1. i
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Cultivation of Seaweed Kappaphycus Alvarezii with Longline Method Using
Tissue-Cultured Seedlings in Permai Willage, Tinanggea Sub-District, South
Konawe Regency, District South East (SE) Sulawesi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
JESLIN
I1A2 13 013
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
2. ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode
Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Sealatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Laporan Lengkap Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
Nama Jeslin
Stambuk I1A2 13 013
Kelompok II (Dua)
Jurusan Budidaya Perairan
Laporan Lengkap ini
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Dosen Koordinator Mata Kuliah
Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc
NIP. 19661210 199403 1 005
Kendari Juli 2017
Tanggal Pengesahan
:
:
:
:
:
:
3. iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis lahir di Ereke kecamatan Kulisusu Selatan,
Kabupaten Buton Utara, 24 januari 1994. Penulis adalah
anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis memulai
pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 17 Kulisusu pada
tahun 2001 dan lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di SMP Negeri 6 Kulisusu dan lulus tahun 2010. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMAN 1 Kulisusu dan lulus tahun 2013. Kemudian di tahuun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi (PT) melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Universitas Halu Oleo (UHO)
Kendari, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Jurusan Budidaya
Perairan (BDP). Penulis pernah menjadi pengurus Organisasi Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) tahun 2014-2015. Penulis juga pernah menjadi pengurus
Organisasi Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) masa jabatan 2016-
2017.
4. iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Lengkap Praktek Kerja Lapang (PKL) berjudul Budidaya Rumput Laut
K. Alvarezii Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Laporan PKL ini disusun sebagai pelengkap PKL yang telah dilaksanakan
kurang lebih 3 (tiga) bulan sejak bulan April—Juni 2017 di perairan Desa
Bungin Permai dan CV. Sinar Laut tempat pengepul hasil laut yang ada di
Kendari, Sulawesi Tenggara. Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada
penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kordinator
Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Prof. Dr. Ir. La Ode Muh.
Aslan, M.Sc yang telah membimbing mulai dari penyusunan laporan hingga
pembuatan dan pemostingan laporan PKL di blog. serta Asisten PKL Armin, S.Pi.
yang telah membimbing kami selama PKL.
Penulis menyadari bahwa laporan PKL ini masih banyak kekurangan baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan sangat penulis
harapkan.
Kendari, Agustus 2017
Penulis
5. v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
ABSTRAK
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan pada kegiatan revitalisasi
perikanan yang prospektif. Rumput laut K. alvarezii merupakan rumput laut yang
mempunyai potensi penting untuk budidaya komersil. Budidaya rumput laut ini
menggunakan bibit hasil kultur jaringan yang dibudidayakan dengan metode
longline. Praktek kerja lapang (PKL). Manajemen Akuakultur Laut ini
dilaksanakan di Desa Bungin Permai.. PKL ini dimulai dari tahap asistensi
praktikum, tahap persiapan, mengikat bibit, proses penanaman, monitoring
rumput laut, panen dan pasca panen serta pemasaran. Laju Pertumbuhan Spesifik
(LPS) K. alvarezii yang diperoleh selama praktek yaitu 3.92%/hari. Parameter
kualitas air yaitu suhu berkisar 28-31ºC sedangkan salinitas berkisar antara 31-33
ppt di perairan Bungin Permai. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yaitu Rp.
9.000/kg.
Kata Kunci : Rumput Laut K. alvarezii, Kultur Jaringan, LPS 3,92%/Hari,
Harga Rumput Laut
6. vi
ABSTRACT
Cultivation of Seaweed Kappaphycus Alvarezii with Longline Method Using
Tissue-Cultured Seedlings in Permai Willage, Tinanggea Sub-District, South
Konawe Regency, District South East (SE) Sulawesi
Seaweed is one of the leading commodities in prospective fishing revitalization
activities. Seaweed cultivation used the tissue- cultured seedlings by longline
method. This field practice was done in Bungin Permai coastal waters. The field
practice was done for 3 month (April-June 2017). This practice starts from the
stage of practicum assistance, preparation stage, tying of seedlings, planting
process, seaweed monitoring, harvest and post harvest as well as marketing.
Specific Growth Rate (SGR) of K. alvarezii during the practice was 3.92%/day.
Water quality parameters such as temperatures range from 28-31ºC while salinity
ranges from 31-33 ppt in Bungin Permai waters. The market price for the
seaweeds was Rp. 9.000 / kg.
Key Word : Seaweed K. alvarezii, Tissue-Cultured Seedlings, SGR
3,92%/day, Seaweed Price
7. vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ............................................................ iii
KATA PENGANTAR.......................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................ v
ABSTRACT ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat................................................................. 3
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat .................................................................. 4
B. Alat dan Bahan........................................................................ 4
C. Prosedur Praktikum................................................................. 5
D. Parameter yang Diamati ........................................................... 11
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) .................. 12
2. Parameter Kualitas Air....................................................... 12
3. Monitoring Rumput Laut ................................................... 13
4. Pasca Panen....................................................................... 14
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Spesifik................................................ 16
2. Parameter Kualitas Air....................................................... 16
3. Pasca Panen....................................................................... 17
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................. 19
B. Saran....................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
8. viii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat dan Bahan beserta Kegunaannya...................................... 5
2 Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Praktek Lapang ... 11
3 Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Kappaphycus alvarezii ............................................................ 12
4 Hasil Parameter Kualitas Air .................................................... 12
9. ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Alat pemintal tali (Alat pintar)....................................... 6
2. Pengikatan Tali PE ........................................................ 6
3. Pengikatan Tali PE pada Tali Berdiameter 4 mm ........... 7
4. Pembagian Tali PE berdiameter 4 mm menjadi 8
bagian............................................................................... 8
5. Penimbangan Bibit Rumput Laut................................... 8
6. Pengikatan Rumput Laut ............................................... 9
7. Pengangkutan Rumput Laut........................................... 9
8. Monitoring Rumput Laut ............................................... 10
9. Proses Pasca Panen........................................................ 10
10. Montoring Rumput Laut Setiap Minggu ........................ 14
11. Hasil jemuran setelah pasca panen
a.) Hasil Pasca panen Kualitas Buruk
b) Rumput laut kualitas bagus......................................... 15
12. Proses Penimbangan Rumput Laut Kering K. alvarezi . 15
10. 1
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia khususnya di
Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah Kappaphycus alvarezii (Aslan et al, 2015).
Rumput laut ini merupakan salah satu komoditas prioritas nasional karena
memiliki keunggulan, yaitu teknik budidayanya mudah dilakukan, modal yang
diperlukan dalam budidaya relatif kecil, usia panen singkat sehingga diharapkan
dapat mengatasi kemiskinan (Mulyaningrum et al., 2012).
Produksi utama rumput laut di Sultra sampai saat ini (>85%) didominasi
oleh budidaya rumput laut jenis K. alvarezii dan Eucheuma denticulatum), yang
sebagian besar menyuplai permintaan pasar global untuk bahan baku (Sahrir, et
al., 2014). Menurut Susanto dkk. (2007), kebutuhan dunia akan rumput laut jenis
K. alvarezii adalah sepuluh kali lipat dari persediaan alaminya yang ada di dunia.
Permintaan ini menunjukkan bahwa rumput laut Indonesia cukup diminati dan
mampu untuk bersaing dengan rumput laut negara lain. Begitu tingginya
permintaan rumput laut sebagai suatu komoditas ekspor maka perlu dilakukan
peningkatan pula dalam pembudidayaan rumput laut (Asni, 2015).
Faktor utama keberhasilan kegiatan budidaya rumput laut adalah
pemilihan lokasi yang tepat. Penentuan lokasi dan kondisi perairan harus
disesuaikan dengan metode budidaya yang akan digunakan, Berdasarkan latar
belakang di atas maka perlu dilaksanakan PKL mengenai budidaya rumput laut
hasil kultur jaringan dengan metode longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinaggea. Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
11. 2
2
B. Rumusan Masalah
Lambatnya perkembangan usaha budidaya rumput laut ini juga disebabkan
karena keterbatasan bibit. Pertumbuhan K. alvarezii tergolong lambat dan rentan
terserang penyakit. Petani juga sering menggunakan bibit yang berulang-ulang
dari sumber indukan yang sama, sehingga berpotensi mengalami penurunan
kualitas (Sapitri dkk., 2016). Oleh karena itu produksi bibit dari hasil kultur
jaringan menjadi alternatif untuk mengatasi kendala tersebut.
Rumput laut yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini mempunyai
kelebihan seperti pertumbuhan rumput laut hasil kultur jaringan ini juga lebih
cepat dibandingkan dengan rumput laut alami. Pada rumput laut alami,
peningkatan bobot rumput laut 12 kali lipat dari bobot bibit yang diukur pada usia
20 hari, sedangkan pada bibit rumput laut kultur jaringan bobotnya meningkat 15
kali lipat (Sulistiani dan Yani, 2015). Rumput laut yang ditanam menggunakan
bibit yang berasal dari kultur jaringan di Malaysia memilki laju pertumbuhan
spesifik sebesar 6,3 ± 01%/hari yang lebih tinggi dibanding menggunakan bibit
dari alam/petani 3,4 ± 0.3%/hari (Yong et al., 2014). Sehingga bibit hasil kultur
jaringan memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan produksi rumput laut.
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari PKL ini adalah untuk mengetahui cara manajemen budidaya
rumput laut yang meliputi kegiatan pengikatan bibit, penanaman bibit,
pemeliharaan, penanganan panen dan pasca panen serta pemasaran.
12. 3
3
Kegunaan dari PKL ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan mengenai budidaya rumput laut mulai dari pengikatan bibit, penanaman
bibit, pemeliharaan, penanganan panen dan pasca panen serta pemasaran.
13. 4
4
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
PKL dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu April-Juni 2017. Kegiatan
budidaya hingga pemanenan dilaksanakan di Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara sedangkan
kegiatan pemasaran dilakukan di CV. Sinar Laut, Kelurahan Lapulu, Kecamatan
Abeli, Kota Kendari.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada PKL dapat dilihat pada Tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan selama PKL.
Alat dan Bahan Kegunaan
1
.
2
Alat
- Tali PE diameter 4 mm
- Tali PE diameter 1,5 mm
- Lilin
- Korek gas
- Alat Pintar
- Pisau / Cutter
- Penggaris / meteran
- Map plastik
- Gunting
- Spidol permanent
- Timbangan digital
- Baskom
- Pelampung
- Talenan
- Perahu ketinting
- Sampan
Bahan
- Bibit Rumput laut hasil
kultur jaringan (K.
alvarezii)
Tali longline (media tanam) rumput laut
Tempat mengikat rumput laut
Membakar ujung tali agar tidak mudah lepas
Menyalakan lilin
Memudahkan pembuatan tali longline
Memotong tali dan thallus rumput laut
Mengukur jarak
Label nama
Memotong tali
Menulis nama pada label
Menimbang bibit rumput laut
Wadah / tempat menyimpan bibit rumput
laut
Membantu rumput laut agar tetap
mengapung
Wadah untuk menimbang rumput laut
Mempermudah menuju lokasi budidaya
Mempermudah pembersihan rumput laut
Objek Budidaya
14. 5
5
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam pelaksanaan PKL mengenai budidaya rumput laut
(K. alvarezii) hasil kultur jaringan sebagai berikut :
1. Kegiatan yang dilakukan pada saat asistensi PKL meliputi penjelasan tentang
pengenalan jenis-jenis rumput laut, beberapa metode yang digunakan dalam
budidaya rumput laut, cara pengerjaan tali ikat rumput laut dengan
menggunakan alat Pintar (pemintal tali rumput laut) yang bertujuan untuk
mempermudah pengerjaan tali.
2. Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan untuk membuat tali longline
seperti lilin, cutter, mistar dan alat pintar (Gambar 1).
1. 1.
Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (Pintar). Tampak samping (A),
Tampak atas. Alat ini telah didaftarkan di Ditjen HAKI,
Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dengan no
pendaftaran paten : S00201607984 (Aslan dkk., 2016).
3. Memotong dan mengikat tali PE (Polyethilene) berdiameter 1,5 mm. Tali PE
yang digunakan terlebih dahulu dipotong dengan panjang ±20 cm dan kedua
ujungnya digabungkan kemudian disimpul hingga membentuk lingkaran lalu
kedua ujung tali dibakar agar tidak mudah lepas selain itu, untuk menghindari
tumbuh dan berkembang biaknya lumut (Gambar 2).
A B
15. 6
6
Gambar 2. Pengikatan tali PE berdiameter 1,5 mm
4. Tali PE berdiameter 1,5 mm harus diikat atau disimpul pada tali PE
berdiameter 4 mm dengan jarak antara ujung tali PE berdiameter 4 mm dengan
tali PE berdiameter 1,5 mm yaitu 30 cm dan jarak setiap tali PE berdiameter
1,5 mm adalah 10 cm dengan bantuan alat Pintar. Tali PE yang telah gantung
harus dipastikan terikat atau tersimpul dengan baik dan benar agar rumput laut
tidak lepas ketika ditanam (Gambar 3).
Gambar 3. Pengikatan tali PE beriameter 1,5 mm pada tali PE
berdiameter 4 mm
5. Tali PE berdiameter 4 mm sebagai tali ris dengan panjang 50 meter dibagi
menjadi 8 bagian dan setiap bagian diberi label nama dengan tujuan untuk
mempermudah pengontrolan agar setiap anggota kelompok mempunyai
16. 7
7
tanggung jawab secara kelompok maupun secara individu terhadap rumput laut
yang telah ditanam (Gambar 4).
Gambar 4.Pembagian tali PE berdiameter 4 mm menjadi 8 bagian.
6. Rumput laut yang akan ditanam terlebih dahulu ditimbang menggunakan
timbangan digital dengan bobot ± 10 g. Bibit rumput laut yang bobotnya
melebihi 10 g dipotong menggunakan pisau atau cutter agar jaringan thallusnya
tidak rusak sehingga thallus baru dapat tumbuh kembali dengan baik tempat
pemotongan tersebut (Gambar 5).
Gambar 5. Penimbangan bibit rumput laut.
7. Rumput laut yang sudah diikat pada tali kemudian diikatkan botol sebagai
pelampung pada tali agar tidak tenggelam, kemudian siap untuk ditanam pada
lokasi penanaman bibit. Bibit ditanam dengan menggunakan metode longline
17. 8
8
dengan jarak tanam antara 1 rumpun dengan rumpun lainnya adalah 10 cm
(Gambar 6).
Gambar 6. Jarak tanam untuk pengikatan bibit rumput laut
(Aslan, dkk., 2016).
8. Dalam pengikatan bibit rumput laut yang telah ditimbang dengan bobot ± 10
gram kemudian disimpul pada tali gantung PE berdiameter 1,5 mm. Pada saat
proses pengikatan bibit rumput laut sebaiknya bibit tetap dalam keadaan basah
dan terhindar dari pancaran sinar matahari secara langsung agar bibit rumput
tidak mengalami stres dan mati, (Gambar 7).
Gambar 7. Pengikatan bibit umput laut.
9. Rumput laut yang telah diikat pada tali ris kemudian diangkut ke lokasi
penanaman menggunakan perahu ketinting dan bibit rumput laut disimpan
18. 9
9
dalam wadah baskom dan diberi air laut agar bibit rumput laut tidak mengalami
stres selama proses perjalan menuju lokasi budidaya (Gambar 8).
Gambar 8. Pengangkutan Rumput laut.
10. Dalam pengontrolan rumput laut dilakukan setiap dua kali seminggu. Tujuan
dari pengontrolan tersebut adalah untuk mencegah adanya hama penyakit
pada rumput laut (Gambar 9).
Gambar 9. Monitoring Rumput Laut.
11. Pasca panen rumput laut yang dilakukan yaitu penjemuran rumput laut
sampai kering (Gambar 9a), pelepasan rumput laut dari tali (Gambar 9b),
penimbangan berat kering (Gambar 9c) serta penjualan (Gambar 9d).
19. 10
10
Gambar 9. Penanganan Pasca Panen. A) Hasil Rumput Laut Kering; B) Pelepasan
Rumput Laut dari Tali; C) Penimbangan Rumput Laut Kering; D)
Penjualan Rumput Laut di CV. Sinar Laut.
D. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam PKL Manajemen Akuakultur Laut
mengenai budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur
jaringan adalah sebagai berikut:
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan spesifik dapat dilihat pada
persamaan (1) berdasarkan (Yong et al., 2013) sebagai berikut:
A B
C D
20. 11
11
Wt 1
LPS = t
- 1 X 100%
Wo
Dimana:
LPS = Laju Petumbuhan Spesifik
Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g)
Wo = Bobot rata-rata bibt pada waktu awal (g)
t = Periode pengamatan (hari)
2. Parameter Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa parameter
kualitas air diantaranya pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter kualitas air yang diukur Selama PKL.
No. Parameter Alat Ukur Waktu Pengukuran
1 Suhu Thermometer 1 kali dalam Seminggu
2 Salinitas Handrefraktometer 1 kali dalam seminggu
21. 12
12
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengamatan PKL dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
LPS yang diperoleh selama pemeliharaan 35 hari di perairan Desa Bungin
Permai dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. LPS rumput laut K. alvarezii
Rumpun
W0 Wt Wt
LPS
(berat awal) (berat basah) (berat kering)
1 2 3 4
1 10 36.70 7.6 3.78
2 10 44.60 11.0 4.36
3 10 33.70 6.0 3.53
4 10 34.70 6.8 3.62
5 10 37.30 7.6 3.83
6 10 37.80 7.7 3.87
7 10 36.40 7.5 3.76
8 10 35.60 7.4 3.69
9 10 43.10 8.6 4.26
10 10 46.20 10.6 4.47
Rata-rata 38.61 8.08 3.92
LPS K. alvarezii selama 35 hari masa pemeliharaan yaitu 3,92%/hari
dengan perbandingan rasio berat kering : berat basah yaitu 1: 7.
2. Parameter Kualitas Air
Data parameter kualitas air dapat di lihat pada Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Parameter kualitas air selama pemeliharaan
No Hari/Tanggal Suhu0
C Salinitas (ppt)
1 22/4/2017 31 33
2 29/4/ 2017 30 31
3 06/5/ 2017 32 32
4 13/5/2017 28 31
5 20/5/2017 28 32
6 27/5/2017 29 33
22. 13
13
Parameter kualitas air selama 335 hari masa pemeliharaan yaitu suhu berkisar
28-310
C, dan salinitas berkisar 31-33 ppt.
3. Monitoring Rumput Laut
Monitoring rumput laut dilakukan pada minggu pertama dengan
menggunakan perahu warga dapat dilihat pada (Gambar 10a). Pengontrolan
rumput laut tidak menggunakan perahu (Gambar 10b). Rumput laut yang belum
dibersihkan masih ada tanaman pengganggu (epifit) (Gambar 10c). Rumput laut
yang telah dibersihkan dari epifit (Gambar 10d). Epifit yang menempel pada
rumput laut jenis Sargassum polychystum (Gambar 10e) dan Hypnea musciformis
(Gambar 10f).
Banyaknya epifit yang menempel pada rumput laut disebabkan oleh cuaca
yang ekstrim untuk rumput laut yang terjadi bulan April-Juni. Perubahan cuaca
yang tidak menentu seperti curah hujan yang cukup tinggi. Aslan (2011)
menyatakan bahwa, kondisi ekstrim cuaca dimana perairan mengalami gangguan
akibat ombak, limpasan air tawar dari darat, hama dan penyakit rumput laut yang
cenderung mengglobal.
A B
23. 14
14
Gambar 10. Monitoring rumput laut setiap minggu. A) Monitoring Rumput laut
menggunakan perahu; B) Pembersihan rumput laut tidak
menggunakan perahu; C) Rumput laut yang belum dibersihkan dari
epifit; D) Rumput laut yang sudah dibersihkan; E) Epifit menempel
pada rumput laut jenis Sargassum polychystum ; F) Epifit jenis
Hypnea musciformis.
4 . Hasil Pasca Panen
Penjemuran dilakukan dengan metode gantung (hanging method).
Keunggulan dari metode gantung ini yaitu rumput laut akan cepat kering dan
menghasilkan rumput laut yang berkualitas. Perbedaan rumput laut yang kering
dengan baik dan tidak yaitu bisa dilihat dari segi warnanya. Jika rumput laut yang
kering dengan baik maka akan berwarna merah kehitaman. Namun rumput laut
yang tidak kering dengan baik maka akan berwarna kuning pucat dan bila
C D
E F
24. 15
15
digenggam akan terasa lembab. Kualitas rumput laut yang telah dijemur setelah
pasca panen dapat dilihat pada (Gambar 11). Kualitas rumput laut yang baik dan
rumput laut yang pengeringanya belum sempurna.
Gambar 11. Kualitas rumput laut. A) Rumput laut yang pengeringanya
belum sempurna (kiri); B) Kualitas rumput laut yang baik
(kanan).
Rumput laut yang pengeringannya tidak sempurna ditandai dari warna
kuning pucat hal ini disebabkan rumput laut tidak digantung selama 3 hari
sehingga pengeringanya tidak sempurna. Sedangkan rumput laut yang
pengeringanya sempurna ditandai dari warna merah kehitaman hal ini disebabkan
karena rumput laut hasil panen langsung dijemur dengan metode gantung.
Rumput laut yang sudah kering, kemudian siap untuk dipasarkan/dijual.
Rumput laut dijual di CV. Sinar Laut yang berlokasi di kelurahan Lapulu,
Kecamatan Abeli, Kota Kendari. Hasil penimbangan rumput laut kering yang
didapatkan kelompok 2 yaitu sebesar 3 kg (Gambar 12). masih dalam keadaan
lembab belum kering total sehingga pemilik atau pengepul CV. Sinar Laut
memotong menjadi 1 kg dengan harga Rp. 9.000/kg.
A B
25. 16
16
Gambar 12. Proses penimbangan rumput laut kering.
B. Pembahasan
1. Laju pertumbuhan Spesifik (LPS)
LPS rumput laut kultur jaringan dengan bobot yang digunakan 10 gram
dan ditanam selama 35 hari yaitu 3.92%/hari (Tabel 3). Rama (2017), menemukan
LPS K. alvarezii mencapai 4,6%/hari, Sedangkan Sahira (2017), menemukan
LPSnya mencapai 5,53%/hari. Hal ini dapat dikatakan bahwa LPS tersebut masih
tergolong baik. Sulistiani dkk, (2014) menyatakan bahwa, LPS rumput laut yang
dianggap pertumbuhan baik adalah di atas 3%. Rumput laut yang digunakan
masih dapat tumbuh dengan baik karena rumput laut yang dipanen masih berumur
35 hari seharusnya umur panen dilakukan setelah berumur 45 hari. Hal ini
diyakini karena bibit yang digunakan merupakan bibit hasil kultur jaringan. Aslan
et al., (2015) menyatakan bahwa, siklus penanaman rumput laut dapat dilakukan
selama 30-90 hari dan 30-50 hari untuk K. alvarezii dan Eucheuma denticulatum.
Aslan et al., (2014), berat bibit 10 g pada hari ke 9 dapat menghasilkan laju
pertumbuhan sebesar 8,62%/hari. Jarak tanam yang digunakan dalam PKL
26. 17
17
budidaya rumput laut ini yaitu 10 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan et
al., (2015) jarak tanam antara bibit dengan bibit yang lainnya yaitu 0.19 (0.1-0.2)
dan (0.1-2.5). Jarak tanam merupakan salah satu faktor teknis yang mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut karena hubungannya dengan penyerapan unsur hara.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Tiar (2012) Perbedaan jarak tanam rumput
laut pada metode longline memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
mutlak, laju pertumbuhan spesifik dan kadar karagenan rumput laut.
2. Kualitas Air
Hasil pengukuran kualitas air selama PKL yaitu suhu berkisar 28-320
C dan
salinitas berkisar 31-33 ppt (Tabel 4). Berdasarkan parameter kualitas air yang
didapatkan pada PKL budidaya rumput laut disimpulkan bahwa lokasi tersebut
sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut. Hal ini berdasarkan pernyatan Aslan
(2011).
Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 250
C-
300
C. Anggadiredja dkk., (2006) suhu air yang optimal disekitar tanaman rumput
laut (Eucheuma cottonii) berkisar antara 26–30 0
C. Afrianto dan Liviawaty (2003)
Pada umumnya rumput laut dapat tumbuh dengan baik pada perairan dengan
salinitas berkisar 30 – 32 ppt.
3. Pasca Panen dan Pemasaran
Rumput laut setelah panen yang dilakukan selanjutnya adalah proses
pengeringan dengan cara penjemuran. Penjemuran dilakukan dengan cara
menggantung rumput laut hal ini dilakukan karena untuk mendapatkan kualitas
rumput laut yang bagus (Gambar 11), dari hasil penjemuran rumput laut setelah
panen didapatkan kualitas yang buruk karena disebabkan beberapa faktor salah
27. 18
18
satunya pada saat setelah panen rumput laut hanya dibiarkan dalam karung
beberapa hari. Sehingga warna dari rumput laut agak pucat. Aslan (2011)
menyatakan panen rumput laut dilakukan kurang dari 45 hari, kadar air yang
masih tinggi, mencampur produk rumput laut kering dengan jenis rumput laut
lain atau proses pengeringan dan penyimpanan pasca pengeringan yang belum
memenuhi standar.
Rumput laut yang sudah kering selanjutnya dipasarkan di pengepul rumput
laut CV. Sinar Laut. Penimbangan (Gambar 12) dilakukan untuk mengetahui berat
dari rumput laut kering. Hasil rumput laut kering yang dihasilkan kelompok 2
yaitu 3 kg dari semua kelompok yang menimbang rumput laut. Kelompok 2 yang
paling berat timbanganya ini disebabkan rumput laut yang ditimbang belum
terlalu kering masih dalam keadaan basah belum masuk dalam kategori (kering) .
Harga pasar rumput laut kering saat ini mencapai 9.000/kg. Harga rumput laut
kering ini cednerung menurun. Aslan (2011) Harga K. alvarezii merangkak naik
dari Rp 5.000/kg Oktober 2007 menjadi Rp 15.000/kg pada Mei 2008 dan bahkan
di beberapa daerah mencapai Rp 28.000/kg pada Agustus 2008. Namun, harga
menjadi anjlok hingga mencapai Rp 8.000-10.000 per kg hingga Maret 2009.
Oleh karena itu, terlihat jelas bahwa meskipun Indonesia menjadi pemasok
terbesar di dunia dan permintaan akan rumput laut kering semakin tinggi, namun
harga rumput laut dominan dikendalikan oleh pembeli (buyer). Harga komoditas
sangat ditentukan oleh pasar luar negeri, karena hanya 20% yang terserap industri
dalam negeri.
28. 19
19
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pada PKL dapat disimpulkan bahwa rumput laut hasil
kultur jaringan yang dibudidayakan selama 35 hari dengan menggunakan metode
longline memiliki pertumbuhan yang baik yaitu LPS 3,92%/hari dengan rasio
kering: berat basah yaitu 1: 7. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 28-320
C
dan salinitas berkisar 31-33 ppt.
B. Saran
PKL sebaiknya dilaksanakan selama 45 hari mengunakan bibit K. alvarezii
hasil kultur jaringan.
29. 20
20
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H dan Sri, I., 2006. Rumput Laut
Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikana. Penebar
Swadaya, Jakarta. 274 hal.
Anggadiredja, J.T. 2007.Potential and Prospect of Indonesia Seaweed Industry
Development. The Indonesia Agency For The Assessment And Application
Of Technology – Indonesia Seaweed Society. Jakarta
Aslan, L.O.M., 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya
Perairan. disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas
Haluoleo Tanggal 22 Januari 2011. 50 hal.
Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Legit, D., Yusnaeni. 2014. Growth Carrageenan
Yield of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) from Tissue
Culture Seedlings using Different Planting Distances. Poster Session.
AOAIS 3rd
Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-20 November 14.
Daejeon, Korea.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D.
2015. Mariculture in SE Sulawesi, Indonesia: Culture Practices and The
Socioeconomic Aspects of The Major Commodities. Ocean & Coastal
Management: 116 : 44-57.
Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan.
Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No.1. FPIK-UHO. Kendari.
Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan.
Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No.1. FPIK-UHO. Kendari.
https://laodeaslan.wordpress.com/2017/06/29/cara-miara-agar-ma maramba.
Diakses Tanggal 29 Juli 2017. 4 hal.
Asni A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten
Bantaeng. 5: 140–153 hal.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2005. Profil Rumput Laut
Indonesia.Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Effendie H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan.Kanisius.Yogyakarta
Harahap, F. 2010. Budidaya Rumput Laut dengan Spora dan Kultur Jaringan
untuk Peningkatan Pendapatan Keluarga. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat. 16 (62) : 38-45 Harahap, F. 2010. Budidaya Rumput Laut
dengan Spora dan Kultur Jaringan untuk Peningkatan Pendapatan Keluarga.
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 16 (62) : 38-45.
Mulyaningrum, S.R.H., Nursyam, H., Risjani, Y. dan Parenrengi, A. 2012.
Regenerasi Filamen Kallus Rumpu Laut Kappaphycus alvarezii dengan
30. 21
21
Formulasi Zat Pengatur Tubuh yang Berbeda. Jurnal Penelitian Perairan. 1
(1).
Rama. 2017. Budidaya Rumput Laut K. alvarezii Menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Https://ramabdpuho.blogspot.co.id/2017/08/budidaya-rumput-laut-
kappaphycus.html?=1. 26 hal. Diakses tanggal 04 Agustus 207.
Reddy, C.R.K., Raja, K.K.G., Siddhanta, A.K., Tewari, A. 2003. In Vitro Somatic
Embryogenesis and Regeneration of Somatic Embryos from Pigmented
Callus of Kappaphycus (Doty) Doty (Rhodophyta, Gigarti-nales). J. Phycol.
39 : 610-616.
Sahrir, W.I., Aslan, L.O.M., Bolu, L.O.R., Gooley, G.J., Ingram, B.A., Silva,
S.S.D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia.
General Considerations. Aquac. Asia 19 (1) : 14-19.
Sahira. 2017. Budidaya Rumput Laut K. alvarezii Menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Https://sahira.blogspot.co.id/2017/08/budidaya-rumput-laut-
kappaphycus.html?=1. 36 hal. Diakses tanggal 04 Agustus 207.
Sapitri, A.R., Cokrowati, N., Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang
Berbeda. Depik. 5 (1) : 12-18.
Sulistiani, E., dan Yani, S.A. 2015. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotoni
(Kappaphycus alvarezii). Seameo Biotrop. Bogor. 128 hal.
Susanto, A.B., Limantara, L., dan Pangestuti, R. 2007. Prospek Pengembangan
Rumput Laut di Indonesia. Prosiding pengembangan Teknologi Budidaya
Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 7-19.
Tiar. S.2012. Pengaruh Jarak Tanam yang Berbeda terhadap Pertumbuhan
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat melalui Seleksi Klon
Menggunakan Metode Longline Periode I dan II. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo. Kendari.
Yong, W. T. L., Yasir, S. 2014. Evalution of Growth Rate and Semi-refined
Carrageenan Properies of Tissue-cultured Kappaphycus alvarezii
(Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research: 62 : 316-321.
Yong, Y.S., Yong, W.T.L., Thien, V.Y., Ng, S.N., Anton. 2013. Analysis of
Formulae for Determination of Seaweed Growth Rate. J Appl Phycol 25
:1831-1824. DOI 10. 1007/s 10811-014-0289-3. DOI 10.1007/s10811-013-
0022-7.