1. i
i
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhordophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun Kedua)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhordophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-Dristict,
SE Sulawesi Tenggara (Monitoring of the Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
NI WAYAN SANTI A.L
I1A215033
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FALULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
3. iii
iii
RIWAYAT HIDUP
Ni Wayan Santi A.L, beragama Hindu. Lahir di Wapae
Jaya Kecamatan Tiworo Tengah, Kabupaten Muna
Barat. Anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan
I Ketut Tunas dengan Ni Kadek Ami. Mengawali
jenjang pendidikan di SDN 16 Tikep pada tahun 2003
selesai pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMPN 2 Tikep pada tahun 2009, selesai
pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan di
SMAN 1 Tikep pada tahun 2012 dan berhasil menyelesaikan pendidikan pada
tahun 2015 dan kini melanjutkan pendidikan di Universitas Halu Oleo, Kendari,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi BDP (Budidaya Perairan)
dan di terima melalui jalur Bebas tes SNMPTN aktif kuliah sampai saat ini.
Penulis bergabung di lembaga kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) pada periode 2017-2018. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis
kedua penulis setelah karya pertama berupa terjemahan yang berjudul “Efek
Ditingkatkan Pasca Panen Pada Bahan Kimia Konstituen dan Kualitas dari
Carrageenan Dengan Ganggang Kappaphycus alvarezii Doty” (Effects of
Improved Post-Harvest Handling on the Chemical Constituents and Quality of
Carrageenan in Red Alga, Kappaphycu alvarezii Doty) yang ditulis oleh Charles
Santhanaraju Vairappan. Rossnita Razalie. Ummul Mardiah Elias. Tulasiramanan
Ramachandram diterbitkan J Appl Phycol (2014) 26:909-916. DOI
10.1007/s10811-013-0126-0.
4. iv
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan lengkap
ini, dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah Kerja
Lapangan (PKL) Manajemen Akuakultur Laut “Budidaya Rumput Laut
Kappaphycuz alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhordophyta, Soilieriaceae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea Sulawesi Tenggara (Monitoring tahun kedua)”.
Berbagai kesulitan dan hambatan dalam praktikum Manajemen
Akuakultur Laut yang telah dilalui, namun atas dorongan dan upaya yang keras
terutama adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan dengan
baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Koordinator Mata Kuliah Manajemen Aquakultur Laut, Prof. Dr. Ir. La Ode Muh.
Aslan, M.Sc yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan keikhlasan dalam
memberikan bimbingan, pembuatan blog dan arahan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan kegiatan praktikum serta sampai penyusunan laporan
lengkap ini. Arahan dan masukan dari asisten pembimbing PKL yaitu kak Armin,
S.Pi, Laras, Sani, Citra, Nova dan Fitri sangat layak diapresiasai.
Laporan lengkap ini, secara pribadi dianggap masih jauh dari
kesempurnaan, maka diperlukan saran dan kritikan yang bersifat membangun
dari pembaca, demi praktikum serta penyusunan laporan lengkap agar lebih baik
lagi ke depan. Demikian, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
.
Kendari, Juli 2018
Penulis
5. v
v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhordophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun Kedua)
ABSTRAK
Praktek kerja lapang (PKL) dilaksanakan selama 35 hari yaitu bulan April-Juni
2018 di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Praktek ini dimulai dari tahap asistensi praktikum,
tahap persiapan, penanaman rumput laut, monitoring, dan pasca panen. Laju
Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii yang diperoleh selama praktek yaitu
9.17% ± 0,50 hari arameter kualitas air yaitu suhu berkisar - C, sedangkan
salinitas berkisar 29-31 ppt. Rumput laut yang dijemur dengan baik akan menjadi
warna merah kecoklatan. Harga pasar rumput laut K. alavarezii sekarang yaitu
Rp 18.000/kg.
Kata Kunci : K. alvarezii, Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan Harian.
6. vi
vi
Cultivaration of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhordophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Subdristict,
SE Sulawesi Tenggara (Monitoring of The Scond Year)
ABSTRACT
Field work practice (PKL) was conducted for 35 days, April-June 2018 in Bungin
Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe District, Southeast
Sulawesi Province. This practice started from the stage of (PKL) assistance,
preparation stage, seaweed planting, monitoring, and post-harvest. Daily Growth
Rate (DGR) K. alvarezii obtained during practice was 9.17% ± 0.50 /day. Water
quality parameters were temperatures ranging from - while salinity was
29 to 31 ppt. Seaweed is sun dried well will become a brownish red color. The
market price of K. alvarezii seaweed is Rp 18.000 / kg.
Keywords: K. alvarezii, Micropropagated, Daily Growth Rate.
7. vii
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................... ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................... iii
KATA PENGANTAR.......................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................. v
ABSTRACT........................................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. ix
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Kegunaan................................................................ 3
2. METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan Tempat....................................................................
2.2. Prosedur Praktikum...................................................................
4
4
2.2.1. Persiapan................................................................................. 4
2.2.2. Uji Lapangan.......................................................................... 7
2.2.3. Monitoring............................................................................. 10
2.2.4. Pemanenan.............................................................................. 12
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.3.1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH).................. 14
3.3.2. Parameter Kualitas Air....................................................... 15
3.3.3. Monitoring Rumput Laut................................................... 15
3.3.4. Pasca Panen dan Pemasaran.............................................. 16
3.2. Pembahasan
3.2.1. Laju Pertumbuhan Harian.................................................. 18
3.2.2. Parameter Kualitas Air....................................................... 18
3.3.3. Hama dan Penyakit............................................................
3.3.4. Pasca Panen dan Pemasaran..............................................
19
20
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan.................................................................................... 21
4.2. Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
8. viii
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat Dan Bahan Tahap Persiapan Beserta Keterangannya ........ 4
2 Alat Dan Bahan Uji Lapangan Beserta Kegunaannya................ 8
3
4
5
Hama dan Penyakit Rumput Laut...............................................
Pengamatan Parameter Kualitas Air..........................................
Hasil Pengamatan Parameter Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
individu........................................................................................
15
15
16
6 Parameter Kualitas Air Yang Diukur Selama PKL..................... 15
9. ix
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Alat Pemintal Tali Rumput Laut (Pintar)............................. 5
2 Pembagian tali untuk tali ris................................................. 5
3 Proses pembuatan Tali pengikat........................................... 6
4 Profil Desa............................................................................ 7
5 Persiapan Bibit...................................................................... 8
6 Rumput Laut Kultur Jaringan............................................... 9
7 Penimbangan ....................................................................... 9
8 Proses Pengikatan................................................................. 10
9 Lokasi Penanaman................................................................ 10
10 Epifit..................................................................................... 11
11 Pengukuran Kualitas Air...................................................... 11
12 Penyakit ice-ice.................................................................... 11
13
14
15
16
17
18
Pemanenan............................................................................
Penimbangan kelompok.......................................................
Penimbangan individu..........................................................
Penjemuran...........................................................................
Penimbangan berat kering....................................................
Kualitas rumput laut.............................................................
12
12
13
13
16
17
10. 1
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu sumber daya pesisir yang memiliki
nilai ekonomis cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor di sektor budidaya
perikanan Indonesia karena permintaannya tinggi di pasar dunia. Budidaya
rumput laut adalah penyediaan bahan baku penting untuk sektor produk makanan,
kosmetik, dan biomedis. Oleh karena itu, kemampuan produksinya harus terus
ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang meningkat setiap tahunnya.
Karakteristik kepulauan Indonesia dengan mayoritas wilayah permukimannya
berada di pesisir dengan luas wilayah lautnya yang mencakup 70% luas wilayah
NKRI, menyebabkan laut menjadi salah satu tumpuan penyediaan kebutuhan
pangan nasional (Rahadiati et al., 2012).
Sulawesi Tenggara yang memiliki luas perairan ±110.000 km dengan
panjang garis pantai 1.740 km (BLH, 2000) menyimpan potensi kekayaan
sumberdaya alam laut yang cukup besar baik yang diketahui maupun yang belum
diketahui keberadaannya. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang sudah
diketahui keberadaanya dan telah diupayakan untuk budidaya. Sultra memiliki
wilayah yang cukup luas, dan berpotensi untuk budidaya rumput laut. Kegiatan
budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah berkembang pada setiap
Kabupaten/ Kota Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015).
Kabupaten Konawe merupakan salah satu Kabupaten di Sultra yang
mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Dinas Perikanan Kelautan Konawe
melakukan beberapa kebijakan pengembangan usahatani rumput laut dengan
berbagai program yang dimaksudkan untuk mendorong usaha rumput laut petani
agar dapat lebih meningkatkan produksi (Riani dkk., 2015). Rumput laut di
Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu komoditas unggulan
berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada masing-masing wilayah. Jenis
rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konsel adalah jenis
Kappaphycus alvarezii, karena dapat diusahakan dengan modal rendah,
menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar
11. 2
2
yang tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pasca panen yang tidak terlalu
sulit, serta permintaan pasar masih terbuka (Asaf dkk., 2024).
1.2. Rumusan masalah
Potensi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia sangat besar
karena lahan yang sesuai tersedia sangat luas, keanekaragaman jenis rumput
lautnya tinggi, teknologi budidayanya sederhana dan modal yang dibutuhkan
relatif kecil. Masalah utama yang dihadapi dalam membudidaya rumput laut
adalah serangan penyakit Ice-ice yang menyerang tanaman rumput laut sehingga
gagal produksi. Diduga faktor penyebab timbulnya penyakit Ice-ice akibat
penggunaan bibit yang digunakan secara berulang-ulang dari hasil panen yang
menyebabkan rumput laut rentan terhadap penyakit dan disebabkan juga dari
faktor lingkungan perairan (Joppy, 2015). Sehingga produksi bibit rumput laut
hasil kultur jaringan menjadi solusi terbaik untuk menanggulangi permaslahan
tersebut.
Rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai
pernah dilakakukan pada April-Juni tahun 2017 yang budidaya dilakukan selama
35 hari oleh (Rama et al., ) pada tahun asil Laju ertumbuhan arian
(L ) yang diperoleh adalah hari dengan suhu berkisar -
dan salinitas berkisar 31-30 ppt. Selama proses budidaya tali dan thallus rumput
laut tertutup oleh epifit Sargassum polycystum dan juga terserang penyakit Ice-ice
di cabang-cabang thallus. Permasalahan yang terjadi apakah LPH, dan kondisi
hama pada 2017 masih sama atau tidak pada tahun 2018? oleh karena itu, hasil
ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding sebagai monitoring tahun ke II
dalam pemanfaatan rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan di Desa Bungin
Permai.
Berdasarkan uraian di atas PKL mengenai budidaya rumput laut
menggunakan bibit hasil kultur jaringan di perairan Desa Bungin Permai,
Kabupaten Tinanggea, Kecamatan Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara perlu
dilaksanakan.
12. 3
3
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari PKL Manajemen Akuakultur Laut (MAL) ini yaitu untuk
mengetahui cara budidaya rumput laut K. alvarezzi menggunakan bibit hasil
kultur jaringan dan untuk mengetahui laju pertumbuhan yang dibudidayakan di
perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara.
Kegunaan dari PKL-MAL yang telah dilalukukan yaitu agar mahasiswa
mengetahui dan memahami cara membudidya rumput laut jenis K. alvarezii bibit
hasil kultur jaringan mulai dari tahap persiapan (mengikat tali dengan alat
pemintal tali rumput laut (alat pintar), (mengikat bibit rumput laut, dan
penanaman), monitoring selama pemeliharaan, dan penangan rumput laut saat
panen dan pasca panen.
Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding kegiatan
PKL-MAL yang pernah dilakukan tahun 2017, sekaligus menjadi bahan masukan
bagi segenap pihak terkait (stakeholders).
13. 4
4
2. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
PKL-MAL dilakukan pada bulan April- Juni 2018. PKL ini terdiri atas
tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran. Pada
tahap persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo Kendari , tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan
di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara dan tahap ketiga adalah pemasaran yang dilakukan di
pengepul rumput laut di wilayah, Kendari, Sulawesi Tenggara.
2.2 Prosedur Praktikum
2.2.1 Tahap Persiapan
Persiapan praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Asistensi meliputi
pembuatan tali, pembagian tali untuk tali ris, pembuatan tali pengikat, dan
pembuatan tali ris serta pengenalan alat pintar.
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Alat Dan Bahan Beserta Kegunaanya pada Tahap Persiapan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1
2
Alat
- Pisau/cutter
- Mistar
- Lilin
- Alat pintar
- Kamera
Bahan
- Tali PE
Memotong tali
Mengukur jarak tali pengikat
Merapikan ujung tali pengikat
Alat bantu pemintal tali rumpt laut
Mendokumentasikan kegiatan
Tali utama
Prosedur kerja yang dilakukan pada PKL ini terdiri dari 3 tahap yaitu tahap
persiapan dan tahap uji lapangan, yaitu sebagai berikut:
14. 5
5
a. Asistensi pembuatan tali
Asistensi pembuatan tali dilakukan pada tahap asistensi pertama,
membahas tentang tata cara membuat tali ris, penentuan lokasi praktek, metode
yang akan digunakan untuk menanam bibit rumput laut serta pengenalan alat
pemintal tali rumput laut (alat pintar). Alat pintar digunakan bertujuan untuk
mempermudah dalam pengikatan tali rumput laut. Alat pintar dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Alat pintar tampak dari atas. A) Alat pintar yang digunakan untuk
mempermudah dalam pembuatan tali ris; B) Alat pintar tampak dari
samping.
b. Pembagian tali
Pada tahap pembagian tali ini setiap orang melakukan pengukuran tali ris
dan setiap orang bertanggung jawab atas tali ris yang dibagikan. Setiap tali ris
perindividu memiliki panjang 21 m, sedangkan tali yang digunakan untuk tali
pengikat adalah tali nilon no. 4 dengan ukuran 2-3 mm sebanyak 7 gulung, dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pembagian tali A) Pengukuran panjang tali ris; B)
Pembagian tali pengikat.
A B
15. 6
6
c. Pembuatan tali pengikat
Tali pengikat rumput laut dibuat dengan cara memotong tali nilon dengan
menggunakan cutter dengan panjang maksimal pemotongan tali 30 cm yang
belum diikat, tetapi bila sudah diikat panjangnya akan mencapai 15 cm. Setelah
tali diikat sampai habis langkah selanjutnya adalah membakar ujung tali simpul
yang telah diikat. Pembakaran bertujuan agar ujung tali tidak mudah terlepas serta
tidak berserat serta untuk menghindari tanaman epifit yang akan menempel dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pembuatan tali pengikat A) Pembuatan tali pengikat rumput laut; B)
Pembakaran ujung tali pengikat rumput laut.
d. Pembuatan tali ris
Pembuatan tali ris dilakukan dengan bantuan alat pintar dimana tali nilon
No.8 dimasukan pada ujung alat pintar agar terdapat ruang diantara tali.
Kemudian langakah selanjutnya memasukan tali nilon no 4 yang sudah disimpul
kedalam tali ris kemudian diikat secara melingkar dan dikencangkan agar tali
tidak longgar dapat dilihat pada Gambar 4.
A B
16. 7
7
A B
Gambar 4. Cara memasukkan tali pengikat A) Proses memasukan tali dilakukan
dengan bantuan alat pintar; B) Tali pengikat yang siap digunakan.
2.2.2. Tahap uji lapangan
Tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan di Desa Bungin Permai,
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara yag
terletak antara 40
Lintang Selatan dan 0
Bujur Timur egiatan
yang dilakukan pada uji lapangan meliputi proses penanaman rumput laut,
monitoring dan pemanenan. Desa Bungin memiliki, luas wilayah sekitar 5x15
km², dengan jumlah penduduk 1.226 jiwa, jumlah kepala keluarga 272 KK,
jumlah laki-laki 626 jiwa, dan jumlah perempuan 602 jiwa. Jenis pekerjaan
terbanyak yaitu sebagai nelayan (petani rumput laut). Gambar Desa Bungin dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gmbar 5. Lokasi Uji Lapangan di Desa bungin permai. A) Desa Bungin Permai;
B) Peta lokasi penanaman.
10 cm
A
B
17. 8
8
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Table 2. Alat Dan Bahan Beserta Kegunaanya Pada Tahap Uji Lapangan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1
2
Alat
- Pisau/cutter
- Tali PE
- Botol plastic 600 ml
- Timbangan
- Tag nama
- Thermometer
- Hand Refraktometer
- Kamera
- Kantong plastik
Bahan
- Rumput laut kultur jaringan
(K. alvarezii)
Memotong rumput laut
Tali utama
Pelampung tali rumput laut
Menimbang bibit rumput laut
Menulis pelabelan nama
Mengukur suhu
Mengukr salinitas
Mendokumentasikan kegiatan
Wadah penampung tumbuhan penempel
Objek budidaya
Prosedur kerja yang dilakuakan pada tahap uji lapangan adalah sebagai
berikut:
a. Persiapan bibit
Pengambilan bibit dilakukan dengan cara memilih bibit rumput laut
kemudian dipotong menggunakan cutter dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pengambilan bibit
b. Pemotongan bibit
Pemotongan bibit rumput laut dilakukan dengan cara memotong bibit
dengan menggunakan cutter dapat dilihat pada Gambar 7.
18. 9
9
Gambar 7. Rumput laut kultur jaringan
c. Penimbangan bibit
Penimbangan dilakukan dengan cara menimbang bibit rumput dengan
cutter kemudian ditimbang dengan berat yang telah ditentukan yaitu 10 g dapat
dilihat pada Gambar 8 penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan
digital.
Gambar 8. Penimbangan bibit
rumput laut hasil kultur jaringan
d. Pengikatan bibit
Selesai menimbang langkah selanjutnya adalah pengikatan bibit rumput
laut pada tali ris. Jarak antara bibit satu dengan yang lain sejauh 10 cm dapat
dilihat pada Gambar 9.
1cm
19. 10
10
Gambar 9. Bibit yang selesai diikat
e. Penanaman
Selesai mengikat bibit rumput laut pada tali ris kemudian bibit rumput laut
dibawa ke lokasi penanaman atau menggunakan perahu motor. Di lokasi
penanaman sudah disediakan tali induk yang berdiameter 5x60 m dan pelampung
besar dengan berat 24 kg berbentuk bulat dan pada setiap 4 m tali ris diikatkan
pelampung botol plastik dengan ukuran 600 ml. Dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Lokasi penanaman rumput laut.
f. Monitoring
Monitoring dilakukan dua kali seminggu. Monitoring dilakukan bertujuan
untuk membersihkan rumput laut dari epifit yang menempel dan penyakit yang
menyerang berupa penyakit Ice-ice pada budidaya rumput laut yang di
budidayakan. Apabila rumput laut terserang penyakit Ice-ice maka segera potong
dibagian bibit yang terserang penyakit agar tidak menyebar ke bibit yang lain.
Dalam monitoring dilakukan pengukuran kualitas air yang diukur menggunakan
20. 11
11
hand Refraktometer sedangkan pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan
Thermometer dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Epifit A) Epifit yang masih segar; B) Epifit kering ; C) Pengukuran
salinitas menggunakan Hand Refraktometer ; D) Pengukuran suhu
menggunakan thermometer.
A B
Gambar 12. Bibit yang terserang Ice-ice (tanda panah) A) Pembersihan bibit
rumput laut B)
A B
C
D
21. 12
12
2.2.3.Tahap Pemanena
2.2.3.1. Tahap Pemanenan dan Pasca Panen
Kegiatan pemanenan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pengambilan
rumput laut, penimbangan dan pengeringan.
a. Pengambilan rumput laut
Monitoring dilakukan selama 4 minggu, pada minggu ke- 5 adalah
pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil bibit rumput laut yang
telah ditanam di lokasi budidaya menggunakan perahu dapat dilihat pada
Gambar 13.
Gambar 13. Proses Pemanenan Rumput Laut A) Melepas ikatan tali rumput
laut pada tali induk; B) Mengangkat bibit rumput laut kedalam
perahu C) Penarikan tali rumput laut
b. Menimbang
Penimbangan rumput laut yang telah dipanen dilakukan untuk mengetahui
berat basah rumput laut pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada
Gambar 14.
A B C
22. 13
13
Gambar 14. Pemanenan rumput laut
Kegiatan selanjutnya adalah melakukan penimbangan rumput laut secara
individu (berat 10 g yaitu menimbang bibit awal pada saat akan melakukan
penanaman) dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Penimbangan rumput
laut 10 g
2.2.3.2 Pasca Panen
a. Proses Pengeringan
Pengeringan atau penjemuran rumput laut dilakukan menggunakan metode
gantung agar rumput laut cepat kering dan terpapar sinar matahari secara merata
(hanging method) dapat dilihat pada Gambar 16.
23. 14
14
Gambar 16. Proses pengeringan
rumput laut.
2.2.4. Pemasaran
Panen dilakukan setelah 35 hari masa pemeliharaan, pemasaran rumput
laut dilakukan dipengepul (Rumput Laut) yang berlokasi di Kendari, Sulawesi
Tenggara dengan harga Rp. 18.000,-/kg. Jumlah berat kering kelompok yang
diperoleh adalah sebanyak 5,38 kg.
2.2.3.3. Parameter yang diamati
a. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung LPH dapat dilihat pada persamaan (1)
berdasakan pernyataan (Yong et al., 2013) sebagai berikut :
LPH=[ ] % /hari
Keterangan : LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)
Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g)
W0 = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g)
t = Waktu pemeliharaan (hari)
24. 15
15
b. Hama Rumput Laut
Hama yang ditemukan pada setiap monitoring budidaya rumput laut
selama 35 hari pada April-Juni 2018 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hama dan Penyakit
No. Hama dan Penyakit Status
1.
2.
Saragassum polycystum
Ice- ice
Hama
Penyakit
c. Pengamatan Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air diantaranya adalah salinitas dan suhu
yang dapat dilihat pada tabel .
Tabel 4. Pengamatan Parameter Kualitas Air
No. Paramter Alat ukur Waktu pengukuran
1.
2.
Suhu
Salinitas
Termometer
Hand Refraktometer
1 kali dalam seminggu
1 kali dalam seminggu
25. 16
16
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1 Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Hasil pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPH) PKL-MAL selama
35 hari dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 5. LPH Rumput Laut Hasil Budidaya
Penimbangan W0
(berat
awal)
(g)
Wt
(berat
basah)
(g)
Wt
(berat
kering)
(g)
LPH
(%/hari ±
SD)
Rasio
Berat
Kering:
Berat
Basah
Rumpun 1 2 3 4 5
1 10 193 8 8.82 1 : 24.12
2 10 218 11 9.20 1 : 19.81
3 10 306 13 10.26 1 : 23.53
4 10 208 9 9.05 1 : 23.11
5 10 192 8 8.80 1 : 24
6 10 211 9 9.10 1 : 23.44
7 10 201 9 8.95 1 : 23.33
Rata-rata 218.42 9.57 9.17± 0,50 1:23.05
LPH K. alvarezii selama 35 hari masa pemeliharaan yaitu 9.17% ± 0,50
/hari dengan perbandingan rasio berat 1:23.05
3.1.2 Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air
Hasil pengamatan Pengamatan Parameter Kualitas Air PKL-MAL selama
35 hari dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 6. Parameter Pengamatan Kualitas Air
No Hari/Tanggal Monitoring Suhu (ºC) Salinitas
(ppt)
1 26 April 2018 1 26 30
2 29 April 2018 2 26 31
3 03 Mei 2018 3 26 31
4 13 Mei 2108 4 27 30
5 20 Mei 2018 Pemanenan 29 29
Parameter kualitas air selama 35 hari masa pemeliharaan yaitu suhu
berkisar - , dan salinitas 29-31 ppt.
26. 17
17
3.1.3. Hama dan Penyakit
Monitoring dilakukan dua kali seminggu. Monitoring dilakukan bertujuan
untuk membersihkan rumput laut dari epifit yang menempel pada rumput laut
yang kita budidayakan. Apabila rumput laut terserang penyakit Ice-ice maka
segera potong bagian bibit yang terserang penyakit agar tidak menyebar ke bibit
yang lain.
3.1.4 Hasil Pasca Panen
Proses penimbangan rumput laut yang sudah di keringkan dengan metode
gantung (hanging method) dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Penimbangan rumput
laut kering
Penjemuran dilakukan dengan metode gantung (hanging method).
Keunggulan dari metode gantung ini yaitu rumput laut akan cepat kering dan
menghasilkan rumput laut yang berkualitas. Perbedaan rumput laut yang kering
dengan baik dan tidak yaitu bisa dilihat dari segi warnannya. Jika rumput laut
yang kering dengan baik maka akan berwarna merah kehitaman. Namun rumput
laut yang tidak kering dengan baik maka akan berwarna putih atau kuning pucat.
Kualitas yang telah dijemur pasca panen dapat dilihat pada Gambar 18. Kualitas
rumput laut yang baik dan rumput laut yang pengeringannya kurang baik.
27. 18
18
Gambar 18. Kualitas rumput laut A) Kualitas rumput laut yang proses
pengeringannya dilakukan dengan baik; B). Rumput laut yang
proses pengeringannya kurang baik
3.2. Pembahasan
3.2.1. Laju Pertumbuhan Hari ( LPH)
Berdasarkan hasil perhitungan LPH rumput laut yang diperoleh rata-rata
LPH mencapai 9.17±0,50%/hari dengan rasio berat basah : berat kering 1:12,
LPH ini lebih tinggi dibandingkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh (Rama et al., 2018) yang memperoleh LPH mencapai 4,6%±0,66/hari
dengan rasio berat basah:berat kering 1 : 6. Dari penelitian ini, bibit rumput laut
hasil kultur jaringan yang telah dibudidayakan menunjukkan LPH yang tinggi,
Hal ini disebabkan PKL khususnya minggu kedua setelah penanaman rumput laut
pada tali ris ditambahkan pelampung berupa botol mineral dengan ukuran 600 ml
sebanyak 4-5 buah. Kemudian pada minggu berikutnya dilakukan pembersihan
epifit dan tumbuhan yang menempel atau substrat lainnya dihilangkan dengan
cara menggoyang-goyangkan tali ris dan bibit rumput laut, serta rutin mengecek
tali setiap melakukan monitoring. Apabila tali rumput laut longgar dan tenggelam
maka segera diperbaiki dan diikat kembali. Bila tali ris longgar dan tenggelam,
maka akan menurunkan LPH rumput laut yang dibudidayakan.
Berdasarkan LPH yang didapatkan yaitu 9.17±0,50 %/hari. LPH ini
tergolong tinggi dibandingkan dengan Ayuningtyas (2018) yang mendapatkan
LPH 4,19 ± 0,39%/hari . Perbedaan LPH yang didapat ini diduga disebabkan
karena perbedaan penembahan pelampung pada saat monitoring . Penggunaan
serta penambahan pelampung pada saat masa pemeliharaan bertujuan agar tali
pengikat rumput laut tidak tenggelam. Karena apabila rumput laut yang kita
A B
1 cm 1 cm
28. 19
19
budidayakan kekurangan intensitas cahaya matahari maka dapat menyebabkan
melambatnya pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan oleh Hayashi dkk., (2007), bahwa kecukupan intensitas cahaya
matahari yang diterima oleh rumput laut sangat menentukan kecepatan rumput
laut untuk memenuhi kebutuhan nutrien seperti karbon (C), nitrogen (N) dan
posfor (P) untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Rumput laut yang dibudidayakan selama PKL menunjukkan pertumbuhan
yang baik namun berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan rumput laut
masih dapat tumbuh dan memanjangkan thallusnya. Menurut Sulistiani
et al., (2014), LPH rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan adalah di
atas 3% pertambahan berat perhari. Oleh karena itu, usaha budidaya rumput laut
ini sangat menguntungkan dengan menggunakan bibit yang bersumber dari kultur
jaringan.
3.2.2. Parameter Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air, pengukuran suhu pada lokasi
penanaman rumput laut yaitu berkisar 26-29 0
C. Kisaran ini merupakan suhu
yang optimal untuk budidaya rumput laut, menurut Patang dan Yunarti (2009)
bahwa, kualitas air laut, suhu, kekeruhan, salinitas, pH air, oksigen terlarut, fosfat,
dan tingkat kadar garam air laut sangat berpengaruh terhadap produksi rumput
laut .
Pengukuran salinitas berkisar antara 29-31 ppt, yakni salinitas ini masih
kadar salinitas normal untuk pertumbuhan rumput laut. Kadar garam yang sesuai
untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 ppt. Salinitas yang baik berkisar
antara 28 - 34 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Untuk memperoleh
perairan dengan salinitas demikian, perlu dihindari lokasi yang berdekatan
dengan muara sungai. Air laut yang diperlukan untuk budidaya rumput laut
penting diketahui agar tidak timbul masalah yang dapat menghambat usaha itu
sendiri dan mempengaruhi mutu hasil yang dikehendaki Andi (2016).
3.2.3. Hama dan Penyakit
Monitoring dilakukan dua kali seminggu. Monitoring bertujuan untuk
membersihkan rumput laut dari epifit yang menempel pada rumput laut yang
29. 20
20
budidayakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Antara (2007) kotoran yang
menempel pada rumput laut menyebabkan memudarnya pigmentasi sehingga
menyebabkan rumput laut mudah patah dan akhirnya mati. Kotoran yang
terakumulasi merupakan habitat bagi bakteri yang dapat menyerang dan
menghambat pertumbuhan rumput laut. Selain epifit, terdapat juga Penyakit yang
paling banyak ditemukan menyerang tanaman rumput laut adalah Ice-ice, dengan
penyebab arus laut dan suhu yang berubah-ubah. Menurut Arisandi et al., (2011),
penyakit Ice-ice menunjukkan peningkatan persentase infeksi relatif tinggi pada
siang hari dan pada unit pengamatan yang dekat dengan pantai (1,008%).
Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara nitrat dalam
perairan merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut. Pencegahan yang
dilakukan antara lain menggeser lokasi penanaman ke perairan yang lebih sehat
mutu airnya.
Dalam hal ini, rumput laut yang telah terserang penyakit Ice-ice biasanya
langsung dipotong pada bagian yang terserang dan rumput laut yang masih sehat
segera dipanen, walaupun umur tanaman kurang dari 47 hari. Menurut
(Anggadiredja et al., 2008) menyatakan bahwa, thallus yang memutih diduga
terserang Ice-ice karena memiliki gejala yaitu terlihat bercak berwarna putih pada
sebagian ujung thallus, kemudiaan thallus yang berwarna putih tersebut lama
kelamaan membusuk dan akhirnya putus. Apabila penyakit telah menyebar di
seluruh badan tanaman, rumput laut diangkat ke daratan dan dibuang karena
busuk. Penyakit pada rumput laut selain Ice – ice adalah lumut yang menempel
pada bagian thallus rumput laut yang mengakibatkan thallus menjadi tertutup dan
kemudian patah. Penanganan yang dilakukan antara lain membersihkan lumut
yang menempel, menggoyang-goyangkan rumput laut agar lumut yang menempel
terlepas, dan memotong thallus rumput laut yang sudah busuk.
3.3.3. Panen Dan Pasca Panen
Panen dilakukan setelah 35 hari masa pemeliharaan, sebaiknya penanaman
dilakukan selama 45 hari dengan hasil pengamatan rumput laut mengalami
pertumbuhan yang relatif baik dan mengalami peningkatan bobot. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sukri (2006) bahwa, umur panen 45 hari merupakan umur
30. 21
21
panen yang paling baik. Rumput laut yang telah dipanen selanjutnya dimasukkan
kedalam karung dan di bawa pulang untuk kemudian dijemur. Penjemuran
setelah selesai panen sangat dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas.
Dalam kegiatan PKL untuk metode pengeringan dilakukan dengan metode
gantung. Metode penjemuran dengan cara digantung lebih baik dari pada metode
yang lainnya, karena apabila menjemur dengan metode gantung maka rumput laut
akan terkena sinar matahari secara keseluruhan. Rumput laut yang dikeringkan
dengan metode gantung bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung
dalam rumput laut. Selain lebih mudah metode gantung juga lebih baik karena
memiliki kadar kotoran lebih rendah selain itu dengan cara digantung maka kadar
garam yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam
cepat menetes kebawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan
lebih cepat dan hasil rumput laut kering utuh dan tidak patah-patah. Kualitas
rumput laut kering mempengaruhi harga rumput laut tersebut. Rumput laut
dengan nilai jual yang tinggi memiliki warna merah kehitaman sedangkan rumput
laut dengan warna putih atau kuning pucat memiliki nilai jual yang lebih rendah,
berubahnya warna dari rumput laut disebabkan oleh beberapa faktor seperti
terkena air hujan dan proses pengeringan yang kurang baik dan benar.
3.3.4. Pemasaran
Pemasaran dilakukan disekitar wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara
dengan harga Rp. 18.000,-/kg, total rumput laut yang diperoleh kelompok (satu)
dengan total berat kering 5,38 kg. Nalarati (2016) menyatakan bahwa, produksi
budidaya rumput laut yang dihasilkan di Desa Ranooha Raya, Kecamatan
Moramo, Kabupaten Konawe Selatan dijual kepada pedagang dengan harga rata-
rata sebesar Rp7.000,-/kg dalam bentuk rumput laut kering pada tahun 2016.
Tinggi atau rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan berpengaruh terhadap
peningkatan produksi dan tingkat konsumsi keluarga nelayan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Soeharno (2006) bahwa secara umum perubahan pendapatan
akan mempunyai pengaruh terhadap konsumsi barang-barang dan jasa.
31. 22
22
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan
bahwa rumput laut hasil kultur jaringan yang dipelihara selama 35 hari dengan
menggunakan metode longline memperoleh LPH sebesar 9.17%±0.50%/hari
dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1:12. LPH yang diperoleh lebih
tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakuakan oleh Rama
dkk., (2018), yang memperoleh LPH mencapi 4,6% ± 0,66%/hari dengan rasio
berat basah 1: 6.
Pada saat monitoring terdapat penyakit yang menyerang pada rumput laut
yaitu Ice-ice yang terdapat pada bagian thallus dan juga epifit (S. polycystum)
yang menempel pada tali pengikat rumput laut. Selama masa pemeliharaan
kualitas air yang di peroleh salinitas antara 29-31 ppt dan suhu berkisar antara 26-
29 0
C. Dengan harga rumput laut kering 18.00/kg.
4.2. Saran
Sebaiknya PKL ini dilakukan selama 45 hari sehingga diperoleh
pertumbuhan rumput laut yang lebih baik.
32. 23
23
DAFTAR PUSTAKA
Andi N. I, Husain S, Patang.2016. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Produksi
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii). Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian. 2: 27-40
Anggadiredja, J.T., Z. Achmad, P. Heri, I. Sri. 2008. Rumput Laut.
Pembudidayaan, Pengolahan, Dan Pemasaran Komoditas Perikanan
Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Antara, K. L. 2007. Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii Strain Maumere dan
Strain Sacol, Serta Eucheuma denticulatum di Perairan Desa Musi,
Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Arisandi, A., Marsoedi, H. Nursyam, dan A. Sartimbul. 2011. Kecepatan dan
Presentase Infeksi Penyakit ice-ice pada Kappaphycus alvarezii di
Perairan Bluto Sumenep Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3(1): 47-
51.
Asa. R, Makmur, dan Antoni. R.S. 2014. Upaya Peningkatan Produktivitas
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Mengetahui Faktor
Pengelolaan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
J. Ris. Akuakultur. 9( 3) . Hal: 463-473
Aslan, L.M.O., Iba, W ., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D.
2015. Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Praktices and The
Sosioeconomic Aspects of The Major Commodities. Ocean dan Coastal
Management: 166 : 44-57.
Ayuningtyas. L. 2018. Cultivation of Micropropagated Kappapicus Alvarezii
(Doty) Ex Silva (Rhodophyta, Solierceae) in Bungin Permai Village,
Tinanggea Sub-District, Se Sulawesi Tenggara (Monitoring Of The
Second Year). Fpik-Uho. Kendari. 36.
Harnoto, Mudeng J. D., Mondoringin L. L. J. J.2015. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii yang Dikultur Menggunakan Dua Jenis Tali Ris
dengan Kondisi Berbeda. Jurnal Budidaya Perairan Januari. 3 (1): 35-42.
Hayashi, L., de Paula, E. J., and Chow, F. 2007. Growth Rate and Carrageenan
Anlyses in Four Strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta,
Gigartinales) Farmed in the Subtropical Waters of Sao Paulo State,
Brazil. App. Phycology.19 (5.): 393-399. Springer Netherland.
Joppy D. Mudeng, Magdalena E. F. Kolopita, Abdul Rahman. 2015. Kondisi
Lingkungan Perairan Pada Lahan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii Di Desa Jayakarsa Kabupaten Minahasa Utar Jurnal Budidaya
Perairan. 3(1) : 172-186
Nalarati, Onu. L. L.O, dan Daeng. R. S. 2016. Analisis Nilai Tukar Nelayan
Rumput Laut di Desa Ranooha Raya Kecamatan Moramo Kabupaten
Konawe Selatan
Rahadiati. A, Dewayan, Hartini. S, Widjojo.S , dan Windiastuti. S. 2012.
Budidaya Rumput Laut dan Daya Dukung Perairan Timur
Indonesia:Studi Kasus Kabupaten Konawe Selatanl. 14 (2 ). Hal 178 -
186
33. 24
24
Rama, L O M Aslan, W Iba, A Rahman, Armin and Yusnaeni .2018. Seaweed
Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii ) in
Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe
Regency, Southeast Sulawesi.
Riani. I, Sofyan. R. P, Bafadal. A. 2015. Nilai Tukar Petani Rumput Laut di
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Jurnal Bisnis Perikanan FPIK
UHO. 2(1). Hal :31-44.
Santhanaraju. C. V, Rossnita R,Ummul M. E dan Tulasiramanan
Ramachandram.2014. Effects of Improved Post-Harvest Handling on the
Chemical Constituents and Quality of Carrageenan in Red Alga,
Kappaphycus alvarezii Doty. J Appl Phycol. 26:909–916.
Soeharno. 2006. Teori MIKRO EKONOMI. Andi Offset. Yogyakarta.
Sukri, Nandi.2006. Karakteristik Alkali Treated Cottoni(ATC) dan Karaginan dari
Rumput Laut Eucheuma Cottoni Pada Umur Panen Yang Berbeda.
Skripsi. IPB. 19-61.
Sulistiani, Erina, S. A. Yani. 2014. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotoni
(Kappaphycus alvarezii). Seameo Biotrop. Bogor.
Titik S ,Sri R, Eko N. D dan Zulfitriani.2012. Pengaruh Kedalaman Terhadap
Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) yang Dibudidayakan
dengan Metode Longline di Pantai Mlonggo, Kabupaten Jepara. Jurnal
Saintek Perikanan. 8 ( 1) : 170-188.
Vairappan. C. S, Sim C. C, Matsunaga S. 2014. Effect of Epiphyte Infection on
Physical and Chemical Properties of Carrageenan Produced by
Kappaphycus alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J
Appl Phycol. 26. Hal :923-931
Young, W.T.L., Yasir.S. 2014. Evaluation of Tissue-Cultured Kappaphycus
alvarezzi (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research. 62: 316-
321.
Yunarti dan Patang. 2009. Pengaruh Berbagai Metode Budidaya Dalam
Meningkatkan Produksi Rumput Laut. Pangkep.