Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Laporan ini membahas budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline di perairan Desa Bungin Permai, Konawe Selatan. Praktek lapangan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan kualitas air. Bibit kultur jaringan diharapkan memiliki pertumbuhan lebih baik dari bibit lokal.
Similar to Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
Similar to Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara (20)
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
1. LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMENAKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) Using Tissue-Cultured Seedlings
with Longline Methods in Bungin Permai Coastal Waters Tinanggea Sub-
District Konawe Selatan District Southeast Sulawesi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut
OLEH:
ANDI NUR SABAN
I1A2 13 004
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
2. HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode
Longline di Lokasi Perairan Desa Bungin Permain
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara
Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
Nama : Andi Nur Saban
Stambuk : I1A2 13 004
Kelompok : 6 (Enam)
Jurusan : Budidaya Perairan
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Laporan Lengkap Ini
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:
Dosen Mata Kuliah
Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc
NIP. 19661210 199103 1 005
Kendari, Juli 2017
Tanggal Pengesahan
ii
3. RIWAYAT HIDUP PENULIS
Andi Nur Saban, lahir di Raha tanggal 05 Desember 1995.
Penulis merupakan anak Kelima dari delapan bersaudara, dari
pasangan Abdul Kadir dan Sriawan Famili. Penulis memulai
pendidikan di bangku SD yaitu pada SD Negeri 12 Sawerigadi
pada tahun 2002, dan tamat pada tahun 2007. Kemudian pada
Tahun tersebut penulis melanjutkan ke bangku SMP dan tamat pada tahun 2010 di
SMP Negeri 4 Lawa, dan pada tahun tersebut penulis melanjutkan pendidikan di
MAN Kotabaru Raha dan tamat tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan
studi ke Universitas Halu Oleo melalui SNMPTN jalur undangan dan diterima
sebagai mahasiswa di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Budidaya
Perairan. Pada tahun 2014-2016 bergabung dalam kegiatan kelembagaan Himpunan
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan (HMJ BDP) dan telah lolos Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM-K) pada tahun 2015-2016.
iii
4. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. karena
berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut tepat
pada waktunya.
Dengan selesainya penyusunan laporan lengkap ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Koordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut
Bapak Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc, asisten PKL Kakak Armin, S.Pi, yang
telah membimbing penulis dalam pelaksanaan PKL sampai pembuatan laporan.
Dosen Koordinator juga telah membimbing dalam pembuatan blog dan pemostingan
laporan PKL di blog.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan dari berbagai pihak.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat serta
petunjuk kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis sehingga Laporan
PKL ini dapat terselesaikan, amin.
Kendari, Juli 2017
Penulis
iv
5. Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
ABSTRAK
Rumput laut Jenis K. alvarezii merupakan salah satu komoditas perikanan yang
banyak dibudidayakan di Sulawesi Tenggara. PKL rumput laut ini dilaksanakan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara. Kondisi Perairan di Desa Bungin Permai sudah mulai tercemar oleh limbah
sehingga pertumbuhan rumput laut lambat tetapi tidak berarti rumput laut tidak
tumbuh. Pemeliharaan rumput laut dilakukan selama bulan April-Juni 2017. Berat
awal rumput laut 10 g dan pada saat pemanenan bobot yang paling tinggi 68,7 g, Laju
Pertumbuhan Spesifik 4,45%/hari, rasio berat kering : berat basah 1:7, suhu air
berkisar antara 28-31o
C dan salinitas air berkisar antara 31-33 ppt. Rumput laut yang
dikeringkan dipasarkan di CV. Sinar Laut dengan harga Rp. 9.000/kg, harga rumput
laut di daerah lain seperti di Desa Bungin Permai Rp. 7.000-8.000/kg hal ini terjadi
karena biaya transportasi yang mahal dari lokasi produksi ke pemasaran.
Kata Kunci : Rumput Laut Kappaphycus alvarezii, Kultur jaringan, Metode
Longline, LPS 4,45%/hari
v
6. ABSTRACT
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) Using Tissue Culture Seedlings
with Longline Methods in Bungin Permai Coastal Waters Tinanggea Sub-
District South Konawe District Southeast Sulawesi
Seaweed Kappaphycus alvarezii is one of the fishery commodities that are widely
cultivated in SE Sulawesi. The field practice of the cultured seaweed was conducted
in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District of South Konawe Regency of
Southeast Sulawesi. Conditions of water in the village of Bungin Permai has begun to
be contaminated by waste so that the growth of seaweed was slow but the seaweed
does still grow. The seaweed was cultivated from April-June 2017. The initial wet
weight of seaweed was 10 g and at the harvesting time the highest wet weight was
68,7 g, Specific Growth Rate 4,45% / day, ratio of dried weight : wet weight of the
harve sted alga was 1:7. During the filed practice, water temperature ranged between
28-31o
C and water salinity ranges from 31-33 ppt. Dried seaweed was marketed in
CV. Sinar Laut with the price of Rp. 9,000 / kg, the price of seaweed in other areas
such as in Bungin Permai Village Rp. 7,000-8.000 / kg. This happens because the
cost of transportation was expensive from the production site to market.
Keywords: Seaweed Kappaphycus alvarezii, Tissue culture, Longline Method,
4.45% of SGR
vi
7. DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP.................................................................................. iii
KATA PENGANTAR.............................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
ABSTRACT.............................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... Viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan dan Kegunaan .................................................................... 3
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat......................................................................... 4
B. Alat dan Bahan............................................................................... 4
C. Prosedur Kerja ............................................................................... 5
D. Parameter yang Diamati ................................................................ 6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)......................... 11
2. Parameter Kualitas Air............................................................... 11
3. Hasil Pengamatan Monitoring Rumput Laut ............................. 12
4. Hasil Pasca Panen dan Pemasaran ............................................. 14
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) ............................................. 15
2. Parameter Kualitas Air............................................................... 18
3. Pasca Panen dan Pemasaran....................................................... 20
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...................................................................................... 21
B. Saran............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
vii
8. DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat dan Bahan beserta Kegunaannya.............................................. 4
2 Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Praktek Lapang.......... 10
3 Hasil Pengamatan Parameter Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) .... 11
4 Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air....................................... 12
viii
9. DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Pemotongan dan Pengikatan Tali Rumput Laut........................... 5
2 Alat Pemintal Tali Rumput Laut (PINTAR)................................. 6
3 Jarak Tanam Rumput Laut............................................................ 6
4 Penimbangan Berat Awal Rumput Laut dan Pengikatan Rumput
Laut ............................................................................................... 7
5 Penanaman Rumput Laut .............................................................. 7
6 Monitoring 1,2,3 dan 4 pada Rumput Laut................................... 8
7 Pemanenan Rumput Laut .............................................................. 8
8 Penimbangan Rumput Laut yang Akan Dipasarkan ..................... 9
9 Epifit yang Menempel pada Rumput Laut.................................... 13
10 Perbandingan Rumput Laut Kering yang Baik dan Buruk ........... 10
11 Penimban Rumput Laut saat Dipasarkan...................................... 19
ix
10. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumput laut Kappaphycus alvarezii adalah salah satu komoditas unggulan
dibidang perikanan dan kelautan Indonesia karena jenis rumput laut ini menghasilkan
karagenan (carragenan) yang bernilai ekonomis tinggi. Rumput laut penghasil
karagenan disebut rumput laut jenuis karaginofit, yaitu meliputi Kappaphycus sp.,
Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp. dan Gigartina sp. (Parenrengi dkk., 2011).
Peningkatan produksi rumput laut K. alvarezii memerlukan kesedian bibit
berkesinambungan. Pada saat ini pengadaan bibit rumput laut K. alvarezii masih
banyak mengalami kendala, diantaranya adalah iklim di laut yang tidak bisa
dikendalikan (Sulistiani dan Yani, 2014). Di Indonesia budidaya rumput laut
merupakan aktivitas budidaya laut yang telah berkembang disetiap Kabupaten/Kota
khususnya Provinsi Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015). Produksi utama rumput
laut merah (K. alvarezii dan Eucheuma denticulatum) yaitu >85%, sebagian besar
sebagai respon terhadap meningkatnya permintaan pasar global untuk bahan baku,
namun, berbagai produk bernilai tinggi lainnya saat ini sedang ditanami pasar
makanan laut lokal dan ekspor di Sulawesi, Indonesia dan kawasan Asia yang lebih
luas (Sahrir, et al., 2014).
Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan,
antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, tidak terlalu
11. membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah yang
besar. Selain itu, kesehatan dan mutu bibit yang dihasilkan lebih terjamin. Pada
rumput laut, produksi bibit di laboratorium kultur jaringan bisa dilakukan sepanjang
tahun tanpa dipengaruhi musim/iklim di perairan pantai yang tidak bisa dikendalikan
(Sulistiani dan Yani, 2014).
Masyarakat pembudidaya rumput laut di Sulawesi Tenggara khususnya
masyarakat Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
dalam melakukan budidaya umumnya menggunakan metode longline yang dapat
diterapkan di perairan yang relatif dalam maupun perairan dangkal yang mempunyai
keunggulan-keunggulan tertentu dibandingkan dengan metode lain. Metode ini sudah
lazim digunakan para petani rumput laut di Desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan yang memberikan hasil yang
menggembirakan (Aslan dkk., 2010).
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan praktek kerja lapang (PKL)
mengenai budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan
dengan metode longline di lokasi Perairan laut tepatnya di Desa Bungin Permai,
Kabupaten Konawe Selatan agar diketahui kualitas perairan untuk pertumbuhan
rumput laut K. alvarezii dengan harapan menghasilkan pertumbuhan dan
perkembangan yang maksimal.
2
12. B. Rumusan Masalah
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-
bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik dalam wadah tertutup sehingga
bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
lengkap. Teknik kultur jaringan telah banyak dikembangkan untuk produksi bibit
pada tanaman pertanian, kehutanan dan buah-buahan (Sulistiani dan Yani, 2014).
Salah satu kendala petani dalam membudidayakan rumput laut yaitu dari segi
bibit yang diperoleh dari hasil kultur jaringan yang memiliki tingkat pertumbuhan
lebih tinggi dibandingkan menggunakan bibit rumput laut lokal petani yaitu 1,5
sampai 1,8 lebih tinggi dibanding dengan tanaman lainnya ketika dibudidayakan di
India, sedangkan di Malaysia bibit yang berasal dari hasil kultur jaringan memiliki
laju pertumbuhan spesifik sebesar 6,3 ± 01%/hari yang lebih tinggi dibanding
menggunakan bibit dari alam/petani (3,4 ± 0.3%/hari (Aslan et al., 2014; Reddy et
al., 2003; Yong et al., 2014).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan PKL mengenai budidaya
rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan menggunakan
metode longline dengan jarak tanam 10 cm sebagaimana yang digunakan dalam
budidaya.
3
13. C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari PKL ini yaitu untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut K.
alvarezii serta pertumbuhannya dari bibit kultur jaringan dengan metode longline.
Kegunaan dari PKL ini yaitu menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
teknik budidaya rumput laut yakni cara mendesain tali rumput laut, mengikat rumput
laut, penanaman rumput laut, proses pemanenan, dan pemasaran.
4
14. II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
PKL Manajemen Akuakultur Laut dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, pada
April-Juni 2017 di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara dan penjualan rumput laut dilaksanakan di CV. Sinar
Laut, Kelurahan Lapulu, Kendari, Sulawesi Tenggara.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada PKL disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam PKL
No Alat dan Bahan Kegunaan
1 Alat
- Tali nilon ukuran 4 mil Tali penyangga untuk tali pengikat rumput
laut
- Tali nilon ukuran 1,5 mil Tali pengikat rumput laut
- Tali nilon ukuran 10-12
mil
Tali jangkar atau tali induk
- Pisau kater/Gunting Memotong tali ikatan rumput laut
- Lilin Membakar ujung tali ikatan rumput laut
- Alat pintar Pembantu untuk mengikat tali pengikat
rumput laut
- Mistar Mengukur jarak ikatan rumput laut
- Map plastic dan spidol Penanda atau keterangan kelompok
- Thermometer Pengukur suhu air laut lokasi praktikum
- Handfraktometer Pengukur salinitas air laut lokasi praktikum
- Perahu Kendaraan menuju lokasi praktikum
2 Bahan
Bibit rumput laut hasil
kultur jaringan (K.alvarezii)
Jenis bibit tanaman yang digunakan pada
praktikum
15. C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada PKL Manajemen Akuakultur Laut yaitu
sebagai berikut:
a. Tahapan Persiapan
1. Mengikuti asistensi sebelum PKL dilaksanakan pada bulan April 2017,
bertempat di gedung perkuliahan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Haluoleo Kendari.
2. Mengukur tali nilon yang berukuran 4 mil sebagai tali induk sepanjang 50
meter.
3. Memotong dan mengikat tali nilon yang berukuran 1,5 mm sepanjang 15 cm
sebagai pengikat rumput laut (Gambar 1).
Gambar 1. Pemotongan dan Pengikatan Tali Rumput Laut
4. Memasang tali pengikat dengan jarak 10 cm menggunakan bantuan alat
pemintal tali rumput laut (pintar) (Gambar 2). Alat pintar ini merupakan alat
6
16. yang baru dirancang dan layak digunakan untuk mempermudah proses
pengikatan tali rumput laut.
Gambar 2. Alat pemintal tali rumput laut (Pintar). A, Tampak samping; B, Tampak
atas. Alat ini telah didaftarkan di Ditjen HAKI, Kementerian Hukum dan
HAM RI di Jakarta dengan no pendaftaran paten: S00201607984
(Aslan, dkk., 2016).
5. Jarak tanam yang digunakan yaitu 10 cm dengan menggunakan tali nilon yang
berukuran 1,5 mm dan 4 mm. Jarak tanam rumput laut seperti Gambar 3
berikut.
Gambar 3. Jarak tanam bibit rumput laut (Aslan, dkk., 2016)
b. Tahap Penanaman Rumput Laut
1. Penimbangan rumput laut K. alvarezii dengan berat awar 10 g (Gambar 4 A)
dan mengikat rumput laut yang sudah ditimbang pada tali rumput laut (Gambar
A B
7
17. 4 B). Pengikatan rumput laut dilakukan setelah bibit rumput laut dipotong dan
ditimbang dengan berat 10 g. Bibit yang akan diikat dipegang oleh sebelah
tangan dan sebelah tangan lagi memegang tali pengikat rumput laut, kemudian
bibit rumput laut dimasukkan pada tali pengikatnya lalu disimpul agar bibit
rumput laut tidak terlepas dari tali pengikatnya.
Gambar 4. Penimbangan bibit rumput laut dan pengikatan bibit rumput laut. A,
Penimbangan berat awal bibit rumput laut K. alvarezii; B, Proses
pengikatan rumput laut K. alvarezii.
2. Rumput laut yang sudah diikat dilakukan penanaman pada perairan laut yang di
Desa Bungin Permai (Gambar 5).
Gambar 5. Penanaman Rumput Laut K. alvarezii
A B
8
18. c.Tahap Monitoring Rumput Laut Sampai Pemanenan
1. Melakukan monitoring dua kali dalam seminggu selama empat (4) kali
monitoring (Gambar 6).
Gambar 6. Monitoring rumput laut yang dibudidayakan selama PKL. A, Monitoring
pertama pada rumput laut yang dibudidayakan; B, Monitoring kedua pada
rumput laut yang dibudidayakan; C, Monitoring ketiga pada rumput laut
yang dibudidayakan; D, Monitoring keempat pada rumput laut yang
dibudidayakan.
2. Melakukan pemanenan pada minggu ke enam (6), panen dilakukan secara
menyeluruh (Gambar 7).
A B
C D
9
19. Gambar 7. Pemanenan rumput laut K. alvarezii yang dibudidayakan
3. Mengeringkan rumput laut yang telah dipanen dengan hasil pengeringan yang
semaksimal mungkin.
d. Pemasaran Rumput Laut
Melakukan penjualan rumput laut yang dikeringkan penjualan dilakukan di
CV. Sinar Laut (Gambar 8).
Gambar 8. Nama perusahaan tempat penjualan rumput laut.
10
20. D. Parameter yang Diamati
a. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
LPS diukur selama 35 hari, terhitung dari awal PKL hingga pemanenan. LPS
dihitung dengan rumus berdasarkan Yong (2013) sebagai berikut.
Wt 1
LPS = t
- 1 X 100%
Wo
Dimana:
LPS = Laju Petumbuhan Spesifik
Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g)
Wo = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g)
t = Periode pengamatan (hari)
b. Parameter Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air
diantaranya yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter kualitas air yang diukur selama PKL
No. Parameter Alat Waktu Pengukuran
1 Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2 Salinitas Hendrafraktometer 1 kali dalam seminggu
11
21. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
LPS yang didapatkan dari hasil PKL budidaya rumput laut K. alvarezii
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) selama PKL
Rumpun Berat Awal
(Wo)
Berat Akhir
(Wt)
Berat Kering LPS
1 2 3 4
1 10 43,4 5,9 4,283114
2 10 49,7 4,8 4,687757
3 10 38,1 5,0 3,895768
4 10 43,2 6,0 4,269353
5 10 37,1 5,1 3,816841
6 10 41,8 6,4 4,171254
7 10 43,9 9,0 4,31725
8 10 43,0 5,7 4,25553
9 10 68,7 5,4 5,660594
10 10 56,9 6,5 5,093205
Rata-rata 46,58 5,98 4,4450666
LPS K. alvarezii yang telah didapatkan selama masa pemeliharaan 35 hari
yaitu 4,45%. Rasio berat kering : berat basah adalah 1:7.
2. Pengamatan Parameter Kualitas Air
Parameter kualias air yang telah diukur selama PKL budidaya rumput laut
menggunakan bibit hasil kultur jaringan pada lokasi perairan disajikan pada Tabel 4.
22. Tabel 4. Parameter Kualitas Air selama PKL
No Hari/Tanggal Parameter yang diamati
Suhu (o
C) Salinitas (ppt)
1. 22/04/2017 31 33
2. 29/04/2017 30 31
3. 06/05/2017 32 32
4. 13/05/2017 28 31
5. 20/05/2017 28 32
6. 27/05/2017 29 33
Suhu yang didapatkan di lokasi PKL budidaya rumput laut K. alvarezii
berkisar antara 28-31o
C dan salinitas berkisar antara 31-33 ppt.
3. Pengamatan Monitoring Rumput Laut
Selama pemeliharaan 35 hari dilakukan monitoring selama 4 minggu yakni
dilaksanakan dua kali dalam seminggu (Gambar 9). Rumput laut tumbuh namun tidak
tumbuh dengan baik dimana pada rumput laut banyak ditemukan sampah yang
tersangkut pada rumput laut umumnya limbah rumah tangga. Hal ini diduga akibat
kondisi perairan yang sudah tercemar dengan limbah baik limbah pabrik, perusahaan
dan limbah masyarakat, hal ini juga diduga karena cuaca yang kurang baik/tidak
menentu, untuk monitoring awal tidak ditemukan penyakit namun terdapat hama
(epifit) yang menempel pada rumput laut (Gambar 9). Pada gambar ini menunjukkan
hasil monitoring awal hingga monitoring akhir PKL serta hama/epifit yang menempel
pada rumput laut yang telah dibudidayakan.
13
23. Gambar 9. Monitoring rumput laut yang dibudidayakan selama PKL dan epifit yang
menempel pada rumput laut. A, Monitoring awal pada rumput laut; B,
Monitoring kedua pada rumput laut; C, Monitoring ketiga pada rumput
laut; D, Monitoring keempat pada rumput laut; E, Epifit yang menempel
pada rumput laut Hypnea musciformis; F, Epifit yang menempel pada
rumput laut Sargassum polychystum.
A B
C D
E F
14
15 cm 15 cm
24. 4. Pasca Panen
Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai
dengan hasil pengeringannya mana yang termasuk berkualitas baik dan berkualitas
tidak baik (Gambar 10).
Gambar 10. Perbandingan rumput laut kering yang berkualitas baik dan buruk. A,
Rumput laut yang berkualitas buruk; B, Rumput laut yang berkualitas
baik.
Rumput laut dapat berkualitas baik apabila cara pengeringannya lebih baik
dilakukan dengan metode gantung dan tidak terkena air hujan, sedangkan rumput laut
berkualitas buruk diakibatkan oleh cara penjemuran yang kurang baik dan rumput
laut dibiarkan terkena air hujan. Tampilan warna rumput laut yang pengeringannya
tidak baik memperlihatkan warna keputih-putihan sedangkan yang pengerinngannya
baik memperlihatkan warna kehitaman.
Hasil penimbangan rumput laut K. alvarezii yang telah dikeringkan dilakukan
penimbangan untuk pemasaran. Hasil penimbangan rumput laut kering yang
didapatkan oleh kelompok 6 yaitu 0,9 kg (Gambar 11).
15
A B
25. Gambar 11. Penimbangan rumput laut kering yang akan dipasarkan
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Bibit yang digunakan pada PKL Manajemen Akuakultur Laut yaitu hasil
kultur jaringan yang diperoleh dari masyarakat. Berat awal bibit rumput laut yaitu
10g. Rumput laut yang telah ditimbang diikat pada tali yang telah dirancang yang
umumnya dikatakan metode Longline dengan jarak 10 cm antar rumpun.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Albasri et al., (2010) bahwa mengenai
budidaya rumput laut menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode
longline yang digunakan dalam budidaya. Praktek yang paling umum untuk
dikultivasi rumput laut di Pulau Muna dan Kendari menggunakan metode longline.
Penyediaan bibit hasil kultur jaringan saat ini masih menjadi kendala
dikarenakan bibit rumput laut tersebar belum merata di kalangan petani. Jenis yang
16
26. banyak digunakan untuk dibudidayakan saat ini adalah K. alvarezii. Jenis rumput
laut ini banyak diminati pasar terutama untuk bahan karagenan dan bahan agar-agar.
Sebagaimana telah dinyatakan oleh Wahyuni, dkk., (2012) bahwa rumput laut
tersebut kebanyakan diekspor dalam bentuk powder, mash, atau chips. Untuk
mendapatkan bibit yang berkualitas baik petani harus melihat tempat pembelian
bibitnya yang sesuai dengan yang diinginkan, telah diungkapkan oleh Aslan, et al.,
(2015) bahwa petani membeli benih dari salah satu kolektor (66%), petani lain atau
anggota cluster (15%), atau pedagang (12%).
LPS rumput laut terjadi peningkatan pertumbuhan pada pemeliharaan selama
35 hari adalah 4,45%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1:7. LPS
yang diperoleh ini mirip dengan LPS dari budidaya rumput laut yang dilakukan oleh
Hatima (2017) yaitu sebesar 4,6%/hari. Namun lebih rendah dibandingkan LPS
rumput laut yang dilakukan oleh sadaria (2017) sebesar 5,53%/hari tetapi lebih tinggi
dibanding LPS rumput laut dari hasil budidaya Azizah (2017) sebesar 3,92%/hari.
Kecenderungan LPS dari kegiatan PKL ini yang berada di atas bibit dari alam yang
umumnya berada 3%/hari menunjukkan bahwa bibit rumput laut hasil kultur jaringan
LPS nya selalu lebih tinggi dibbanding bibit dari alam. Fluktuasi LPS ini diduga
disebabkan oleh kondisi kualitas perairan yang beragam di lokasi budidaya.
Berat bobot awal rumput laut yang digunakan pada PKL yaitu 10 g dalam
waktu pemeliharaan 35 hari dapat meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 46,58 g.
Pada pemeliharaan ini telah mengalami peningkatan bobot sebanyak 36,58 g, namun
hal ini masih dikatakan pertumbuhan yang tidak stabil. Hal ini diduga akibat lokasi
17
27. perairan yang digunakan sudah mulai tercemar atau biasanya diakibatkan pula oleh
musim tanam. Menurut Paula and Pereira (2003), ada pengaruh musiman terhadap
pertumbuhan rumput laut dimana pertumbuhan yang stabil diperoleh pada musim
panas (Januari-Mei) sedangkan pertumbuhan terendah diperoleh pada musim
penghujan (Juli-Desember). Hayashi et al., (2007) juga mengatakan bahwa rumput
laut yang dibudidayakan untuk semua strain coklat, hijau, merah menunjukkan
pertumbuhan tertinggi pada bulan Februari-Mei, dan menurun pada bulan Juli-
Desember. Selama pemeliharaan pada PKL yang dilaksanakan pada bulan April-Juni
2017, pertumbuhan rumput laut kurang baik karena kualitas air seperti suhu, salinitas
dan arus pada perairan tersebut kurang stabil dan intensitas cahaya kurang cukup
sehingga proses pertumbuhan dan fotosintesis rumput laut kurang baik.
LPS pada pemeliharaan cenderung lebih tinggi dibanding LPS dari bibit alami
yang biasanya berkisar pada 3%/hari walau LPS hasil PKL kurang maksimal. Adanya
kotoran-kotoran dan epifit yang menempel pada thallus rumput laut diduga telah
menghambat rumput laut untuk berfotosintesis. Prihaningrum, dkk., (2001)
menyatakan bahwa pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh jarak ikat bibit
yang berhubungan dengan persatuan luas lahan, dimana semakin luas jarak tanam
maka semakin luas lalu lintas pergerakan air juga dapat menghindari terkumpulnya
kotoran dan hama pada thallus yang akan membantu pengudaraan sehingga proses
fotosintesis yang diperlukan untuk pertumbuhan rumput laut dapat berlangsung
dengan baik. Dinyatakan pula oleh Aslan et al., (2015) bahwa jarak tanam rumput
laut antara bibit yang satu dengan bibit yang lainnya yaitu 0.19 (0.1-0.2) dan (0.1-
18
28. 2,5). Berdasarkan pernyataan Yong et al., (2014) bahwa perbandingan LPS antara
kultur jaringan dan bibit dari petani, LPS kultur jaringan 6,3 + 0,1% sedangkan bibit
dari petani 3,4 + 0,3%.
Berdasarkan hasil PKL mengenai rumput laut K. alvarezii yang telah
dibudidayakan di Perairan Desa Bungin Permai, telah menunjukkan hasil bahwa
rumput laut telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan namun tidak maksimal
pertumbuhannya bila dibandingkan dengan waktu pemeliharaan yakni selama 35 hari.
Berat awal rumput laut yang dibudidaya 10 g dan selama pemeliharaan 35 hari
pemeliharaan dari bobot awal 10 g hanya bertambah antara 40-70 g. Hal ini diduga
akibat kondisi perairan yang sudah tercemar dengan limbah baik limbah pabrik,
perusahaan dan limbah masyarakat, hal ini juga diduga karena cuaca yang kurang
baik/tidak menentu. Sesuai dengan pernyataan Darmawati (2013) K. alvarezii tumbuh
melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan
kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah
ke arah datangnya sinar matahari. Rumput laut tidak tumbuh dengan baik jika
perairan telah tercemar.
2. Parameter Kualitas Air
Pertumbuhan rumput laut K. alvarezii sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana
suhu yang terdapat di lokasi PKL yaitu berkisar antara 28-32o
C. Berdasarkan
pernyataan Parenrengi, dkk., (2007) bahwa Suhu rumput laut tumbuh dengan baik
pada kisaran suhu 27-30o
C, sehingga kandungan karagenannya tinggi. Namun sesuai
19
29. dengan suhu yang telah didapatkan pada lokasi PKL yakni suhu berkisar antara 28-
32o
C masih dapat ditolerir oleh rumput laut K. alvarezii atau masih dapat bertahan
hidup dan tumbuh dengan kisaran suhu tersebut, Rahim (2009) menyatakan bahwa
Suhu berkisar 27-32o
C nilai ini masih dalam batas yang bisa ditolerir oleh rumput
laut K. alvarezii. Suhu dapat secara langsung mempengaruhi proses fisiologi tanaman
atau secara tidak langsung dapat mempengaruhi tanaman akibat suhu pada
lingkungan sekitar.
Salinitas atau kadar garam sangat mempengaruhi laju pertumbuhan pada
rumput laut K. alvarezii, jika salinitas tidak sesuai dengan kebutuhan rumput laut
maka laju pertumbuhannya akan terhambat bahkan tidak dapat bertahan hidup.
Berdasarkan hasil PKL pada pengukuran salinitas, salinitas yang terdapat di lokasi
PKL yaitu berkisar antara 31-33 ppt. Pada salinitas tersebut rumput laut dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik karena kisaran salinitas 31-33 ppt sesuai dengan
kebutuhan rumput laut K. alvarezii, Kordi (2010) menyatakan bahwa kesuburan
rumput laut juga dipengaruhi oleh salinitas, kisaran salinitas yang layak bagi
pertumbuhan rumput laut adalah 33–35 ppt dengan optimal 33 ppt. Pada umumnya K.
alvarezii dapat tumbuh dengan baik pada perairan dengan salinitas berkisar 30–32
ppt.
Perubahan salinitas pada perairan sebagian besar diakibatkan oleh adanya
curah hujan, tercemar oleh limbah masyarakat dan limbah perusahaan dan pabrik.
Sebagaimana telah dinyatakan oleh Hurtado (2011) bahwa salinitas sangat
20
30. dipengaruhi oleh suplai air tawar dan air laut, curah hujan, musim topografi, estuari,
pasang surut dan laju evaporasi.
3. Pasca Panen dan Pemasaran
Pemanenan dilakukan setelah pemeliharaan selama 35 hari pada PKL,
normalnya pemanenan dilakukan kurang lebih 45 hari setelah pemeliharaan karena
pada pemeliharaan selama 45 hari rumput laut sudah menunjukkan perkembangan
yang lumayan maksimal.
Setelah pemanenan dilakukan pengeringan dengan metode gantung, tujuan
melakukan metode gantung yaitu agar rumput laut yang dikeringkan menghasilkan
rumput laut kering yang berkualitas bagus, memiliki kandungan karagenan yang lebih
banyak dan lebih mudah dipindahkan ketika hujan. Melalui metode pengeringan ini
dapat dibedakan antara rumput laut kering yang berkualitas bagus dan yang tidak
bagus (Gambar 10). Rumput laut yang dikeringkan kemudian dilakukan penimbangan
untuk dipasarkan, melalui penimbangan hasil berat kering yang didapatkan oleh
kelompok 6 yaitu 0,9 kg (Gambar 11).
Harga rumput laut K. alvarezii dari CV. Sinar Laut yaitu Rp. 9.000/kg
sementara di daerah lain seperti di Desa Bungin Permai diberi harga Rp. 7.000-
8.000/kg dan di Kabupaten Wakatobi diberi harga Rp. 6.500/kg. Hal ini dipengaruhi
oleh biaya transportasi yang cukup mahal dari produksi ke pemasaran sehingga harga
rumput laut berbeda-beda.
21
31. IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil PKL dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Praktek kerja lapang (PKL) ini menggunakan bibit hasil kultur jaringan
Kappaphycus alvarezii dengan metode Longline.
2. Laju pertumbuhan spesifik (LPS) selama pemeliharaan 35 hari yaitu 4,45%
dengan rasio berat basah : berat kering yaitu 1:7. Hal ini menujukkan LPS lebih
tinggi dibanding LPS bibit dari alam.
3. Suhu yang didapatkan di lokasi PKL berkisar antara 28-31o
C dan salinitas berkisar
antara 31-33 ppt. Selama budidaya telah ditemukan tanaman pengganggu/hama
yang menempel pada rumput laut yaitu Hypnea musciformis dan Sargassum
polychystum.
4. Rumput laut hasil budidaya ini dijual seharga Rp. 9.000/kg.
B. Saran
Pemerintah perlu memfasilitasi khusus kebutuhan usaha budidaya rumput laut
K. alvarezii dengan metode longline di perairan Bungin Permai dan tidak
membiarkan pencemaran limbah baik limbah pabrik maupun masyarakat setempat.
Hal tersebut dapat diimplementasikan kepada kelompok usaha, dengan membantu
mendapatkan akses produksi seperti penyediaan kebun bibit rumput laut, pelatihan
32. teknis budidaya rumput laut supaya produk yang dihasilkan berkualitas dan akses
permodalan sehingga produktivitas dan kapasitas usaha dapat ditingkatkan.
Selain itu, pemerintah perlu mengembangkan penggunaan bibit rumput laut
hasil kultur jaringan karena dari hasil PKL memperlihatkan laju pertumbuhan yang
lebih tinggi dibanding bibit dari alam.
23
33. DAFTAR PUSTAKA
Albasri, H., Iba, W., Aslan, L.O.M., Geoley, G., Silva, D.S. 2010. Mapping of
Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “Potential,
Current and Future Status”. Indonesian Aquaculture Journal. 5 : 173-
185.
Aslan, L.O.M., Asisah, A., dan Safaruddin. 2009. Teknik Budidaya Rumput Laut
Euchema cottoni di Desa Toli-Toli Kecamatan LaLonggasu Meeto
Kabupaten Konawe. Kendari. Sulawesi Tenggara.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015.
Mariculture in SE Sulawesi, Indonesia: Culture Practices and The
Socioeconomic Aspects of The Major Commodities. Ocean & Coastal
Management: 116 : 44-57.
Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan.
Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No.1. FPIK-UHO. Kendari.
https://laodeaslan.wordpress.com/2017/06/29/cara-miara-agar-ma-
maramba. Diakses Tanggal 29 Juli 2017. Hal.4.
Aslan, L.O.M.. Ruznaeni dan Ruslaini. 2010. Pengaruh Jarak Tanam dan Berat Bibit
terhadap Pertumbuhan dan Kadar Karaginan Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat melalui Seleksi Klon pada
Periode I-III dengan menggunakan Metode Longline.
Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Legit, D., Yusnaini. 2014. Growth Carrageenan Yield
of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) from Tissue
Culture Seedlings using Different Planting Distances. Poster Session.
AOAIS 3rd
Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-20 November
14. Daejeon, Korea.
Azizah, M.N. 2017. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii menggunakan
Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara.FPIK-UHO. Kendari.
https://MiftakhulAzizah.wordpress.com/2017/07/8budidaya-rumput-
laut-Kappaphycus-alvarezii. Diakses Tanggal 29 Juli 2017. Hal. 16.
Darmawati. 2013. Analisis Laju Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii
yang Ditanam pada Berbagai Kedalaman. Jurnal Ilmu Perikanan. Vol 2
(2) : 184-191.
Hatima, W.O.S. 2017. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii menggunakan
Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea Sulawesi Tenggara. FPIK-UHO. Kendari.
https://sitiperikanan.wordpress.com/2017/07/15budidaya-rumput-laut-
Kappaphycus-alvarezii. Diakses Tanggal 29 Juli 2017. Hal. 17.
34. Hayashi, L., Oliveira E.C., Lhonneur G.B., Baulenguer P., Pereira R.T.L.,
Sechendorff R.V., Shimoda V.T., Leflamand A., Vallee P., and
Critchley A.T., 2007. The Effects of Selected Cultivation Condition on
the Carrageenan Characteristics of Kappaphycus alvarezii in Ubatuba
Bay, Sao Paulo, Brasil. Jurnal of Applied Phycology. 19: 505-511.
Hurtado, A.Q. 2011. Sustainability of Kappaphycus ‘cottonii’ Farming in the
Philippines. A paper presented in the International Seminar “Strategies
for Sustainable Development of Aquaculture. Grand Ballroom Swiss
Bell Hotel Kendari 11-12 January 2011. Kendari.
Kordi. 2010. A To Z Budidaya Biota Akuatik Untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-
Obatan. Lily Publisher. Yogyakarta.215 hal.
Parenrengi, A., Suryati, E., Syah, R. 2007. Penyediaan Benih dalam Menunjang
Kebun Bibit dan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii.
Makalah Simposium Nasional Riset Kelautan dan Perikanan
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta: 12.
Parenrengi, A., Rachmansyah dan Suryati. E. 2011. Budidaya Rumput Laut Penghasil
Karagenan (Karaginofit). Edisi Revisi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementrian Kelautan dan
Perikanan: 22.
Paula, E.J., and Pereira, R.T.L., 2003. Factors Affecting Growth Rates of
Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex P. Silva (Rhodophyta
Solieriaceae) In Subtropical Waters of Sao Paulo State, Brazil.
Proceedings of The XVII International Seaweed Symposium. Oxford
University Press. New York: 381-388.
Prihanigrum, A., M. Meiyana dan Evalawati. Tahun 2001, Biologi Rumput Laut;
Teknologi Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii). Petunjuk
Tekhnis. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut. Lampung. 66 hal.
Rahim, A.R. 2009. Pengaruh Perubahan Kedalaman Tali Ris yang Bebeda Terhadap
Pertumbuhan dan Kadar Karagenan Rumpt Laut (Kappaphhycus
alvarezii) dengan Metode Longline di Desa Toli-toli Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Halu Oleo. Kendari: 55.
Sadaria. 2017. Budidya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta,
Solieriaceae) dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur
Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinganggea Sulawesi
Tenggara. FPIK-UHO. Kendari. https://bdp13SADARIA.Wordpress.
Com/2017/07/15budidaya-rumput-laut-Kappaphycus-alvarezii. Diakses
Tanggal 29 Juli 2017. Hal. 17.
Sahrir, W.I., Aslan, L.O.M., Bolu, L.O.R., Gooley, G.J., Ingram, B.A., Silva, S.S.D.
2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia. General
Considerations. Aquac. Asia 19: 14-19.
25
35. Sulistiani, E. dan Yani, SA. 2014. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotoni
(Kappaphycus alvarezii). Seameo Biotrop. Bogor. 128.
Wahyuni, A. E., Arisandi, A dan A. Farid. 2012. Studi Karakteristik Biologi Rumput
Laut (Kappaphycus alvarezii) terhadap Ketersediaan Nutrien di Perairan
Kecamatan Bluto Sumenep. FAPERTA. Madura. Hal. 19.
Yong, Y.S., Yong, W.T.L., dan Anton, A. 2013. Analysis of Formulae for
Determination of Seaweed Growth Rate. J Appl Phycol. 25: 1831-1834.
Yong, W.T.L., Chin, J.Y.Y., Thien, V.Y., and Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth
Rate and Semi-refined Carragenan Properties of Tissue-Cultured
Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological
Research. 62:316-321. doi : 10.1111/Pre.12067.
26