1. i
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Cultivation of Red Alga Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)
Using Tissue-Cultured Seedlings in Bungin Permai Coastal Waters
Tinanggea Sub- District, South Konawe Regency, South East Sulawesi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen
Akuakultur Laut
OLEH :
MUH. ARI SAPUTRA
I1A2 14 039
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
2. ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
(Rhodophyta, Soliriaceae) menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara.
Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
Nama : Muh. Ari Saputra
Stambuk : I1A2 14 039
Kelompok : IV (Empat)
Jurusan : Budidaya Perairan
Laporan Lengkap ini
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Dosen Koordinator Mata Kuliah
Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc
NIP. 19661210 199403 1 005
Kendari, Agustus 2017
Tanggal Pengesahan
3. iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Muh. Ari Saputra lahir di Desa Ueesi, Kecamatan Ueesi,
Kabupaten Kolaka Timur. 16 Maret 1996. Penulis
merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara. Penulis
memulai pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) yaitu
pada SD Negeri 1 Ueesi pada Tahun 2005, dan tamat pada Tahun 2008.
Kemudian pada tahun tersebut penulis melanjutkan ke bangku Madrasah
Tsanawiyah Swasta (MTS) dan tamat pada Tahun 2011 di MTs Al-ikhlas Amberi,
Desa Amberi, Kecamatan Lambuya dan pada tahun tersebut penulis melanjutkan
pendidikan di Madrasah Aliyah Swasta MAS Al-ikhlas Amberi dan tamat Tahun
2014. Kemudian pada Tahun 2014 penulis melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) di Universitas Halu Oleo (UHO) melalui Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Jurusan Budidaya Perairan (BDP).
Pengalaman organisasi penulis selama menempuh dunia pendidikan yaitu ketua
organisasi Ikatan Santri Pecinta Alam (INSANCITA) periode 2011-2013, penulis
juga menjadi anggota di lembaga Himpunan Mahasiswa Jurusan Budidaya
perairan (HMJ-BDP) periode 2015-2016.
4. iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, dengan memberi kemudahan dalam
menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut
berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta,
Soliriaceae) menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Sebagai seorang penulis, yang tidak luput dari kesalahan, penulis sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini banyak menemui kendala.
Namun atas izin Allah, semua kendala itu dapat dilewati. Ucapan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc selaku Koordinator Mata
Kuliah sekaligus telah tulus membimbing sepenuh hati dalam pembuatan blog dan
pemostingan laporan PKL di blog. Arahan dan masukan kak Armin, S.Pi, Rama
dan Sahira sebagai Asisten Pembimbing layak diapresiasi
Penulis menyadari bahwa laporan lengkap ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk perbaikan laporan ini baik dalam
penulisan maupun dalam isi laporan. Semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi sekalian pembaca dan khususnya bagi pribadi penulis.
Kendari, Agustus 2017
Penulis
5. v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
ABSTRAK
Praktek Kerja Lapang (PKL) ini telah dilaksanakan selama 3 bulan (April–Juni
2017) di perairan Desa Bungin Permai. Kegiatan PKL meliputi tahapan seperti
persiapan alat dan bahan, pengikatan dan penanaman bibit, monitoring rumput
laut, pemanenan dan pasca panen. Laju pertumbuhan spesifik (LPS) rumput laut
yang dipelihara yaitu 5,29%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1 :
6. Epifit yang ditemukan selama kegiatan PKL ini yaitu Sargassum polychystum
dan Hypnea musciformis. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 28-31°C
sedangkan salinitas berkisar 31-33 ppt. Harga pasar untuk rumput laut ini yaitu
Rp. 9.000/kg.
Kata Kunci : Rumput laut Kappaphycus alvarezii, Bibit Hasil Kultur
Jaringan, Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS).
6. vi
ABSTRACT
Cultivation of Red Alga Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)
Using Tissue-Cultured Seedlings in Bungin Permai Coastal Waters
Tinanggea Sub- District, South Konawe Regency, South East Sulawesi
The field practice was carried out for 3 months (April–June 2017) in Bungin
Permai coastal waters. The practice included several activities such as preparation
of tools and materials, tying and planting of seeds, monitoring of seaweed,
harvesting and post-harvest. Spesific growth rate (SGR) of seaweed maintained at
5.29%/day and the ratio of dried weight: wet weight was 1:6. Ephipytes was
founded Sargassum polychystum and Hypnea musciformis. Water quality
parameters obtained was 28-31°C temperature while salinity ranges from 31-
33ppt. The market price for this seaweed was Rp. 9.000/kg.
Keyword : Seaweed Kappaphycus alvarezii, Tissue-Cultured Seedlings,
Specific Growth Rate (SGR).
7. vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL . .............................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ............................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
ABSTRAK................................................................................................ v
ABSTRACT ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL.................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan dan Kegunaan.................................................................. 3
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat ...................................................................... 4
B. Alat dan Bahan ............................................................................ 4
C. Prosedur Kerja............................................................................. 5
D. Parameter yang Diamati .............................................................. 10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) .................... 12
2. Parameter Kualitas Air .......................................................... 12
3. Monitoring Rumput Laut....................................................... 13
4. Pasca Panen ........................................................................... 14
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Spesifik .................................................. 16
2. Parameter Kualitas Air .......................................................... 17
3. Pasca Panen dan pemasaran................................................... 18
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan...................................................................................... 20
B. Saran............................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
8. viii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat dan Bahan beserta Kegunaan selama PKL ................................. 4
2 Parameter Kualitas Air yang diukur selama PKL............................... 11
3 Laju Pertumbuhan Spesifik Rumput Laut .......................................... 12
4 Hasil Pengukuran Kualitas Air selama Pemeliharaan ........................ 13
9. ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Alat Pemintal Tali Rumput Laut (Pintar) ........................................... 5
2 Jarak Tanam antar Rumpun Rumput Laut.......................................... 6
3 Bibit Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan........................................... 6
4 Penimbangan Awal Bibit Rumput Laut.............................................. 7
5 Pengikatan Bibit Rumput Laut ........................................................... 7
6 Penanaman Rumput Laut pada Lokasi Budidaya............................... 8
7 Kegiatan Pemanenan .......................................................................... 9
8 Penjemuran Rumput Laut................................................................... 10
9 Hasil Monitoring Rumput Laut .......................................................... 13
10 Hama Budiaya Rumput Laut .............................................................. 14
11 Penjemuran Metode Gantung (hanging method)................................ 14
12 Perbandingan Kualitas Rumput Laut yang Baik dan Buruk............... 15
13 Penjualan Rumput Laut ...................................................................... 15
10. 1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu wilayah di Indonesia
dengan potensi perairan laut yang luas arealnya mencapai ± 114.879 km2, dengan
panjang garis pantai 1.740 km (DKP-Sultra, 2014), dengan wilayah yang cukup
luas, Sultra menjadi salah satu wilayah dengan potensi budidaya rumput laut yang
sangat potensial untuk dikembangkan (Sahrir et al., 2014; Aslan et al., 2015).
Menurut Direktorat Jendral Perikanan Budidaya/DJPB (2011), Sultra menempati
posisi ke empat dengan jumlah produksi rumput laut terbesar di Indonesia dengan
total produksi 347,726 ton atau sebesar 8,93%. Beberapa diantara Kabupaten/Kota
tersebut adalah Konawe Selatan yang luas lahan budidayanya sekitar 3.210 ha
dengan produksi rumput laut 275,256.41 ton, Konawe Utara 514,5 ha dengan
realisasi produksi 6.076,98 ton dan kota Kendari dengan luas lahan 182 ha
produksinya mencapai 3,288.83 ton pada tahun 2011 (DKP-Sultra, 2014).
Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu kabupaten di Sultra
yang terdiri dari 22 wilayah kecamatan. Luas perairan tersebut merupakan potensi
sumberdaya yang sangat potensial untuk mengembangkan berbagai kegiatan
perikanan budidaya seperti budidaya rumput laut (Badan Pusat Statistik/BPS,
2010). Peningkatan kebutuhan karaginan rumput laut ditentukan utamanya oleh
ketersediaan suplai rumput laut baik secara kuantitas maupun kualitas rumput laut
secara kontinyu. Basis utama untuk menjawab kedua hal di atas (kuantitas dan
kualitas) adalah ketersediaan rumput laut yaitu melalui aktivitas budidaya rumput
laut (Aslan, 2011).
11. 2
Perairan Desa Bungin Permai merupakan daerah di Kabupaten Konawe
Selatan yang sangat potensial sebagai tempat untuk budidaya rumput laut. Desa
Bungin Permai umumnya sistem budidaya yang digunakan yaitu metode longline.
Menurut Albasri et al. (2010), metode yang paling umum digunakan untuk
budidaya rumput laut di Muna dan Kendari yaitu menggunakan metode longline.
B. Rumusan Masalah
Para petani rumput laut saat ini masih mengandalkan produksi rumput
laut yang berasal dari alam dibandingkan hasil dari produksi budidaya. Hal ini
disebabkan karena bibit yang terbatas dan rumput laut jenis ini rentan terhadap
penyakit dan memiliki pertumbuhan yang lamban. Selain itu, seringnya para
pembudidaya menggunakan bibit yang berasal dari indukan yang sama secara
berulang kali sehingga mengakibatkan penurunan kualitas rumput laut yang
dihasilkan (Sapitri dkk., 2016).
Rumput laut yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini mempunyai
kelebihan dan keunggulan mampu dibudidayakan di perairan yang keruh, mampu
tetap hidup pada salinitas rendah dan satu lagi tahan terhadap curah hujan tinggi.
Dengan keunggulan yang dimiliki rumput laut kultur jaringan ini, kendala yang
selama ini dihadapi dalam berbudidaya rumput laut seperti kendala lokasi,
salinitas, dan curah hujan, dapat diatasi sehingga mampu mendorong peningkatan
produksi rumput laut. Selain itu, pertumbuhan dari rumput laut hasil kultur
jaringan ini juga lebih cepat dibandingkan dengan rumput laut yang bibitnya
berasal dari alam. Pada rumput laut alami, peningkatan bobot rumput laut 12 kali
12. 3
lipat dari bobot bibit yang diukur pada usia 20 hari, sedangkan pada bibit rumput
laut kultur jaringan bobotnya meningkat 15 kali lipat (Sulistiani dan Yani, 2015).
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan PKL ini adalah untuk mengetahui tahapan–tahapan dalam
budidaya rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga
pemasaran yang menggunakan bibit hasil kultur jaringan.
Kegunaan dari PKL ini adalah agar mahasiswa dapat menambah ilmu
pengetahuan praktis dan wawasan mengenai tahapan–tahapan dalam budidaya
rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga pemasaran yang
menggunakan bibit hasil kultur jaringan.
13. 4
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
PKL ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu April–Juni 2017 di perairan
Desa Bungin, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara dan penjualan rumput laut hasil budidaya dilaksanakan di CV. Sinar
Laut, Kelurahan Lapulu, Kendari.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama PKL dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan beserta kegunaan selama PKL.
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Pisau/Cutter Memotong tali
- Lilin Membakar ujung tali pengikat
- Mistar Mengukur jarak tali pengikat
- Tali PE Tali utama metode longline
- Botol Aqua Pelampung tali rumput tali
- Timbangan Menimbang bibit rumput laut
- Alat Pintar Alat bantu pemintal tali rumput laut
- Thermometer Mengukur suhu
- Handrefraktometer Mengukur salinitas
- Perahu Motor Transportasi ke lokasi budidaya
- Map Plastik Membuat pelabelan nama
- Karung Wadah penampung rumput laut saat di
panen
- Kamera Mendokumentasi kegiatan
2. Bahan
- Bibit Rumput Laut Hasil
Kultur Jaringan (K. alvarezii)
Objek budidaya
14. 5
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari beberapa kegiatan seperti asistensi praktikum,
pengerjaan tali, mengikat bibit sampai dengan penanaman bibit dan pemeliharaan
rumput laut sebagai berikut.
Tahap Persiapan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk kegiatan PKL
budidaya rumput laut yang terdiri atas tali ris 1,5 mm, 4 mm, cutter, lilin, alat
pemintal tali rumput laut (Pintar). Selanjutnya membagi tali ris no. 1,5 mm
sebagai cincin dan tali ris no. 4 sebagai media tanam bibit rumput laut dengan
panjang 50 m pada masing-masing kelompok.
2. Memotong tali PE diameter 1,5 mm dengan menggunakan cutter dan kedua
ujung tali diikat agar tidak mudah lepas maka ujung tali dibakar dengan
menggunakan lilin. Setelah itu, tali no. 1,5 mm diikatkan pada tali PE no. 4
mm dengan bantuan alat Pintar (Gambar 1).
Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (Pintar). A) Tampak samping; B)
Tampak atas. Alat ini telah didaftarkan di Ditjen HAKI,
Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dengan no.
pendaftaran paten : S00201607984 (Aslan, dkk., 2016).
A B
15. 6
3. Jarak antara tali rumpun satu sama lain adalah 10 cm dengan berat awal 10 g
(Aslan, dkk., 2016). Jarak tanam yang dianjurkan yaitu 10 cm. Hal ini agar
jarak tanam tidak terlalu lebar, jumlah bibit yang ditanam semakin banyak dan
lebih padat sehingga menghemat tali ris utama (Gambar 2).
Gambar 2. Jarak tanam antar tali rumpun rumput laut
(Aslan, dkk., 2016).
Tahap Penanaman Rumput Laut
1. Bibit yang digunakan pada PKL ini adalah bibit hasil kultur jaringan yang
dibeli dari petani rumput laut lokal yang berumur 26-28 hari (Gambar 3).
Gambar 3. Bibit rumput laut hasil kultur jaringan.
16. 7
2. Bibit rumput laut yang telah tersedia kemudian dipotong dan ditimbang seberat
10 g sebagai berat awal (W0) menggunakan timbangan elektrik (Gambar 4).
Gambar 4. Penimbangan awal bibit rumput laut
3. Rumput laut yang telah ditimbang dengan berat 10 g, selanjutnya diikat pada
tali ris no 1,5 (Gambar 5). Proses pengikatan dilakukan di tempat teduh untuk
menghindari cahaya matahari langsung mengenai rumput laut.
Gambar 5. Pengikatan bibit rumput laut.
4. rumput laut yang telah diikat kemudian langsung ditanam di lokasi penanaman.
Jarak lokasi penanamanan berjarak ± 700 m dari pemukiman warga.
Penanaman rumput laut dilakukan dengan menggunakan sampan (Gambar 6).
17. 8
Gambar 6. Penanaman rumput laut pada lokasi budidaya.
Tahap Monitoring Rumput Laut, Pemanenan dan Pasca Panen
1. Selama 35 hari pemeliharaan dilakukan monitoring sebanyak 2 (dua) kali
dalam seminggu. Monitoring bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan rumput
laut, membersihkan sampah, lumut maupun epifit yang menempel pada tali ris
dan rumput laut.
2. Setelah minggu ke-7 rumput laut dipanen. Kegiatan pemanenan yang diawali
dengan mengambil rumput laut pada lokasi budidaya (Gambar 7a), menimbang
rumput laut sebagai berat akhir (Wt) (Gambar 7b) dan mendokumentasi
tanaman-tanaman yang menempel pada rumput laut (7c) serta memasukkan
rumput laut yang telah ditimbang ke dalam karung yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu (Gambat 7d).
18. 9
Gambar 7. Kegiatan pemanenan. A) Pengambilan rumput laut di lokasi budidaya;
B) Penimbangan berat basah; C) Tanaman yang menempel pada
rumput laut; D) Rumput laut dimasukkan ke dalam karung.
3. Rumput laut dijemur dibawah sinar matahari sampai kering dengan
menggunakan metode gantung (hanging method) (Gambar 8a). Kemudian
rumput laut dilepaskan dari tali (Gambar 8b) dan ditimbang sebagai berat
kering (Gambar 8c). Selanjutnya, rumput laut dijual pada pengumpul rumput
laut (Gambar 8d).
B
DC
A B
A
19. 10
Gambar 8. A) Penjemuran rumput laut menggunakan metode gantung (hanging
method); B) pelepasan rumput laut dari tali; C) Penimbangan rumput
laut; D) Penjualan rumput laut di CV. Sinar Laut
D. Parameter yang Diamati
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Rumus untuk menghitung LPS berdasarkan (Yong et al., 2013) sebagai
berikut:
Wt 1
LPS = t - 1 X 100%
Wo
Dimana:
LPS = Laju Petumbuhan Spesifik
Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g)
Wo = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g)
t = Periode pengamatan (hari)
C D
20. 11
2. Parameter Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai data penunjang untuk PKL ini.
Berikut beberapa pengukuran parameter kualtas air dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter kualitas air yang diukur selama PKL
No. Parameter Kualitas Air Alat Ukur Waktu Pengukuran
1. Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2. Salinitas Handrefraktometer 1 kali dalam seminggu
21. 12
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Hasil pengukuran LPS K. alvarezii selama PKL dapat dilihat pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3. LPS rumput laut hasil budidaya
Rumpun W0 (g) Berat Basah (g) Berat Kering (g) LPS (%)
1 10 65,4 10,4 5,37
2 10 58,8 9,3 5,06
3 10 82,5 13,6 6,03
4 10 51,6 8,1 4,69
5 10 85,8 13,4 6,14
6 10 48,5 7,2 4,51
7 10 50,3 7,9 4,62
8 10 80,1 11,3 5,94
9 10 48,9 7,8 4,53
10 10 80,8 11,6 5,97
Rata-rata 10 65,27 10,00 5,29
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada tabel di atas maka dapat
diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan menunjukkan peningkatan yang baik yaitu
yang semula 10 g menjadi rata-rata sekitar 65,27 g tiap rumpun. Rasio konversi
berat kering : berat basah adalah 1 : 6 dengan rata rata LPS 5,29%/hari.
2. Hasil pengamatan parameter Kualitas air
Data parameter kualitas air yang diambil selama PKL berlangsung dapat
dilihat pada Tabel 4.
22. 13
Tabel 4. Hasil parameter kualitas air PKL.
No. Hari/Tanggal Suhu ( oC) Salinitas (ppt)
1 22/04/2017 31 33
2 29/04/2017 30 31
3 06/05/2017 32 32
4 13/05/2017 28 31
5 20/05/2017 28 32
6 27/05/2017 29 33
Suhu dan salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat penting.
Hasil menunjukkan suhu berkisar antara 28-32 oC dan salinitas berkisar antara 31-
33 ppt.
3. Pengamatan Monitoring Rumput Laut
Setelah rumput laut ditanam hal yang perlu dilakukan oleh pembudidaya
selama masa penanaman 35 hari yaitu monitoring dua kali /minggu (Gambar 9)
Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tanaman. Monitoring berupa
membersihkan rumput laut dari berbagai hal yang dapat mengganggu
pertumbuhan rumput laut seperti epifit S. polychystum (Gambar 10a) dan H.
musciformis (Gambar 10b).
Gambar 9. Monitoring rumput laut.
23. 14
Gambar 10, Hama pengganggu. A) epifit yang menempel pada rumput laut yaitu
S. polychystum; B) H. musciformis.
3. Hasil Pasca Panen
Pemanenan rumput laut adalah proses akhir dari kegiatan budidaya rumput
laut, pemanenan rumput laut dilakukan setelah rumput laut berumur 35 hari
selanjutnya rumput laut yang telah di panen dijemur. Penjemuran rumput laut
adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengeringkan rumput laut sebelum dijual,
rumput laut biasanya dijemur selama tiga hari dan tergantung dari kondisi cuaca.
Metode yang digunakan dalam penjemuran ini yaitu metode gantung
(hanging method). (Gambar 11). Karena metode penjemuran ini sangat bagus dari
beberapa metode penjemuran yang ada untuk menjaga kualitas rumpu laut.
Gambar 11. Metode gantung (hanging method).
A B
24. 15
Gambar 12. Perbandingan kualitas rumput laut yang baik dan rendah, A)
Kualitas rumput laut yang proses pengeringannya tidak
sempurna; B) Kualitas rumput laut yang baik.
Kualitas rumput laut yang baik ditandai dengan warna merah kehitaman
dan rumput laut benar–benar kering (Gambar 10b). Sedangkan rumput laut yang
proses pengeringan tidak sempurna dicirikan dengan warna kuning pucat. Hal ini
disebabkan karena rumput laut dibiarkan tanpa digantung selama 3 (tiga) hari
sehingga proses pengeringannya tidak sempurna (Gambar 10a).
Rumput laut yang telah dikeringkan kemudian dipasarkan pada pengumpul
rumput laut CV. Sinar Laut (Gambar 11a) yang kemudian rumput laut ditimbang
(Gambar 11b).
Gambar 13. Penjualan rumput laut.; A) Penimbangan rumput laut, B) Penjualan
rumput laut di CV. Sinar Laut
A B
13 cm
A B
25. 16
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
LPS dalam PKL ini yang dilaksanakan selama 35 hari rata-rata
5,29%/hari. LPS ini cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan LPS yang
diperoleh oleh Rama (2017), rata-rata mencapai 4,6%/hari, dan hampir sama
dengan yang diperoleh oleh Sahira (2017), yang menemukan LPS senilai
5,53%/hari. LPS hasil PKL ini masih tergolong baik jika dibandingkan Asnawati
(2010), dimana LPS K. alvarezii yang dibudidaya dengan metode longline
berkisar antara 2,049 -3,14%.
Fluktuasi dan menurunnya LPS dikarenakan terjadinya pertumbuhan yaitu
adanya penambahan bobot thallus seiring dengan pertambahan usia pemeliharaan
rumput laut yang menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperoleh unsur
hara dan penyerapan sinar matahari dalam proses fotosintesis, sehingga laju
pertumbuhan rumput laut semakin menurun. Menurut Sudjiharno (2000) bahwa,
penurunan LPS diduga akibat cepatnya terjadi kejenuhan pembelahan sel.
Rumput laut yang telah mengalami proses adaptasi kemudian mengalami fase
pertumbuhan yang cepat dan kemudian terjadi penurunan kemampuan
pertumbuhan sel menyebabkan pertumbuhan lambat.
LPS selama masa pemeliharaan 35 hari rumput laut K. alvarezii
mengalami peningkatan namun dengan jumlah yang sedikit, Hal ini dikarenakan
meningkatnya persaingan dalam memperoleh unsur hara dan adanya hewan-
hewan herbivore dan tumbuhan laut lainnya yang menempel pada tali dan rumput
26. 17
laut sehingga menyebabkan rumput laut secara fisik terpotong-potong selain itu
adanya penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut.
2. Parameter Kualitas Air
Salah satu parameter kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan
rumput laut K. alvarezii adalah suhu. Suhu yang diperoleh pada lokasi selama
PKL berkisar 28-32oC. Menurut Kordi (2010) Suhu air yang cocok untuk
K. alvarezii antara 20-30oC, Budidaya K. alvarezii di lakukan di Desa Bungin
Permai hal ini dikarenakan kondisi lingkungan perairan yang memungkinkan
pertumbuhan yang baik. Lokasi berjarak sekitar 500 M dari pemukiman warga
dikarenakan kondisi perairan yang dengan kecerahan dan kedalaman yang baik.
Hal ini dijelaskan oleh Amiluddin (2007) Kajian kriteria lokasi budidaya rumput
laut dari segi kondisi tata letak dan kualitas perairan sangat berperan dalam
pencapaian hasil usaha budidaya rumput laut.
Selama proses pemeliharaan rumput laut, kisaran salinitas yang diperoleh
31-33 ppt. Salinitas juga dapat mempengaruhi kesuburan rumput laut dalam
lingkungan budidaya. Sedangkan menurut Sudrajat (2008) mengemukakan bahwa
K. alvarezii merupakan rumput laut yang tidak tahan terhadap kisaran kadar
garam yang tinggi (stenohaline). Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhannya
berkiar 28-35 g/kg.
27. 18
3. Pasca Panen dan Pemasaran
Rumput laut dibudidayakan selama 35 hari dilakukan kegiatan panen,
dalam pemanenan rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
parsial dan total. Pemanenan rumput laut secara parsial dilakukan dengan cara
memisahkan cabang-cabang dari tanaman induknya dan selanjutnya digunakan
kembali untuk penanaman berikutnya. Sedangkan pemanenan secara total dengan
cara mengangkat semua rumpun tanaman secara keseluruhan dan kemudian
tanaman yang muda (thallus bagian ujung) dipilih kembali untuk dijadikan bibit
dan bagian pangkalnya dikeringkan (Amiluddin, 2007). Cara panen yang
dilakukan dalam PKL ini adalah panen total dengan mengangkut semua rumpun
dan dibawa untuk ditimbang berat basahnya. Rumput laut K. alvarezii merupakan
jenis rumput laut yang sangat produktif dimana produksinya dapat dilakukan
sepanjang tahun (Aslan et al., 2015). Dengan modal ini dapat meningkatkan nilai
jual rumput laut khususnya dalam hal penanganan pasca panen.
Setelah melakukan pemanenan, rumput laut harus dikeringkan terlebih
dahulu agar menambah nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan berat basah
dari rumput laut. Pengeringan rumput laut dilakukan dengan cara menggantung
rumput laut di bawah sinar matahari. Kelebihan dari metode gantung ini agar
rumput laut kering secara merata, kualitas rumput laut yang baik dan kadar
karaginan yang dihasilkan juga tinggi dibandingkan ketika mengeringkan rumput
laut dengan metode tebar. Hal ini sebanding dengan Nindhia (2016) menyatakan
bahwa, metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena
memiliki kadar kotoran lebih rendah selain itu dengan cara digantung kadar garam
28. 19
yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat
menetes ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan lebih
cepat dan hasil rumput laut kering utuh. Selain itu Ling et al. (2015) menyatakan
bahwa, menggantung rumput laut akan lebih baik dan menghasilkan hasil yang
bagus dibanding dengan menjemurnya dibawah sinar matahari langsung.
Rumput laut yang sudah kering selanjutnya dipasarkan di pengepul rumput
laut CV. Sinar Laut. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat dari rumput
laut kering. Hasil rumput laut kering yang dihasilkan kelompok 4 yaitu 1.1 kg
dengan harga Rp 9000. Harga pasar rumput laut kering yaitu RP.9.000/kg.
Setyaningsih et al., (2012) harga K. alvarezii basah Rp.1.059/kg dan harga kering
Rp.9.324/kg pada tahun 2012.
29. 20
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pada PKL dapat disimpulkan bahwa LPS 5,29%/hari
dengan konversi berat kering : berat basah adalah 1:6. Epifit yang melekat pada K.
alvarezii seperti lumut, Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis. Suhu
yang diperoleh pada lokasi selama proses pemeliharaan rumput laut berkisar 28-
32oC dan kisaran salinitas yang diperoleh 31-33 ppt.
B. Saran
Praktek kerja lapang untuk selanjutnya sebaiknya dapat dilakukan pada
lokasi yang tepat, yang belum dicemari oleh hasil penambangan dari pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan.
30. 21
DAFTAR PUSTAKA
Albasri, H., Iba, W., Aslan, L.O.M., Geoley, G., Silva, D.S. 2010. Mapping of
Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “Potential,
Current and Future Status”. Indonesian Aquaculture Journal. 5 : 173-
185.
Amiluddin, N.M., 2007. Kajian Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii yang Terkena Penyakit Ice Ice di Perairan
Pulau Pari Kepulauan Seribu. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 92 hal.
Aslan, L.O.M. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang
Budidaya Perairan. disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa
Universitas Halu Oleo Tanggal 22 Januari 2011. 50 hal.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.O.R., Ingram, B. A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D.
2015. Mariculture in SE Sulawesi, Indonesia: Culture Practice and The
Socioecocomic Aspects of The Major Commodities. Ocean dan Coastal
Management : 116 : 44-57.
Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput
Laut Kappaphycus Alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan.
Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No. 1. FPIK-UHO. Kendari.
http: //laodeaslan.wordpress.com/2017/06/29/cara-miara-agar-maramba.
Diakses Tanggal 1 Agustus 2017. 4 Hal.
Aslan, L.O.M., Sahrir, W.I., Bolu, L.O.R., Ingram, B. A., Gooley, G.J., Silva,
S.S.D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia:
General Considerations. Research &Farming Techniques. 13-19.
Asnawati. S. 2010. Pengatuh Jarak Kedalaman Tali Ris Yang Berbeda terhadap
Pertumbuhan dan Kadar Keragenan Rumput Laut Varietas Merah
(Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Longline di Desa Toli-Toli
Kecamatan Lalonggasu Meeto Kabupaten Konawe. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Unhalu. 55 Hal.
Badan Pusat statistik. 2010. Kabupaten Konawe Selatan dalam Angka. Penerbit
BPS Konawe Selatan. 317 hal.
DKP-Sultra. 2014. Potensi Perikanan Budidaya di Sulawesi Tenggara. http:arsal-
General Considerations. Aquac. Asia 19 (1) : 14-19.
gudangilmu.blogspot.co.id/2014/05/potensi-perikanan-budidaya-d-i
sulawesi.html?m=1. Diakses tanggal 01 Agustus 2017. 3 hal
Kordi K, 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan
Obat-obatan. Lily Publisher.Yogyakarta. 215 Hal.
Ling, A.L.M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M.F.A. 2015.Effect of Different
Driying Techniques on The Phytochemical Content and Antioxidant
31. 22
Nindhia, T. G. T. I. W. Surata. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Kelompok Usaha Tani. Jurnal Udayana Mengabdi. 15 :
1-7.
Rama, 2017. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit
Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. FPIK-UHO. Kendari.
http://ramabdpuho.blogspot.co.id/2017/08/budidaya-rumput-laut
Kappaphycus alvarezzi. Diakses Tanggal 04 Agustus 2017. 35 hal.
Sahira. 2017. Budidaya Rumput Laut K. alvarezii Bibit Hasil Kultur Dengan
Metode Longline di Perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
http://sahira. blogspot. co. id/2017/08/ budidaya-rumput laut
kappaphycus.html. Diakses Tanggal 03 Agustus 2017. 27 hal.
Sahrir, W.I., Aslan, L.O.M., Bolu, L.O.R., Gooley, G.J., Ingram, B.A., Silva,
S.S.D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia.
General Considerations. Aquac. Asia 19 (1) : 14-19.
Sapitri, A. R., Cokrowati, N., Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang
Berbeda. Depik, 5(1) : 1-7.
Sudjiharno, 2001.Teknologi Budidaya Rumput Laut. Balai Budidaya Laut.
Lampung. 91 hal.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar
Swadaya, Jakarta. 153 Hal.
Sulistiani, E. dan Yani, S.A. 2015. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotoni
(Kappaphycus alvarezii). Seameo Biotrop. Bogor. 128 Hal.
Yong, W. T. L., Chin, J. Y. Y., Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth Rate and
Semi-refined Carrageenan Properties of Tissue-cultured Kappaphycus
alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research: 62 : 316-
321.
Yong, Y.S., Yong, W.T.L., Thien, V.Y., Ng, S.N., Anton. 2013. Analysis of
Formulae for Determination of Seaweed Growth Rate. J Appl Phycol
25:1831–1824.DOI 10.1007/s 10811-014-0289-3.DOI 10.1007/s10811-
013-0022-7.