Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan bibit hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan untuk meningkatkan produksi. Praktik kerja lapangan dilaksanakan selama 3 bulan di perairan Bungin Permai untuk memonitor pertumbuhan bibit tahun kedua.
1. i
LAPORAN LENGKAP PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit
Hasil Seleksi Klon yang telah di Kultur Jaringankan (Prof) di Perairan Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun Kedua)
Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Doty) Using Seedling Produced From
Mass Selection Combined with Tissue –Cultured Method (Prof) in Bungin
Permai Coastal Waters Tinanggea Sub-District, SE Sulawesi
(Monitoring of the Second Year)
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
ANI FEBRIANI
I1A2 16 085
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
3. iii
RIWAYAT HIDUP
Ani Febriani dilahirkan di Lipu Kecamatan Kulisusu,
Kabupaten Buton Utara pada tanggal 13 Maret 1998
dari pasangan Bapak Lakabo dan Ibu Bastia merupakan
anak kelima dari lima bersaudara. Penulis menempuh
pendidikan di SD Negeri 15 Kulisusu pada tahun 2004
dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
di SMP Negeri 6 Kulisusu dan lulus pada tahun 2013. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kulisusu dan lulus pada
tahun 2016. Tahun 2016 melalui jalur SMMPTN penulis diterima sebagai
mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari (UHO). Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK) Jurusan Budidaya Perairan. Selama kuliah Pada tahun 2017-
2018 penulis pernah menjadi pengurus lembaga Himpunan Mahasiswa Jurusan
Budidaya Perairan (HMJ BDP). Penulis juga menjadi pengurus lembaga Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) FPIK UHO tahun 2019. Selain aktif di lembaga
kemahasiswaan, penulis juga menjadi asisten pemimbing pada mata kuliah parasit
dan penyakit ikan tahun 2019.
4. iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Praktek Kerja Lapang (PKL)
Manajemen Akuakultur Laut berjudul “Budidaya Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah di Kultur
Jaringankan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun Kedua)”. Laporan lengkap ini
disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah Manajemen
Akuakultur Laut.
Penulis menyadari bahwa laporan lengkap ini dapat diselesaikan dengan
bantuan berbagai pihak. Ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. La Ode
Muh. Aslan, M.Sc selaku Koordinator Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut
yang membimbing dengan penuh keikhlasan dalam penyusunan laporan lengkap
PKL ini dan Kakak Armin, S.Pi sebagai Asisten Pembimbing maka melalui
kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu.
Penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca
khususnya mahasiswa perikanan Universitas Halu Oleo.
Kendari, Juni 2019
Penulis
5. v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit
Hasil Seleksi Klon yang telah di Kultur Jaringankan (Prof) di Perairan Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun Kedua)
ABSTRAK
Rumput laut merupakan salah satu jenis komoditas unggulan budidaya yang produksinya
tersebar diantara komoditas unggulan yang lain. Salah satu jenis rumput laut komersil
penting adalah Kappaphycus alvarezii. Budidaya rumput laut ini menggunakan bibit yang
berasal dari hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan dengan metode budidaya
yang digunakan adalah metode longline. PKL MAL ini dilaksanakan selama 3 bulan
(Maret-Mei 2019). Di Perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Hasil yang diperoleh dalam PKL ini adalah laju
pertumbuhan harian (LPH) rumput laut yang dipelihara selama 35 hari yaitu
8,03±0,22%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1 : 6,21. Suhu selama
kegiatan PKL ini berkisar 26-30o
C dan salinitas 27-31 ppt. Hama yang menyerang
rumput laut K. alvarezii adalah S. polycystum, S. granuliferum, S. swartzii beberapa alga
yang belum teridentifikasi dan lumut. Penyakit rumput laut yang ditemukan selama PKL-
MAL ini adalah Ice-ice.
Kata Kunci : K. alvarezii, Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah Dikultur jaringankan,
Laju Pertumbuhan Harian, Hama dan Penyakit.
6. vi
Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Doty) Using Seedling Produced From
Mass Selection Combined with Tissue–Cultured (Prof) Method in Bungin
Permai Coastal Waters Tinanggea Sub-Dristict, SE Sulawesi Tenggara
(Monitoring of the Second Year)
ABSTRACT
Seewed is one of the leading types commodity cultivated which distributed among other
important commodities. One important species of seaweed kappaphycus alvarezii.
Seaweed cultivation used seedlings produced from mass selection combined with tissue-
cultured method with cultivated using the longline methode. This field practice was held
waters of Tinanggea Sub-district, South Konawe Regency, Southeast Sulawesi. The result
obtained in this field practice was the daily growth rate (DGR) of seaweed maintained at
8.03±0.22%/day and the ratio of dry weight : wet weight was 1 : 6.21. Temperature
during study was 26-30o
C while salinity was from 27-31 ppt. Pests found were epiphytes
S. polycystum, S. granuliferum, S. swartzii unidentified algae and moss. The disease
found during this field practice was ice-ice.
Keyword : K. alvarezii, Seedling Selection with Tissue–Cultured Method, Daily
Growth Rate, Pests and Disease
7. vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT.................................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................. 3
II.METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat............................................................................... 4
2.2 Prosedur Kerja...................................................................................... 4
2.2.1Tahap Persiapan ............................................................................. 4
2.2.2Tahap Uji Lapangan....................................................................... 8
2.2.3Monitoring .................................................................................... 13
2.2.4Pemanenan dan Penanganan pasca panen...................................... 20
2.3. Parameter yang diamati....................................................................... 24
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) .................................................. 24
2.3.2 Hama dan Penyakit ....................................................................... 24
2.3.3 Parameter Kualitas Air .................................................................. 24
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan................................................................................. 25
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) .................................................. 25
3.1.2 Parameter Kualitas Air .................................................................. 25
3.1.3 Hama dan Penyakit........................................................................ 26
3.1.4 Pasca Panen ................................................................................... 26
3.2. Pembahasan ...................................................................................... 26
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH).................................................. 27
3.2.2 Rasio Berat Basah dan Berat Kering ............................................ 27
3.2.3 Parameter Kualitas Air.................................................................. 28
3.2.3 Hama dan Penyakit ....................................................................... 29
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan ............................................................................................... 30
4.2 Saran...................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
8. viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Pengukuran Tali Ris.................................................................... 5
2 Pembuatan Tali Cincin................................................................ 5
3 Merapikan Ujung tali dengan menggunakan lilin ............................. 6
4 Alat Pemintal Tali Rumput Laut................................................. 6
5 Pengikatan Tali Cincin................................................................ 7
6 Pemberian Warna pada Pelampung ............................................ 7
7 Lokasi Budidaya.......................................................................... 8
8 Memilih Bibit Rumput Laut........................................................ 9
9 Mengukur Parameter Kualitas Air: A), Salinitas, B), Suhu........ 9
10 Memotong Bibit .......................................................................... 10
11 Menimbang Bibit Rumput Laut .................................................. 10
12 Pengikatan Bibit Rumput............................................................ 11
13 Pengangkutan Bibit Rumput Laut............................................... 11
14 Penanaman Bibit Rumput Laut ................................................... 12
15 Pemanenan Rumput Laut: A), Proses pengambilan rumput
Laut; B), Pengangkutan rumput laut........................................... 20
16 Penimbangan Berat Basah Rumput Laut: A), Menimbang Karung
Dengan Timbangan gantung; B), Menimbang sampel,
C). Menimbang rumput laut dengan timbangan digital. ............. 21
17 Pengangkutan Rumput Laut: A). Menyimpan Rumput laut
di Mobil; B). Transportasi........................................................... 21
18 Penjemuran rumput laut: A), Metode gantung;
B), Metode Tebar ........................................................................ 22
19. Proses Penjemuran rumput laut: A), Rumput laut yang basah;
B), Rumput laut yang mulai kering; C), Rumput laut Kering..... 22
20 Penimbangan Berat Kering ......................................................... 23
21 Pembersihan Tali Rumput Laut................................................... 23
22 Hama dan Penyakit...................................................................... 26
23 Kondisi Rumput Laut Kering...................................................... 26
9. ix
DAFTAR TABEL
Gambar Teks Halaman
1. Alat dan bahan yang digunakan beserta kegunaannya pada
tahap persiapan di fakultas.................................. .................... 4
2. Alat dan bahan yang digunakan beserta kegunaannya pada
tahap persiapan lapangan ............................................................. 8
3. Monitoring Pertama ...................................................................... 13
4. Monitoring Kedua......................................................................... 14
5. Monitoring Ketiga......................................................................... 16
6. Monitoring Keempat..................................................................... 17
7. Monitoring Kelima........................................................................ 18
8. Parameter Kualitas Air yang diukur.............................................. 24
9. Laju Pertumbuhan Harian (LPH).................................................. 25
10. Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air.................................... 25
10. 1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu jenis komoditas unggulan budidaya
karena mempunyai beberapa keunggulan seperti dapat dilakukan di daerah pantai
yang dangkal atau laut terbuka, harga relatif stabil, rumput laut juga tidak
memerlukan penambahan pupuk/pestisida, cukup cahaya dan gerak air, tingkat
pertumbuhan cepat (15% per hari) menghasilkan siklus yang relatif singkat dan
dapat meningkatkan pendapatan petani. Rumput laut merupakan salah satu
penyumbang devisa yang cukup besar (Kadek dan Yogiswara, 2014).
Salah satu permasalahan budidaya rumput laut adalah penggunaan bibit
rumput laut yang kualitasnya kurang baik. Bibit rumput laut yang digunakan
berasal dari budidaya sebelumnya yang digunakan untuk budidaya sudah
berulang-ulang, sehingga pertumbuhannya lambat dan mudah terserang penyakit.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi rumput laut menggunakan bibit
yang berkualitas yaitu bibit hasil kultur jaringan (Cokrowati dkk., 2015).
Upaya pembaruan bibit telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan (DKP) dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan. Kultur jaringan
adalah perbanyakan bibit secara berkesinambungan dan berkualitas tinggi. Bibit
kultur jaringan didapatkan dengan cara mengambil beberapa bagian thallus
kemudian dipelihara pada media, dipilih bagian thallus yang memiliki
pertumbuhan paling cepat lalu dikembangkan dalam skala besar. Bibit rumput laut
hasil kultur jaringan tidak mudah patah, menghasilkan pertumbuhan yang cepat
dan tahan serangan penyakit saat budidaya. Upaya tersebut memberikan
peningkatan produksi rumput laut. Perlu dilakukan upaya lainnya untuk memicu
perbaikan dan pembaruan bibit rumput laut yang ada sehingga dapat
meningkatkan produksi rumput laut secara berkelanjutan (Rukni, 2016).
Beberapa tahun terakhir telah dilakukan kebun bibit sebagai media
perbanyakan, dengan penerapan metode seleksi varietas untuk memperpaharui
cara lama yang menggunakan bibit secara berulang melalui proses seleksi untuk
mendapatkan klon-klon bibit yang unggul (cepat unggul). Rumput laut hasil
seleksi diduga karena memiliki materi genetik (gen) dan turunan “growth
11. 2
hormon” yang baik sehingga menghasilkan turunan bibit dengan kualitas yang
baik pula. Bibit dengan turunan gen yang baik memiliki kemampuan adaptasi
yang lebih baik terhadap perubahan lingkungan, lebih tahan penyakit serta
kemampuan dalam menyerap nutrien dari lingkungannya juga lebih baik
(Rani dan Sarira, 2018).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukannya kegiatan budidaya
rumput laut guna untuk memonitoring pertumbuhan bibit hasil seleksi klon yang
di kultur jaringankan tahun kedua setelah tahun pertama berlangsung pada tahun
2018 yang dipelihara selama 35 hari di Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
1.2. Rumusan Masalah
Kendala yang sering dihadapi oleh pembudidaya rumput laut di Konawe
Selatan adalah bibit yang tidak dapat tumbuh secara optimal, sehingga setiap
musim tanam harus mendatangkan bibit dari luar (Makmur dkk., 2016). Bibit
rumput laut yang digunakan berasal dari budidaya sebelumnya yang digunakan
untuk budidaya sudah berulang-ulang sehingga pertumbuhannya lambat dan
mudah terserang penyakit.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
menggunakan bibit rumput laut hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan.
Seleksi klon bibit rumput laut merupakan hal utama dalam menyuplai kebutuhan
bibit diperlukan strategi jangka pendek, yaitu dengan seleksi klon. Seleksi klon
merupakan salah satu langkah untuk mendukung produksi kebun bibit di
Indonesia. Bibit rumput laut unggul dapat diperoleh dengan menggunakan
metode seleksi massa. Program seleksi massa dapat menghasilkan varietas bibit
unggul dalam pertumbuhan relatif cepat (Rani dkk., 2011).
Metode seleksi klon rumput laut K. alvarezii kemudian dikembangkan
juga di Sultra pada tahun 2013 oleh Aslan dkk., (2014). Kemudian dilanjutkan
dengan mengkultur jaringankan bibit dari perairan desa Bungin Permai,
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, di Laboratorium SEAMEO-
BIOTROP. Pada tahun 2014 bibit yang menggunakan metode seleksi klon
diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding bibit
yang hanya melalui proses kultur jaringan.
12. 3
Bibit rumput laut hasil seleksi klon yang telah dikultur jaringankan yang
kemudian diistilahkan dengan “prof” sudah pernah dibudidayakan oleh Goa
(2018). Dari hasil kajian tersebut diperoleh LPH sebesar 6,27±0,31%/hari dengan
rasio berat kering : berat basah (BK:BB) sebesar 1 : 13,4. Sehubungan dengan
variasi pertumbuhan yang lazim maka perlu dilakukan uji coba penanaman di
lokasi dan waktu yang sama dengan kajian tahun 2018. Uji pertumbuhan tahun
2019 juga merupakan bagian dari monitoring tahun kedua.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktek kerja lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui cara
budidaya rumput laut jenis K. alvarezii bibit yang dikultur jaringankan (prof)
menggunakan metode longline. Kegiatan PKL ini mencakup pengikatan tali,
pengikatan rumput laut, penanaman, penanganan rumput laut selama masa
pemeliharaan dan penanganan rumput laut saat panen dan pasca panen. Serta
untuk memonitoring laju pertumbuhan rumput laut hasil seleksi klon yang di
kultur jaringankan tahun kedua yang telah dilakukan pada tahun 2018 yang
dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai.
Manfaat dari praktik kerja lapang (PKL) ini adalah agar mahasiswa
memahami dan memiliki keterampilan dalam membudidayakan rumput laut jenis
K. alvarezii bibit yang dikultur jaringankan (prof) menggunakan metode longline.
Kegiatan PKL ini mencakup pengikatan tali, pengikatan rumput laut, penanaman,
penanganan rumput laut selama masa pemeliharaan dan penanganan rumput laut
saat panen dan pasca panen. Serta untuk memonitoring laju pertumbuhan rumput
laut hasil seleksi klon yang di kultur jaringankan tahun kedua yang telah
dilakukan pada tahun 2018 yang dibudidayakan di perairan Desa Bungin Permai.
13. 4
II. METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Kerja Lapangan Manajemen Akuakultur Laut (PKL-MAL)
dilaksanakan mulai pada bulan Maret-Mei 2019. Praktikum ini dibagi menjadi
dua tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan uji lapangan. Tahapan persiapan
dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Kendari. Tahapan uji lapangan dilaksanakan di Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
2.2. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahapan
persiapan dan tahapan uji lapangan yaitu sebagai berikut :
2.2.1.Tahapan Persiapan
Tahap persiapan dilakukan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Halu Oleo. Tahapan persiapan bertujuan untuk menentukan lokasi
praktikum dan mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan pada saat
pelakasanaan praktikum.
Alat dan bahan yang digunakan pada saat tahapan persiapan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan beserta kegunaannya
No Alat dan bahan Kegunaan
1 Alat
- Mistar Mengukur jarak tali
- pisau/cutter Memotong tali
- Alat pintar Alat pemintal tali rumput laut
- Meteran Mengukur panjang tali
- Kamera Mendokumentasi
2 Bahan
- Tali PE Tali Utama
- Lilin Merapikan ujung tali
14. 5
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum tahapan persiapan adalah
sebagai berikut:
a. Pengukuran tali ris. Tali yang digunakan adalah tali PE diameter 4 mm
kemudian diukur menggunakan meteran dengan panjang 40 m untuk setiap
satu tali ris (Gambar 1).
Gambar 1. Pengukuran tali ris
b. Pembuatan tali cincin. Tali yang digunakan untuk tali cincin memiliki
diameter 1 mm kemudian diikat/disimpul kedua ujung tali sehingga
membentuk lingkaran (Gambar 2).
Gambar 2. Pembuatan tali cincin
c. Merapikan ujung tali dengan cara dibakar menggunakan lilin. Hal ini
bertujuan agar tali tidak gampang terlepas dan untuk menghindari
tumbuhnya epifit pada sisa/ujung tali (Gambar 3).
15. 6
Gambar 3. Merapikan ujung tali dengan
cara dibakar menggunakan lilin
d. Alat pintar adalah singkatan dari alat pemintal tali rumput laut yang
digunakan untuk membuat tali pengikat rumput laut. Alat ini memiliki
panjang 40 cm dengan lebar 15 cm serta pemintal dengan panjang 15 cm
(Gambar 4).
Gambar 4. Alat pemintal tali rumput laut
e. Tali cincin dimasukkan pada alat pintar, tarik tali induk ke atas sehingga tali
cincin masuk kedalam sela-sela tali induk. Kemudian ikat tali cincin pada
tali induk dengan jarak antara satu tali dengan tali yang lain 10 cm
(Gambar 5).
16. 7
Gambar 5. Pengikatan tali cincin
f. Pemberian warna pada botol pelampung menggunakan pilox warna merah.
Hal ini bertujuan agar botol tersebut dapat menjadi pembeda dengan tali
kelompok yang lain (Gambar 6).
Gambar 6. Pemberian warna pada pelampung
2.2.2. Tahap Uji Lapangan
Tahap uji lapangan dilakukan di Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
17. 8
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan beserta kegunaannya
No Alat dan bahan Kegunaan
1 Alat
- Timbangan analitik Menimbang bibit rumput laut
- Termometer Mengukur suhu perairan
- Hand refraktometer Mengukur salinitas perairan
- Botol plastik Pelampung rumput laut
- Pisau/cutter Memotong bibit
- Kamera Mendokumentasi
- Alat tulis mencatat hasil pengamatan
2 Bahan
- Bibit Rumput laut Prof Organisme budidaya
- Pilox Memberi warna pada botol pelampung
- Karung Menyimpan rumput laut
- kantung kresek Menyimpan rumput laut
- Potongan plastik Penanda
a. Lokasi budidaya rumput laut terletak di Desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Terletak
dibagian 4º 29’ 19 Lintang Selatan dan 122 º 12’ 58 Bujur Timur. Desa
Bungin permai merupakan desa terapung atau berada di atas permukaan air,
mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani rumput laut.
Masyarakat desa Bungin permai mayoritas suku Bajo selain itu juga ada
suku lain yaitu suku Bugis, Tolaki, Muna dan Buton (Gambar 7).
Gambar 7. Lokasi budidaya
b. Bibit rumput laut hasil seleksi klon yang dikultur jaringankan dipilih
berdasarkan banyaknya thallus agar mempermudah dalam pengikatan
18. 9
rumput laut selain itu sebaiknya bibit memiliki thallus yang besar agar tidak
mudah patah pada saat pengikatan (Gambar 8).
Gambar 8. Memilih bibit rumput laut
c. Pengukuran parameter kualitas air meliputi pengukuran salinitas dengan
menggunakan hand refraktometer awal penanaman mencapai salinitas 34
ppt dan suhu perairan suhu 31ºC (Gambar 9).
Gambar 9. Mengukur parameter kualitas air. A, Salinitas; B, Suhu
d. Pemotongan bibit rumput laut menggunakan cutter. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan bibit dengan berat 10 g (Gambar 10).
BA
19. 10
Gambar 10. Memotong Bibit
e. Bibit rumput laut hasil seleksi klon yang dikultur jaringankan ditimbang
dengan menggunakan timbangan analitik dengan berat 10 g. Bibit rumput
laut ini yang akan dijadikan sebagai kontrol (Gambar 11).
Gambar 11. Menimbang berat bibit
f. Bibit rumput laut diikat menggunakan tali yang telah dibuat sebelumnya
(Gambar 12).
20. 11
Gambar 12. Pengikatan bibit rumput laut
prof
g. Bibit rumput laut yang akan ditanam diangkut menggunakan perahu
(Gambar 13).
Gambar 13. Pengangkutan bibit rumput laut
prof
h. Penanaman bibit rumput laut dilakukan pada lokasi yang telah disiapkan.
Pada proses penanaman bibit rumput laut dibentangkan seluruhnya dengan
panjang 40 m dengan menggunakan dua tali rumput laut yang kemudian
masing-masing ujungnya disambung (Gambar 14).
22. 13
2.2.3. Monitoring
Proses monitoring dilakukan 3 kali seminggu yaitu hari Selasa, Jum’at dan
Minggu. Proses monitoring Praktikum Lapangan Manajemen Akuakultur Laut
(PKL-MAL) adalah sebagai berikut:
1. Monitoring minggu pertama (15/03/2019)
Proses monitoring minggu pertama dilakukan pengukuran suhu perairan
mencapai 30ºC.
Tabel 3. Monitoring ke-1 (Jum’at, 15 Maret 2019)
No
Gambar/Foto Temuan Solusi Hasil
1
Terdapat
lumut pada
tali rumput
laut
Melakukan
pembersihan
pada tali
rumput laut
2
Terdapat
lumut pada
rumput laut
Membersihk
an dengan
cara
digoyang-
goyangkan
secara
perlahan-
lahan agar
rumput laut
tidak terlepas
3
Penyakit ice-
ice pada
rumput laut
Memotong
rumput laut
yang
terserang ice-
ice agar tidak
menyebar
23. 14
4
Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu suhu
dan salinitas
Suhu 26ºC
Salinitas 30 ppt
2. Monitoring Minggu Kedua (19/03/2019)
Tabel 4. Monitoring minggu ke-2 (Selasa, 19 Maret 2019)
No
Gambar/Foto Temuan Solusi Hasil
1
Terdapat
lumut pada
tali rumput
laut
Melakukan
pembersihan
pada tali
rumput laut
2
Terdapat tali
cincin yang
kosong
Mengambil
dan
mematahkan
rumput laut
yang besar
kemudian
mengikat
rumput laut
pada tali yang
kosong
25. 16
3. Monitoring minggu ketiga (6/04/2019)
Tabel 5. Monitoring minggu ke-3 (Sabtu, 6 April 2019)
No
Gambar/Foto Temuan Solusi Hasil
1
Terdapat
ephypite
pada rumput
laut
Memisahkan
ephypite
dengan rumput
laut kemudian
dibuang
didarat atau
dibawa pulang
2
Penyakit ice-
ice pada
rumput laut
Memotong
rumput laut
yang terserang
ice-ice agar
tidak
menyebar
4
3
Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu suhu
dan salinitas
Suhu 26ºC
Salinitas 31 ppt
26. 17
4. Monitoring Minggu keempat (7/04/2019)
Tabel 6. Monitoring minggu ke-4 (Minggu, 7 April 2019)
No
Gambar/Foto Temuan Solusi Hasil
1
Terdapat
lumut pada
tali rumput
laut
Melakukan
pembersihan
pada tali
rumput laut
2
Terdapat tali
cincin yang
kosong
Mengambil
rumput laut
yang besar
kemudian
dipatahkan
untuk
mengisi tali
rumput laut
yang kosong
3
Mengukur
parameter
kualitas air
yaitu suhu
dan salinitas Suhu 29ºC
Salinitas 30 ppt
27. 18
5. Monitoring Minggu kelima (12/04/2019)
Tabel 7. Monitoring minggu ke-5 (Jum’at, 12 April 2019)
No
Gambar/Foto Temuan Solusi Hasil
1
Terdapat
rumput laut
yang kecil
Mengganti
dengan cara
mengambil/me
matahkan
rumput laut
yang besar
yang
kemudian
diikat kembali
2
Terdapat
ephypite
pada rumput
laut
Memisahkan
ephypite
dengan rumput
laut kemudian
dibuang
didarat atau
dibawa pulang
3
Terdapat
lumut
berwarna
merah pada
rumput laut
Mengambil
lumut yang
menempel
pada rumput
laut
29. 20
2.2.4. Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen
a. Tahap Pemanenan
1. Pemanenan dilakukan setelah rumput laut K. alvarezii dipelihara selama
35 hari. Kegiatan pemanenan menggunakan perahu untuk ke lokasi
budidaya. pemanenan dilakukan dengan melepas ikatan tali rumput pada
pelampung besar terlebih dahulu kemudian menarik satu per satu tali ke
dalam perahu. Hal ini dilakukan untuk mencegah terlilitnya tali yang satu
dengan tali yang lain (Gambar 15).
Gambar 15. Pemanenan rumput laut. A, Proses pengambilan rumput
laut; B, Pengangkutan rumput laut
2. Rumput laut yang telah dipanen ditimbang dalam keadaan basah. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui berat basah pada rumput laut. Penimbangan
dilakukan dengan dua tahapan yaitu timbangan gantung yakni menimbang
rumput laut yang ada di karung dan rumput laut yang dijadikan sampel
yang disimpan dalam kantong plastik dan timbangan analitik untuk
mengetahui berat rumput laut untuk setiap satu rumpun rumput laut
(Gambar 16).
BA
30. 21
Gambar 16. Menimbang rumput laut. A, Menimbang karung dengan timbangan
gantung; B, Menimbang sampel; C, Menimbang rumput laut dengan
timbangan digital
3. Rumput laut yang telah ditimbang diangkut ke mobil hal ini dilakukan
agar cepat sampai ke tempat pengeringan rumput laut (Gambar 17).
Gambar 17. Pengangkutan rumput laut. A, Menyimpan rumput laut
di mobil; B, Transportasi
A B C
A B
31. 22
b. Pasca Panen
1. Penjemuran rumput laut dilakukan dengan dua metode yaitu metode
gantung untuk sampel dan metode tebar untuk rumput laut yang bukan
sampel dan rumput laut yang patah pada saat dimasukkan kedalam
karung (Gambar 18)
Gambar 18. Penjemuran rumput laut. A, Metode gantung;
B, Metode tebar
2. Penjemuran rumput laut yang mengalami perubahan setelah beberapa
hari dijemur mulai dari warna, bentuk dan tekstur. Rumput laut yang
masih basah ditandai dengan warna yang belum berubah dan tekstur
yang masih lembek (Gambar 19A) rumput laut yang mulai terlihat
ada perubahan seperti berwarna merah dan keputih-putihan serta sudah
mulai agak keras (Gambar 19B) dan rumput laut yang kering berwarna
putih yang diakibatkan oleh garam dan teksturnya sangat keras
(Gambar 19C).
Gambar 19. Proses penjemuran Rumput laut. A, Rumput laut yang basah;
B, Rumput laut yang mulai kering; C, Rumput laut kering
A B
A B C
32. 23
3. Rumput laut yang telah kering ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik hal ini dilakukan agar dapat mengetahui berapa
berat kering dari bibit rumput laut ( Gambar 20).
Gambar 20. Penimbangan berat kering
bibit rumput laut
4. Pembersihan tali rumput laut dengan cara menggosok-gosokkan tali
rumput laut menggunakan tangan agar lumut yang ada pada tali dapat
dengan mudah dibersihkan. Kemudian tali dibersihkan dengan cara
disikat dan sekali-sekali dicelup pada air agar dapat dilihat apakah tali
sudah bersih atau belum. Hal ini dilakukan agar tali dapat digunakan
kembali pada saat penanaman berikutnya (Gambar 21)
Gambar 21. Pembersihan tali rumput laut. A, Pembersihan menggunakan
tangan; B, Pembersihan dengan cara disikat
A B
33. 24
2.3. Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada PKL-MAL dengan menggunakan rumput
laut K. alvarezii hasil kultur jaringan dapat dilihat sebagai berikut.
2.3.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut dapat dihitungg dengan
persaman rumus sebagai berikut :
LPH = [(
𝑊𝑡
𝑊𝑜
)
𝑖
𝑡
− 1 ] 𝑥 100%/hari
Keterangan :
LPH = Laju pertumbuhan harian (%/hari)
Wt = Bobot rumput laut basah (g)
Wo = Bobot rumput laut awal (g)
T = Lama pemeliharaan (hari)
2.3.2 Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang didapatkan ketika monitoring PKL-MAL adalah
epifit dan penyakit ice-ice. Epifit yang didapatkan adalah sargassum polycystum,
sargassum granuliferum dan sargassum swartzii.
2.3.3 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati pada PKL-MAL adalah suhu dan
salinitas perairan. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur parameter kulitas
air dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Parameter kualitas air yang diukur
No Parameter Alat Pengukuran
1 Suhu Thermometer 3 kali dalam seminggu
2 Salinitas Hand Refraktometer 3 kali dalam seminggu
34. 25
III.HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Hasil pengamatan laju pertumbuhan rumput laut K. alvarezii hasil kultur
jaringan pada PKL-MAL yang dibudidayakan selama 35 hari di Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur
jaringan
Rumpun
W0 (Berat
Awal) (g)
Wt (Berat
Basah) (g)
Berat
Kering (g)
LPH (%hari
± SD
Rasio Berat
Kering : Berat
Basah
1 10 162,5 29,2 8,29 1 : 5,57
2 10 154,5 20,3 8,14 1 : 7,61
3 10 139,5 17,9 7,82 1 : 7,79
4 10 142,5 16,8 7,89 1 : 8,48
5 10 153,5 36,2 8,12 1 : 4,24
6 10 143,0 19,2 7,90 1 : 7,45
7 10 170,0 29,1 8,43 1 :5 ,84
8 10 143,0 28,0 7,90 1 : 5,11
9 10 139,2 36,8 7,81 1 : 3,78
Rata-rata 149,74±11,01 25,94±7,69 8,03±0,22 1:6,21
3.1.2 Parameter Kualitas Air
Hasil pengamatan parameter kualitas air selama monitoring dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Parameter kualitas air selama pengamatan dan monitoring
NO Hari/Tanggal
Parameter yang diamati
Suhu (o
C) Salinitas (Ppt)
1 9/03/19 31 34
2 12/03/19 26 30
3 24/03/19 30 27
4 6/04/19 26 31
5 7/04/19 29 30
6 12/04/19 29 29
35. 26
3.1.3 Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang ditemukan selama monitoring praktikum
manajemen akuakultur laut (PKL-MAL) adalah epifit dan ice-ice selama 35 hari
masa pemeliharaan. Epifit merupakan tanaman pengganggu yang dapat
menghambat pertumbuhan rumput lau, epifit yang ditemukan adalah S.
polycystum, S. granuliferum dan S. swartzii sedangkan penyakit yang ditemukan
adalah penyakit ice-ice (Gambar 22).
Gambar 22. Hama dan Penyakit; A), S. polycystum B), Penyakit ice-ice
3.1.4. Pasca Panen
Rumput laut yang kering memiliki ciri-ciri berwarna agak kehitaman atau
kecoklatan seperti pada saat basah sedangkan rumput laut yang berwarna putih
memiliki kualitas yang rendah hal ini disebabkan karena pada saat penjemuran
terjadi hujan sehingga rumput laut terkena hujan (Gambar 23).
Gambar 23. Kondisi Rumput Laut Kering: A), Rumput laut kondisi baik;
B), Rumput laut kondisi tidak baik
A B
A B
36. 27
3.2. Pembahasan
3.2.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju pertumbuhan harian (LPH) menggunakan bibit rumput laut (K.
alvarezii) prof atau bibit hasil seleksi klon setelah pemeliharaan selama 35 hari di
Desa Bungin Permai diperoleh LPH sebesar 8,03±0,22%/hari. LPH ini
menunjukkan pertumbuhan yang baik karena diatas 3% (Candra dkk., 2018).
LPH yang didapatkan yaitu sebesar 8,03±0,22%/hari. LPH ini lebih tinggi
dari penelitian tahun sebelumnya (2018) dilokasi dan waktu yang berbeda yang
dilakukan oleh Goa (2018) yang juga menggunakan bibit prof sebesar
6,27±0,31%/hari. LPH yang yang didapatkan ini juga lebih tinggi dibandingkan
yang dilakukan oleh Febriyanti et al., (2019) di Marobo Kabupaten Muna yaitu
sebesar 4,58±0,22 dengan masa pemeliharaan 36 hari. Adanya variasi
pertumbuhan LPH diduga disebabkan karena lokasi dan waktu penanaman yang
berbeda..
LPH yang didapatkan tergolong sangat tinggi karena pada saat awal
penanaman menggunakan berat bibit yaitu 10 g. Menurut Ismail dkk., (2015) berat
awal rumput laut yang akan dibudidayakan dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhannya, dimana bibit dengan awalnya lebih kecil akan memberikan hasil
pertumbuhan yang lebih cepat karena tidak terjadi persaingan thallus dalam
mendapatkan nutrien.
3.2.2. Rasio Berat Kering dan Berat Basah (BK:BB)
Rasio (BK:BB) yang diperoleh adalah 1 : 6,21. Rasio (BK:BB) yang
diperoleh disebabkan karena metode pengeringan yang tepat. Rasio BK:BB ini
jauh lebih bagus dibandingkan rasio yang diperoleh Aeni et al., (2019) sebesar
1 : 9,06 dan Goa (2018) sebesar 1 : 13,4. Perbedaan ini belum diketahui
penyebabnya.
Metode yang digunakan pada budidaya rumput laut K. alvarezii yaitu
metode longline. Menurut Ahadi ( 2011) keberhasilan budidaya rumput laut
sangat tergantung pada teknik budidaya yang tepat dan dengan metode budidaya
yang sesuai. Metode budidaya yang dipilih hendaknya dapat memberikan
pertumbuhan yang baik, mudah dalam penerapannya dan bahan baku yang
37. 28
digunakan murah serta mudah didapat. Metode yang dikembangkan di Indonesia
antara lain metode rakit apung, metode lepas dasar dan metode longline.
3.2.3. Parameter Kualitas Air
Kualitas air memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup
organisme perairan. Oleh karena itu dalam kegiatan budidaya, kualitas air perlu
diperhatikan agar tetap dalam kondisi yang optimal. Menurut Hamuna et al.,
(2018) Kondisi kualitas air suatu perairan sangat penting untuk mendukung
kelulusanhidupan organisme yang hidup didalamnya oleh sebab itu untuk
melakukan kegiatan budidaya perlu mengetahui parameter-parameter yang ada
yaitu parameter biologi, kimia dan fisika.
Pada kegiatan PKL-MAL, parameter kualitas air yang diukur adalah suhu
dan salinitas (Tabel 9). Hasil pengukuran suhu yang diperoleh pada lokasi
budidaya berkisar antara 26-30 o
C. Menurut Mamang (2008) suhu perairan
merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kehidupan
organisme dan tumbuhan pada perairan tersebut. Nilai suhu perairan yang optimal
untuk laju fotosintesis berbeda pada setiap jenis. Suhu yang optimal untuk
pertumbuhan rumput laut (K. alvarezii) 24-31o
C. Dalam hal ini suhu perairan di
Desa Bungin Permaii berada dalam kondisi yang optimal.
Hasil pengukuran salinitas yang diperoleh selama pemeliharaan yaitu 27-
31 ppt. Menurut Burdames dan Edwin (2014) salinitas sangat berperang dalam
budidaya rumput laut. Kisaran salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi terganggu. Kisaran salinitas yang
baik untuk pertumbuhan rumput laut (K. alvarezii) yaitu antara 28-33 ppt.
Salinitas air laut dipengaruhi oleh berbargai faktor yaitu penguapan, curah hujan,
pola sirkulasi air dan dan aliran sungai.
3.2.4. Hama dan penyakit
Monitoring dilakukan untuk melihat hama dan penyakit yang menyerang
yang menyerang rumput laut selama kegiatan PKL-MAL. Hama yang umum
ditemukan selama kegiatan pemeliharaan rumput laut di Desa Bungin Permai
adalah S. Polycystum, S. granuliferum dan S. swartzii yang merupakan tanaman
epifit atau tanaman pengganggu (Gambar 22A) Menurut Mudeng (2017) epifit
38. 29
(tumbuhan penempel) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut. Tumbuhan penempel bersifat kompetitior dalam
menyerap nutrisi. Epifit dapatt menjadi pengganggu karena menutupi permukaan
rumput laut yang menghalangi proses penyerapan dan fotosistesis. Disamping
sebagaikompetitor tumbuhan penempel ini juga merupakan salah satu penyebab
awal terjadinya infeksi bakteri penyebab penyakit ice-ice.
Penyakit yang ditemukan pada rumput laut adalah penyakit ice-ice (22B).
Penyakit ini ditandai dengan thallus rumput laut yang berwarna putih. Menurut
Santoso dan Yudha (2008) penyakit rumput laut didefiniskan sebagai
terganggunya struktur dan fungsi yang normal, seperti terjadinya perubahan laju
pertumbuhan, penampakan (warna dan bentuk). Penyakit ini banyak menyerang
rumput laut pada saat musim hujan dan diakibatkan juga karena stres akibat
perubahan kondisi lingkungan yang mendadak. Penyakit ini ditandai dengan
timbulnya bintik/bercak-bercak pada bagian thallus yang lama kelamaan menjadi
kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi
hancur atau rontok
39. 30
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Laju
pertumbuhan harian (LPH) rumput laut (K. alvarezii) setelah pemeliharaan selama
35 hari di Desa Bungin Permai diperoleh LPH sebesar 8,03±0,22%/hari dengan
rasio berat kering : berat basah (BK : BB) adalah 1 : 6,21. Hama dan penyakit
yang ditemukan selama masa pemeliharaan adalah S. polycystum, S. granuliferum
dan S. swartzii dan penyakit ice-ice.
4.2. Saran
Saran saya pada praktikum ini adalah dilakukan monitoring tahun ketiga
untuk mengetahui laju pertumbuhan bibit hasil seleksi klon (prof).
40. 31
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, O.N., Aslan, L.O.M., Iba, W., Andi, B.P., Manat, R dan Muis, B. 2019.
Effect of Different Seedling Sources on Growth and Carrageenan Yield of
Seaweed Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Cultivated in
Marobo Waters, Muna Regency, Southeast (SE) Sulawesi, Indonesia : 1-9.
Ahadi, A.A. 2018. Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Soronggi,
Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
3(1): 21-26.
Aslan, L.O.M., Iba, W.S., Ridwan, L.O.B., Geoff, J.G., Brett, A.I dan Silva,
S.S.D. 2014. Recent trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia:
General consideration. Jurnal Aquaculture Asia. XIX (1): 14-19.
Bardames, Y dan Edwin, L.A.N. 2014. Kondisi Lingkungan Perairan Budi Daya
Rumput Laut di Desa Arakan, Kabupaten Minahasa Selatan. 2 (3): 69-75.
Chandra, M.K., Riris, A dan Wike, A.E.P. 2018. Pertumbuhan Rumput Laut
Eucheuma spinosum dengan Perlakuan Asal Thallus dan Bobot berbeda di
Teluk Lampung Provinsi Lampung. Maspari Journal. 10 (2): 161-168.
Cokrowati, N., Nanda, D., Dewi, N.S., Saptono, W dan Marzuki, M. 2015.
Eksplorasi dan Penangkaran Bibit Rumput Laut (Euchema cottoni) di
Perairan Teluk Ekas Lombok Timur. Jurnal Biologi Tropis. 19 (1): 51-53.
Febriyanti, F., Aslan, L.O.M., Iba, W., Patadjai, A.B dan Nurdin, A.R. 2019.
Effect of various planting distance on growth and carrageenan yield of
Kappaphycus alvarezii (doty) using seedlings produced from mass
selection combined with tissue-cultured method. IOP Conference Series:
1-9.
Goa, S. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex
Silva (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta) Menggunakan Bibit Hasil
Seleksi Klon yang telah di Kultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanngea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara. Universitas Halu Oleo. Kendari.
Hamuna, B., Rosye, H.R.T., Suwito., Hendra, K.M Dan Alianto. 2018. Kajian
Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran berdasarkan Parameter Fisika-
Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan. 16
(1):35-43.
Ismail. A., Rully, T dan Mulis. 2015. Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda
terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3 (4):13-141.
Kadek, I.W dan Yogiswara, I.W. 2014. Pengaruh Kurs, Produksi, Luas Lahan dan
Iklim terhadap Ekspor Rumput Laut Bali. E-Jurnal EP. 3 (9). 428-435.
Makmur., Fahrur, M dan Endang, S. 2016. Evaluasi Performansi Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii dari Bibit yang berbeda di Perairan Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara. Jurnal Media Akuakultur. 11 (2): 77-85.
Mamang, N. 2008. Laju Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Eucheuma Cattonii
dengan Perlakuan Asal Thallus terhadap Bobot Bibit di Perairan Lakeba,
Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. IPB. Bogor.
41. 32
Mudeng, J D. 2017. Epifit pada rumput laut di lahan budidaya desa Tumbak.
Jurna Budidaya Perairan. 5 (3): 57-62.
Rani, P.P.M dan Nelly, H.S. 2018. Seleksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
(Rhodophycae) dalam Upaya Penyediaan Bibit Unggul untuk Budidaya.
Jurnal Perikanan Universitas Gajah Mada. 20 (2): 79-85.
Rani, P.P.M., Bambang, P dan Irsyaphiani, I. 2011. Seleksi Klon Bibit Rumput
Laut Gracilaria verrucosa. Jurnal Media Akuakultur. 6 (1):
Rukni, M. 2016. Upaya Peningkatan Produksi Rumput Laut Eucheuma Cottonii
Menggunakan Bibit Kultur Jaringan pada Kedalaman berbeda di
Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Santoso, L dan Yudha, T.N. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-Ice untuk
Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan.
3 (2): 37-43.