkan bahwa tidak adanya sel
ganglion. Tes yang terpercaya/akurat menggunakan marker/penanda
positif yang mendukung kelainan histopatologi
 Terapi -- Mampukah sel progenitor yang terinduksi untuk berperan
dalam perkembangan ENS (enteric nervous system) ?
 Analisis Hasil – Hasil jangka panjang sepertinya akan lebih penting
dalam pemusatan kondisi yang jarang terjadi berkaitan dengan
gejala/keluhan subjektif pada pasien yang bertahan hidup pada beberapa
dekade, serta jangka waktu dari karir seorang klinisi. Pengetahuan
gejala/keluhan lebih awal mengarahkan untuk perkembangan suatu
teknik baru.
2.10 Pedoman Penyakit Hirschprung
 Diagnosis – Perbedaan neonatus yang mengalami Penyakit Hirschprung
dan penyakit lainnya yang berkaitan dengan obstruksi usus bagian distal
yang membutuhkan perhatian khusus
 Penanganan awal – Keefektifan dan keamanan pemberian terapi untuk
mencegah distensi berlebih, enterocolitis, serta terjadinya stoma
 Tindakan pembedahan – Sejumlah variasi dalam teknik pembedahan
telah muncul. Jika berhasil dan dapat diterima, mak akan menambah
variasi atau keragaman
 Hasil – Mekanisme pemantauan jangka panjang sangat berguna

More Related Content

What's hot

Kongenital gastrointestinal
Kongenital gastrointestinalKongenital gastrointestinal
Kongenital gastrointestinalHerry Utama
 
Hirschprung's disease
Hirschprung's diseaseHirschprung's disease
Hirschprung's diseaseNova Ci Necis
 
Invaginasi retro aai copy
Invaginasi retro aai   copyInvaginasi retro aai   copy
Invaginasi retro aai copyAzis Aimaduddin
 
304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsi304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsissuser37779f
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
 
Hirschsprung nrb
Hirschsprung nrbHirschsprung nrb
Hirschsprung nrbAgnes Putri
 
117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-ppt117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-pptssuser37779f
 
269212408 intususepsi
269212408 intususepsi269212408 intususepsi
269212408 intususepsissuser37779f
 
116773009 invaginasi
116773009 invaginasi116773009 invaginasi
116773009 invaginasissuser37779f
 
Malformasi ano rektal
Malformasi ano rektalMalformasi ano rektal
Malformasi ano rektalfikri asyura
 
99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasissuser37779f
 

What's hot (17)

Kongenital gastrointestinal
Kongenital gastrointestinalKongenital gastrointestinal
Kongenital gastrointestinal
 
Hernia inguinalis-wnd
Hernia inguinalis-wndHernia inguinalis-wnd
Hernia inguinalis-wnd
 
Lp megacolon pa amin
Lp megacolon pa aminLp megacolon pa amin
Lp megacolon pa amin
 
Hirschprung's disease
Hirschprung's diseaseHirschprung's disease
Hirschprung's disease
 
Invaginasi
InvaginasiInvaginasi
Invaginasi
 
askep intususepsi
askep intususepsiaskep intususepsi
askep intususepsi
 
Askep hirscprung AKPER PEMDA MUNA
Askep hirscprung AKPER PEMDA MUNA Askep hirscprung AKPER PEMDA MUNA
Askep hirscprung AKPER PEMDA MUNA
 
Invaginasi retro aai copy
Invaginasi retro aai   copyInvaginasi retro aai   copy
Invaginasi retro aai copy
 
304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsi304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsi
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
 
Hirschsprung nrb
Hirschsprung nrbHirschsprung nrb
Hirschsprung nrb
 
117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-ppt117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-ppt
 
269212408 intususepsi
269212408 intususepsi269212408 intususepsi
269212408 intususepsi
 
116773009 invaginasi
116773009 invaginasi116773009 invaginasi
116773009 invaginasi
 
Malformasi ano rektal
Malformasi ano rektalMalformasi ano rektal
Malformasi ano rektal
 
99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi
 
Hernia AKPER PEMKAB MUNA
Hernia AKPER PEMKAB MUNA Hernia AKPER PEMKAB MUNA
Hernia AKPER PEMKAB MUNA
 

Similar to Penyakit hirschprung dan malformasi anorektal(1)

Similar to Penyakit hirschprung dan malformasi anorektal(1) (20)

Makalah hisprong
Makalah hisprongMakalah hisprong
Makalah hisprong
 
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptxPPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
 
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaanAskep anak dengan pembedahan sistem pencernaan
Askep anak dengan pembedahan sistem pencernaan
 
Analisis kasus gastroschisis
Analisis kasus gastroschisisAnalisis kasus gastroschisis
Analisis kasus gastroschisis
 
Makalah hisprong
Makalah hisprongMakalah hisprong
Makalah hisprong
 
Makalah hisprong (2)
Makalah hisprong (2)Makalah hisprong (2)
Makalah hisprong (2)
 
Makalah hisprong
Makalah hisprongMakalah hisprong
Makalah hisprong
 
Kelainan pada usus halus
Kelainan pada usus halusKelainan pada usus halus
Kelainan pada usus halus
 
Kelainan_GastroIntestinal_GIT.pptx
Kelainan_GastroIntestinal_GIT.pptxKelainan_GastroIntestinal_GIT.pptx
Kelainan_GastroIntestinal_GIT.pptx
 
Hirschsprung-1.pptx
Hirschsprung-1.pptxHirschsprung-1.pptx
Hirschsprung-1.pptx
 
Hirschsprung_Disease.pptx
Hirschsprung_Disease.pptxHirschsprung_Disease.pptx
Hirschsprung_Disease.pptx
 
CR Naura - Intususepsi.pptx
CR Naura - Intususepsi.pptxCR Naura - Intususepsi.pptx
CR Naura - Intususepsi.pptx
 
dokumen.tips_ppt-gastroschisis.ppt
dokumen.tips_ppt-gastroschisis.pptdokumen.tips_ppt-gastroschisis.ppt
dokumen.tips_ppt-gastroschisis.ppt
 
Aterisa Ani.pptx
Aterisa Ani.pptxAterisa Ani.pptx
Aterisa Ani.pptx
 
Referat vicki
Referat vickiReferat vicki
Referat vicki
 
Refarat Volvulus Sigmoid
Refarat Volvulus Sigmoid Refarat Volvulus Sigmoid
Refarat Volvulus Sigmoid
 
Hirschsprungs-Disease-YSH.pptx
Hirschsprungs-Disease-YSH.pptxHirschsprungs-Disease-YSH.pptx
Hirschsprungs-Disease-YSH.pptx
 
Askep vomitus
Askep  vomitusAskep  vomitus
Askep vomitus
 

Recently uploaded

1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 

Recently uploaded (20)

1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 

Penyakit hirschprung dan malformasi anorektal(1)

  • 1. Penyakit Hirschprung dan Malformasi Anorektal Charlotte Wetherill dan Jonathan Sutcliffe Abstrak Penyakit Hirschprung dan malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada neonatus dengan karakteristik obstruksi intestinal bagian distal. Penyakit Hirschprung berkaitan dengan obstruksi bagian distal dari usus yang berasal dari perkembangan abnormal sistem persarafan dari usus selanjutnya mengakibatkan aganglionosis dari bagian distal usus. Malformasi anorektal merupakan anomali atau kelainan anatomi yang menyebabkan obstruksi mekanik dari usus. Kedua kondisi tersebut sering berkaitan dengan kelainan kongenital atau suatu sindrom, yang membutuhkan penanganan dan evaluasi yang mendalam. Tindakan pembedahan biasanya dibutuhkan untuk kedua kondisi melalui persiapan dan teknik yang cermat. Follow up jangka panjang dibutuhkan setelah identifikasi awal dan terapi yang cocok serta bersifat potensial untuk mengurangi keluhan/gejala termasuk inkontinensia fekal/feses. 1. Pendahuluan Penyakit Hirschprung dan malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital yang membutuhkan diagnosis lebih dini, terapi yang cermat serta follow-up yang ketat. Untuk mempertahankan keberlangsungan hidup, mengurangi gejala sisa secara fungsional memerlukan pendekatan berbagai disiplin ilmu pada stadium awal. Meskipun Penyakit Hirschprung dikenal sebagai defek primer yang bersifat fisiologis serta malformasi anorektal yang merupakan kelainan anatomi primer, penyebab secara pasti belum sepenuhnya dimengerti. Melalui perkembangan ilmu pengetahuan serta penelitian saat ini, tidak hanya berpotensial dalam penanganan secara klinis namun juga mencoba memberi pengertian bagaimana perkembangan secara normal. Setelah kedua kondisi tersebut ditemukan paling banyak setelah kelahiran maka penentuan secara akurat dan konseling parental/orang tua pada periode kehamilan usia dini sangat penting. Tujuan artikel ini yakni untuk memberi gambaran gejala klinis yang sering muncul, terutama fokus pada kelainan /abnormalitas serta penjelasan tentang penanganan awal masing-masing kondisi yang terjadi.
  • 2. 2. Penyakit Hirschprung 2.1 Definisi dan Patofisiologi Penyakit Hirschprung merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh aganglionosis yang terjadi pada segmen usus. Sel ganglion berperan sebagai titik penyambung terhadap sistem persarafan usus, yang mengatur relaksasi. Jika sel ganglion tidak terbentuk maka zona aganglionik menjadi spastik sehingga menimbulkan gejala obstruksi fungsional bagian distal dari usus. [1] Panjang usus yang terkena bervariasi. Bagian yang sering terjadi adalah bagian bawah dari rektum, tepatnya daerah dentata atau dentata line. Hal ini mengindikasikan bahwa biopsi rektum dapat mengkonfirmasi diagnosis atau menyingkirkan diagnosis lainnya tanpa harus dilakukan biopsi invasif. Daerah proksimal yang terkena dapat bervariasi tetapi kebanyakan pada daerah rektum atau sigmoid (Classic-segment- disease) [2] sekitar 10% pada anak-anak mengenai segmen panjang, kebanyakan pada kolon secara keseluruhan (Aganglionik Kolon secara Total) atau yang lebih berat yakni keseluruhan dari bagian usus halus. Hal ini merupakan penyebab terpenting pada gangguan intestinal. Daerah antara zona aganglionik dan usus yang normal diartikan sebagai zona transisi. Di sini, sel ganglion ada akan tetapi yang menjadi masalah adalah sistem persarafan usus yang abnormal serta motilitas terganggu. Di bagian atas dari zona transisi, usus berdilatasi namun secara histologi masih dalam keadaan normal (zona ganglionik). Tujuan tindakan pembedahan adalah untuk memindahkan zona aganglionik dan zona transisi serta menyambung kembali usus tersebut dengan cara anastomose ganglion usus dan rektum 2.2 Etiologi Penyakit Hirschprung merupakan kelainan kongenital terbanyak yang berkaitan dengan gangguan motilitas usus yang insidensinya 1:5000 bayi lahir hidup. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengenai daerah usus secara meluas, namun berkebalikan dengan perempuan, lebih banyak kelainannya pada segmen usus panjang. Penyakit Hirschprung merupakan fenomena terisolasi, kurang lebih 70% kasus, dengan 20% Penyakit Hirschprung terjadi bersamaan dengan kelainan kongenital lainnya, yang dicirikan sebagai kelainan traktus digestivus/gastrointestinal, kelainan jantung, polidaktili atau malformasi
  • 3. kraniofasial seperti bibir sumbing. Kemudian 10% lainnya merupakan sindrom HD, yaitu termasuk sindrom Mowat- Wilson, Smith-Lemli-Opitz, dan sindrom Kongenital Hipoventilasi Sentral serta Multiple Endocrine Neoplasia (MEN 2b) Sejauh ini, paling banyak yang berkaitan dengan Sindrom Down yang diperkirakan meningkat 100 kali lipat pada Penyakit Hirschprung, yang terlihat kurang lebih 90% sebagai sindromik Penyakit Hirschprung (HD) dibanding dengan kontrol. Penyakit Hirschprung (HD) merupakan neurokristopati, merupakan kelainan atau gangguan yang berkaitan dengan migrasi dan diferensiasi sel neural seperti sindrom Shah-Waardenburg, dengan karakteristik sebagai hilangnya pendengaran sensorineural, hipopigmentasi iris dan rambut serta wajah yang khas. 2.3 Genetik Pola pewarisan pada Penyakit Hirschprung sangat kompleks serta bentuk di mana terdapat keanekaragaman pewarisan dengan penetrasi sifat seks yang rendah dan ekspresi gen yang bervariasi. [3] Hal ini secara klinis akan bermanifetasi/berdampak suatu ketidaksesuaian antara individu yang disebut dengan mutasi namun tidak mengekspresikan fenotif dari Penyakit Hirschprung (HD) serta jarak dari segmen usus yang terkena. Mutasi pada beberapa gen yang spesifik berkaitan dengan Penyakit Hirschprung (HD) termasuk gen pada RET dan jalur sinyal endothelin serta SOX10. Penyakit Hirschprung (HD) yang terisolasi mengikut pada pola non-Mendel, dengan kelainan genetik yang teridentifikasi pada RET dan jalur Endothelin. Kerusakan pada RET pathways merupakan hal yang paling sering terjadi serta sangat penting sebab kemungkinan peranan dari MEN2b dan juga karsinoma tiroid medular. Penelitian akhir-akhir ini telah membuktikan hubungan antara RET dan adanya kromosom gen 21, kemungkinan menjadi kunci atau petunjuk Gambar 1. a. Radiologi abdomen posisi supine pada hari I kehidupan menunjukkan loop- loop usus dengan dilatasi yang signifikan serta kurangnya udara pada pelvis berkaitan dengan obstruksi intestinal bagian distal. b. Gambar di atas diambil secara berseri selama pemberian kontras barium enema, menunjukkan spastik/batas yang tegas, usus bagian distal
  • 4. aganglionik, serta dilatasi dari usus bagian proksimal, berhubungan dengan segmen terpendek dari Penyakit Hirschprung (HD). TZ : Zona Transisi Pemeriksaan antenatal yang rutin, riwayat keluarga, serta penilaian postnatal sangat membantu dalam membedakan antara penyebab-penyebab lain yang dapat menjadikan obstruksi pada intestinal bagian distal pada neonatus yakni;  Penyakit Hirschprung (HD)  Ileus ec Meconium/ Fibrosis Cystic  Sumbatan oleh Mekonium  Small Left Colon Syndrome (dijumpai pada bayi dengan ibu pengidap diabetes)  Atresia Ileal  Atresia Colon  Malformasi Anorektal yang terlewatkan  Malrotasi disertai volvulus  Sepsis Kejadian obstruksi ini dapat terjadi secara lambat pada periode neonatus, bahkan pada anak yang masih muda. Riwayat konstipasi dari awal pertama kehidupan, keterlambatan pengeluaran mekonium lebih dari 24 jam, riwayat keluarga positif pernah menderita Penyakit Hirschprung (HD) atau berkaitan dengan suatu sindrom atau gagal tumbuh yang disertai dengan distensi abdomen seharusnya menjadi penanda bagi seorang klinisi dalam mendiagnosis suatu Penyakit Hirschprung (HD). Penyakit Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis (HAEC) merupakan komplikasi penting yang turut dipertimbangkan. Penyakit Hirschprung (HD) berkaitan dengan enterocilitis (HAEC) suatu kondisi terjadinya inflamasi pada usus dengan tanda klinis yaitu demam, distensi abdomen, diare dan sepsis [4] Hal ini merupakan kondisi yang fatal sebagai suatu komplikasi yang bisa terjadi dan sering diabaikan pada penyakit gastroenteritis. 2.4 Penanganan Awal Tindakan awal yang dilakukan adalah proses stabilisasi, pemberian makanan melalui enteral harus dihentikan untuk sementara dan sebagai gantinya melalui selang nasogastrik. Cairan intravena harus diberikan secara maintenance atau berkesinambungan untuk mengganti makanan yang seharusnya masuk melalui mulut. Selain itu pemberian antibiotik intravena spektrum luas juga sering
  • 5. digunakan minimal pada fase awal untuk mengurangi translokasi bakteri hingga proses dekompresi selesai. Dekompresi biasanya mencapai daerah rektum dengan menggunakan kateter irigasi pada rektal (uk 20-24Fr). Dilakukan dengan cara meletakkan kateter 20- 30 cm dari anus, selanjutnya diikuti dengan melakukan irigasi menggunakan larutan salin 30-50 ml. Waktu yang efektif untuk mendiagnosis mengikut pada pemberian secara enteral. Secara khusus, pengosongan membutuhkan waktu 2-3 kali sehari hingga dekompresi penuh terlaksana. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 hari. Setelah dekompresi abdomen dilakukan, pemberian makanan dapat dimulai meskipun pengosongan masih berlangsung. Sekali pemberian makanan telah diberikan, maka frekuensi pengosongan dapat dibatasi per harinya. Pada saat itulah, diagnosis pasti pada bayi mulai ditegakkan. Orang tua mencoba menunjukkan keamananan proses pengosongan dan waspada terhadap gejala enterocolitis. Pada beberapa kasus, segmen panjang dari Hirschprung Disease, dekompresi melalui pengosongan rektum tidak berhasil, sehingga bayi harus dilakukan penilaian ulang serta lebih potensial dilakukan di kamar bedah untuk pembentukan stoma secara sementara. Penelitian kontras enema berperan penting dalam menelusuri obstruksi intestinal bagian distal. Lebih sering namun tidak selamanya juga mampu dilakukan, mengindikasikan penemuan Zona Transisi pada Hirschprung Disease (HD). Hal ini akan berguna untuk rencana tindak pembedahan serta konseling pada orang tua bayi. Jika terdapat segmen yang banyak, perubahan kaliber usus akan terlihat pada regio rekto-sigmoid, dengan rektum yang sedikit distensi dibanding usus yang hanya berada di atas dari zona transisi (lihat gambar 1) Resiko masuknya kontras termasuk terjadinya perforasi, sepsis, serta kegagalan menemukan zona transisi (segmen yang panjang jarang hilang) 2.5 Diagnosis Standar baku dalam penegakan diagnosis adalah berdasarkan pemeriksaan histopatologi. [5] Sekali dekompresi sempurna dilakukan melalui pengosongan, biopsi rektal dapat dilakukan meskipun tanpa anestesi umum. Hal ini mungkin membutuhkan 2 hingga 3 spesimen dari daerah atas dentata line. Aganglionosis merupakan patognomonik dari Hirschprung Disease (HD). Teknik tambahan
  • 6. dalam mempertahankan dengan menggunakan asetil kolinesterase (Ache) menunjukkan keadaan hipertrofi sel saraf (lebih dari 40m). Pengosongan dianjurkan 24 jam setelah biopsi. Bayi-bayi pre-term mempunyai sistem saraf yang imatur sehingga hasil biopsi dapat meragukan. Selain itu, bayi-bayi kecil juga mempunyai resiko perforasi dan sepsis jika dilakukan biopsi rektal, sehingga karena alasan itulah maka sebaiknya ditunggu sampai bayi tersebut mencapai usia sekitar 37 minggu berdasarkan usia kehamilan untuk dilakukan biopsi rektal. 2.6 Penanganan Definitif Bayi-bayi yang stabil dengan diagnosis Hirschprung Disease (HD) tujuan awalnya untuk mempertahankan teknik pengosongan rektal dimana para orang tua dapat melakukan di rumah. Hal ini juga dilakukan sambil menunggu waktu optimal untuk dilakukan prosedur tindakan pull-through. Waktunya bervariasi akan tetapi secara umum dalam waktu beberapa minggu pertama kehidupan. Tindakan bedah definitif pada Hirschprung Disease (HD) yakni prosedur pull- through pada daerah yang lebih proksimal, ganglion intestinal dibawa ke anus serta dilakukan anastomose. Tiga prosedur utama pada Hirschprung Disease (HD): Duhamel, Soave dan Swenson prosedur. Tampilan paling sering pada tiga prosedur ini adalah analisis secara histologi (biasanya berdasarkan bedah-frozen yang dilakukan di atas meja operasi) untuk mengidentifikasi usus ganglionik, mereseksi aganglionik serta zona transisi dan pemeliharaan mekanisme pertahanan anus. Pull-Through Duhamel dilakukan dengan cara diseksi retro-rektal melalui ganglion dari usus yang terikut dan beranastomose ke daerah dinding posterior rektum. Prosedur utama digunakan untuk membuat kantong yang menyatukan antara segmen pull-through dan rektum. Rektum awalnya ditranseksi di atas linea utama mengikuti perpindahan rectum bagian atasnya serta beberapa aganglionik atau zona transisi bagian proksimal. Sisa rektum bagian distal akan berperan sebagai kantong, sejak aganglionik ini ada, maka gejala konstipasi sering dirasakan setelah prosedur duhamel ini dilakukan dibanding lainnya. Prosedur Soave dan Swenson sekarang keduanya dilakukan dengan reseksi yang dimulai pada titik di atas garis dentata (dentata line) dan meluas di daerah sekitar sekeliling rektum. Prosedur Soave terdiri dari diseksi endorektal, dimulai
  • 7. dari diseksi submukosa, kemudian lebih dalam lagi menembus lapisan otot sekitar beberapa sentimeter. Keuntungan yang diharapkan adalah agar tetap berada di dalam rektum untuk mengurangi kerusakan pada pleksus sakralis. Akan tetapi hal ini dibiarkan untuk mempertahankan dinding inding usus aganglionik, yang memiliki berpotensi menyebabkan obstruksi. Pada prosedure Swenson, dengan metode trans-anal, dimulai pula pada daerah atas dari garis dentata selanjutnya melingkar, akan tetapi diperluas melalui dinding rektum sehingga secara pasti usus aganglion proksimal dihilangkan. Di sisi lain, pleksus sakralis berpotensi terkena, sehingga hal yang harus hati-hati dilakukan adalah teknik untuk mencegah perlekatan terhadap dinding usus untuk mengurangi resiko kerusakan sistem persarafan. Salah satu anggapan akhir bahwa kedua prosedur transanal ini berpotensial mempengaruhi mekanisme kontinensia (kesadaran/mawas diri) pada kontraksi atau kepekaan spinchter selama tindakan diseksi dilakukan. Kontroversi lainnya mengatakan bahwa tetap dibutuhkan laparoskopi atau laparatomi untuk menfasilitasi prosedur pull-through. Untuk segmen yang terkena secara luas, kemungkinan prosedur yang dianjurkan salah satunya yaitu Soave atau Swenson melalui trans-anal tanpa dilakukan pemidahan dari daerah atas, meskipun meningkatkan resiko lilitan pada pull-though. Kemampuan biopsi jaringan turut dipertimbangkan . Secara keseluruhan dengan pengecualian pada jaringan zona transisi daerah pull-through, ahli patologi idealnya akan menerima jaringan yang tebal dari 4 kuadran yang telah dilakukan sayatan melingkar pada usus, untuk sayatan frozen sebelumnya pada pull- through. Akhir-akhir ini pada umumnya menggunakan jaringan yang berasal dari satu kuadran sebagai pemeriksaan histologi. Namun pada akhirnya zona transisi belum mewakili secara sempurna; sekarang adanya nervus yang hipertrofi pada daerah submukosa digunakan sebagai penanda suatu fungsi[7] tetapi kelihatannya pengertian ini masih terus dilakukan penelusuran serta perkembangan lebih lanjut. 2.7 Analisis Hasil Untuk memastikan dan menetapkan suatu hal yang kontroversi, evaluasi jangka panjang masih dibutuhkan. [8] salah satu ulasan sistematis telah digunakan untuk menvalidasi penilaian dan fungsi dari usus dalam rangka membandingkan remaja usia muda yang dilakukan operasi penyakit Hirschprung Disease (HD)
  • 8. dan bayi normal sebagai kontrol. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa 47% dari pasien Hirschprung Disease (HD) memiliki skor fungsi usus yang normal. Feses yang kotor merupakan manifestasi dari gangguan gastrointestial, sekitar 48%, dengan gangguan pola defekasi (40%), konstipasi (30%) serta masalah sosial yang berkaitan dengan fungsi usus (29%). Sekitar 14% pasien Hirschprung Disease (HD) mengalami masalah feses, dibandingkan hingga 0% terhadap kontrol populasi. [9] Data ini diperoleh dari kelompok yang melakukan studi atau penelitian jangka panjang. Seperti hal lainnya, kondisi kongenital lainnya turut dipertimbangkan, penelitian jangka panjang menggunakan ukuran hasil tervalidasi diperlukanakan tetapi sulit untuk mendapatkan untuk data yang tunggal, mungkin karena sejumlah alasan tertentu. Kebanyakan hasil yang sifatnya fungsional, seperti kontinensia, konstipasi, enterokolitis, serta fungsi seksual sulit untuk dihitung. Lebih lanjut lagi, Hirschprung Disease (HD) relatif jarang dan jumlah pasien yang masih terbatas. Prosedur operasi berkembang dari waktu ke waktu, sebagaimana terapi non-operatif juga. Perbandingan hasil pada pasien dengan riwayat pada pusat yang sama tercatat sementara perbandingan antara pusat juga terbatas untuk alasan yang sama. Hal ini harus difokuskan untuk dipertimbangkan untuk mengikuti perkembangan pekerjaan ke depannya. 2.9 Tujuan Penelitian  Patofisiologi – Apakah itu zona transisi, mengapa sering diartikan secara histologi dengan zona transisi fungsional? Apakah grup sel lainnya berperan secara nyata?  Diagnosis – Diagnosis dini menguatkan bahwa tidak adanya sel ganglion. Tes yang terpercaya/akurat menggunakan marker/penanda positif yang mendukung kelainan histopatologi  Terapi -- Mampukah sel progenitor yang terinduksi untuk berperan dalam perkembangan ENS (enteric nervous system) ?  Analisis Hasil – Hasil jangka panjang sepertinya akan lebih penting dalam pemusatan kondisi yang jarang terjadi berkaitan dengan gejala/keluhan subjektif pada pasien yang bertahan hidup pada beberapa dekade, serta jangka waktu dari karir seorang klinisi. Pengetahuan
  • 9. gejala/keluhan lebih awal mengarahkan untuk perkembangan suatu teknik baru. 2.10 Pedoman Penyakit Hirschprung  Diagnosis – Perbedaan neonatus yang mengalami Penyakit Hirschprung dan penyakit lainnya yang berkaitan dengan obstruksi usus bagian distal yang membutuhkan perhatian khusus  Penanganan awal – Keefektifan dan keamanan pemberian terapi untuk mencegah distensi berlebih, enterocolitis, serta terjadinya stoma  Tindakan pembedahan – Sejumlah variasi dalam teknik pembedahan telah muncul. Jika berhasil dan dapat diterima, mak akan menambah variasi atau keragaman  Hasil – Mekanisme pemantauan jangka panjang sangat berguna