SlideShare a Scribd company logo
1 of 44
Download to read offline
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeac)
dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun ke 11)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta,
Solieriaceae)UsingLongline Method in Bungin Permai Village
Tinanggea Sub-District,South East (SE) Sulawesi
(Monitoring Of The Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
SUKMAWATI
I1A2 14 035
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeac)
dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun ke 11)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta,
Solieriaceae)UsingLongline Method in Bungin Permai Village
Tinanggea Sub-District,South East (SE) Sulawesi
(Monitoring Of The Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
SUKMAWATI
I1A2 14 035
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeac)
dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun ke 11)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta,
Solieriaceae)UsingLongline Method in Bungin Permai Village
Tinanggea Sub-District,South East (SE) Sulawesi
(Monitoring Of The Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
SUKMAWATI
I1A2 14 035
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
Judul
Laporan Lengkap
Narna
Stambuk
Kelompok
Jurusan
IIALAMAN PENGESAHAN
Budidaya Rumput Laut Kappaplrye^ alvurezii (Rhodophyta,
Soliericeaetsengan Metode LonglineMenggunakan Bibit Hasil
Kultur Jdringan di Porairan Desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatm Provinsi Sulawesi
Tenggaf4 (Monitofing Tahun Kedua)
Sebagai Selah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
Sukmawati
ilaz r+ ots
fu pua;
Budidaya Perairau
Laporan Lengkap ini
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :
Mengetahui
Dosen Kocrdinator Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut*--71 *a.,c
r/O/*u
l-tlr
12lLProf. Dr. lr. La Ode Muh. A"lan. M.Sc
NIP. 1966 tzto $sms
Kemdari. Juli 201&
Tanggal Pengesahan
iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Sukmawati, dilahirkan pada tanggal 16Agustus 1996, merupakan
anak ketigadari 5 bersaudara dari pasangan Syamsul T.P dan Darna.
Penulis memulai karir sebagai seorang pelajar pada tahun 2002 di
SDN 13 Barugadan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan pendidikan di MTSN1Kendaridan lulus pada tahun 2011.
Kemudian ditahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1
Kendaridan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi,
dan saat ini telah diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.Selama pendidikan
Penulis aktif dalam organisasi HMJ sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan
tahun 2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah
karya pertama berupa terjemahan penelitian ilmiah berjudul “An Appracial On
Commercial Farming Of Kappaphycus Alvarezii In India: Success In Diversivication
Of Livelihood And Prospects”.( Petani Komersil Di India Menilai Kappaphycus
Alvarezii Sukses Di Dersivikasi Sebagai Prospek Dan Mata Pencarian ) Yang ditulis
oleh Vaibhav A. mantri1,2,3
. K. Eswaran2,3,
. M. Shanmugam4
. M. Ganesan2,3.
. V.
Veeragurunathan2,3
. S. Thiruppathi1
J Appl Phycol (2016) DOI 10. 1007/s10811-016-
0948-7. Yang diterbitkan langsung oleh Springer Science+Bussines Media
Dordrectht.
iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Sukmawati, dilahirkan pada tanggal 16Agustus 1996, merupakan
anak ketigadari 5 bersaudara dari pasangan Syamsul T.P dan Darna.
Penulis memulai karir sebagai seorang pelajar pada tahun 2002 di
SDN 13 Barugadan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan pendidikan di MTSN1Kendaridan lulus pada tahun 2011.
Kemudian ditahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1
Kendaridan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi,
dan saat ini telah diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.Selama pendidikan
Penulis aktif dalam organisasi HMJ sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan
tahun 2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah
karya pertama berupa terjemahan penelitian ilmiah berjudul “An Appracial On
Commercial Farming Of Kappaphycus Alvarezii In India: Success In Diversivication
Of Livelihood And Prospects”.( Petani Komersil Di India Menilai Kappaphycus
Alvarezii Sukses Di Dersivikasi Sebagai Prospek Dan Mata Pencarian ) Yang ditulis
oleh Vaibhav A. mantri1,2,3
. K. Eswaran2,3,
. M. Shanmugam4
. M. Ganesan2,3.
. V.
Veeragurunathan2,3
. S. Thiruppathi1
J Appl Phycol (2016) DOI 10. 1007/s10811-016-
0948-7. Yang diterbitkan langsung oleh Springer Science+Bussines Media
Dordrectht.
iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Sukmawati, dilahirkan pada tanggal 16Agustus 1996, merupakan
anak ketigadari 5 bersaudara dari pasangan Syamsul T.P dan Darna.
Penulis memulai karir sebagai seorang pelajar pada tahun 2002 di
SDN 13 Barugadan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan pendidikan di MTSN1Kendaridan lulus pada tahun 2011.
Kemudian ditahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1
Kendaridan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi,
dan saat ini telah diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.Selama pendidikan
Penulis aktif dalam organisasi HMJ sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan
tahun 2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah
karya pertama berupa terjemahan penelitian ilmiah berjudul “An Appracial On
Commercial Farming Of Kappaphycus Alvarezii In India: Success In Diversivication
Of Livelihood And Prospects”.( Petani Komersil Di India Menilai Kappaphycus
Alvarezii Sukses Di Dersivikasi Sebagai Prospek Dan Mata Pencarian ) Yang ditulis
oleh Vaibhav A. mantri1,2,3
. K. Eswaran2,3,
. M. Shanmugam4
. M. Ganesan2,3.
. V.
Veeragurunathan2,3
. S. Thiruppathi1
J Appl Phycol (2016) DOI 10. 1007/s10811-016-
0948-7. Yang diterbitkan langsung oleh Springer Science+Bussines Media
Dordrectht.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadiratAllah Subhanahu Wa Ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut “Budidaya
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan
dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi
Tenggara”.
Laporan PKL ini disusun sebagai pelengkap PKL yang telah dilaksanakan
selama 3 bulan di Perairan Desa Bungin Permasi dan tempat pengepul hasil laut yang
ada di Kendari Sulawesi Tenggara. Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc yang telah
membimbing kami termasuk dalam pembuatan blog dan pemostingan laporan PKL
diblog serta Asisten PKL Armin, S.Pi. yang telah membimbing kami selama PKL.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Kendari, Juli 2018
Penulis
v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae)
dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
ABSTRAK
Rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan komoditas yang bernilai ekonomis
tinggi. Praktek Kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara selama 35 hari, yang meliputi beberapa kegiatan mulai dari asistensi PKL,
tahap persiapan, pengikatan bibit, penanaman, monitoring, panen dan pasca panen.
Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari tanaman pengganggu
seperti epifit jenis Sargassum polycystum dan Hypnea musciformis. Bibit yang
digunakan dalam PKL ini adalah bibit hasil kultur jaringan (mikropropagasi) dengan
berat 10 g, dan jarak tanam 10 cm. Metode yang digunakan adalah metode longline,
Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama PKL
yaitu 3,50±0,19/hari dan rasio berat kering: berat basah yaitu 1:5,01. Parameter
kualitas air yang diperoleh selama PKL seperti suhu berkisar antara 28-31 ºC dan
salinitas berkisar 31-33 ppt. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yaitu Rp 18.000/kg.
Kata Kunci : Rumput laut Kappaphycus alvarezii, Kultur Jaringan, Laju
Pertumbuhan Harian
vi
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta,
Solieriaceae) UsingLongline Method in Bungin Permai Village
Tinanggea Subdistrict, South East (SE) Sulawesi
ABSTRACT
Seaweed Kappaphycus alvarezii is a commodity with high economic value. Field
Work Practice (FWP) of mariculture management was done in Bungin Permai
Village, Tinanggea Subdistrict, South Konawe District, SE Sulawesi for 3 months,
covering several activities ranging from FWP assistance, preparation phase, tying of
seedlings, planting, monitoring, harvesting and post harvest. Monitoring was done
twice a week to clean the seaweed from epiphytes such as Sargassum polychystum
and Hypnea musciformis. Seedlings used in thisFWP were tissue-cultured or
micropropagated seedlings.Wet weight of each seedlings was 10 g, and it was
planted in10 cm planting distance. The cultivation method used was the longline
method. From this FWP, it was found that Specific Growth Rate (SGR) of K.
alvarezii was 3.50±0,19/day and the ratio of dried weight: wet weight is 1:5,01.
Water quality parameters obtained during this FWP such as temperatures was 28-31
ºC and salinity 31-33 ppt. Seaweed market price of K. alvareziiwas Rp 18,000/ kg.
Keywords: Seaweed Kappaphycus alvarezii, Tissue Culture, micropropagated
seedlings, SGR
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
ABSTRAK.................................................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 3
C. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 4
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat....................................................................... 5
B. Alat dan Bahan............................................................................. 5
C. Prosedur Kerja.............................................................................. 6
D. Parameter yang Diamati............................................................... 13
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ............................................................................................. 15
B. Pembahasan.................................................................................. 20
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...................................................................................... 25
B. Saran............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Praktikum ...................... 5
2 Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air selama Pemeliharaan . 16
3 Data Hasil Laju Pertumbuhan Harian (LPH)................................ 16
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Alat Pemintal Tali Rumput Laut ................................................ 7
2 Pengerjaan Tali Rumput Laut..................................................... 7
3 Bibit Hasil Kultur Jaringan......................................................... 8
4 Penimbangan Bibit Rumput Laut K. alvarezii ........................... 9
5 Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut ....................................... 9
6 Jarak Tanam Bibit Rumput Laut ............................................... 10
7 Penanaman Bibit Rumput Laut .................................................. 10
8 Membersihkan Rumput Laut...................................................... 11
9 Proses Pemanenan Rumput Laut................................................ 12
10 Proses Pasca Panen..................................................................... 13
11 Desa Bungin Permai................................................................... 15
12 Hasil Monitoring Rumput Laut .................................................. 19
13 Hasil Penjemuran Rumput Laut ................................................. 20
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan produksi rumput laut di dunia yang dibudidayakan meningkat
lebih dari dua kali lipat pada tahun 2000-2012 di Asia Tenggara seperti di
Indonesia, China, dan Filipina (FAO, 2014). Produksi budidaya rumput laut
Indonesia pada tahun 2016 mencapai 11 juta ton. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2016) menargetkan angka
produksi budidaya rumput lautpada tahun 2017 akan mencapai 12-13 juta ton
(Akuakultur Indonesia, 2016). Di Indonesia khususnya Sulawesi Tenggara sektor
budidaya laut telah berkembang pesat. Budidaya rumput laut merupakan aktivitas
budidaya laut yang telah berkembang pada setiap kabupaten/kota se Provinsi
Sultra (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015).
Produksi utama rumput laut di Sulawesi Tenggara (Sultra) sampai saat ini
(>85%) didominasi oleh budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan
Eucheuma denticulatum, yang sebagian besar menyuplai permintaan pasar global
untuk bahan baku (Sahrir, et al., 2014). Menurut Susanto dkk. (2007), kebutuhan
dunia akan rumput laut jenis K. alvarezii adalah sepuluh kali lipat dari persediaan
alaminya yang ada di dunia. Permintaan ini menunjukkan bahwa rumput laut
Indonesia cukup diminati dan mampu untuk bersaing dengan rumput laut negara
lain. Begitu tingginya permintaan rumput laut sebagai suatu komoditas ekspor
maka perlu dilakukan peningkatan pula dalam pembudidayaan rumput laut (Asni,
2015).
Konawe Selatan (Konsel) merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Provinsi Sultra. Jenis
rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konawe Selatan adalah
jenis K. alvarezii, karena dapat diusahakan dengan modal rendah, menggunakan
teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang tinggi,
siklus produksi yang singkat, metode pascapanen yang tidak terlalu sulit, serta
permintaan pasar masih terbuka. Rumput laut di Kabupaten Konsel merupakan
salah satu komoditas unggulan berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada
masing-masing wilayah. Komoditas tersebut merupakan komoditas strategis
2
secara nasional, sehingga patut untuk dikembangkan dan merupakan komoditas
khas daerah (Asaf, dkk 2014).
Melakukan suatu usaha budidaya rumput laut sangat tergantung pada
faktor-faktor yang mempengaruhi baik faktor eksternal yaitu terkait pemilihan
lokasi yang sesuai dengan jenis rumput laut juga faktor-faktor yang erat
hubungannya dengan karakteristik lingkungan perairan setempat maupun faktor
internal terkait asal thallus, bobot bibit dan jarak tanam yang digunakan
(Soenardjo, 2011).
Perairan desa Bungin Permai merupakan daerah yang sangat potensial
sebagai tempat untuk budidaya rumput laut, khususnya jika dilihat dari kondisi
topografi dan perairan yang tidak bergelombang. Desa Bungin Permai umumnya
sistem budidaya yang digunakan yaitu metode longline. Menurut Albasri, et al.
(2010), metode yang paling umum digunakan untuk budidaya rumput laut di
Muna dan Kendari yaitu menggunakan metode longline.
1.2 . Rumusan Masalah
Kendala dalam pengembangan budidaya rumput laut adalah keterbatasan
bibit yang berkelanjutan dan berkualitas. Bibit rumput laut dapat diperoleh dengan
menggunakan teknik kultur jaringan. Salah satu tujuan dari teknik kultur jaringan
adalah memperbanyak jumlah tanaman. Dengan menggunakan teknik ini,
diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan penyediaan bibit secara
konvensional. Pembibitan rumput laut melalui teknik kultur jaringan ini
diharapkan mampu menghasilkan bibit yang berkualitas dalam skala massal
dengan waktu yang relatif singkat, tanpa dibatasi siklus musim. Kultur jaringan
dapat digunakan sebagai teknologi pilihan yang menjanjikan untuk pemenuhan
kebutuhan bibit (Fadilah, 2015).
Pertumbuhan rumput laut hasil kultur jaringan ini lebih cepat dibandingkan
dengan rumput laut alami. Pada rumput laut alami, peningkatan bobot rumput laut
12 kali lipat dari bobot bibit yang diukur pada usia 20 hari, sedangkan pada bibit
rumput laut kultur jaringan bobotnya meningkat 15 kali lipat (Sulistiani dan Yani,
2015).
3
Penelitian pemanfaatan bibit rumput laut hasil kultur jaringan di desa Bungin
Permai pada bulan Apri-Juni 2018 selama 35 hari telah dilakukan pada tahun
2017 oleh Ramaet al (2018), dari hasil penelitian tersebut diperoleh LPS 4,6
%/hari.Kemudian didapatkan epifit Sargassum polychystum dan Hypnea
musciformis, serta didapatkan pula adanya penyakit ice-ice. Informasi dari
penelitian Rama et al (2018) ini menjadi bahan pembanding dan sebagai referensi
dalam pemanfaatan rumput laut kultur jaringan dan seleksi klon yang akan datang.
Oleh karena itu pemanfaatan bibit rumput laut kultur jaringan perlu dilaksanakan
sebagai bahan pembanding dan informasi untuk pihak terkait dalam pemanfaatan
bibit rumput laut hasil kultur jaringan.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukannya PKL untuk budidaya
rumput laut dengan metode longline menggunakan bibit hasil kultur jaringan yang
bertujuan untuk mengetahui Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K.
alvarezii strain coklat.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan PKL-MAL ini adalah untuk mengetahui cara manajemen budidaya
rumput laut yang meliputi kegiatan pengikatan bibit, penanaman bibit,
pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit rumput laut dengan
menggunakan metode longline, penanganan panen, pasca panen, dan pemasaran
serta mengetahui laju pertumbuhan harianK. alvarezii.
Kegunaan dari PKL-MAL ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan mengenai pengikatan bibit, penanaman bibit, pemeliharaan,
pengendalian hama dan penyakit rumput laut dengan menggunakan metode
longline, serta penanganan panen dan pasca panen, serta dapat mengetahui laju
pertumbuhan harian K. alvarezii.
Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan
kegiatan PKL-MAL yang perah dilakukan tahun 2017. Sekaligus mejadi bahan
masukan bagi segenap pihak terkait (stakeholders).
4
2. METODE
2.1 Waktu Dan Tempat
Praktikum Kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
dilakukan pada bulan April-Juni 2018. PKL ini terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran. Tahap persiapan dilaksanakan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari, Tahap
uji lapangan dilaksanakan di desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tahap pemasaran dilakukan di
pengepul rumput laut yang berlokasi di kendari, Sulawesi Tenggara.
2.2 Prosedur Praktikum
2.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini dilakukan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo Kendari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
pembuatan tali pengikat bibit rumput laut dan membuat tali ris. Alat dan bahan
yang digunakan pada tahap persiapan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya pada Tahap Persiapan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1
2
Alat
- Pisau/cutter
- Mistar
- Alat pintal
- Kamera
Bahan
- Tali PE
- lilin
- Memotong tali
- Mengukur jarak tali pengikat
- Alat bantu mengikat tali rumpt laut
- Mendokumentasikan kegiatan
- Tali utama
- Membakar ujung tali
Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai
berikut.
a. Kegiatan pertama yang dilakukan ialah pengenalan alat-alat yang digunakan,
metode yang digunakan (metode longline) dan pengenalan alat pemintal tali
5
pengikat rumput laut, yang berfungsi untuk memudahkan mengikat atau
membuat tali ris. Alat pintar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (pintar). A) Tampak samping;B)
Tampak atas
b. Kegiatan selanjutnya adalah membuat tali pengikat rumput laut dimulai dari
menyiapkan alat dan bahan yang digunakan (Tabel 1), kemudian memotong
tali PE menggunakan cutter dan mengikat atau menyimpul tali dengan
panjang 15 cm menggunakan alat pintar (Gambar1), pengukuran dilakukan
menggunakan mistar, setelah selesai membuat tali pengikat rumput laut
selanjutnya membakar ujung tali pengikat rumput laut menggunakan lilin
yang telah dinyalakan. Kegiatan pembuatan tali pengikat rumput laut dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali
pengikat rumput laut; B) Merapihkan ujung tali pengikat
menggunakan lilin.
c. Melakukan pengukuran panjang tali PE, dengan panjang tali 21 m untuk
setiap individu, dapat dilihat pada (Gambar 3).
A B
A B
5
pengikat rumput laut, yang berfungsi untuk memudahkan mengikat atau
membuat tali ris. Alat pintar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (pintar). A) Tampak samping;B)
Tampak atas
b. Kegiatan selanjutnya adalah membuat tali pengikat rumput laut dimulai dari
menyiapkan alat dan bahan yang digunakan (Tabel 1), kemudian memotong
tali PE menggunakan cutter dan mengikat atau menyimpul tali dengan
panjang 15 cm menggunakan alat pintar (Gambar1), pengukuran dilakukan
menggunakan mistar, setelah selesai membuat tali pengikat rumput laut
selanjutnya membakar ujung tali pengikat rumput laut menggunakan lilin
yang telah dinyalakan. Kegiatan pembuatan tali pengikat rumput laut dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali
pengikat rumput laut; B) Merapihkan ujung tali pengikat
menggunakan lilin.
c. Melakukan pengukuran panjang tali PE, dengan panjang tali 21 m untuk
setiap individu, dapat dilihat pada (Gambar 3).
A B
A B
5
pengikat rumput laut, yang berfungsi untuk memudahkan mengikat atau
membuat tali ris. Alat pintar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (pintar). A) Tampak samping;B)
Tampak atas
b. Kegiatan selanjutnya adalah membuat tali pengikat rumput laut dimulai dari
menyiapkan alat dan bahan yang digunakan (Tabel 1), kemudian memotong
tali PE menggunakan cutter dan mengikat atau menyimpul tali dengan
panjang 15 cm menggunakan alat pintar (Gambar1), pengukuran dilakukan
menggunakan mistar, setelah selesai membuat tali pengikat rumput laut
selanjutnya membakar ujung tali pengikat rumput laut menggunakan lilin
yang telah dinyalakan. Kegiatan pembuatan tali pengikat rumput laut dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali
pengikat rumput laut; B) Merapihkan ujung tali pengikat
menggunakan lilin.
c. Melakukan pengukuran panjang tali PE, dengan panjang tali 21 m untuk
setiap individu, dapat dilihat pada (Gambar 3).
A B
A B
6
Gambar 3. Pengukuran tali PE
d. Mengikat tali pengikat rumput laut pada tali PE , dengan jarak antar pengikat
tali rumput laut yaitu 10 cm. Pembuatan tali ris dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pembuatan tali ris. A) Memasukan tali pengikat pada tali PE; B)
Tili ris dengan jarak 10 cm
B
10 Cm
A
7
2.2.2 Uji Lapangan
Tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan di Desa Bungin Permai,
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan
yang dilakukan pada uji lapangan meliputi proses penanaman rumput laut dan
monitoring.
Desa Bungin Permai berada pada garis katulistiwa yang terletak
4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur terletak di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dengan luas wilayah sekitar 5x15 km²
yang merupakan bagian dari Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe selatan,
Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk 1.226 Jiwa, jumlah kepala keluarga 272
KK, jumlah laki-laki 626 Jiwa, dan jumlah perempuan 602 Jiwa. Jenis pekerjaan
terbanyak yaitu sebagai nelayan (petani rumput laut). Desa Bungin Permai terdiri
atas 4 dusun, masing-masing dusun dibatasi oleh berupa jembatan titian yang
lebarnya 1-2 m, sebagai tanda perbatasan Desa Bungun Permai. Sebelah Utara
perbatasan dengan Kelurahan Tinaggea, sebelah Timur berbatasan dengan Selat
Tiworo dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ponggasi Kecamatan
Tinanggea. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 5).
Gambar 5. Lokasi uji lapangan. A) Desa Bungin Permai;B) Desa Bungi Permai
GPS
A B
7
2.2.2 Uji Lapangan
Tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan di Desa Bungin Permai,
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan
yang dilakukan pada uji lapangan meliputi proses penanaman rumput laut dan
monitoring.
Desa Bungin Permai berada pada garis katulistiwa yang terletak
4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur terletak di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dengan luas wilayah sekitar 5x15 km²
yang merupakan bagian dari Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe selatan,
Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk 1.226 Jiwa, jumlah kepala keluarga 272
KK, jumlah laki-laki 626 Jiwa, dan jumlah perempuan 602 Jiwa. Jenis pekerjaan
terbanyak yaitu sebagai nelayan (petani rumput laut). Desa Bungin Permai terdiri
atas 4 dusun, masing-masing dusun dibatasi oleh berupa jembatan titian yang
lebarnya 1-2 m, sebagai tanda perbatasan Desa Bungun Permai. Sebelah Utara
perbatasan dengan Kelurahan Tinaggea, sebelah Timur berbatasan dengan Selat
Tiworo dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ponggasi Kecamatan
Tinanggea. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 5).
Gambar 5. Lokasi uji lapangan. A) Desa Bungin Permai;B) Desa Bungi Permai
GPS
A B
7
2.2.2 Uji Lapangan
Tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan di Desa Bungin Permai,
Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan
yang dilakukan pada uji lapangan meliputi proses penanaman rumput laut dan
monitoring.
Desa Bungin Permai berada pada garis katulistiwa yang terletak
4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur terletak di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dengan luas wilayah sekitar 5x15 km²
yang merupakan bagian dari Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe selatan,
Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk 1.226 Jiwa, jumlah kepala keluarga 272
KK, jumlah laki-laki 626 Jiwa, dan jumlah perempuan 602 Jiwa. Jenis pekerjaan
terbanyak yaitu sebagai nelayan (petani rumput laut). Desa Bungin Permai terdiri
atas 4 dusun, masing-masing dusun dibatasi oleh berupa jembatan titian yang
lebarnya 1-2 m, sebagai tanda perbatasan Desa Bungun Permai. Sebelah Utara
perbatasan dengan Kelurahan Tinaggea, sebelah Timur berbatasan dengan Selat
Tiworo dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ponggasi Kecamatan
Tinanggea. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 5).
Gambar 5. Lokasi uji lapangan. A) Desa Bungin Permai;B) Desa Bungi Permai
GPS
A B
8
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Table 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya pada Tahap Uji Lapangan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1
2.
Alat
- Pisau/cutter
- Tali Ris
- Botol plastic 600 ml
- Timbangan digital
- Tag nama
- Thermometer
- Hand Refraktometer
- Kamera
- Kantong plastik
Bahan
- Rumput laut jaringan (K.
alvarezii) hasil kultur
jaringan
- Memotong rumput laut
- Tali utama
- Pelampung tali rumput laut
- Menimbang bibit rumput laut
- Menulis pelabelan nama
- Mengukur suhu
- Mengukr salinitas
- Mendokumentasikan kegiatan
- Wadah penampung tumbuhan
penempel
- Objek budidaya
Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap uji lapangan adalah sebagai
berikut.
a. Memilih dan memotong rumput laut yang telah disediakan yaitu rumput laut
kultur jaringan pada masing-masing kelompok, dapat dilihat pada (Gambar 6).
Gambar 6. Rumput laut kultur jaringan
(K. alvarezii)
b. Menimbang bibit rumput laut menggunakan timbangan digital dengan berat
10 g dapat dilihat pada Gambar 7.
1 cm
9
Gambar 7. Penimbangan bibit rumput laut
c. Bibit rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikat pada tali ris dan diberi
tag nama sesuai dengan nama dan kelompoknya masing-masing dapat dilihat
pada Gambar 8. Selama pengikatan rumput laut pada tali ris dilakukan
penyiraman pada bibit rumput laut menggunakan air laut dan jangan
menempatkan bibit rumput laut terkena paparan sinar matahari secara
langsung. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak stress akibat kekeringan air.
Gambar 8. Pengikatan rumput
laut pada tali ris
d. Menanam rumput laut pada lokasi budidaya yang telah ditentukan
menggunakan perahu. Penanaman rumput laut dilakukan dengan mengikat tali
ris pada tali induk, setelah itu dilakukan pemasangan pelampung botol plastik
600 ml sebanyak 3 botol (Gambar 9).
9
Gambar 7. Penimbangan bibit rumput laut
c. Bibit rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikat pada tali ris dan diberi
tag nama sesuai dengan nama dan kelompoknya masing-masing dapat dilihat
pada Gambar 8. Selama pengikatan rumput laut pada tali ris dilakukan
penyiraman pada bibit rumput laut menggunakan air laut dan jangan
menempatkan bibit rumput laut terkena paparan sinar matahari secara
langsung. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak stress akibat kekeringan air.
Gambar 8. Pengikatan rumput
laut pada tali ris
d. Menanam rumput laut pada lokasi budidaya yang telah ditentukan
menggunakan perahu. Penanaman rumput laut dilakukan dengan mengikat tali
ris pada tali induk, setelah itu dilakukan pemasangan pelampung botol plastik
600 ml sebanyak 3 botol (Gambar 9).
9
Gambar 7. Penimbangan bibit rumput laut
c. Bibit rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikat pada tali ris dan diberi
tag nama sesuai dengan nama dan kelompoknya masing-masing dapat dilihat
pada Gambar 8. Selama pengikatan rumput laut pada tali ris dilakukan
penyiraman pada bibit rumput laut menggunakan air laut dan jangan
menempatkan bibit rumput laut terkena paparan sinar matahari secara
langsung. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak stress akibat kekeringan air.
Gambar 8. Pengikatan rumput
laut pada tali ris
d. Menanam rumput laut pada lokasi budidaya yang telah ditentukan
menggunakan perahu. Penanaman rumput laut dilakukan dengan mengikat tali
ris pada tali induk, setelah itu dilakukan pemasangan pelampung botol plastik
600 ml sebanyak 3 botol (Gambar 9).
10
Gambar 9. Proses penanaman bibit rumput laut pada
lokasi budidaya
2.2.3. Monitoring
Monitoring atau pengontrolan dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu
pada hari Kamis dan Ahad, dengan membagi anggota atau mahasiswa menjadi 2
kelompok pengontrolan. Monitoring rumput laut yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
1. Pengontrolan pertama kegiatan yang dilakukan ialah membersihkan rumput
laut dari tumbuhan penempel (epifit), jenis epifit yang ditemukan yaitu S.
polycistum serta mengukur suhu dan salinitas. Diperoleh suhu 26ºC dan
salinitas 30 ppt. Tumbuhan penempel (epifit) dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 10. Epifit polycistum. A) Kondisi basah; B) Pengambilan Epifit S.
polycystum
2. Pengontrolan kedua dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut-lumut
(Gambar 11A) pada pengontrolan kedua ini ditemukan ada salah satu rumput
laut yang terserang penyakit ice-ice (Gambar 11B). Serta dilakukan
pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt) (Gambar 11C). Pengontrolan
kedua dapat dilihat pada Gambar 11.
A BB
1 cm 1 cm
10
Gambar 9. Proses penanaman bibit rumput laut pada
lokasi budidaya
2.2.3. Monitoring
Monitoring atau pengontrolan dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu
pada hari Kamis dan Ahad, dengan membagi anggota atau mahasiswa menjadi 2
kelompok pengontrolan. Monitoring rumput laut yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
1. Pengontrolan pertama kegiatan yang dilakukan ialah membersihkan rumput
laut dari tumbuhan penempel (epifit), jenis epifit yang ditemukan yaitu S.
polycistum serta mengukur suhu dan salinitas. Diperoleh suhu 26ºC dan
salinitas 30 ppt. Tumbuhan penempel (epifit) dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 10. Epifit polycistum. A) Kondisi basah; B) Pengambilan Epifit S.
polycystum
2. Pengontrolan kedua dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut-lumut
(Gambar 11A) pada pengontrolan kedua ini ditemukan ada salah satu rumput
laut yang terserang penyakit ice-ice (Gambar 11B). Serta dilakukan
pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt) (Gambar 11C). Pengontrolan
kedua dapat dilihat pada Gambar 11.
A BB
1 cm 1 cm
10
Gambar 9. Proses penanaman bibit rumput laut pada
lokasi budidaya
2.2.3. Monitoring
Monitoring atau pengontrolan dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu
pada hari Kamis dan Ahad, dengan membagi anggota atau mahasiswa menjadi 2
kelompok pengontrolan. Monitoring rumput laut yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
1. Pengontrolan pertama kegiatan yang dilakukan ialah membersihkan rumput
laut dari tumbuhan penempel (epifit), jenis epifit yang ditemukan yaitu S.
polycistum serta mengukur suhu dan salinitas. Diperoleh suhu 26ºC dan
salinitas 30 ppt. Tumbuhan penempel (epifit) dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 10. Epifit polycistum. A) Kondisi basah; B) Pengambilan Epifit S.
polycystum
2. Pengontrolan kedua dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut-lumut
(Gambar 11A) pada pengontrolan kedua ini ditemukan ada salah satu rumput
laut yang terserang penyakit ice-ice (Gambar 11B). Serta dilakukan
pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt) (Gambar 11C). Pengontrolan
kedua dapat dilihat pada Gambar 11.
A BB
1 cm 1 cm
11
Gambar 11. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel pada rumput laut
; B) Rumput laut terserang Ice-ice; C) Mengukur suhu
menggunakan thermometer
3. Pengontrolan ketiga melakukan pembersihan rumput laut, dan masih terdapat
rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu
(26ºC) dan salinitas (31 ppt). Pengontrolan ketiga dapat dilihat pada Gambar
12.
Gambar 11. Pengontrolan ketiga. A) Pembersihan rumput laut;B) Rumput
laut terserang Ice-Ice;C) Pengukuran suhu; D) Pengukuran
Salinitas
4. Pengontrolan keempat melakukan pembersihan rumput laut, dari epifit
(S. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dengan cara
menggoyang-goyangkan tali bentangan rumput laut.pada pengontrolan
keempat juga dilakukan pengukuran salinitas (30 ppt) dan masih ditemukan
rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice dapat dilihat pada Gambar 13.
A B
A B C
C
11
Gambar 11. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel pada rumput laut
; B) Rumput laut terserang Ice-ice; C) Mengukur suhu
menggunakan thermometer
3. Pengontrolan ketiga melakukan pembersihan rumput laut, dan masih terdapat
rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu
(26ºC) dan salinitas (31 ppt). Pengontrolan ketiga dapat dilihat pada Gambar
12.
Gambar 11. Pengontrolan ketiga. A) Pembersihan rumput laut;B) Rumput
laut terserang Ice-Ice;C) Pengukuran suhu; D) Pengukuran
Salinitas
4. Pengontrolan keempat melakukan pembersihan rumput laut, dari epifit
(S. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dengan cara
menggoyang-goyangkan tali bentangan rumput laut.pada pengontrolan
keempat juga dilakukan pengukuran salinitas (30 ppt) dan masih ditemukan
rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice dapat dilihat pada Gambar 13.
A B
A B C
C
11
Gambar 11. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel pada rumput laut
; B) Rumput laut terserang Ice-ice; C) Mengukur suhu
menggunakan thermometer
3. Pengontrolan ketiga melakukan pembersihan rumput laut, dan masih terdapat
rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu
(26ºC) dan salinitas (31 ppt). Pengontrolan ketiga dapat dilihat pada Gambar
12.
Gambar 11. Pengontrolan ketiga. A) Pembersihan rumput laut;B) Rumput
laut terserang Ice-Ice;C) Pengukuran suhu; D) Pengukuran
Salinitas
4. Pengontrolan keempat melakukan pembersihan rumput laut, dari epifit
(S. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dengan cara
menggoyang-goyangkan tali bentangan rumput laut.pada pengontrolan
keempat juga dilakukan pengukuran salinitas (30 ppt) dan masih ditemukan
rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice dapat dilihat pada Gambar 13.
A B
A B C
C
12
Gambar 13. Pengontrolan keempat
2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen
2.2.3.1 Tahap Pemanenan
1. Setelah melakukan monitoring selama 4 minggu, kegiatan selanjutnya pada
minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil
bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya pada tali induk yang
menggunakan perahu. Prosesnya ialah melepas tali ris pada tali induk dapat
dilihat pada Gambar 14A. Kemudian menarik tali ris dan dimasukan kedalam
perahu dapat dilihat pada Gambar 14B.
Gambar 14. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan tali rumput laut
pada tali induk; B) memanen bibit rumput laut kedalam perahu.
2. Menimbang hasil panen pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan
rumput laut dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut, dapat dilihat
pada Gambar 15.
A B
12
Gambar 13. Pengontrolan keempat
2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen
2.2.3.1 Tahap Pemanenan
1. Setelah melakukan monitoring selama 4 minggu, kegiatan selanjutnya pada
minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil
bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya pada tali induk yang
menggunakan perahu. Prosesnya ialah melepas tali ris pada tali induk dapat
dilihat pada Gambar 14A. Kemudian menarik tali ris dan dimasukan kedalam
perahu dapat dilihat pada Gambar 14B.
Gambar 14. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan tali rumput laut
pada tali induk; B) memanen bibit rumput laut kedalam perahu.
2. Menimbang hasil panen pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan
rumput laut dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut, dapat dilihat
pada Gambar 15.
A B
12
Gambar 13. Pengontrolan keempat
2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen
2.2.3.1 Tahap Pemanenan
1. Setelah melakukan monitoring selama 4 minggu, kegiatan selanjutnya pada
minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil
bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya pada tali induk yang
menggunakan perahu. Prosesnya ialah melepas tali ris pada tali induk dapat
dilihat pada Gambar 14A. Kemudian menarik tali ris dan dimasukan kedalam
perahu dapat dilihat pada Gambar 14B.
Gambar 14. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan tali rumput laut
pada tali induk; B) memanen bibit rumput laut kedalam perahu.
2. Menimbang hasil panen pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan
rumput laut dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut, dapat dilihat
pada Gambar 15.
A B
13
Gambar 15. Pemanenan rumput laut. A) Penimbangan rumput laut secara
keseluruhan menggunakan timbangan gantung; B) Dokumentasi
bersama kelompok 2
3. Melakukan penimbangan berat basah rumput laut dengan bobot awal
pemeliharaan 10 g pada saat akan melakukan penanaman menggunakan
timbangan digital dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Penimbangan berat basah rumputlaut
A B
13
Gambar 15. Pemanenan rumput laut. A) Penimbangan rumput laut secara
keseluruhan menggunakan timbangan gantung; B) Dokumentasi
bersama kelompok 2
3. Melakukan penimbangan berat basah rumput laut dengan bobot awal
pemeliharaan 10 g pada saat akan melakukan penanaman menggunakan
timbangan digital dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Penimbangan berat basah rumputlaut
A B
13
Gambar 15. Pemanenan rumput laut. A) Penimbangan rumput laut secara
keseluruhan menggunakan timbangan gantung; B) Dokumentasi
bersama kelompok 2
3. Melakukan penimbangan berat basah rumput laut dengan bobot awal
pemeliharaan 10 g pada saat akan melakukan penanaman menggunakan
timbangan digital dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Penimbangan berat basah rumputlaut
A B
14
2.2.3.2 Tahap Pasca Panen
Pengeringan atau penjemuran rumput laut dilakukan menggunakan metode
gantung (hanging method) dapat dilihat pada Gambar 17
Gambar 17. Pengeringan rumput laut dengan metode gantung
Penjemuran dilakukan menggunakan kayu balok berukuran kecil yang
disimpan pada tangkai pohon sehingga membentuk tempat penjemuran untuk
menjemur rumput laut. Penjemuran ini dilakukan selama 2-3 hari apabila cuaca
cerah (tidak hujan), tetapi saat penjemuran yang dilakukan cuaca kurang
mendukung sehingga proses penjemuran memakan waktu sampai 7 hari.
2.3 Parameter yang Diamati
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian dapat dilihat
berdasarkan Young et al. (2013) sebagai berikut.
LPH =
Wt
W0
1
t
-1×100%
Keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/Hari)
Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (g)
T = Waktu Pemeliharaan (hari)
14
2.2.3.2 Tahap Pasca Panen
Pengeringan atau penjemuran rumput laut dilakukan menggunakan metode
gantung (hanging method) dapat dilihat pada Gambar 17
Gambar 17. Pengeringan rumput laut dengan metode gantung
Penjemuran dilakukan menggunakan kayu balok berukuran kecil yang
disimpan pada tangkai pohon sehingga membentuk tempat penjemuran untuk
menjemur rumput laut. Penjemuran ini dilakukan selama 2-3 hari apabila cuaca
cerah (tidak hujan), tetapi saat penjemuran yang dilakukan cuaca kurang
mendukung sehingga proses penjemuran memakan waktu sampai 7 hari.
2.3 Parameter yang Diamati
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian dapat dilihat
berdasarkan Young et al. (2013) sebagai berikut.
LPH =
Wt
W0
1
t
-1×100%
Keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/Hari)
Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (g)
T = Waktu Pemeliharaan (hari)
14
2.2.3.2 Tahap Pasca Panen
Pengeringan atau penjemuran rumput laut dilakukan menggunakan metode
gantung (hanging method) dapat dilihat pada Gambar 17
Gambar 17. Pengeringan rumput laut dengan metode gantung
Penjemuran dilakukan menggunakan kayu balok berukuran kecil yang
disimpan pada tangkai pohon sehingga membentuk tempat penjemuran untuk
menjemur rumput laut. Penjemuran ini dilakukan selama 2-3 hari apabila cuaca
cerah (tidak hujan), tetapi saat penjemuran yang dilakukan cuaca kurang
mendukung sehingga proses penjemuran memakan waktu sampai 7 hari.
2.3 Parameter yang Diamati
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian dapat dilihat
berdasarkan Young et al. (2013) sebagai berikut.
LPH =
Wt
W0
1
t
-1×100%
Keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/Hari)
Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (g)
T = Waktu Pemeliharaan (hari)
15
2.3.2 Hama dan Penyakit Rumput Laut
Pengontrolan yang dilakukan pada praktikum ini adalah selama 35 hari
dengan pengontrolan yang dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu hama
dan penyakit yang ditemukan selama kegiatan pengontrolan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Table 3. Hama dan Penyakit pada Rumput Laut
No Hama dan Penyakit Status
1 Sargassum polycystum Hama
2 Ice- ice Penyakit
2.3.3 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur dalam proses PKL-MAL ini adalah
suhu dan salinitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL
No. Parameter Alat Waktu Pengukuran
1 Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
16
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH) dan Pembanding
Rasio Berat Kering : Berat Basah
Hasil pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Praktikum PKL- MAL
selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. LPH Rumput Laut Hasil Budidaya
Penimban
gan
W0
(berat awal)
(g)
Wt
(berat
basah)
(g)
Wt
(berat
kering)
(g)
LPS
(%/hari±SD)
Rasio Berat
Kering:Berat
basah
Individu
Rumpun
1 10 36 7 3.72 1 : 5,14
2 10 37 8 3.80 1 : 4,63
3 10 34 6 3.55 1 : 5,67
4 10 32 7 3.37 1 : 4,57
5 10 31 7 3.28 1 : 4,43
6 10 32 6 3.37 1 : 5,33
7 10 32 6 3.37 1 : 5,33
Jumlah 33,4 6,71 3,50±0.19 1 : 5,01
Keterangan :W0 = berat awal, Wt = berat basah dan berat kering
LPH K. alvarezii selama masa pemeliharaan 35 hari memperoleh hasil
yaitu 3,50±0,19%/day dengan rasio perbandingan berat basah: berat kering 1:
5,01.
3.1.2. Parameter Pengukuran Kualitas Air
Proses pengamatan parameter kualitas air dilakukan setiap minggu pada
rumput laut K. alvarezii. Suhu yang berada dilokasi PKL budidaya K. alvarezii,
berkisar antara 28-310
C dan salinitas berkisar antara 31-33 ppt. Hasil pengukuran
dapat dilihat pada Table 5.
17
Tabel 5. Hasil pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan
Waktu. Monitoring Suhu (0
C) Salinitas (ppt)
26/04/2018. 1 31 33
10/05/2018. 2 30 31
17/05.2018. 3 32 32
24/04/2018. 4 28 31
20/05/2018. Pemaneman 28 32
3.1.3. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Hama dan penyakit merupakan salah satu organisme pengganggu yang
seringkali terdapat atau menyerang rumput laut yang telah dibudidayakan dan
dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Dalam praktikum ini hama dan
penyakit yang ditemukan yaitu S. polycystum dan penyakit Ice-ice. Dalam
praktikum ini Selain epifit S. polycystum, ada salah satu rumput laut yang
terserang penyakit Ice-ice. Munculnya hama dan penyakit yang menyerang
rumput laut di duga karena kondsi cuaca yang cukup ekstrim seperti curah hujan
yang tinggi.
3.1.4. Hasil Pasca Panen dan Pemasaran
Penjemuran rumput laut dilakukan dengan cara digantung. Keunggulan
dari metode gantung ini yaitu rumput laut akan cepat kering dan menghasilkan
rumput laut yang berkualitas. Rumput laut yang kering dengan baik akan
berwarna merah kecoklatan dan jika digenggam maka akan terasa keras. Namun
rumput laut yang tidak kering dengan baik maka akan berwarna pucat dan bila
digenggam akan terasa lembab (Gambar 13)
18
Gambar 13. Penanganan pasca panen. A) Kualitas rumput laut jelek ;B) Kualitas
rumput laut bagus ;C) Penimbangan rumput laut kering
4.1. Pembahasan
4.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii
Rumput laut K. alvarezii dipelihara selama 35 hari pada bulan April-Juni
2018. Aslan et al., (2015) menyatakan bahwa siklus penanaman rumput laut dapat
dilakukan selama 30-90 hari dan 30-50 hari untuk K. alvarezii dan E.
denticulatum. Hasil LPH yang diperoleh selama masa budidaya yaitu
3.50±0,19%/hari (Tabel 3). Hal ini tidak berarti rumput laut mengalami
pertumbuhan yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Taridisan (2007) bahwa,
pertumbuhan yang baik dapat diukur dengan melihat laju pertumbuhannya. Laju
pertumbuhan lebih dari 3% per hari merupakan pertumbuhan yang baik akan
tetapi pertumbuhan tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya oleh Rama et al., (2017) yang mendapatkan LPH 4,6%.
Hasil ini juga lebih rendah di bandingkan dengan LPH yang diperoleh Santi
(2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini diakibatkan oleh penetrasi cahaya matahari
karena kedalaman perairan, dan adanya pergerakan arus yang disebabkan oleh
cuaca buruk. Selain itu juga diakibatkan karena dipicu oleh kesalahan dan
pengontrolan yang dilakukan selama budidaya yang kurang baik dan juga
dipengaruhi oleh hama dan penyakit yang menempel pada rumput laut pada saat
budidaya. pertumbuhan yang baik diperoleh Santi (2018) lebih tinggi kerena
dipengaruhi oleh penambahan pelampung pada tali bibit sehingga dapat memicu
A B C
1 cm 1 cm
18
Gambar 13. Penanganan pasca panen. A) Kualitas rumput laut jelek ;B) Kualitas
rumput laut bagus ;C) Penimbangan rumput laut kering
4.1. Pembahasan
4.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii
Rumput laut K. alvarezii dipelihara selama 35 hari pada bulan April-Juni
2018. Aslan et al., (2015) menyatakan bahwa siklus penanaman rumput laut dapat
dilakukan selama 30-90 hari dan 30-50 hari untuk K. alvarezii dan E.
denticulatum. Hasil LPH yang diperoleh selama masa budidaya yaitu
3.50±0,19%/hari (Tabel 3). Hal ini tidak berarti rumput laut mengalami
pertumbuhan yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Taridisan (2007) bahwa,
pertumbuhan yang baik dapat diukur dengan melihat laju pertumbuhannya. Laju
pertumbuhan lebih dari 3% per hari merupakan pertumbuhan yang baik akan
tetapi pertumbuhan tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya oleh Rama et al., (2017) yang mendapatkan LPH 4,6%.
Hasil ini juga lebih rendah di bandingkan dengan LPH yang diperoleh Santi
(2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini diakibatkan oleh penetrasi cahaya matahari
karena kedalaman perairan, dan adanya pergerakan arus yang disebabkan oleh
cuaca buruk. Selain itu juga diakibatkan karena dipicu oleh kesalahan dan
pengontrolan yang dilakukan selama budidaya yang kurang baik dan juga
dipengaruhi oleh hama dan penyakit yang menempel pada rumput laut pada saat
budidaya. pertumbuhan yang baik diperoleh Santi (2018) lebih tinggi kerena
dipengaruhi oleh penambahan pelampung pada tali bibit sehingga dapat memicu
A B C
1 cm 1 cm
18
Gambar 13. Penanganan pasca panen. A) Kualitas rumput laut jelek ;B) Kualitas
rumput laut bagus ;C) Penimbangan rumput laut kering
4.1. Pembahasan
4.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii
Rumput laut K. alvarezii dipelihara selama 35 hari pada bulan April-Juni
2018. Aslan et al., (2015) menyatakan bahwa siklus penanaman rumput laut dapat
dilakukan selama 30-90 hari dan 30-50 hari untuk K. alvarezii dan E.
denticulatum. Hasil LPH yang diperoleh selama masa budidaya yaitu
3.50±0,19%/hari (Tabel 3). Hal ini tidak berarti rumput laut mengalami
pertumbuhan yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Taridisan (2007) bahwa,
pertumbuhan yang baik dapat diukur dengan melihat laju pertumbuhannya. Laju
pertumbuhan lebih dari 3% per hari merupakan pertumbuhan yang baik akan
tetapi pertumbuhan tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya oleh Rama et al., (2017) yang mendapatkan LPH 4,6%.
Hasil ini juga lebih rendah di bandingkan dengan LPH yang diperoleh Santi
(2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini diakibatkan oleh penetrasi cahaya matahari
karena kedalaman perairan, dan adanya pergerakan arus yang disebabkan oleh
cuaca buruk. Selain itu juga diakibatkan karena dipicu oleh kesalahan dan
pengontrolan yang dilakukan selama budidaya yang kurang baik dan juga
dipengaruhi oleh hama dan penyakit yang menempel pada rumput laut pada saat
budidaya. pertumbuhan yang baik diperoleh Santi (2018) lebih tinggi kerena
dipengaruhi oleh penambahan pelampung pada tali bibit sehingga dapat memicu
A B C
1 cm 1 cm
19
pertumbuhan dan kualitas rumput laut yang baik. Akan tetapi Rahman dan Sarita
(2011) mengatakan bahwa laju pertumbuhan E. spinosum, E. striatum, lebih dari
3% per hari sudah menguntungkan.
Bibit yang digunakan yaitu bibit hasil kultur jaringan yang diperoleh dari
nelayan setempat yang telah dibudidaya sebelumnya selama 26-28 hari. Berat
bibit yang digunakan dalam PKL ini seberat 10 g. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Aslan et al., (2014) bahwa, berat bibit 10 g pada hari ke 9 dapat
menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 8,62%/hari. Metode budidaya yang
digunakan yaitu metode longline. Metode ini paling banyak digunakan oleh
nelayan budidaya karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi, biaya yang
dikeluarkan pun relatif murah.
Jarak tanam yang digunakan dalam PKL budidaya rumput laut ini yaitu 10
cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan et al., (2015) jarak tanam antara bibit
dengan bibit yang lainnya yaitu 0.19 (0.1-0.2) dan (0.1-2.5). Jarak tanam
merupakan salah satu faktor teknis yang mempengaruhi pertumbuhan rumputl laut
karena hubungannya dengan penyerapan unsur hara. Selain itu, berdasarkan hasil
penelitian Tiar (2012) yang mengatakan bahwa, perbedaan jarak tanam rumput
laut pada metode longline memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
mutlak, laju pertumbuhan harian dan kadar karagenan rumput laut.
4.1.2. Parameter Kualitas Air
Selain melakukan pengontrolan rumput laut setiap minggu, dilakukan pula
pengukuran parameter kualitas air yaitu salinitas dan suhu, karena rumput laut
tidak terlepas dari pengaruh faktor dalam maupun faktor dari luar. Gambaran
tentang biofisik air laut penting diketahui karena dapat mempengaruhi
perkembangan rumput laut. Faktor luar yang mempengaruhi perkembangan
rumput laut adalah faktor fisika, kimia dan biologi perairan.
Pengukuran kualitas air pada PKL dilakukan untuk mengetahui kisaran
kualitas air yang ditolerir dan dapat mendukung kehidupan dan pertumbuhan
rumput laut. Dari hasil pengukuran kualitas air, diperoleh salinitas berkisar antara
31-33 ppt. Kisaran salinitas yang diperoleh di lokasi PKL sudah optimal untuk
20
pertumbuhan rumput laut, hal ini sesuai dengan pernyataan Arisandi dkk. (2011)
yang menyatakan bahwa, salinitas yang baik untuk pertumbuhan rumput laut
berkisar 32-34 ppm. Sedangkan suhu berkisar antara 28-310
C. Kisaran suhu yang
diperoleh di lokasi PKL terbilang tinggi namun masih dapat ditolelir oleh rumput
laut. Anggadiredja dkk. (2006) juga menyatakan bahwa suhu air yang optimal
disekitar tanaman rumput laut (Eucheuma cottonii) berkisar antara 26–300
C. Suhu
yang optimal meningkatkan proses penyerapan nutrien sehingga mempercepat
pertumbuhan rumput laut karena akan memberikan kelancaran dan kemudahan
dalam metabolisme (Effendi, 2003).
4.1.3. Hama dan Penyakit
Pengontrolan yang dilakukan pada praktikum ini adalah selama 35 hari
dengan pengontrolan yang dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu diperoleh
hama rumput laut yaitu tumbuhan penempel (epifit) S. polycystum. dan penyakit
yang menyerang rumput laut adalah penyakit Ice-ice. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Rahman dkk (2015), bahwa jika ditemukan sampah-sampah yang
tersangkut di tali ris berupa sampah organik atau sampah plastik, maka
pembudidaya harus membersihkannya. Sampah organik berupa lamun yang telah
mati dapat menjadi perantara dalam membawa kompetitor atau penyakit dari
dasar perairan. Pada musim panas yang terjadi pada bulan Mei hingga bulan
Agustus rumput laut sering diserang penyakit ice-ice, sedangkan pada musim
hujan rumput laut tampak pucat dan pertumbuhan thallus menjadi lambat.
Hama dan penyakit yang menyerang rumput laut ditangani dengan proses
pembersihan yang dilakukan setiap minggu. Hama dan penyakit jenis ini dapat
menyebabkan kerusakan thallus melalui infeksi bakteri skunder. Terjadi peristiwa
berkembangnya jumlah epifit di Malaysia, Indonesia dan Filipina telah
mengakibatkan penurunan produksi dan biomassa yang serius dan penurunan
kualitas karageenan yang serius (Variappan et al, 2006).
21
4.1.4. Pasca Panen
Rumput laut K. alvarezii yang telah dipanen selanjutnya dilakukan proses
pengeringan/penjemuran. Pengeringan/penjemuran dilakukan dengan cara rumput
laut K. alvarezii digantung, hal ini dilakukan karena untuk mempercepat proses
pengeringan serta mendapatkan kualitas rumput laut yang baik (Gambar 11). Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ling et al.,(2015) yang mengatakan bahwa, metode
penjemuran dengan cara digantung lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
metode penjemuran matahari langsung. Rumput laut yang berkualitas buruk
diperoleh dalam PKL ini karena setelah panen rumput laut tidak langsung dijemur
melainkan didiamkan beberapa hari, selain itu hujan juga menjadi penghambat
keringnya rumput laut pada saat penjemuran. Sehingga warna dari rumput laut
agak pucat. Aslan (2011) juga menyatakan bahwa kualitas rumput laut kering
kurang baik karena panen rumput laut dilakukan kurang dari 45 hari, kadar air
yang masih tinggi, mencampur produk rumput laut kering dengan jenis rumput
laut lain atau proses pengeringan dan penyimpanan pasca pengeringan yang
belum memenuhi standar.
Sedangkan menurut Tamaheang dkk (2017) metode pengeringan dengan
sinar matahari, menunjukkan hasil yang memenuhi standar yaitu pada uji
karbohidrat dan serat kasar, ditandai dengan warna merah dan tidak pucat. Hal ini
juga disebabkan pengaruh rumput laut yang umur panennya sudah sekitar 2 bulan
4.1.5. Pemasaran
Rumput laut yang telah siap untuk dipasarkan kemudian dibawa ke tempat
penimbangan atau pengumpul hasil-hasil tangkapan laut yang berlokasi di
Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah rumput laut ditimbang didapatkan hasil
penimbangan untuk setiap kelompok dijual dengan harga Rp. 18.000 per kg.
Harga jual dari rumput laut ini cenderung lebih tinggi dibandingkan harga jual
tahun sebelunya. Menurut Setyaningsih dkk (2012), rumput laut basah14.792 kg
kemudian dikeringkan selama 3-4 menjadi 1,286 kg rumput laut kering. Harga
Rumput laut di tingkat pembudi daya untuk rumput laut basah Rp1.059 per kg dan
harga Rumput laut kering Rp9.324 per kg.
22
I. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil PKL yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa rumput laut yang dibudidayakan selama 35 hari dengan metode longline
memiliki pertumbuhan yang baik dengan hasil perhitungan LPH sebesar 3,50±0,
19%/hari, dan rasio kering: berat basah adalah 1:5,01, sedangkan LPH yang
diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu 4,6 % LPH ini lebih tinggi di
bandingkan dengan LPH yang diperoleh dari PKL-MAL ini.
Kualitas air yang diperoleh selama praktikum dengan salinitas antara 31-
33 ppt dan suhu antara 28-31 0
C. Epifit yang ditemukan pada tali rumput laut
yang dibudidayakan adalah S. polycystum serta penyakit yang menyerang rumput
laut adalah penyakit ice-ice. Rumput laut di jual dengan harga Rp. 18.000 per kg
B. Saran
Praktek kerja lapang untuk selanjutnya sebaiknya dapat dilakukan pada
lokasi yang baik. PKL ini sebaiknya dilaksanakan dengan baik khususnya saat
monitoring dan dilakukan pengecekan kualitas air yang sesuai.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H dan Sri I.,2006. Rumput Laut
Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan.
Penebar Swadaya, Jakarta. 274 hal.
Akuakultur Indonesia. 2016. Program Prioritas untuk Mendongkrak Produksi.
Tabloid Dwi Bulanan Perikanan Budidaya. 23: 7 hal.
Albasri, H., Iba, W., Aslan, L.O.M., Geoley, G., Silva, D.S. 2010. Mapping of
Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “Potential, Current
and Future Status”. Indonesian Aquaculture Journal. 5 : 173-185.
Arisandi, A., Marsoedi., Nursyam, H., Sartimbul, A. 2011. Pengaruh Salinitas
yang Berbeda terhadap Morfologi, Ukuran dan Jumlah Sel, Pertumbuhan
Serta Rendemen Karaginan Kappaphycus alvarezii. Ilmu Kelautan
16:143–150.
Aslan, L.O.M., 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besardalam Bidang
Budidaya Perairan. disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka Luar
BiasaUniversitas Haluoleo Tanggal 22 Januari 2011.
Aslan, L.O.M., Hutauruk, H., Zulham, A., Effendy, I., Atid, M., Phillips, M.,
Olsen, L., Larkin, B., Silva, S.S.D., Gooley, G. 2008. Mariculture
Development Opportunities in SE Sulawesi. Indonesia. Aquac. Asia
13: 36-41.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D.
2015. Mariculture in SE Sulawesi, Indonesia: Culture Practices and The
Socioeconomic Aspects of The Major Commodities. Ocean & Coastal
Management: 116 : 44-57.
Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan.
Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No.1. FPIK-UHO. Kendari.
Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Legit, D., Yusnaeni. 2014a. Growth Carrageenan
Yield of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) from Tissue
Culture Seedlings using Different Planting Distances. Poster Session.
AOAIS 3rd
Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-20 November
14. Daejeon, Korea.
Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Samuria, S.S., Hamzah, M. 2014b. Effects of
Different Initial Wet Weight on Growth and Carrageenan Yield of
Kappaphycus alvarezii Cultivated using Tissue-Cultured Seedlings.
Poster Session. AOAIS 3rd
Asian Oceania Algae Innovation Summit.
17-20 November 14. Daejeon, Korea.
Asni A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten
Bantaeng. 5: 140–153 hal.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.Kanisisus. Yogyakarta. 258 Hal.
Fadilah, S. 2015. Teknologi Produksi Bibit Rumput Laut Gracilaria Gigas
dengan MetodeKultur Jaringan. Penerbit:Loka Penelitian dan
24
Pengembangan Budidaya Rumput Laut. Pelabuhan Etalase Perikanan,
Desa Tabulo Selatan. 1-3 Hal.
FAO. 2014. The State of World Fisheries and Aquaculture: Opportunitiesand
Challenges. Food and Agriculture Organization of the UnitedNations,
Rome, pp 240.
Iksan, K. H. 2005. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut (Eucheuma
cattonii), dan kandungan Karaginan pada berbagai Bobot Bibit dan
AsalThallus di perairan desa Guraping Oba Maluku Utara. Tesis
(tidakdipublukasikan). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Ling, A. L. M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M. F. A. 2015. Effect of Different
Driying Techniques on The Phytochemical Content and Antioxidant
Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol DOI 27: 1717-1723.
10.1007/s10811-014-0467-3.
Parenrengi, A.,E. Suryati, dan Rachmansyah, 2007.Penyedian Benih dalam
Menunjang Kebun Bibitdan Budidaya Rumput Laut, Kappaphycus Sp.
Makalah Disampaikan pada Simposium Nasional Riset Kelautan dan
Perikanan, Jakarta.
Rahman, A. dan Sarita, A.H. 2011. Studi Pertumbuhan Varietas Rumput Laut
yang dibudidayakan
secara Vertikultur.Laporan Penelitian Hibah Kompetensi, Universitas Halu Oleo.
Kendari. Hal 28-29.
Sahrir, W.I., Aslan, L.O.M., Bolu, L.O.R., Gooley, G.J., Ingram, B.A., Silva,
S.S.D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia.
General Considerations. Aquac. Asia 19 (1) : 14-19.
Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumputlaut Eucheuma cottonii Weber
Van Bossedengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Beg)Model Cidaun.
Buletin Oseanografi Marina. 1:36–44 hal.
Sulistiani, E., dan Yani, S.A. 2015. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotoni
(Kappaphycus alvarezii). Seameo Biotrop. Bogor. 128 hal.
Susanto, A.B., Limantara, L., dan Pangestuti, R. 2007. Prospek Pengembangan
Rumput Laut di Indonesia. Prosiding pengembangan Teknologi
Budidaya Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal
7-19.
Taridisan, S.R.. 2007. Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) yang
Dibudidayakan dengan Jarak Ikat dan Berat Awal yang Berbedadi
Perairan Salibabu Kecamatan lirung Selatan Kabupaten Kepulauan
Talaud. Skripsi Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Samratulangi.Manado. 58 Hal.
Tiar. S.2012. Pengaruh Jarak Tanam yang Berbeda terhadap Pertumbuhan
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)Strain Coklat melalui Seleksi
KlonMenggunakan Metode LonglinePeriode I dan II. Fakultas Perikanan
danIlmu Kelautan Universitas Halu Oleo.Kendari.
Yong, Y.S., Yong, W.T.L., Thien, V.Y., Ng, S.N., Anton. 2013. Analysis of
Formulae for Determination of Seaweed Growth Rate. J Appl Phycol 25
:1831-1824. DOI 10. 1007/s 10811-014-0289-3.
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

More Related Content

What's hot

Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautaryati97
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Hasriani Anastasya
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019Ani Febriani
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautriasniaudin24
 
Uswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanahUswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanahyogisaka1
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Azlan Azlan
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Saniati Goa
 
pembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritimpembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritimfendhik
 
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...Repository Ipb
 
Kritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTB
Kritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTBKritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTB
Kritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTBguest627cf8
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Sahira Sahira
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Sabarudin saba
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...rama bdpuho
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017rama BDP
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017Jeslin Jes
 
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...Herry Rachmat Safi'i
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Hartina Iyen
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraAndi Asfian
 

What's hot (20)

Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Uswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanahUswaton%20 khasanah
Uswaton%20 khasanah
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018
 
Proposal Skripsi
Proposal SkripsiProposal Skripsi
Proposal Skripsi
 
Skripsi lengkap
Skripsi lengkapSkripsi lengkap
Skripsi lengkap
 
pembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritimpembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritim
 
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
EFEK BRACHlARlA, MIKORlZA, DAN KOMPOS JERAMI PADI DIPERKAYA KALIUM TERHADAP M...
 
Kritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTB
Kritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTBKritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTB
Kritisi Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) di Provinsi NTB
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
 
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputra
 

Similar to Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline

Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...arif sabarno
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...BdpWinarti
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Putri Didyawati
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonNovaIndriana
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT lala arf
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018restii_sulaida
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Muhammad Arif
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...sadaria bdp
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019hasni
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTLAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTSalbiaBia
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...Ahmad Alwhy
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)AzukaYuukanna1
 
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Nova Ainayah Prity
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNovaIndriana
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018yulina096
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...enda ganteng
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Andinursaban
 
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineRumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineUniversitas Halu Oleo
 

Similar to Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline (20)

Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTLAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Menggunakan Bibit Hasil Kul...
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
 
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan mal
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineRumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
 

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline

  • 1. LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeac) dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke 11) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta, Solieriaceae)UsingLongline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District,South East (SE) Sulawesi (Monitoring Of The Second Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : SUKMAWATI I1A2 14 035 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeac) dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke 11) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta, Solieriaceae)UsingLongline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District,South East (SE) Sulawesi (Monitoring Of The Second Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : SUKMAWATI I1A2 14 035 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeac) dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke 11) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta, Solieriaceae)UsingLongline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District,South East (SE) Sulawesi (Monitoring Of The Second Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : SUKMAWATI I1A2 14 035 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018
  • 2. Judul Laporan Lengkap Narna Stambuk Kelompok Jurusan IIALAMAN PENGESAHAN Budidaya Rumput Laut Kappaplrye^ alvurezii (Rhodophyta, Soliericeaetsengan Metode LonglineMenggunakan Bibit Hasil Kultur Jdringan di Porairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatm Provinsi Sulawesi Tenggaf4 (Monitofing Tahun Kedua) Sebagai Selah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Sukmawati ilaz r+ ots fu pua; Budidaya Perairau Laporan Lengkap ini Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh : Mengetahui Dosen Kocrdinator Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut*--71 *a.,c r/O/*u l-tlr 12lLProf. Dr. lr. La Ode Muh. A"lan. M.Sc NIP. 1966 tzto $sms Kemdari. Juli 201& Tanggal Pengesahan
  • 3. iii RIWAYAT HIDUP PENULIS Sukmawati, dilahirkan pada tanggal 16Agustus 1996, merupakan anak ketigadari 5 bersaudara dari pasangan Syamsul T.P dan Darna. Penulis memulai karir sebagai seorang pelajar pada tahun 2002 di SDN 13 Barugadan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MTSN1Kendaridan lulus pada tahun 2011. Kemudian ditahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1 Kendaridan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi, dan saat ini telah diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.Selama pendidikan Penulis aktif dalam organisasi HMJ sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan tahun 2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah karya pertama berupa terjemahan penelitian ilmiah berjudul “An Appracial On Commercial Farming Of Kappaphycus Alvarezii In India: Success In Diversivication Of Livelihood And Prospects”.( Petani Komersil Di India Menilai Kappaphycus Alvarezii Sukses Di Dersivikasi Sebagai Prospek Dan Mata Pencarian ) Yang ditulis oleh Vaibhav A. mantri1,2,3 . K. Eswaran2,3, . M. Shanmugam4 . M. Ganesan2,3. . V. Veeragurunathan2,3 . S. Thiruppathi1 J Appl Phycol (2016) DOI 10. 1007/s10811-016- 0948-7. Yang diterbitkan langsung oleh Springer Science+Bussines Media Dordrectht. iii RIWAYAT HIDUP PENULIS Sukmawati, dilahirkan pada tanggal 16Agustus 1996, merupakan anak ketigadari 5 bersaudara dari pasangan Syamsul T.P dan Darna. Penulis memulai karir sebagai seorang pelajar pada tahun 2002 di SDN 13 Barugadan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MTSN1Kendaridan lulus pada tahun 2011. Kemudian ditahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1 Kendaridan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi, dan saat ini telah diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.Selama pendidikan Penulis aktif dalam organisasi HMJ sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan tahun 2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah karya pertama berupa terjemahan penelitian ilmiah berjudul “An Appracial On Commercial Farming Of Kappaphycus Alvarezii In India: Success In Diversivication Of Livelihood And Prospects”.( Petani Komersil Di India Menilai Kappaphycus Alvarezii Sukses Di Dersivikasi Sebagai Prospek Dan Mata Pencarian ) Yang ditulis oleh Vaibhav A. mantri1,2,3 . K. Eswaran2,3, . M. Shanmugam4 . M. Ganesan2,3. . V. Veeragurunathan2,3 . S. Thiruppathi1 J Appl Phycol (2016) DOI 10. 1007/s10811-016- 0948-7. Yang diterbitkan langsung oleh Springer Science+Bussines Media Dordrectht. iii RIWAYAT HIDUP PENULIS Sukmawati, dilahirkan pada tanggal 16Agustus 1996, merupakan anak ketigadari 5 bersaudara dari pasangan Syamsul T.P dan Darna. Penulis memulai karir sebagai seorang pelajar pada tahun 2002 di SDN 13 Barugadan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MTSN1Kendaridan lulus pada tahun 2011. Kemudian ditahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1 Kendaridan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi, dan saat ini telah diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.Selama pendidikan Penulis aktif dalam organisasi HMJ sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan tahun 2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah karya pertama berupa terjemahan penelitian ilmiah berjudul “An Appracial On Commercial Farming Of Kappaphycus Alvarezii In India: Success In Diversivication Of Livelihood And Prospects”.( Petani Komersil Di India Menilai Kappaphycus Alvarezii Sukses Di Dersivikasi Sebagai Prospek Dan Mata Pencarian ) Yang ditulis oleh Vaibhav A. mantri1,2,3 . K. Eswaran2,3, . M. Shanmugam4 . M. Ganesan2,3. . V. Veeragurunathan2,3 . S. Thiruppathi1 J Appl Phycol (2016) DOI 10. 1007/s10811-016- 0948-7. Yang diterbitkan langsung oleh Springer Science+Bussines Media Dordrectht.
  • 4. iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadiratAllah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut “Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara”. Laporan PKL ini disusun sebagai pelengkap PKL yang telah dilaksanakan selama 3 bulan di Perairan Desa Bungin Permasi dan tempat pengepul hasil laut yang ada di Kendari Sulawesi Tenggara. Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc yang telah membimbing kami termasuk dalam pembuatan blog dan pemostingan laporan PKL diblog serta Asisten PKL Armin, S.Pi. yang telah membimbing kami selama PKL. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Kendari, Juli 2018 Penulis
  • 5. v Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara ABSTRAK Rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Praktek Kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara selama 35 hari, yang meliputi beberapa kegiatan mulai dari asistensi PKL, tahap persiapan, pengikatan bibit, penanaman, monitoring, panen dan pasca panen. Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari tanaman pengganggu seperti epifit jenis Sargassum polycystum dan Hypnea musciformis. Bibit yang digunakan dalam PKL ini adalah bibit hasil kultur jaringan (mikropropagasi) dengan berat 10 g, dan jarak tanam 10 cm. Metode yang digunakan adalah metode longline, Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama PKL yaitu 3,50±0,19/hari dan rasio berat kering: berat basah yaitu 1:5,01. Parameter kualitas air yang diperoleh selama PKL seperti suhu berkisar antara 28-31 ºC dan salinitas berkisar 31-33 ppt. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yaitu Rp 18.000/kg. Kata Kunci : Rumput laut Kappaphycus alvarezii, Kultur Jaringan, Laju Pertumbuhan Harian
  • 6. vi Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii(Rhodophyta, Solieriaceae) UsingLongline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Subdistrict, South East (SE) Sulawesi ABSTRACT Seaweed Kappaphycus alvarezii is a commodity with high economic value. Field Work Practice (FWP) of mariculture management was done in Bungin Permai Village, Tinanggea Subdistrict, South Konawe District, SE Sulawesi for 3 months, covering several activities ranging from FWP assistance, preparation phase, tying of seedlings, planting, monitoring, harvesting and post harvest. Monitoring was done twice a week to clean the seaweed from epiphytes such as Sargassum polychystum and Hypnea musciformis. Seedlings used in thisFWP were tissue-cultured or micropropagated seedlings.Wet weight of each seedlings was 10 g, and it was planted in10 cm planting distance. The cultivation method used was the longline method. From this FWP, it was found that Specific Growth Rate (SGR) of K. alvarezii was 3.50±0,19/day and the ratio of dried weight: wet weight is 1:5,01. Water quality parameters obtained during this FWP such as temperatures was 28-31 ºC and salinity 31-33 ppt. Seaweed market price of K. alvareziiwas Rp 18,000/ kg. Keywords: Seaweed Kappaphycus alvarezii, Tissue Culture, micropropagated seedlings, SGR
  • 7. vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii RIWAYAT HIDUP..................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv ABSTRAK.................................................................................................. v DAFTAR ISI............................................................................................... vi DAFTAR TABEL....................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah........................................................................ 3 C. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 4 II. METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat....................................................................... 5 B. Alat dan Bahan............................................................................. 5 C. Prosedur Kerja.............................................................................. 6 D. Parameter yang Diamati............................................................... 13 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ............................................................................................. 15 B. Pembahasan.................................................................................. 20 IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ...................................................................................... 25 B. Saran............................................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA
  • 8. viii DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 1 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Praktikum ...................... 5 2 Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air selama Pemeliharaan . 16 3 Data Hasil Laju Pertumbuhan Harian (LPH)................................ 16
  • 9. ix DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1 Alat Pemintal Tali Rumput Laut ................................................ 7 2 Pengerjaan Tali Rumput Laut..................................................... 7 3 Bibit Hasil Kultur Jaringan......................................................... 8 4 Penimbangan Bibit Rumput Laut K. alvarezii ........................... 9 5 Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut ....................................... 9 6 Jarak Tanam Bibit Rumput Laut ............................................... 10 7 Penanaman Bibit Rumput Laut .................................................. 10 8 Membersihkan Rumput Laut...................................................... 11 9 Proses Pemanenan Rumput Laut................................................ 12 10 Proses Pasca Panen..................................................................... 13 11 Desa Bungin Permai................................................................... 15 12 Hasil Monitoring Rumput Laut .................................................. 19 13 Hasil Penjemuran Rumput Laut ................................................. 20
  • 10. 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan produksi rumput laut di dunia yang dibudidayakan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2000-2012 di Asia Tenggara seperti di Indonesia, China, dan Filipina (FAO, 2014). Produksi budidaya rumput laut Indonesia pada tahun 2016 mencapai 11 juta ton. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2016) menargetkan angka produksi budidaya rumput lautpada tahun 2017 akan mencapai 12-13 juta ton (Akuakultur Indonesia, 2016). Di Indonesia khususnya Sulawesi Tenggara sektor budidaya laut telah berkembang pesat. Budidaya rumput laut merupakan aktivitas budidaya laut yang telah berkembang pada setiap kabupaten/kota se Provinsi Sultra (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015). Produksi utama rumput laut di Sulawesi Tenggara (Sultra) sampai saat ini (>85%) didominasi oleh budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum, yang sebagian besar menyuplai permintaan pasar global untuk bahan baku (Sahrir, et al., 2014). Menurut Susanto dkk. (2007), kebutuhan dunia akan rumput laut jenis K. alvarezii adalah sepuluh kali lipat dari persediaan alaminya yang ada di dunia. Permintaan ini menunjukkan bahwa rumput laut Indonesia cukup diminati dan mampu untuk bersaing dengan rumput laut negara lain. Begitu tingginya permintaan rumput laut sebagai suatu komoditas ekspor maka perlu dilakukan peningkatan pula dalam pembudidayaan rumput laut (Asni, 2015). Konawe Selatan (Konsel) merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Provinsi Sultra. Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konawe Selatan adalah jenis K. alvarezii, karena dapat diusahakan dengan modal rendah, menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pascapanen yang tidak terlalu sulit, serta permintaan pasar masih terbuka. Rumput laut di Kabupaten Konsel merupakan salah satu komoditas unggulan berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada masing-masing wilayah. Komoditas tersebut merupakan komoditas strategis
  • 11. 2 secara nasional, sehingga patut untuk dikembangkan dan merupakan komoditas khas daerah (Asaf, dkk 2014). Melakukan suatu usaha budidaya rumput laut sangat tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi baik faktor eksternal yaitu terkait pemilihan lokasi yang sesuai dengan jenis rumput laut juga faktor-faktor yang erat hubungannya dengan karakteristik lingkungan perairan setempat maupun faktor internal terkait asal thallus, bobot bibit dan jarak tanam yang digunakan (Soenardjo, 2011). Perairan desa Bungin Permai merupakan daerah yang sangat potensial sebagai tempat untuk budidaya rumput laut, khususnya jika dilihat dari kondisi topografi dan perairan yang tidak bergelombang. Desa Bungin Permai umumnya sistem budidaya yang digunakan yaitu metode longline. Menurut Albasri, et al. (2010), metode yang paling umum digunakan untuk budidaya rumput laut di Muna dan Kendari yaitu menggunakan metode longline. 1.2 . Rumusan Masalah Kendala dalam pengembangan budidaya rumput laut adalah keterbatasan bibit yang berkelanjutan dan berkualitas. Bibit rumput laut dapat diperoleh dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Salah satu tujuan dari teknik kultur jaringan adalah memperbanyak jumlah tanaman. Dengan menggunakan teknik ini, diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan penyediaan bibit secara konvensional. Pembibitan rumput laut melalui teknik kultur jaringan ini diharapkan mampu menghasilkan bibit yang berkualitas dalam skala massal dengan waktu yang relatif singkat, tanpa dibatasi siklus musim. Kultur jaringan dapat digunakan sebagai teknologi pilihan yang menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit (Fadilah, 2015). Pertumbuhan rumput laut hasil kultur jaringan ini lebih cepat dibandingkan dengan rumput laut alami. Pada rumput laut alami, peningkatan bobot rumput laut 12 kali lipat dari bobot bibit yang diukur pada usia 20 hari, sedangkan pada bibit rumput laut kultur jaringan bobotnya meningkat 15 kali lipat (Sulistiani dan Yani, 2015).
  • 12. 3 Penelitian pemanfaatan bibit rumput laut hasil kultur jaringan di desa Bungin Permai pada bulan Apri-Juni 2018 selama 35 hari telah dilakukan pada tahun 2017 oleh Ramaet al (2018), dari hasil penelitian tersebut diperoleh LPS 4,6 %/hari.Kemudian didapatkan epifit Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis, serta didapatkan pula adanya penyakit ice-ice. Informasi dari penelitian Rama et al (2018) ini menjadi bahan pembanding dan sebagai referensi dalam pemanfaatan rumput laut kultur jaringan dan seleksi klon yang akan datang. Oleh karena itu pemanfaatan bibit rumput laut kultur jaringan perlu dilaksanakan sebagai bahan pembanding dan informasi untuk pihak terkait dalam pemanfaatan bibit rumput laut hasil kultur jaringan. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukannya PKL untuk budidaya rumput laut dengan metode longline menggunakan bibit hasil kultur jaringan yang bertujuan untuk mengetahui Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezii strain coklat. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Tujuan PKL-MAL ini adalah untuk mengetahui cara manajemen budidaya rumput laut yang meliputi kegiatan pengikatan bibit, penanaman bibit, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit rumput laut dengan menggunakan metode longline, penanganan panen, pasca panen, dan pemasaran serta mengetahui laju pertumbuhan harianK. alvarezii. Kegunaan dari PKL-MAL ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai pengikatan bibit, penanaman bibit, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit rumput laut dengan menggunakan metode longline, serta penanganan panen dan pasca panen, serta dapat mengetahui laju pertumbuhan harian K. alvarezii. Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan kegiatan PKL-MAL yang perah dilakukan tahun 2017. Sekaligus mejadi bahan masukan bagi segenap pihak terkait (stakeholders).
  • 13. 4 2. METODE 2.1 Waktu Dan Tempat Praktikum Kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) dilakukan pada bulan April-Juni 2018. PKL ini terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran. Tahap persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari, Tahap uji lapangan dilaksanakan di desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tahap pemasaran dilakukan di pengepul rumput laut yang berlokasi di kendari, Sulawesi Tenggara. 2.2 Prosedur Praktikum 2.2.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan ini dilakukan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pembuatan tali pengikat bibit rumput laut dan membuat tali ris. Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya pada Tahap Persiapan No Alat dan Bahan Kegunaan 1 2 Alat - Pisau/cutter - Mistar - Alat pintal - Kamera Bahan - Tali PE - lilin - Memotong tali - Mengukur jarak tali pengikat - Alat bantu mengikat tali rumpt laut - Mendokumentasikan kegiatan - Tali utama - Membakar ujung tali Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut. a. Kegiatan pertama yang dilakukan ialah pengenalan alat-alat yang digunakan, metode yang digunakan (metode longline) dan pengenalan alat pemintal tali
  • 14. 5 pengikat rumput laut, yang berfungsi untuk memudahkan mengikat atau membuat tali ris. Alat pintar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (pintar). A) Tampak samping;B) Tampak atas b. Kegiatan selanjutnya adalah membuat tali pengikat rumput laut dimulai dari menyiapkan alat dan bahan yang digunakan (Tabel 1), kemudian memotong tali PE menggunakan cutter dan mengikat atau menyimpul tali dengan panjang 15 cm menggunakan alat pintar (Gambar1), pengukuran dilakukan menggunakan mistar, setelah selesai membuat tali pengikat rumput laut selanjutnya membakar ujung tali pengikat rumput laut menggunakan lilin yang telah dinyalakan. Kegiatan pembuatan tali pengikat rumput laut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Proses pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali pengikat rumput laut; B) Merapihkan ujung tali pengikat menggunakan lilin. c. Melakukan pengukuran panjang tali PE, dengan panjang tali 21 m untuk setiap individu, dapat dilihat pada (Gambar 3). A B A B 5 pengikat rumput laut, yang berfungsi untuk memudahkan mengikat atau membuat tali ris. Alat pintar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (pintar). A) Tampak samping;B) Tampak atas b. Kegiatan selanjutnya adalah membuat tali pengikat rumput laut dimulai dari menyiapkan alat dan bahan yang digunakan (Tabel 1), kemudian memotong tali PE menggunakan cutter dan mengikat atau menyimpul tali dengan panjang 15 cm menggunakan alat pintar (Gambar1), pengukuran dilakukan menggunakan mistar, setelah selesai membuat tali pengikat rumput laut selanjutnya membakar ujung tali pengikat rumput laut menggunakan lilin yang telah dinyalakan. Kegiatan pembuatan tali pengikat rumput laut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Proses pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali pengikat rumput laut; B) Merapihkan ujung tali pengikat menggunakan lilin. c. Melakukan pengukuran panjang tali PE, dengan panjang tali 21 m untuk setiap individu, dapat dilihat pada (Gambar 3). A B A B 5 pengikat rumput laut, yang berfungsi untuk memudahkan mengikat atau membuat tali ris. Alat pintar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (pintar). A) Tampak samping;B) Tampak atas b. Kegiatan selanjutnya adalah membuat tali pengikat rumput laut dimulai dari menyiapkan alat dan bahan yang digunakan (Tabel 1), kemudian memotong tali PE menggunakan cutter dan mengikat atau menyimpul tali dengan panjang 15 cm menggunakan alat pintar (Gambar1), pengukuran dilakukan menggunakan mistar, setelah selesai membuat tali pengikat rumput laut selanjutnya membakar ujung tali pengikat rumput laut menggunakan lilin yang telah dinyalakan. Kegiatan pembuatan tali pengikat rumput laut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Proses pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali pengikat rumput laut; B) Merapihkan ujung tali pengikat menggunakan lilin. c. Melakukan pengukuran panjang tali PE, dengan panjang tali 21 m untuk setiap individu, dapat dilihat pada (Gambar 3). A B A B
  • 15. 6 Gambar 3. Pengukuran tali PE d. Mengikat tali pengikat rumput laut pada tali PE , dengan jarak antar pengikat tali rumput laut yaitu 10 cm. Pembuatan tali ris dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Pembuatan tali ris. A) Memasukan tali pengikat pada tali PE; B) Tili ris dengan jarak 10 cm B 10 Cm A
  • 16. 7 2.2.2 Uji Lapangan Tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan yang dilakukan pada uji lapangan meliputi proses penanaman rumput laut dan monitoring. Desa Bungin Permai berada pada garis katulistiwa yang terletak 4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur terletak di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dengan luas wilayah sekitar 5x15 km² yang merupakan bagian dari Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe selatan, Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk 1.226 Jiwa, jumlah kepala keluarga 272 KK, jumlah laki-laki 626 Jiwa, dan jumlah perempuan 602 Jiwa. Jenis pekerjaan terbanyak yaitu sebagai nelayan (petani rumput laut). Desa Bungin Permai terdiri atas 4 dusun, masing-masing dusun dibatasi oleh berupa jembatan titian yang lebarnya 1-2 m, sebagai tanda perbatasan Desa Bungun Permai. Sebelah Utara perbatasan dengan Kelurahan Tinaggea, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Tiworo dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ponggasi Kecamatan Tinanggea. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 5). Gambar 5. Lokasi uji lapangan. A) Desa Bungin Permai;B) Desa Bungi Permai GPS A B 7 2.2.2 Uji Lapangan Tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan yang dilakukan pada uji lapangan meliputi proses penanaman rumput laut dan monitoring. Desa Bungin Permai berada pada garis katulistiwa yang terletak 4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur terletak di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dengan luas wilayah sekitar 5x15 km² yang merupakan bagian dari Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe selatan, Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk 1.226 Jiwa, jumlah kepala keluarga 272 KK, jumlah laki-laki 626 Jiwa, dan jumlah perempuan 602 Jiwa. Jenis pekerjaan terbanyak yaitu sebagai nelayan (petani rumput laut). Desa Bungin Permai terdiri atas 4 dusun, masing-masing dusun dibatasi oleh berupa jembatan titian yang lebarnya 1-2 m, sebagai tanda perbatasan Desa Bungun Permai. Sebelah Utara perbatasan dengan Kelurahan Tinaggea, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Tiworo dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ponggasi Kecamatan Tinanggea. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 5). Gambar 5. Lokasi uji lapangan. A) Desa Bungin Permai;B) Desa Bungi Permai GPS A B 7 2.2.2 Uji Lapangan Tahap kedua adalah uji lapangan yang dilakukan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan yang dilakukan pada uji lapangan meliputi proses penanaman rumput laut dan monitoring. Desa Bungin Permai berada pada garis katulistiwa yang terletak 4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Bujur Timur terletak di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dengan luas wilayah sekitar 5x15 km² yang merupakan bagian dari Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe selatan, Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk 1.226 Jiwa, jumlah kepala keluarga 272 KK, jumlah laki-laki 626 Jiwa, dan jumlah perempuan 602 Jiwa. Jenis pekerjaan terbanyak yaitu sebagai nelayan (petani rumput laut). Desa Bungin Permai terdiri atas 4 dusun, masing-masing dusun dibatasi oleh berupa jembatan titian yang lebarnya 1-2 m, sebagai tanda perbatasan Desa Bungun Permai. Sebelah Utara perbatasan dengan Kelurahan Tinaggea, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Tiworo dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ponggasi Kecamatan Tinanggea. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 5). Gambar 5. Lokasi uji lapangan. A) Desa Bungin Permai;B) Desa Bungi Permai GPS A B
  • 17. 8 Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya pada Tahap Uji Lapangan No Alat dan Bahan Kegunaan 1 2. Alat - Pisau/cutter - Tali Ris - Botol plastic 600 ml - Timbangan digital - Tag nama - Thermometer - Hand Refraktometer - Kamera - Kantong plastik Bahan - Rumput laut jaringan (K. alvarezii) hasil kultur jaringan - Memotong rumput laut - Tali utama - Pelampung tali rumput laut - Menimbang bibit rumput laut - Menulis pelabelan nama - Mengukur suhu - Mengukr salinitas - Mendokumentasikan kegiatan - Wadah penampung tumbuhan penempel - Objek budidaya Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap uji lapangan adalah sebagai berikut. a. Memilih dan memotong rumput laut yang telah disediakan yaitu rumput laut kultur jaringan pada masing-masing kelompok, dapat dilihat pada (Gambar 6). Gambar 6. Rumput laut kultur jaringan (K. alvarezii) b. Menimbang bibit rumput laut menggunakan timbangan digital dengan berat 10 g dapat dilihat pada Gambar 7. 1 cm
  • 18. 9 Gambar 7. Penimbangan bibit rumput laut c. Bibit rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikat pada tali ris dan diberi tag nama sesuai dengan nama dan kelompoknya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 8. Selama pengikatan rumput laut pada tali ris dilakukan penyiraman pada bibit rumput laut menggunakan air laut dan jangan menempatkan bibit rumput laut terkena paparan sinar matahari secara langsung. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak stress akibat kekeringan air. Gambar 8. Pengikatan rumput laut pada tali ris d. Menanam rumput laut pada lokasi budidaya yang telah ditentukan menggunakan perahu. Penanaman rumput laut dilakukan dengan mengikat tali ris pada tali induk, setelah itu dilakukan pemasangan pelampung botol plastik 600 ml sebanyak 3 botol (Gambar 9). 9 Gambar 7. Penimbangan bibit rumput laut c. Bibit rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikat pada tali ris dan diberi tag nama sesuai dengan nama dan kelompoknya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 8. Selama pengikatan rumput laut pada tali ris dilakukan penyiraman pada bibit rumput laut menggunakan air laut dan jangan menempatkan bibit rumput laut terkena paparan sinar matahari secara langsung. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak stress akibat kekeringan air. Gambar 8. Pengikatan rumput laut pada tali ris d. Menanam rumput laut pada lokasi budidaya yang telah ditentukan menggunakan perahu. Penanaman rumput laut dilakukan dengan mengikat tali ris pada tali induk, setelah itu dilakukan pemasangan pelampung botol plastik 600 ml sebanyak 3 botol (Gambar 9). 9 Gambar 7. Penimbangan bibit rumput laut c. Bibit rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikat pada tali ris dan diberi tag nama sesuai dengan nama dan kelompoknya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 8. Selama pengikatan rumput laut pada tali ris dilakukan penyiraman pada bibit rumput laut menggunakan air laut dan jangan menempatkan bibit rumput laut terkena paparan sinar matahari secara langsung. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak stress akibat kekeringan air. Gambar 8. Pengikatan rumput laut pada tali ris d. Menanam rumput laut pada lokasi budidaya yang telah ditentukan menggunakan perahu. Penanaman rumput laut dilakukan dengan mengikat tali ris pada tali induk, setelah itu dilakukan pemasangan pelampung botol plastik 600 ml sebanyak 3 botol (Gambar 9).
  • 19. 10 Gambar 9. Proses penanaman bibit rumput laut pada lokasi budidaya 2.2.3. Monitoring Monitoring atau pengontrolan dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Kamis dan Ahad, dengan membagi anggota atau mahasiswa menjadi 2 kelompok pengontrolan. Monitoring rumput laut yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pengontrolan pertama kegiatan yang dilakukan ialah membersihkan rumput laut dari tumbuhan penempel (epifit), jenis epifit yang ditemukan yaitu S. polycistum serta mengukur suhu dan salinitas. Diperoleh suhu 26ºC dan salinitas 30 ppt. Tumbuhan penempel (epifit) dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 10. Epifit polycistum. A) Kondisi basah; B) Pengambilan Epifit S. polycystum 2. Pengontrolan kedua dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut-lumut (Gambar 11A) pada pengontrolan kedua ini ditemukan ada salah satu rumput laut yang terserang penyakit ice-ice (Gambar 11B). Serta dilakukan pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt) (Gambar 11C). Pengontrolan kedua dapat dilihat pada Gambar 11. A BB 1 cm 1 cm 10 Gambar 9. Proses penanaman bibit rumput laut pada lokasi budidaya 2.2.3. Monitoring Monitoring atau pengontrolan dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Kamis dan Ahad, dengan membagi anggota atau mahasiswa menjadi 2 kelompok pengontrolan. Monitoring rumput laut yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pengontrolan pertama kegiatan yang dilakukan ialah membersihkan rumput laut dari tumbuhan penempel (epifit), jenis epifit yang ditemukan yaitu S. polycistum serta mengukur suhu dan salinitas. Diperoleh suhu 26ºC dan salinitas 30 ppt. Tumbuhan penempel (epifit) dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 10. Epifit polycistum. A) Kondisi basah; B) Pengambilan Epifit S. polycystum 2. Pengontrolan kedua dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut-lumut (Gambar 11A) pada pengontrolan kedua ini ditemukan ada salah satu rumput laut yang terserang penyakit ice-ice (Gambar 11B). Serta dilakukan pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt) (Gambar 11C). Pengontrolan kedua dapat dilihat pada Gambar 11. A BB 1 cm 1 cm 10 Gambar 9. Proses penanaman bibit rumput laut pada lokasi budidaya 2.2.3. Monitoring Monitoring atau pengontrolan dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Kamis dan Ahad, dengan membagi anggota atau mahasiswa menjadi 2 kelompok pengontrolan. Monitoring rumput laut yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pengontrolan pertama kegiatan yang dilakukan ialah membersihkan rumput laut dari tumbuhan penempel (epifit), jenis epifit yang ditemukan yaitu S. polycistum serta mengukur suhu dan salinitas. Diperoleh suhu 26ºC dan salinitas 30 ppt. Tumbuhan penempel (epifit) dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 10. Epifit polycistum. A) Kondisi basah; B) Pengambilan Epifit S. polycystum 2. Pengontrolan kedua dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut-lumut (Gambar 11A) pada pengontrolan kedua ini ditemukan ada salah satu rumput laut yang terserang penyakit ice-ice (Gambar 11B). Serta dilakukan pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt) (Gambar 11C). Pengontrolan kedua dapat dilihat pada Gambar 11. A BB 1 cm 1 cm
  • 20. 11 Gambar 11. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel pada rumput laut ; B) Rumput laut terserang Ice-ice; C) Mengukur suhu menggunakan thermometer 3. Pengontrolan ketiga melakukan pembersihan rumput laut, dan masih terdapat rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt). Pengontrolan ketiga dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 11. Pengontrolan ketiga. A) Pembersihan rumput laut;B) Rumput laut terserang Ice-Ice;C) Pengukuran suhu; D) Pengukuran Salinitas 4. Pengontrolan keempat melakukan pembersihan rumput laut, dari epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dengan cara menggoyang-goyangkan tali bentangan rumput laut.pada pengontrolan keempat juga dilakukan pengukuran salinitas (30 ppt) dan masih ditemukan rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice dapat dilihat pada Gambar 13. A B A B C C 11 Gambar 11. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel pada rumput laut ; B) Rumput laut terserang Ice-ice; C) Mengukur suhu menggunakan thermometer 3. Pengontrolan ketiga melakukan pembersihan rumput laut, dan masih terdapat rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt). Pengontrolan ketiga dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 11. Pengontrolan ketiga. A) Pembersihan rumput laut;B) Rumput laut terserang Ice-Ice;C) Pengukuran suhu; D) Pengukuran Salinitas 4. Pengontrolan keempat melakukan pembersihan rumput laut, dari epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dengan cara menggoyang-goyangkan tali bentangan rumput laut.pada pengontrolan keempat juga dilakukan pengukuran salinitas (30 ppt) dan masih ditemukan rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice dapat dilihat pada Gambar 13. A B A B C C 11 Gambar 11. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel pada rumput laut ; B) Rumput laut terserang Ice-ice; C) Mengukur suhu menggunakan thermometer 3. Pengontrolan ketiga melakukan pembersihan rumput laut, dan masih terdapat rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu (26ºC) dan salinitas (31 ppt). Pengontrolan ketiga dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 11. Pengontrolan ketiga. A) Pembersihan rumput laut;B) Rumput laut terserang Ice-Ice;C) Pengukuran suhu; D) Pengukuran Salinitas 4. Pengontrolan keempat melakukan pembersihan rumput laut, dari epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dengan cara menggoyang-goyangkan tali bentangan rumput laut.pada pengontrolan keempat juga dilakukan pengukuran salinitas (30 ppt) dan masih ditemukan rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice dapat dilihat pada Gambar 13. A B A B C C
  • 21. 12 Gambar 13. Pengontrolan keempat 2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen 2.2.3.1 Tahap Pemanenan 1. Setelah melakukan monitoring selama 4 minggu, kegiatan selanjutnya pada minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya pada tali induk yang menggunakan perahu. Prosesnya ialah melepas tali ris pada tali induk dapat dilihat pada Gambar 14A. Kemudian menarik tali ris dan dimasukan kedalam perahu dapat dilihat pada Gambar 14B. Gambar 14. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan tali rumput laut pada tali induk; B) memanen bibit rumput laut kedalam perahu. 2. Menimbang hasil panen pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan rumput laut dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut, dapat dilihat pada Gambar 15. A B 12 Gambar 13. Pengontrolan keempat 2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen 2.2.3.1 Tahap Pemanenan 1. Setelah melakukan monitoring selama 4 minggu, kegiatan selanjutnya pada minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya pada tali induk yang menggunakan perahu. Prosesnya ialah melepas tali ris pada tali induk dapat dilihat pada Gambar 14A. Kemudian menarik tali ris dan dimasukan kedalam perahu dapat dilihat pada Gambar 14B. Gambar 14. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan tali rumput laut pada tali induk; B) memanen bibit rumput laut kedalam perahu. 2. Menimbang hasil panen pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan rumput laut dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut, dapat dilihat pada Gambar 15. A B 12 Gambar 13. Pengontrolan keempat 2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen 2.2.3.1 Tahap Pemanenan 1. Setelah melakukan monitoring selama 4 minggu, kegiatan selanjutnya pada minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya pada tali induk yang menggunakan perahu. Prosesnya ialah melepas tali ris pada tali induk dapat dilihat pada Gambar 14A. Kemudian menarik tali ris dan dimasukan kedalam perahu dapat dilihat pada Gambar 14B. Gambar 14. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan tali rumput laut pada tali induk; B) memanen bibit rumput laut kedalam perahu. 2. Menimbang hasil panen pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan rumput laut dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut, dapat dilihat pada Gambar 15. A B
  • 22. 13 Gambar 15. Pemanenan rumput laut. A) Penimbangan rumput laut secara keseluruhan menggunakan timbangan gantung; B) Dokumentasi bersama kelompok 2 3. Melakukan penimbangan berat basah rumput laut dengan bobot awal pemeliharaan 10 g pada saat akan melakukan penanaman menggunakan timbangan digital dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Penimbangan berat basah rumputlaut A B 13 Gambar 15. Pemanenan rumput laut. A) Penimbangan rumput laut secara keseluruhan menggunakan timbangan gantung; B) Dokumentasi bersama kelompok 2 3. Melakukan penimbangan berat basah rumput laut dengan bobot awal pemeliharaan 10 g pada saat akan melakukan penanaman menggunakan timbangan digital dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Penimbangan berat basah rumputlaut A B 13 Gambar 15. Pemanenan rumput laut. A) Penimbangan rumput laut secara keseluruhan menggunakan timbangan gantung; B) Dokumentasi bersama kelompok 2 3. Melakukan penimbangan berat basah rumput laut dengan bobot awal pemeliharaan 10 g pada saat akan melakukan penanaman menggunakan timbangan digital dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Penimbangan berat basah rumputlaut A B
  • 23. 14 2.2.3.2 Tahap Pasca Panen Pengeringan atau penjemuran rumput laut dilakukan menggunakan metode gantung (hanging method) dapat dilihat pada Gambar 17 Gambar 17. Pengeringan rumput laut dengan metode gantung Penjemuran dilakukan menggunakan kayu balok berukuran kecil yang disimpan pada tangkai pohon sehingga membentuk tempat penjemuran untuk menjemur rumput laut. Penjemuran ini dilakukan selama 2-3 hari apabila cuaca cerah (tidak hujan), tetapi saat penjemuran yang dilakukan cuaca kurang mendukung sehingga proses penjemuran memakan waktu sampai 7 hari. 2.3 Parameter yang Diamati 2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian dapat dilihat berdasarkan Young et al. (2013) sebagai berikut. LPH = Wt W0 1 t -1×100% Keterangan : LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/Hari) Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir pemeliharaan (g) W0 = Bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (g) T = Waktu Pemeliharaan (hari) 14 2.2.3.2 Tahap Pasca Panen Pengeringan atau penjemuran rumput laut dilakukan menggunakan metode gantung (hanging method) dapat dilihat pada Gambar 17 Gambar 17. Pengeringan rumput laut dengan metode gantung Penjemuran dilakukan menggunakan kayu balok berukuran kecil yang disimpan pada tangkai pohon sehingga membentuk tempat penjemuran untuk menjemur rumput laut. Penjemuran ini dilakukan selama 2-3 hari apabila cuaca cerah (tidak hujan), tetapi saat penjemuran yang dilakukan cuaca kurang mendukung sehingga proses penjemuran memakan waktu sampai 7 hari. 2.3 Parameter yang Diamati 2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian dapat dilihat berdasarkan Young et al. (2013) sebagai berikut. LPH = Wt W0 1 t -1×100% Keterangan : LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/Hari) Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir pemeliharaan (g) W0 = Bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (g) T = Waktu Pemeliharaan (hari) 14 2.2.3.2 Tahap Pasca Panen Pengeringan atau penjemuran rumput laut dilakukan menggunakan metode gantung (hanging method) dapat dilihat pada Gambar 17 Gambar 17. Pengeringan rumput laut dengan metode gantung Penjemuran dilakukan menggunakan kayu balok berukuran kecil yang disimpan pada tangkai pohon sehingga membentuk tempat penjemuran untuk menjemur rumput laut. Penjemuran ini dilakukan selama 2-3 hari apabila cuaca cerah (tidak hujan), tetapi saat penjemuran yang dilakukan cuaca kurang mendukung sehingga proses penjemuran memakan waktu sampai 7 hari. 2.3 Parameter yang Diamati 2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian dapat dilihat berdasarkan Young et al. (2013) sebagai berikut. LPH = Wt W0 1 t -1×100% Keterangan : LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/Hari) Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir pemeliharaan (g) W0 = Bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (g) T = Waktu Pemeliharaan (hari)
  • 24. 15 2.3.2 Hama dan Penyakit Rumput Laut Pengontrolan yang dilakukan pada praktikum ini adalah selama 35 hari dengan pengontrolan yang dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu hama dan penyakit yang ditemukan selama kegiatan pengontrolan dapat dilihat pada Tabel 3. Table 3. Hama dan Penyakit pada Rumput Laut No Hama dan Penyakit Status 1 Sargassum polycystum Hama 2 Ice- ice Penyakit 2.3.3 Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur dalam proses PKL-MAL ini adalah suhu dan salinitas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL No. Parameter Alat Waktu Pengukuran 1 Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu 2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
  • 25. 16 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH) dan Pembanding Rasio Berat Kering : Berat Basah Hasil pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Praktikum PKL- MAL selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. LPH Rumput Laut Hasil Budidaya Penimban gan W0 (berat awal) (g) Wt (berat basah) (g) Wt (berat kering) (g) LPS (%/hari±SD) Rasio Berat Kering:Berat basah Individu Rumpun 1 10 36 7 3.72 1 : 5,14 2 10 37 8 3.80 1 : 4,63 3 10 34 6 3.55 1 : 5,67 4 10 32 7 3.37 1 : 4,57 5 10 31 7 3.28 1 : 4,43 6 10 32 6 3.37 1 : 5,33 7 10 32 6 3.37 1 : 5,33 Jumlah 33,4 6,71 3,50±0.19 1 : 5,01 Keterangan :W0 = berat awal, Wt = berat basah dan berat kering LPH K. alvarezii selama masa pemeliharaan 35 hari memperoleh hasil yaitu 3,50±0,19%/day dengan rasio perbandingan berat basah: berat kering 1: 5,01. 3.1.2. Parameter Pengukuran Kualitas Air Proses pengamatan parameter kualitas air dilakukan setiap minggu pada rumput laut K. alvarezii. Suhu yang berada dilokasi PKL budidaya K. alvarezii, berkisar antara 28-310 C dan salinitas berkisar antara 31-33 ppt. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Table 5.
  • 26. 17 Tabel 5. Hasil pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan Waktu. Monitoring Suhu (0 C) Salinitas (ppt) 26/04/2018. 1 31 33 10/05/2018. 2 30 31 17/05.2018. 3 32 32 24/04/2018. 4 28 31 20/05/2018. Pemaneman 28 32 3.1.3. Hama dan Penyakit Rumput Laut Hama dan penyakit merupakan salah satu organisme pengganggu yang seringkali terdapat atau menyerang rumput laut yang telah dibudidayakan dan dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Dalam praktikum ini hama dan penyakit yang ditemukan yaitu S. polycystum dan penyakit Ice-ice. Dalam praktikum ini Selain epifit S. polycystum, ada salah satu rumput laut yang terserang penyakit Ice-ice. Munculnya hama dan penyakit yang menyerang rumput laut di duga karena kondsi cuaca yang cukup ekstrim seperti curah hujan yang tinggi. 3.1.4. Hasil Pasca Panen dan Pemasaran Penjemuran rumput laut dilakukan dengan cara digantung. Keunggulan dari metode gantung ini yaitu rumput laut akan cepat kering dan menghasilkan rumput laut yang berkualitas. Rumput laut yang kering dengan baik akan berwarna merah kecoklatan dan jika digenggam maka akan terasa keras. Namun rumput laut yang tidak kering dengan baik maka akan berwarna pucat dan bila digenggam akan terasa lembab (Gambar 13)
  • 27. 18 Gambar 13. Penanganan pasca panen. A) Kualitas rumput laut jelek ;B) Kualitas rumput laut bagus ;C) Penimbangan rumput laut kering 4.1. Pembahasan 4.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii Rumput laut K. alvarezii dipelihara selama 35 hari pada bulan April-Juni 2018. Aslan et al., (2015) menyatakan bahwa siklus penanaman rumput laut dapat dilakukan selama 30-90 hari dan 30-50 hari untuk K. alvarezii dan E. denticulatum. Hasil LPH yang diperoleh selama masa budidaya yaitu 3.50±0,19%/hari (Tabel 3). Hal ini tidak berarti rumput laut mengalami pertumbuhan yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Taridisan (2007) bahwa, pertumbuhan yang baik dapat diukur dengan melihat laju pertumbuhannya. Laju pertumbuhan lebih dari 3% per hari merupakan pertumbuhan yang baik akan tetapi pertumbuhan tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rama et al., (2017) yang mendapatkan LPH 4,6%. Hasil ini juga lebih rendah di bandingkan dengan LPH yang diperoleh Santi (2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini diakibatkan oleh penetrasi cahaya matahari karena kedalaman perairan, dan adanya pergerakan arus yang disebabkan oleh cuaca buruk. Selain itu juga diakibatkan karena dipicu oleh kesalahan dan pengontrolan yang dilakukan selama budidaya yang kurang baik dan juga dipengaruhi oleh hama dan penyakit yang menempel pada rumput laut pada saat budidaya. pertumbuhan yang baik diperoleh Santi (2018) lebih tinggi kerena dipengaruhi oleh penambahan pelampung pada tali bibit sehingga dapat memicu A B C 1 cm 1 cm 18 Gambar 13. Penanganan pasca panen. A) Kualitas rumput laut jelek ;B) Kualitas rumput laut bagus ;C) Penimbangan rumput laut kering 4.1. Pembahasan 4.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii Rumput laut K. alvarezii dipelihara selama 35 hari pada bulan April-Juni 2018. Aslan et al., (2015) menyatakan bahwa siklus penanaman rumput laut dapat dilakukan selama 30-90 hari dan 30-50 hari untuk K. alvarezii dan E. denticulatum. Hasil LPH yang diperoleh selama masa budidaya yaitu 3.50±0,19%/hari (Tabel 3). Hal ini tidak berarti rumput laut mengalami pertumbuhan yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Taridisan (2007) bahwa, pertumbuhan yang baik dapat diukur dengan melihat laju pertumbuhannya. Laju pertumbuhan lebih dari 3% per hari merupakan pertumbuhan yang baik akan tetapi pertumbuhan tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rama et al., (2017) yang mendapatkan LPH 4,6%. Hasil ini juga lebih rendah di bandingkan dengan LPH yang diperoleh Santi (2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini diakibatkan oleh penetrasi cahaya matahari karena kedalaman perairan, dan adanya pergerakan arus yang disebabkan oleh cuaca buruk. Selain itu juga diakibatkan karena dipicu oleh kesalahan dan pengontrolan yang dilakukan selama budidaya yang kurang baik dan juga dipengaruhi oleh hama dan penyakit yang menempel pada rumput laut pada saat budidaya. pertumbuhan yang baik diperoleh Santi (2018) lebih tinggi kerena dipengaruhi oleh penambahan pelampung pada tali bibit sehingga dapat memicu A B C 1 cm 1 cm 18 Gambar 13. Penanganan pasca panen. A) Kualitas rumput laut jelek ;B) Kualitas rumput laut bagus ;C) Penimbangan rumput laut kering 4.1. Pembahasan 4.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii Rumput laut K. alvarezii dipelihara selama 35 hari pada bulan April-Juni 2018. Aslan et al., (2015) menyatakan bahwa siklus penanaman rumput laut dapat dilakukan selama 30-90 hari dan 30-50 hari untuk K. alvarezii dan E. denticulatum. Hasil LPH yang diperoleh selama masa budidaya yaitu 3.50±0,19%/hari (Tabel 3). Hal ini tidak berarti rumput laut mengalami pertumbuhan yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Taridisan (2007) bahwa, pertumbuhan yang baik dapat diukur dengan melihat laju pertumbuhannya. Laju pertumbuhan lebih dari 3% per hari merupakan pertumbuhan yang baik akan tetapi pertumbuhan tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rama et al., (2017) yang mendapatkan LPH 4,6%. Hasil ini juga lebih rendah di bandingkan dengan LPH yang diperoleh Santi (2018) yaitu 9,17±0,50%/hari. Hal ini diakibatkan oleh penetrasi cahaya matahari karena kedalaman perairan, dan adanya pergerakan arus yang disebabkan oleh cuaca buruk. Selain itu juga diakibatkan karena dipicu oleh kesalahan dan pengontrolan yang dilakukan selama budidaya yang kurang baik dan juga dipengaruhi oleh hama dan penyakit yang menempel pada rumput laut pada saat budidaya. pertumbuhan yang baik diperoleh Santi (2018) lebih tinggi kerena dipengaruhi oleh penambahan pelampung pada tali bibit sehingga dapat memicu A B C 1 cm 1 cm
  • 28. 19 pertumbuhan dan kualitas rumput laut yang baik. Akan tetapi Rahman dan Sarita (2011) mengatakan bahwa laju pertumbuhan E. spinosum, E. striatum, lebih dari 3% per hari sudah menguntungkan. Bibit yang digunakan yaitu bibit hasil kultur jaringan yang diperoleh dari nelayan setempat yang telah dibudidaya sebelumnya selama 26-28 hari. Berat bibit yang digunakan dalam PKL ini seberat 10 g. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan et al., (2014) bahwa, berat bibit 10 g pada hari ke 9 dapat menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 8,62%/hari. Metode budidaya yang digunakan yaitu metode longline. Metode ini paling banyak digunakan oleh nelayan budidaya karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi, biaya yang dikeluarkan pun relatif murah. Jarak tanam yang digunakan dalam PKL budidaya rumput laut ini yaitu 10 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan et al., (2015) jarak tanam antara bibit dengan bibit yang lainnya yaitu 0.19 (0.1-0.2) dan (0.1-2.5). Jarak tanam merupakan salah satu faktor teknis yang mempengaruhi pertumbuhan rumputl laut karena hubungannya dengan penyerapan unsur hara. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Tiar (2012) yang mengatakan bahwa, perbedaan jarak tanam rumput laut pada metode longline memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian dan kadar karagenan rumput laut. 4.1.2. Parameter Kualitas Air Selain melakukan pengontrolan rumput laut setiap minggu, dilakukan pula pengukuran parameter kualitas air yaitu salinitas dan suhu, karena rumput laut tidak terlepas dari pengaruh faktor dalam maupun faktor dari luar. Gambaran tentang biofisik air laut penting diketahui karena dapat mempengaruhi perkembangan rumput laut. Faktor luar yang mempengaruhi perkembangan rumput laut adalah faktor fisika, kimia dan biologi perairan. Pengukuran kualitas air pada PKL dilakukan untuk mengetahui kisaran kualitas air yang ditolerir dan dapat mendukung kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Dari hasil pengukuran kualitas air, diperoleh salinitas berkisar antara 31-33 ppt. Kisaran salinitas yang diperoleh di lokasi PKL sudah optimal untuk
  • 29. 20 pertumbuhan rumput laut, hal ini sesuai dengan pernyataan Arisandi dkk. (2011) yang menyatakan bahwa, salinitas yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 32-34 ppm. Sedangkan suhu berkisar antara 28-310 C. Kisaran suhu yang diperoleh di lokasi PKL terbilang tinggi namun masih dapat ditolelir oleh rumput laut. Anggadiredja dkk. (2006) juga menyatakan bahwa suhu air yang optimal disekitar tanaman rumput laut (Eucheuma cottonii) berkisar antara 26–300 C. Suhu yang optimal meningkatkan proses penyerapan nutrien sehingga mempercepat pertumbuhan rumput laut karena akan memberikan kelancaran dan kemudahan dalam metabolisme (Effendi, 2003). 4.1.3. Hama dan Penyakit Pengontrolan yang dilakukan pada praktikum ini adalah selama 35 hari dengan pengontrolan yang dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu diperoleh hama rumput laut yaitu tumbuhan penempel (epifit) S. polycystum. dan penyakit yang menyerang rumput laut adalah penyakit Ice-ice. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahman dkk (2015), bahwa jika ditemukan sampah-sampah yang tersangkut di tali ris berupa sampah organik atau sampah plastik, maka pembudidaya harus membersihkannya. Sampah organik berupa lamun yang telah mati dapat menjadi perantara dalam membawa kompetitor atau penyakit dari dasar perairan. Pada musim panas yang terjadi pada bulan Mei hingga bulan Agustus rumput laut sering diserang penyakit ice-ice, sedangkan pada musim hujan rumput laut tampak pucat dan pertumbuhan thallus menjadi lambat. Hama dan penyakit yang menyerang rumput laut ditangani dengan proses pembersihan yang dilakukan setiap minggu. Hama dan penyakit jenis ini dapat menyebabkan kerusakan thallus melalui infeksi bakteri skunder. Terjadi peristiwa berkembangnya jumlah epifit di Malaysia, Indonesia dan Filipina telah mengakibatkan penurunan produksi dan biomassa yang serius dan penurunan kualitas karageenan yang serius (Variappan et al, 2006).
  • 30. 21 4.1.4. Pasca Panen Rumput laut K. alvarezii yang telah dipanen selanjutnya dilakukan proses pengeringan/penjemuran. Pengeringan/penjemuran dilakukan dengan cara rumput laut K. alvarezii digantung, hal ini dilakukan karena untuk mempercepat proses pengeringan serta mendapatkan kualitas rumput laut yang baik (Gambar 11). Hal ini sesuai dengan pernyataan Ling et al.,(2015) yang mengatakan bahwa, metode penjemuran dengan cara digantung lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode penjemuran matahari langsung. Rumput laut yang berkualitas buruk diperoleh dalam PKL ini karena setelah panen rumput laut tidak langsung dijemur melainkan didiamkan beberapa hari, selain itu hujan juga menjadi penghambat keringnya rumput laut pada saat penjemuran. Sehingga warna dari rumput laut agak pucat. Aslan (2011) juga menyatakan bahwa kualitas rumput laut kering kurang baik karena panen rumput laut dilakukan kurang dari 45 hari, kadar air yang masih tinggi, mencampur produk rumput laut kering dengan jenis rumput laut lain atau proses pengeringan dan penyimpanan pasca pengeringan yang belum memenuhi standar. Sedangkan menurut Tamaheang dkk (2017) metode pengeringan dengan sinar matahari, menunjukkan hasil yang memenuhi standar yaitu pada uji karbohidrat dan serat kasar, ditandai dengan warna merah dan tidak pucat. Hal ini juga disebabkan pengaruh rumput laut yang umur panennya sudah sekitar 2 bulan 4.1.5. Pemasaran Rumput laut yang telah siap untuk dipasarkan kemudian dibawa ke tempat penimbangan atau pengumpul hasil-hasil tangkapan laut yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah rumput laut ditimbang didapatkan hasil penimbangan untuk setiap kelompok dijual dengan harga Rp. 18.000 per kg. Harga jual dari rumput laut ini cenderung lebih tinggi dibandingkan harga jual tahun sebelunya. Menurut Setyaningsih dkk (2012), rumput laut basah14.792 kg kemudian dikeringkan selama 3-4 menjadi 1,286 kg rumput laut kering. Harga Rumput laut di tingkat pembudi daya untuk rumput laut basah Rp1.059 per kg dan harga Rumput laut kering Rp9.324 per kg.
  • 31. 22 I. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil PKL yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa rumput laut yang dibudidayakan selama 35 hari dengan metode longline memiliki pertumbuhan yang baik dengan hasil perhitungan LPH sebesar 3,50±0, 19%/hari, dan rasio kering: berat basah adalah 1:5,01, sedangkan LPH yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu 4,6 % LPH ini lebih tinggi di bandingkan dengan LPH yang diperoleh dari PKL-MAL ini. Kualitas air yang diperoleh selama praktikum dengan salinitas antara 31- 33 ppt dan suhu antara 28-31 0 C. Epifit yang ditemukan pada tali rumput laut yang dibudidayakan adalah S. polycystum serta penyakit yang menyerang rumput laut adalah penyakit ice-ice. Rumput laut di jual dengan harga Rp. 18.000 per kg B. Saran Praktek kerja lapang untuk selanjutnya sebaiknya dapat dilakukan pada lokasi yang baik. PKL ini sebaiknya dilaksanakan dengan baik khususnya saat monitoring dan dilakukan pengecekan kualitas air yang sesuai.
  • 32. 23 DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H dan Sri I.,2006. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta. 274 hal. Akuakultur Indonesia. 2016. Program Prioritas untuk Mendongkrak Produksi. Tabloid Dwi Bulanan Perikanan Budidaya. 23: 7 hal. Albasri, H., Iba, W., Aslan, L.O.M., Geoley, G., Silva, D.S. 2010. Mapping of Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “Potential, Current and Future Status”. Indonesian Aquaculture Journal. 5 : 173-185. Arisandi, A., Marsoedi., Nursyam, H., Sartimbul, A. 2011. Pengaruh Salinitas yang Berbeda terhadap Morfologi, Ukuran dan Jumlah Sel, Pertumbuhan Serta Rendemen Karaginan Kappaphycus alvarezii. Ilmu Kelautan 16:143–150. Aslan, L.O.M., 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besardalam Bidang Budidaya Perairan. disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka Luar BiasaUniversitas Haluoleo Tanggal 22 Januari 2011. Aslan, L.O.M., Hutauruk, H., Zulham, A., Effendy, I., Atid, M., Phillips, M., Olsen, L., Larkin, B., Silva, S.S.D., Gooley, G. 2008. Mariculture Development Opportunities in SE Sulawesi. Indonesia. Aquac. Asia 13: 36-41. Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015. Mariculture in SE Sulawesi, Indonesia: Culture Practices and The Socioeconomic Aspects of The Major Commodities. Ocean & Coastal Management: 116 : 44-57. Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan. Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No.1. FPIK-UHO. Kendari. Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Legit, D., Yusnaeni. 2014a. Growth Carrageenan Yield of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) from Tissue Culture Seedlings using Different Planting Distances. Poster Session. AOAIS 3rd Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-20 November 14. Daejeon, Korea. Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Samuria, S.S., Hamzah, M. 2014b. Effects of Different Initial Wet Weight on Growth and Carrageenan Yield of Kappaphycus alvarezii Cultivated using Tissue-Cultured Seedlings. Poster Session. AOAIS 3rd Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-20 November 14. Daejeon, Korea. Asni A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten Bantaeng. 5: 140–153 hal. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.Kanisisus. Yogyakarta. 258 Hal. Fadilah, S. 2015. Teknologi Produksi Bibit Rumput Laut Gracilaria Gigas dengan MetodeKultur Jaringan. Penerbit:Loka Penelitian dan
  • 33. 24 Pengembangan Budidaya Rumput Laut. Pelabuhan Etalase Perikanan, Desa Tabulo Selatan. 1-3 Hal. FAO. 2014. The State of World Fisheries and Aquaculture: Opportunitiesand Challenges. Food and Agriculture Organization of the UnitedNations, Rome, pp 240. Iksan, K. H. 2005. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut (Eucheuma cattonii), dan kandungan Karaginan pada berbagai Bobot Bibit dan AsalThallus di perairan desa Guraping Oba Maluku Utara. Tesis (tidakdipublukasikan). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Ling, A. L. M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M. F. A. 2015. Effect of Different Driying Techniques on The Phytochemical Content and Antioxidant Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol DOI 27: 1717-1723. 10.1007/s10811-014-0467-3. Parenrengi, A.,E. Suryati, dan Rachmansyah, 2007.Penyedian Benih dalam Menunjang Kebun Bibitdan Budidaya Rumput Laut, Kappaphycus Sp. Makalah Disampaikan pada Simposium Nasional Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Rahman, A. dan Sarita, A.H. 2011. Studi Pertumbuhan Varietas Rumput Laut yang dibudidayakan secara Vertikultur.Laporan Penelitian Hibah Kompetensi, Universitas Halu Oleo. Kendari. Hal 28-29. Sahrir, W.I., Aslan, L.O.M., Bolu, L.O.R., Gooley, G.J., Ingram, B.A., Silva, S.S.D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia. General Considerations. Aquac. Asia 19 (1) : 14-19. Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumputlaut Eucheuma cottonii Weber Van Bossedengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Beg)Model Cidaun. Buletin Oseanografi Marina. 1:36–44 hal. Sulistiani, E., dan Yani, S.A. 2015. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotoni (Kappaphycus alvarezii). Seameo Biotrop. Bogor. 128 hal. Susanto, A.B., Limantara, L., dan Pangestuti, R. 2007. Prospek Pengembangan Rumput Laut di Indonesia. Prosiding pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 7-19. Taridisan, S.R.. 2007. Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) yang Dibudidayakan dengan Jarak Ikat dan Berat Awal yang Berbedadi Perairan Salibabu Kecamatan lirung Selatan Kabupaten Kepulauan Talaud. Skripsi Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Samratulangi.Manado. 58 Hal. Tiar. S.2012. Pengaruh Jarak Tanam yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)Strain Coklat melalui Seleksi KlonMenggunakan Metode LonglinePeriode I dan II. Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan Universitas Halu Oleo.Kendari. Yong, Y.S., Yong, W.T.L., Thien, V.Y., Ng, S.N., Anton. 2013. Analysis of Formulae for Determination of Seaweed Growth Rate. J Appl Phycol 25 :1831-1824. DOI 10. 1007/s 10811-014-0289-3.
  • 34. 25
  • 35. 26
  • 36. 27
  • 37. 28
  • 38. 29
  • 39. 30
  • 40. 31
  • 41. 32
  • 42. 33
  • 43. 34
  • 44. 35