SlideShare a Scribd company logo
1 of 35
Download to read offline
i
i
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-district,
South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi
(Monitoring of the Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
RESTI SULAIDA
I1A2 15 038
I1A215021
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FALULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
ii
ii
iii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena berkat taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan PKL mata
kuliah. Manajemen Akuakultur Laut yang berjudul Budidaya Rumput Laut
Kappaphycuz alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Berbagai kesulitan dan hambatan dalam PKL - MAL yang telah dilalui,
namun atas dorongan dan upaya keras terutama dengan adanya bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Koordinator Mata Kuliah MAL, Prof. Dr.
Ir. La Ode Aslan, M. Sc, dan Armin, S. Pi selaku asisten PKL-MAL, yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan,
pembuatan blog serta arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan kegiatan
praktikum sampai penyusunan laporan lengkap ini. Arahan dan masukan dari asisten
pembimbing PKL-MAL yaitu kak Armin, S. Pi sangat layak diapresiasi
Laporan lengkap ini, secara pribadi dianggap masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, diperlukan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca,
demi praktikum serta penyusunan laporan lengkap agar lebih baik lagi ke depannya.
Demikian, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Kendari, Juli 2018
Penulis
iv
iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Resti Sulaida Beragama Islam. Lahir di Kendari 20
April 1997. Anak kedua dari tiga bersaudara, dari
pasangan Rauf dan Sabaria. Mengawali jenjang
pendidikan di SDN Tumbu-tumbu jaya pada tahun 2004,
selesai pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMPN 02 Kolono Timur, Konawe Selatan
(Konsel) pada tahun 2009, selesai pada tahun 2012.
Kemudian melanjutkan pendidikan di SMKN 05
Kendari pada tahun 2012 dan berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 2015
dan kini melanjutkan pendidikan di Universitas Halu Oleo, Kendari, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi BDP (Budidaya Perairan) dan di terima
melalui jalur Bebas tes SNMPTN aktif kuliah sampai saat ini. Penulis merupakan
anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Budidaya Perairan pada
tahun 2015-2018, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2017/2018
dan anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur Indonesia (HIMAKUAI) periode
2016/2018. Penulis juga pernah menjadi finalis pada Lomba Karya Tulis Ilmiah
(LKTI) Indonesian Youth Aquaculture (IYA) 2017 di Universitas Brawijaya Malang.
Meraih juara dua dalam mengikuti lomba pembenihan ikan yang diadakan oleh HMJ
BDP FPIK UHO. Laporan PKL-MAL ini, merupakan karya tulis kedua setelah karya
pertama berupa terjemahan yang berjudul “Performance of Red Seaweed
(Kappaphycus sp.) Cultivated Using Tank Culture System/ Performansi Rumput Laut
Merah (Kappaphycus alvarezii) yang Dibudidayakan Menggunakan Sistem Kultur
Tangki” yang ditulis oleh Wahidatul Husna Zuldin and Rossita Shapawi, di Journal
of Fisheries Aquatic Science 10(1): 1-12, oleh DOI: 10.3923/ jfas. 2015. 1. 12.
.
v
v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
ABSTRAK
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan dalam kegiatan revitalisasi
perikanan budidaya yang prospektif. Rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil kultur
jaringan memiliki potensi penting untuk budidaya komersil. Praktikum Kerja Lapan
(PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) dilaksanakan mulai dari April-Juni 2018
di Desa Bungin Permai Kabupaten Konawe Selatan selama 35 hari. PKL ini
dilaksanakan dengan tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan tahap
pemasaran. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii hasil kultur
jaringan yang dibudidayakan dengan menggunakan metode longline diperoleh adalah
5,57 ± 0.14 %/hari. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 26-29 o
C sedangkan
salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Hama yang ditemukan yaitu Sargassum
polycystum dan Siganus sp. Sedangkan jenis penyakit yang teridentifikasi adalah Ice-
ice. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yaitu Rp. 18.000,-/kg.
Kata Kunci: K. alvarezii, Kultur Jaringan, Metode Longline, Hama dan
Penyakit.
vi
vi
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-district,
South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi
(Monitoring of the Second Year)
ABSTRACT
Seaweed is one of the leading commodities in the prospective cultivation of
prospective aquaculture revitalization activities. Kappaphycus alvarezii seaweed
resulting from micropropagated culture has an important potential for commercial
cultivation. The Field Work Practice (FWP) of Manajement Mariculture (MM) was
implemented from April-June 2018 in Bungin Permai Village South Konawe
Regency for 35 days. This program was done in three phases was preparation stage,
field test phase, and marketing stage. Daily Growth Rate (DGR) micropropagated K.
Alvarezii cultivated with longline method obtained was 5,57 ± 0.14 %/day. The
temperature ranges from 26-29 o
C, while salinity units ranges from 29-31 ppt. The
pests found was Sargassum polycystum and Siganus sp. while the identified species
disease was Ice-ice. Market price of K.alvarezii seaweed was Rp. 18.000,-/kg.
Keywords: K. alvarezii, Micropropagated, Longline Method, Pest and Disease,
The Price of Seaweed.
vii
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………. iii
RIWAYAT HIDUP…..……………………………………………... iv
ABSTRAK…………………………………………………………… v
ABSTRACT…………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………… xx
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………... 2
1.3. Tujuan dan Kegunaan………………………………………. 3
2. METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan Tempat………………………………………….. 5
2.2. Prosedur Praktikum…………………………………………. 5
2.2.1. Tahap Persiapan…….………..………………………… 5
2.2.2. Uji Lapangan…………………………………………... 6
2.2.3. Pemasaran……………………………………………… 14
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil…………………………………………………………. 16
3.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)………………………. 16
3.1.2. Parameter Kualitas Air…………………………………. 16
3.1.3. Hama dan Penyakit………….......................................... 17
3.1.4. Pasca Panen ……………………………………............. 17
3.2. Pembahasan…………………………………………………. 18
3.2.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)……………………..... 18
3.2.2. Parameter Kualitas Air…………………………………. 19
3.2.3. Hama dan Penyakit……………………………………..
3.2.4. Pasca Panen........................……………………………..
3.2.5. Pemasaran.........................................................................
20
21
22
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan……………………………………………………… 23
B. Saran………………………………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA
viii
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Alat Pintar (Alat Pemintal Tali Rumput Laut)………… 6
2 Proses Pembuatan Tali Pengikat Rumput Laut……….. 6
3 Pembuatan Tali Ris……………………………………. 7
4 Desa Bungin Permai…………………………………... 8
5 Rumput Laut (K. alvarezii) Kultur Jaringan …………. 9
6 Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut Hasil Kultur
jaringan (K. alvarezii)………………………………… 9
7 Epifit………………………………………………….. 9
9 Pengontrolan kedua…………………………………… 10
10 Pengontrolan Keempat………………………………… 10
11
12
13
14
15
16
17
Proses Pemanenan Rumput Laut………………………
Pemanenan Rumput Laut………………………………
Penimbangan Rumput Laut……………………………
Pengeringan Rumput Laut……………………………..
Hasil Monitoring Rumput Laut………………………..
Penimbangan Rumput Laut Kering……………………
Perbandingan Kualitas Rumput Laut Kering………….
12
12
13
13
17
17
18
ix
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap
Persiapan………………………………………………………
4
2 Alat Dan Bahan Beserta Kegunaannya Pada Tahap Uji
Lapangan……………………………………………………… 7
3 Hama dan Penyakit Rumput Laut ……………………………. 13
4 Parameter yang diamati……………………………………….. 14
5 LPH Rumput Laut Hasil Budidaya…………………..………. 15
5 Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air…………………… 15
1
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karakteristik kepulauan Indonesia dengan mayoritas wilayah permukiman
berada di pesisir, ditunjang dengan luas wilayah lautnya yang mencakup hampir 70%
luas wilayah NKRI, menjadikan laut sebagai salah satu tumpuan penyediaan
kebutuhan pangan nasional. Rumput laut merupakan salah satu komoditas andalan
rakyat di daerah pesisir. Budidaya komoditas ini berkembang karena merupakan salah
satu usaha yang secara ekonomi maupun teknologi mudah dijangkau oleh masyarakat
nelayan (Rahadiati dkk., 2012).
Potensi perikanan di Sulawesi Tenggara (Sultra) khususnya untuk komoditas
rumput laut sangat besar. Provinsi Sultra merupakan provinsi kepulauan dengan luas
wilayah laut sekitar ± 114.879 km2
, dengan panjang garis pantai 1.740 km (DKP-
Sultra, 2014). Sultra menempati posisi keempat dengan produksi rumput laut di
Indonesia. Total produksi 347.726 ton atau sebesar 8,93%. Saat ini, kegiatan
budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah berkembang pada setiap
Kabupaten/Kota Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015).
Produksi rumput laut di Sultra sampai saat ini (>85 %) yang didominasi oleh
budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum yang
sebagian besar menyuplai permintaan pasar global untuk bahan baku (Sahrir et al.,
2014).
Konawe Selatan (Konsel) merupakan salah satu Kabupaten yang berada di
Sultra, memiliki potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut jenis
K. alvarezii, karena dapat dilakukan dengan menggunakan modal yang kecil,
menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang
tinggi, siklus produksi yang singkat, dan metode pasca panen yang tidak terlalu sulit
(Asaf dkk., 2014).
Budidaya rumput laut memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan
produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta memenuhi
kebutuhan pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
2
2
pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan petani ikan serta menjaga kelestarian
sumber hayati perairan (Patang dan Yunarti, 2013). K. alvarezii Doty dan
E. denticulatum (Doty yang menghasilkan kappa-karagenan dan iota-karagenan,
masing-masing) adalah dua varietas Carrageenophytes yang banyak dibudidayakan
di Negara-negara Asia Tenggara, dan diperkirakan bahwa kedua spesies ini
menghasilkan sekitar 120.000 ton karagenan setiap tahunnya, namun lebih dari 90 %
biomassa ini disumbangkan oleh K. alvarezii (Santhanaraju et al., 2014).
Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor yang utama program
revitalisasi perikanan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat
(Asni, 2015). Rumput laut khususnya K. alvarezii merupakan komoditi ekspor yang
saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat pesisir. Selain karena budidayanya
mudah dan tidak memerlukan modal investasi yang besar, namun memiliki nilai
ekonomis penting (Irawari dkk., 2016). Oleh karena itu kemampuan produksinya harus
terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang meningkat setiap tahunnya
(Hermawan, 2015). Rumput laut dewasa ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia
terutama di Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. Pengembangan
budidaya rumput laut merupakan salah satu peluang usaha alternatif yang juga dapat
dilakukan di Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra (Rahadiati, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Kendala dalam kegiatan budidaya rumput laut adalah ketersediaan bibit yang
berkualitas tinggi. Hal ini disebabkan akibat pengunaan bibit secara terus menerus
dari indukan yang sama sehingga hal ini juga mengakibatkan menurunnya kadar
kualitas dari bibit tersebut. Hal ini sesuai dengan penjelasan (Sapitri dkk., 2016)
bahwa penggunaan bibit berulang-ulang dari sumber bibit yang sama berpotensi
mengalami penurunan kualitas rumput laut tersebut. Irawati dkk. (2016) juga
menyatakan bahwa, saat ini produksi K. alvarezii yang dibudidayakan masih
memiliki kualitas yang rendah. Berdasarkan hasil pemantauan langsung di lapangan,
hal ini diduga karena bibit yang digunakan adalah bibit turun temurun dari hasil
kegiatan budidaya. Selain itu, ada masa dimana cuaca tidak mendukung proses
3
3
kegiatan budidaya yang mengakibatkan pertumbuhan menurun dan mudah terserang
penyakit.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas, yaitu dengan
menggunakan bibit hasil kultur jaringan. Rumput laut yang dihasilkan melalui teknik
kultur jaringan mempunyai keunggulan dalam hal pertumbuhan dari pada rumpul laut
lokal. Peningkatan bobot pada rumput laut lokal 12 kali lipat dari bobot awa selama
masa pemeliharaan sedangkan rumput laut hasil kultur jaringan, peningkatan
bobotnya dapat mencapai hingga 15 kali lipat dari bobot awalnya (Sulistiani dan
Yani, 2015). Oleh sebab itu, bibit hasil kultur jaringan yang dibudidayakan dengan
menggunakan metode longline memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan
produksi rumput laut K. alvarezii.
Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan
dengan metode longline di Desa Bungin Permai pada bulan April – Juni 2018 selama
35 hari sebelumnya sudah pernah dilakukan pada tahun 2017 lalu oleh Rama et al.
(2018). Pada penelitian tersebut dihasilkan LPH 4,6 ± 0,66 %/hari dengan kisaran
suhu 28-29 o
C dan salitas berkisar 30-31 ppt. Selama proses budidaya berlangsung
ditemukan hama dan penyakit yang menghambat pertumbuhan rumput laut. Hama
yang ditemukan pada penelitian ini adalah Sargassum polycystum dan Hypnea
musciformis. Sedangkan penyakit yang ditemukan adalah ice-ice. Oleh karena itu,
kegiatan PKL-MAL ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding pada monitoring
tahun ke-II dalam pemanfaatan bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL)
yaitu untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut K. alvarezii hasil bibit kultur
jaringan dengan menggunakan metode longline, mulai dari proses pengikatan bibit,
pemeliharaan, pemanenan, pasca panen, dan pemasaran serta untuk mengetahui Laju
Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii selama pemeliharaan.
Kegunaan dari PKL - MAL yaitu untuk mengetahui teknik budidaya rumput
laut K. alvarezii hasil bibit kultur jaringan dengan menggunakan metode longline,
4
4
mulai dari proses pengikatan bibit, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen, dan
pemasaran serta untuk mengetahui LPH rumput laut K. alvarezii selama
pemeliharaan.
Kegiatan yang dilakukan pada PKL–MAL di monitoring tahun ke-II ini
diharapkan menjadi bahan pembanding kegiatan PKL–MAL dimonitoring
sebalumnya yang pernah dilakukan pada tahun 2017 yang lalu. Sebagai menjadi
gambaran masalah bagi semua pihak terkait (stakeholders).
5
5
II. METODE
2.1 Waktu dan Tempat
PKL - MAL dilakukan pada bulan April - Juni 2018. PKL ini terdiri atas tiga
tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan yang dilaksanakan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Tahap kedua adalah
uji lapangan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan. Tahap ketiga yaitu tahap pemasaran yang dilakukan di pengepul (rumput
laut) yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
2.2 Prosedur Praktikum
2.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan PKL - MAL ini dilakukan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap tersebut adalah pembuatan tali pengikat bibit rumput laut dan
membuat tali ris. Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya pada Tahap Persiapan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1
2
Alat
- Pisau/cutter
- Mistar
- Alat pintar
- Kamera
- Meteran
Bahan
- Tali PE
- Lilin
Memotong tali
Mengukur jarak tali pengikat
Alat bantu mengikat tali rumpt laut
Mendokumentasikan kegiatan
Mengukur panjang tali PE
Tali utama
Merapihkan ujung tali pengikat
Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap persiapan ini yaitu antara lain
sebagai berikut:
1. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah asistensi pengenalan tentang rumput
laut, metode yang akan digunakan serta alat dan bahan yang akan digunakan.
6
6
Pada kegiatan ini juga dilakukan pengenalan mengenai alat pintar (pemintal tali
rumput laut), yang berfungsi untuk memudahkan dalam pembuatan tali ris. Alat
pintar (pemintal tali rumput laut) yang digunakan dapat dilihat pada (Gambar 1).
Gambar 1. Alat Pintar yang digunakan terbuat dari bahan kayu
A) Tampak samping; B) Tampak atas
2. Kegiatan selanjutnya yaitu membuat tali pengikat bibi rumput laut yang dimulai
dari menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan (Tabel 1). Tali bibit yang
dibuat dengan panjang tali pengikat 15 cm. Tali pengikat bibit dibuat dengan
menggunakan alat pintar (Gambar 1), setelah itu dipotong dengan menggunakan
gunting, ujung pada tali sampul yang telah dipotong dibakar (Gambar 2) untuk
menghilangkan serabut pada tali hal ini dilakukan untuk menghindari tumbuhan
penempel (epifit) pada tali saat digunakan di lapangan. Proses pembuatan tali
pengikat bibit rumput laut (Gambar 2A, B).
3. Setelah itu, memotong ujung pada tali sampul dan dibakar dapat dilihat pada
(Gambar 2).
Gambar 2. Proses Pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali
pengikat rumput laut; B) Membakar ujung tali pengikat
A B
A B
7
7
4. Mengikat tali pengikat rumput laut pada tali PE, jarak antara pengikat tali rumput
laut yang satu dengan yang lain adalah 10 cm. pembuatan tali ris dapat dilihat
pada (Gambar 3A, B).
Gambar 3. Pembuatan tali ris. A) Memasukan tali pengikat pada tali PE;
B) Tali Ris dengan jarak 10 cm.
2.2.2. Uji Lapangan
Tahap kedua adalah uji lapangan, yang dilaksanakan di Desa Bungin Permai
yang secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa dan berada pada
posisi garis lintang 4°29'24.03 Lintang Selatan dan 122°13'26.60 Garis Bujur Timur.
Kabupaten Konawe dan Kota Kendari di sebelah utara, Kabupaten Muna dan
kabupaten Bombana di sebelah Selatan, Kabupaten Kolaka di sebelah Barat dan di
bagian Timur berbatasan dengan laut banda dan laut Maluku.
Desa Bungin Permai memiliki luas wilayah sekitar 5x15 km². Penduduk
Desa Bungin Permai berjumlah 1.286 jiwa, jumlah kepala keluarga 272 KK, dengan
jumlah laki-laki 626 jiwa dan jumlah perempuan 602 jiwa. Sebagian besar jenis
pekerjaan yang digeluti masyarakatnya yaitu nelayan penangkap ikan dan juga petani
rumput laut. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 4A, B).
A B
10 Cm
8
8
Gambar 4. Desa Bungin Permai. A) Lokasi di Sekitar Pemukiman Penduduk; B)
Desa Bungin Permai GPS.
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Table 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya Pada Tahap Uji Lapangan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1
2
Alat
- Pisau/cutter
- Tali PE
- Botol plastic 600 ml
- Timbangan digital
- Label nama
- Thermometer
- Hand refraktometer
- Kamera
- Kantong plastik
Bahan
- Rumput laut (K. alvarezii)
hasil kultur jaringan
Memotong rumput laut
Tali utama
Pelampung tali rumput laut
Menimbang bibit rumput laut
Menulis nama dilabel
Mengukur suhu
Mengukur salinitas
Mendokumentasikan kegiatan
Wadah penampung tumbuhan penempel
Objek budidaya
Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap uji lapangan adalah sebagai berikut.
1. Memilih dan memotong rumput laut yang telah disediakan yaitu rumput laut dari
hasil kultur jaringan pada masing-masing kelompok (Gambar 5B).
2. Menimbang bibit rumput laut hasil dari kultur jaringan dengan menggunakan
timbangan digital dengan berat 10 g (Gambar 5A).
A B
9
9
Gambar 5. Rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan.
A) Penimbangan bibit; B) Bibit rumput laut
(K. alvarezii) hasil kultur jaringan.
3. Bibit rumput laut hasil kultur jaringan yang telah ditimbang dengan berat berat
10 g. Kemudian diikat pada tali ris yang telah dibuat sebelumnya (Gambar 2) dan
diberi label sebagai tanda pengenal sesuai dengan nama dan kelompoknya
masing-masing. Proses mengikat bibit rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 6).
Gambar 6. Proses pengikatan bibit rumput laut (K. alvarezii)
hasil kultur jaringan.
4. Menanam bibit rumput laut yang telah diikat pada lokasi budidaya yang telah
ditentukan (Gambar 4). Untuk menjangkau lokasi tersebut digunakan perahu
sebagai alat transportasi. Penanaman bibit rumput laut dilakukan dengan
mengikat tali ris pada tali induk dengan jarak masing-masing 1 m. Setelah itu
dilakukan pemasangan pelampung botol plastik 600 ml sebanyak 4 botol 21 m tali
ris.
1 cm
A B
10
10
2.2.3. Monitoring
Monitoring atau juga dikenal sebagai pengontrolan, dilakukan setiap dua kali
dalam seminggu, yaitu pada hari Kamis dan hari Ahad, dengan membagi peserta
praktikum menjadi dua kelompok yang akan bergantian melakukan monitoring
selama dua kali dalam seminggu. Monitoring rumput laut yang dilakukan mulai dari
monitoring pertama sampai terakhir adalah sebagai berikut.
A. Monitoring Pertama (26 April 2018)
Pada monitoring pertama, kegiatan yang dilakukan yaitu membersihkan rumput
laut dari lumpur yang menempel pada rumput laut dan epifit, serta mengukur
suhu dan salinitas. Epifit dapat dilihat pada (Gambar 7).
Gambar 7. Epifit Sargassum polycystum. A) Basah; B) Kering.
B. Monitoring Kedua (29 April 2018)
Pada monitoring kedua, dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut dan
ditemukan beberapa rumput laut yang terserang ice-ice serta dilakukan
pengukuran suhu dan salinitas. Pengontrolan kedua dapat dilihat pada
(Gambar 8).
Gambar 8. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel
pada rumput laut; B) Rumput laut terserang Ice-ice
A B
A B
1 cm 1 cm
11
11
C. Monitoring Ketiga (03 Mei 2018)
Monitoring ketiga yaitu melakukan pembersihan rumput laut seperti yang
dilakukan pada monitoring kedua dan masih terdapat rumput laut yang terserang
ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu dan salinitas. Monitoring ketiga dapat
ilihat pada (Gambar 8).
D. Monitoring keempat (13 Mei 2108)
Monitoring keempat masih ditemukan epifit (S. polycystum) yang menempel pada
tali rumput laut. Pada monitoring keempat juga melakukan pengukuran suhu dan
salinitas. Monitoring keempat dapat dilihat pada (Gambar 9).
Gambar 9. Pengontrolan keempat pembersihan rumput laut;
A) Pengukuran suhu; B) Pengukuran salinitas
2.2.4. Pemanenan dan Pasca Panen
A. Pemanenan
1. Setelah melakukan monitoring selama empat minggu, kegiatan selanjutnya yaitu
tepatnya pada minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan
mengambil bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya dengan
menggunakan perahu sebagai transportasi ke lokasi. Proses pemanenan rumput
laut dapat dilihat pada (Gambar 10A, B).
A B
12
12
Gambar 10. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan
tali rumput laut pada tali induk; B) Memanen bibit
rumput laut.
2. Menimbang rumput yang baru-baru dipanen secara keseluruhan dalam satu tali
longline, pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan rumput laut
dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut secara keseluruhan. Hal ini
dapat dilihat pada (Gambar 11B).
Gambar 11. Pemanenan rumput laut. A) Hasil pemanenan
rumput laut; B) penimbangan rumput laut.
3. Melakukan penimbangan rumput laut yang telah dipanen (sebelumnya berat 10 g
pada saat penanaman). Proses penimbangan dapat dilihat pada (Gambar 12B).
A B
A B
13
13
Gambar 12. Penimbangan rumput laut. A) Persiapan
penimbangan; B) Menimbang Rumput Laut
B. Pasca Panen
Pasca panen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah melakukan
pemanenan yang meliputi proses penjemuran dan penimbangan berat kering dari
rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan. Untuk prosesnya dapat dilihat sebagai
berikut.
1. Penjemuran dilakukan selama seminggu di bawah sinar matahari. Waktu
penjemuran pada pasca panen dalam PKL-MAL ini terbilang cukup lama
dikarenakan kondisi cuaca yang kurang mendukung (musim hujan). Namun,
apabila kondisi cuaca bagus dalam tiga hari penjemuran rumput laut dapat kering
dengan baik. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan metode gantung
(hanging method). Selama proses penjemuran, rumput laut tidak boleh terkena air
hujan. Proses penjemuran dapat dilihat pada (Gambar 13).
Gambar 13. Pengeringan rumput laut
2. Melakukan penimbangan berat kering rumput laut yang telah dikeringkan hingga
tidak ada lagi kandungan air yang tersisa pada rumput laut. Rumput laut
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital (Gambar 14).
A B
14
14
Gambar 14. Penimbangan rumput
laut kering.
2.2.5. Tahap Pemasaran
Pemasaran dilakukan untuk mendapatkan keuntungan selama melakukan
pemeliharaan. Harga rumput laut di Indonesia termaksud di kota Kendari tidak tetap
(fluktuatif) tergantung ketersediaan dan permintaan pasar. Hingga saat ini, pemasaran
untuk hasil PKL MAL belum juga dilaksanakan sebab adanya kendala dari pihak
pasar. Namun harga rumput laut perkilo saat ini mencapai harga Rp. 18.000,-/kg.
2.3. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati selama PKL-MAL mengenai budidaya rumput laut (K.
alvarezii) menggunakan bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut:
1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Untuk menghitung LPH dapat menggunakan rumus persamaan berdasarkan
(Yong et al. 2014) berikut.
LPS [(
t
)
1
t
] 1 1
Keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)
Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir penelitian (g)
W0 = Bobot rata-rata individu pada awal penelitian (g)
T = Waktu Penelitian (hari)
15
15
2. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Hama dan penyakit rumput laut yang teridentifikasi selama PKL – MAL ini
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hama dan penyakit pada rumput laut
No Hama dan Penyakit Status
1 Sargassum polycystum Hama
2 Siganus sp. Hama
3 Ice-ice Penyakit
3. Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati selama PKL-MAL dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Parameter kualitas air yang diamati beserta alat yang digunakan
No Parameter Alat ukur Waktu Pengukuran
1 Suhu Termometer 1 kali dalam seminggu
2 Salinitas Hand refraktometer 1 kali dalam seminggu
16
16
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Hasil LPH PKL - MAL pada rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan
selama 35 hari yaitu 5,57 ± 0.14 %/hari dengan rasio perbandingan berat basah: berat
kering 1: 9.69. Hal ini juga dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. LPH Rumput Laut Hasil Budidaya Perindividu
Penimban
gan
W0 (g)
(berat
awal)
Wt (g)
(berat
basah)
Wt (g)
(berat
kering)
LPH
(%/hari ±
SD)
Rasio Berat
Kering : Berat
Basah
Rumpun 1 2 3 4 5
1 10 64 8 5.45 1 : 8.00
2 10 65 6 5.49 1 : 10.83
3 10 70 7 5.72 1 : 10.00
4 10 68 8 5.63 1 : 8.5
5 10 72 8 5.80 1 : 9.00
6 10 65 6 5.49 1 : 10.83
7 10 64 6 5.45 1 : 10.67
Jumlah 70 468 49 39.03 67.83
Rata-rata 1 0 66.85 7 5.57±0.14 1 : 9.69
3.1.2 Parameter Kualitas Air
Hasil pengamatan parameter yang diukur selama masa pemeliharaan rumput
laut hasil kultur jaringan yaitu suhu (26-29 o
C) dan salinitas (29-31 ppt) selama 35
hari.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air
No Hari/Tanggal Monitoring
Parameter yang diamati
Suhu (ºC) Salinitas (ppt)
1 26 April 2018 1 26 30
2 29 April 2018 2 26 31
3 03 Mei 2018 3 26 31
4 13 Mei 2108 4 26 30
5 20 Mei 2018 Pemanenan 29 29
17
17
3.1.3 Hama dan Penyakit
Gangguan hama dan infeksi penyakit seringkali ditemukan dalam proses
budidaya rumput laut. Selama proses pemeliharaan dalam PKL-MAL hama yang
sering mengganggu rumput laut yaitu ikan Beronang (Siganus sp.) dan epifit
(Sargassum polycystum) yang menempel pada tali rumput laut. Sedangkan penyakit
yang menginfeksi ujung thallus rumput laut yaitu Ice-ice.
Gambar 15. Penyakit dan hama rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur
jaringan yang ditemukan selama PKL-MAL. A) Penyakit
Ice-ice; B) Epifit (Sargassum polycystum)
3.1.3 Pasca Panen
Rumput laut yang telah dijemur dengan menggunakan metode gantung
memiliki keunggulan dari penjemuran yang biasa dilakukan oleh pembudidaya
rumput laut komersil yaitu dengan menghamparkan diatas para-para yang dilapisi
oleh terpal dibagian atasnya. Penjemuran dengan menggunakan metode gantung juga
memudahkan dalam proses pengambilan ketika rumput laut telah kering. Rumput laut
yang kering dengan baik memiliki ciri berwarna coklat kemerahan sedangkan yang
keringnya kurang baik berwarna kuning pucat. Perbedaan kualitas rumput laut dapat
dilihat pada (Gambar 15A, B).
A B
18
18
Gambar 16. Perbandingan kualitas rumput laut. A) Kualitas baik;
B) Kualitas jelek.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
LPH pada rumput laut (K. alvarezii) kultur jaringan yang dipeliharan selama
35 hari dengan menggunakan metode longline yaitu menghasilkan LPH
5.57±0.14 %/hari dengan rasio perbandingan berat basah: berat kering 1: 9.69. Hasil
yang diperoleh cukup baik dari hasil penelitian sebelumnya (Rama dkk., 2018),
memperoleh LPH 4.6±0,66 %/hari dari bobot awal bibit yang digunakan sama yaitu
10 g. dengan waktu pemeliharaan selama 35 hari. Sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh (Suresh at al., 2015) di pantai barat laut India, dengan menggunakan
metode net bag setelah 30 hari pemeliharaan menghasilkan LPH yaitu
5,83±0.18 %/hari. LPH yang berbeda dapat sebebabkan oleh adanya bahan pencemar
yang disekitar perairan. Perbedaan penetrasi cahaya matahari karena kedalaman
perairan juga dapat menjadi salah satu faktor yang menjadikan pertumbuhan rumput
laut kurang baik hingga menghasilkan LPH yang rendah, adanya pergerakan arus dan
karena cuaca buruk. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Abdan dkk. 2013) bahwa laju
pertumbuhan rumput laut semakin menurun dikarenkan adanya perbedaan penetrasi
cahaya matahari yang diterima oleh setiap kedalaman sehingga menghasilkan
pertumbuhan yang berbeda dengan kemampuan masing-masing dalam
pertumbuhannya. Dinh dkk. (2009) juga mengatakan bahwa pada penelitian K.
alvarezii yang dilakukannya selama enam bulan di Vietnam juga mengalami
penurunan nilai LPH hingga 1.6-2.4% di pertengahan waktu penelitiannya. Hal
1 cm 1 cm
A B
19
19
serupa juga dijelaskan oleh (Ateweberham dkk. 2014) bahwa penelitiannya yang
berada di daerah dengan empat musim, pada musim dingin mengalami penurunan
LPS hingga 0.3% perhari yang disebabkan oleh perubahan suku dan salinitas serta
adanya serangan penyakit Ice-ice.
LPH dari kegiatan PKL-MAL ini adalah 5.57±0.14 %/hari. LPH tersebut
terbilang sangat rendah dibandingkan dengan data dari (Santi, 2018) yang
menghasikan LPH mencapai 9.17±0.50 %/hari dari bibit yang sama (rumput laut hasil
kultur jaringan). Hal ini menjadi cukup menarik untuk diketahui, sebab lokasi dan
waktu pemeliharaan sama serta perlakuan pada saat monitoring juga sama yaitu
membersihkan rumput laut dari tumbuhan penempel (epifit S. polycystum) serta
kualitas air saat monitoring juga sama (Tabel 5). Perbedaan LPH ini, karena
perbedaan jumlah pelampung yang diberikan. Adanya penambahan pelampung kecil
pada tali longline milik (Santi, 2018), dimana setelah melakukan penambahan
pelampung kecil menyebabkan tali longline sedikit mengapung beberapa cm dari
permukaan air. Hal ini menyebabkan rumput laut mudah berfotosintesis sehingga
pertumbuhannya lebih cepat. Menurut Darmawati (2013) bahwa proses fotosintesis
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut untuk mendapatkan nutrisi.
Hal ini juga dikemukakan oleh Hayashi dkk. (2007), bahwa kecukupan intensitas
cahaya matahari yang diterima oleh rumput laut sangat menentukan kecepatan
rumput laut untuk memenuhi kebutuhan nutrien seperti karbon (C), nitrogen (N) dan
posfor (P) untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
3.2.2. Parameter Kualitas Air
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil praktikum ini, kualitas air yang
diamati yaitu suhu dan salinitas. Rata-rata suhunya yaitu 26-29 0
C. dan salinitas 29-
30 ppt (Tabel 6) penelitian Irawati dkk. (2016) mengatakan kisaran salinitas 30-38
ppt merupakan nilai yang sangat mendukung pertumbuhan K. alvarezii. Untuk kadar
salinitas cukup memenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan rumput laut, hal ini sesuai
dengan pernyataan Ichsan dkk. (2016) bahwa kadar garam yang sesuai untuk
pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 ppt. Salinitas yang baik berkisar antara
20
20
28 - 34 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan
salinitas demikian, perlu dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai.
Rumput laut sangat memerlukan lingkungan perairan yang baik untuk tumbuh,
lingkungan perairan yang buruk akan mengakibatkan proses fotosintesis pada rumput
laut terganggu sehingga dalam memperoleh unsur hara kurang baik dan dapat
menghambat pertumbuhan. Penelitian Irawati dkk. (2016) mengatakan Suhu perairan
mempengaruhi laju fotosintesis dan dapat merusak enzim serta membran sel. Pada
suhu yang rendah, membran sel, yang terdiri atas protein dan lemak, dapat mengalami
kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel.
3.2.3 Hama dan Penyakit
Selama 35 hari proses budidaya rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur
jaringan terdapat hama Siganus sp. dan epifit serta penyakit Ice-ice. Penyakit Ice-ice
yang menyerang rumput laut diduga akibat kondisi dari kualitas perairan tempat
dilaksanakannya budidaya rumput laut, terutama pada suhu. Kondisi suhu perairan
yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuningan. Ini
salah satu ciri thallus yang terinfeksi ice-ice (Irawati dkk., 2016). Menurut Husna dan
Shapawi, (2015) mengatakan bahwa, selama penelitiannya penyakit ice-ice
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dimana salah satu faktor penyebab
timbulnya penyakit ice-ice dikarenakan oleh perubahan suhu perairan yang mendadak
sehingga membuat rumput laut stress dan mudah terserang penyakit.
Sedangkan tanaman penempel yang diidentifikasi yaitu jenis Sargassum
polycystum (Gambar 8). Tumbuhnya jenis tanaman tersebut dapat disebabkan oleh
suhu perairan pada lokasi yang digunakan saat PKL juga sesuai dengan kriteria
pertumbuhannya. Menurut Sunu dkk. (2015) bahwa S. polycystum tumbuh dengan
baik pada suhu perairan berkisar antara 28-30 o
C, keadaan tersebut dapat dikatakan
pada kisaran suhu yang sesuai. Suhu mempunyai pengaruh terhadap kecepatan
fotosintesis, sampai pada suatu titik tertentu kecepatan fotosintesis akan meningkat
seiring meningkatnya suhu. Hasil pengukuran parameter kualitas air selama PKL
tersebut berkisar antara 26-29 o
C (Tabel 6), kisaran tersebut memiliki peluang bagi
21
21
tanaman epifit S. polycystum untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Vairappan
et al. (2014) juga menyatakan bahwa, epifit Sargassum spp. umumnya ditemukan di
dekat lokasi budidaya rumput laut yang dapat menginfeksi karagenopita, serta wabah
epifit tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara Asia lainnya
seperti Negara Malaysia dan Filipina yang dapat mengakibatkan penurunan biomassa
yang serius dan penurunan kualitas karagenan.
Pemeliharaan rumput laut dalam PKL ini dilakukan pada bulan April-Mei,
selama proses pemeliharaan tersebut terjadi wabah epifit karena pada bulan tersebut
kondisi perairan mengalami peningkatan suhu sehingga memicu timbulnya wabah
epifit. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Vairappan et al., 2008; Vairappan et al.,
2014) bahwa, terjadinya wabah epifit yang banyak dapat ditemukan antara Maret dan
April, sedangkan fase yang kurang parah yaitu antara September dan Oktober.
Wabah epifit yang menyerang rumput laut K. alvarezii yang dibudidayakan di
Sempora diamati terjadi dua kali dalam setahun, pertama pada akhir Maret hingga
April dan kedua pada bulan September sampai November.
3.2.4 Pasca Panen
. Pemanenan rumput laut yang dipelihara dilakukan setelah 35 hari
pemeliharaan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari sebab pada waktu tersebut suhu
perairan belum terlalu padas. Pemanenan yang dilakukan pada siang hari akan
mengakibatkan penurunan kualitas terhadap rumput laut. Pada praktikum ini, setelah
dilakukan pemanenan hal selanjutnya yang dilakukan yaitu penimbangan rumput laut,
hal ini dilakukan untuk mengetahui bobot total basah pada rumput laut tersebut.
Pada penanganan pasca panen, salah satu yang dilakukan yaitu pengeringan
atau penjemuran. Metode pengeringan rumput laut dapat dilakukan secara langsung
yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Menurut Djaeni dkk, (2012)
pengeringan dapat menggunakan drum dryer atau tray dryer. Dalam praktikum ini
metode pengeringan yang dilakukan yaitu secara langsung dengan sinar matahari
dengan cara menggantung rumput laut. Pada metode pengeringan secara langsung
juga memiliki cara lain selain menggantung yakni dengan meletakan di atas wadah
22
22
seperti terpal. Namun dengan cara digantung hasil yang didapatkan lebih baik dari
pada dengan cara diletakkan diatas wadah. Perbedaan hasil pengeringan dengan cara
digantung dan diletakan diatas wadah dapat dilihat pada Gambar 17. Menurut
Lee et al. (2014) bahwa ada tujuh metode yang dapat digunakan untuk mengeringkan
rumput laut diantaranya oven pengeringan (40 o
C), pengeringan oven (80 o
C),
pengeringan matahari, metode gantung, pengeringan sauna, pengeringan bayangan
dan pengeringan dengan mengunakan freeze.
3.2.5. Pemasaran
Usaha rumput laut akan menguntungkan jika harga lebih dari Rp. 3.500,-/kg
kering. Jika kurang maka pembudidaya akan merugi (Rahadiati dkk., 2012). Oleh
karena itu, harga rumput laut di pasar diharapkan selalu stabil sehingga akan makin
banyak orang yang tertarik untuk mengembangkan budidaya rumput laut. K. alvarezii
(Doty) telah dibudidayakan secara luas baik untuk tujuan yang dapat dimakan dalam
hal ini dapat dikonsumsi dengan baik jan juga dapat dijadikan sebagai sumber
Carrageenophyte untuk industri (Dinh dkk., 2009). Namun saat ini harga rumput laut
kering perkilonya cukup baik yaitu 18.000,-/kg. Harga pemasaran tersebut,
diharapkan tidak mengalami penurunan dan diharapkan untuk kedepannya harga
pemasaran rumput laut perkilonya dapat meningkat dari harga pemasaran saat ini.
23
23
IV. SIMPULAN DAN SARAN
1.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan budidaya rumput laut K. alvarezii
menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline yang telah
dilaksanakan pada PKL–MAL, hal yang diamati yaitu suhu yang berkisar antara
26-29 0
C dan salinitas 29-30 ppt. pada setiap monitoring yang dilakukan selama 35
hari waktu pemeliharaan terdapat penyakit yang menyerang pada rumput laut yaitu
Ice-ice yang terdapat pada bagian thallus dan juga epifit (S. polycystum) yang
menempel pada tali longline. LPH K. alvarezii hasil kultur jaringan, selama masa
pemeliharaan 35 hari yaitu 5,57±0.14 %/hari dengan rasio perbandingan berat basah:
berat kering 1: 9.69. LPH ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan
Rama dkk., (2018) yaitu 4.6±0,66 %/hari.
1.2. Saran
Sebaiknya pemeliharaan rumput laut (K. alvarezii) dilakukan selama 45 hari,
agar mendapatkan hasil pertumbuhan rumput laut yang lebih baik lagi.
24
24
DAFTAR PUSTAKA
Abdan., Rahman, A dan Ruslaini. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut (Eucheuma
spinosum) Menggunakan Metode Longline. Jurnal Mina Laut Indonesia.
3(12):113-123.
Aslan, L. M. O., Iba, W., Bolu, L. R., Ingram, B. A., Gooley, G. J., Silva, S. D. 2015.
Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Practices and Coastal
Sosioeconomic Aspects of Major Commodities. Ocean dan Coastal
Management: 166:44-57.
Asni A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Berdasarkan
Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di perairan Kabupaten Banteng. Jurnal
Akuatik. Vol 6(2): 140-153.
Ateweberhan M., Rougier A dan Rakotomahazo C. 2014. Influence of Environmental
Factors and Farming Technique on Growth and Health of Farmed
Kappaphycus alvarezii (Cottonii) in South-West Madagascar. J Appl
Phycol. Dot.
BPS. 2008. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2008. Badan Statistik. Kendari.
Darmawati. 2013. Analisis Laju Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
yang Ditanam pada Berbagai Kedalaman. Jurnal Ilmu Perikanan Octopus
Vol 2(2): 184-191.
Dinh L. H., Hori K., Quang H. N., Kha T dan Thi L. H. 2009. Seasonal Changes in
Growth Rate Carrageenan Yield and Lectin Conten in the Red Alga
Kappaphycus alvarezii Cultivated in Camranh Bay Vietnam. J Appl Phycol.
21: 265-272.
DKP-Sultra. 2014. Potensi Perikanan Budidaya di Sulawesi Tenggara. http-arsal
gudangilmu.blogspot.co.id./2014/05/potensi-perikanan-budidaya-di
Sulawesi.html?m=1. Diakses Tanggal 21 Juni 2018. 3 hal.
Hadi M. H., Arisandi A dan Hafiludin. 2016. Identifikasi Spesies Alga Eucheuma
cottonii pada Lokasi yang Berbeda di Kabupaten Sumenep. Jurnal Prosiding
Seminar Kelautan: 334-338.
Hayashi, L., Paula, E. J., and Chow, F. 2007. Growth Rate and Carrageenan Anlyses
in Four Strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales)
Farmed in the Subtropical Waters of Sao Paulo State, Brazil. J App
Phycology. Vol 19(5): 393-399. Springer Netherland.
Hermawan D. 2015. Pengaruh Perbedaan Strain Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 5
(1): 71-78.
Husna. W. Z dan Shapawi R. 2015. Performance of Red Seaweed (Kappaphycus sp.)
Cultivated Using Tank Culture System. Journal of Fisheris and Aquatic
Science. Vol 10(1) : 1-12.
25
25
Ichsan A. N., Syam H dan Patang. 2016. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Produksi
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian. Vol 2: 27-40.
Irawati., Badraeni., Abustang dan Tuwo Ambo. 2016. Pengaruh Perbedaan Bobot
Tallus Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Strain
Coklat yang Dikayakan. Jurnal Rumput Laut Indonesia. Vol 1 (2): 82-87.
Kumesan, E. C. H., Pandey, E. V dan Lohoo, H. P. 2017. Analisa Total Bakteri,
Kadar Air dan pH Pada Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Dua
Metode Pengeringan. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol 5(1):
124-129.
Lee A. M. L., Yasir S., Matanjun P dan Fadzelly M. A. B. 2014. Effect of Different
Drying Tecniques on the Phytochemical Content and Antioxidant Anctivity
ff Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol. Dot.
Patang dan Yunarti. 2013. Pengaruh Berbagai Metode Budidaya dalam
Meningkatkan Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii ( Kasus di
Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep). Jurnal Galung Tropika. Vol. 2
(2): 60-63.
Rahadiati A., Dewayany., Hartini S., Widjojo S dan Windiastuti R. 2012. Budidaya
Rumput Laut dan Daya Dukung Perairan Timur Indonesia Studi Kasus
Kabupaten Konawe Selatan. Globe. Vol 14 (2): 178-186.
Rama., Aslan, L. O. M., Iba, W., Rahman, A., Armin And Yusnaeni. 2017. Seaweed
Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii) in
Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe
Regency, Southeast Sulawesi. Department of Aquaculture, Faculty of
Fisheries and Marine Science, Halu Oleo University, Kendari 93232.
Ruslaini. 2016. Kajian Kualitas Air Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Gracilatia
Verrucosa) di Tambak dengan Metode Vertikular. Jurnal Ilmu Perairan
Octopus. Vol 5 (2): 522-527.
Sahrir, W. I., Aslan, L. O. M., Bolu, L. O. R., Gooley, G. J., Ingram, B. A dan Silva,
S. S. D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesian.
General Consideration. Aquac. Asia 19 (1): 14-19.
Santhanaraju C. V., Razalie R., Mardiah U. M dan Ramachandram T. 2013. Effects
of Improved Post-Harvest Handling on the Chemical Constituents and
Quality of Carrageenan in Red Alga Kappaphycus alvarezii Doty. J Appl
Phycol. 26: 909-916.
Santi, N. A. L. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode
Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi
Sulawesi Tenggara. Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu
Oleo. Kendari
Simatupang, N. F Dan Kusuma, W. P. S. 2015. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii dengan Metode Berbeda di Perairan Tobea, Kabupaten Muna,
Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Tahun XII Hasil Penelitian dan
Perikanan Kelautan.
26
26
Suliatiani, E dan Yani, S. A. 2015. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotono
(Kappaphycus alvarezii). Seomeo Biotrop. Bogor. 128 Hal
Sunu D. W., Ilalqisny A. I dan Sulistyani. 2012. Keanaekaragaman Morfologi
Rumput Laut Sargassum dari Pantai Permisan Cilacap dan Potensi
Sumberdaya Alginatnya Untuk Industry. Jurnal Pengembangan Sumber
Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan II: 61-66.
Sunu D. W., Ilalqisny A. I dan Sulistyani. 2015. Kandungan Alginate Sargassum
polycystum pada Metode dan Umur Tanam Berbeda. Biosfer. Vol 32 (2):
119-125.
Suresh K. K., Ganesan K dan Subba P. V .R. 2015. Seasonal Strudiesnon Field
Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty on the Northwest Coast
of Indian. J Appl Phycol. Dot.
Vairappan C.S, Chong C.S, Hurtado AQ, FE Soya, Lhonner GB, Critchley A. 2008.
Distribution and Symptoms of Epiphyte Infection in Major
Carrageenophyte-Producing Farms. J Appl Phycol 20: 477-483.
Vairappan, C.S., Sim, C.C., Matsunaga, S. 2014. Effect of Epiphyte Infection on
Physical and Chemical Properties of Carrageenan Produced by Kappaphycus
alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol 26:
923-931.
Yong, W. T. L and Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth Rate and Sem-Refined
Carrageenan Properties of Tissue-Cultured Kappaphycus alvarezii
(Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research. 62:316-321.

More Related Content

What's hot

5067 kst-agribisnis rumput laut
5067 kst-agribisnis rumput laut5067 kst-agribisnis rumput laut
5067 kst-agribisnis rumput laut
Winarto Winartoap
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Hartina Iyen
 

What's hot (20)

LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineRumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
 
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
5067 kst-agribisnis rumput laut
5067 kst-agribisnis rumput laut5067 kst-agribisnis rumput laut
5067 kst-agribisnis rumput laut
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices BmpJuknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmp
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
 
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
 
Budidaya Rumput Laut K. alvarezii
Budidaya Rumput Laut K. alvareziiBudidaya Rumput Laut K. alvarezii
Budidaya Rumput Laut K. alvarezii
 

Similar to Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018

Similar to Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018 (19)

LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTLAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
 
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang manajemen akuakultur laut 2019
Laporan lengkap praktek kerja lapang manajemen akuakultur laut 2019Laporan lengkap praktek kerja lapang manajemen akuakultur laut 2019
Laporan lengkap praktek kerja lapang manajemen akuakultur laut 2019
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 

Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018

  • 1. i i LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-district, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi (Monitoring of the Second Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : RESTI SULAIDA I1A2 15 038 I1A215021 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FALULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018
  • 3. iii iii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena berkat taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan PKL mata kuliah. Manajemen Akuakultur Laut yang berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycuz alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Berbagai kesulitan dan hambatan dalam PKL - MAL yang telah dilalui, namun atas dorongan dan upaya keras terutama dengan adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Koordinator Mata Kuliah MAL, Prof. Dr. Ir. La Ode Aslan, M. Sc, dan Armin, S. Pi selaku asisten PKL-MAL, yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan, pembuatan blog serta arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan kegiatan praktikum sampai penyusunan laporan lengkap ini. Arahan dan masukan dari asisten pembimbing PKL-MAL yaitu kak Armin, S. Pi sangat layak diapresiasi Laporan lengkap ini, secara pribadi dianggap masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, diperlukan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca, demi praktikum serta penyusunan laporan lengkap agar lebih baik lagi ke depannya. Demikian, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Kendari, Juli 2018 Penulis
  • 4. iv iv RIWAYAT HIDUP PENULIS Resti Sulaida Beragama Islam. Lahir di Kendari 20 April 1997. Anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Rauf dan Sabaria. Mengawali jenjang pendidikan di SDN Tumbu-tumbu jaya pada tahun 2004, selesai pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 02 Kolono Timur, Konawe Selatan (Konsel) pada tahun 2009, selesai pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMKN 05 Kendari pada tahun 2012 dan berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 2015 dan kini melanjutkan pendidikan di Universitas Halu Oleo, Kendari, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi BDP (Budidaya Perairan) dan di terima melalui jalur Bebas tes SNMPTN aktif kuliah sampai saat ini. Penulis merupakan anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Budidaya Perairan pada tahun 2015-2018, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2017/2018 dan anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur Indonesia (HIMAKUAI) periode 2016/2018. Penulis juga pernah menjadi finalis pada Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Indonesian Youth Aquaculture (IYA) 2017 di Universitas Brawijaya Malang. Meraih juara dua dalam mengikuti lomba pembenihan ikan yang diadakan oleh HMJ BDP FPIK UHO. Laporan PKL-MAL ini, merupakan karya tulis kedua setelah karya pertama berupa terjemahan yang berjudul “Performance of Red Seaweed (Kappaphycus sp.) Cultivated Using Tank Culture System/ Performansi Rumput Laut Merah (Kappaphycus alvarezii) yang Dibudidayakan Menggunakan Sistem Kultur Tangki” yang ditulis oleh Wahidatul Husna Zuldin and Rossita Shapawi, di Journal of Fisheries Aquatic Science 10(1): 1-12, oleh DOI: 10.3923/ jfas. 2015. 1. 12. .
  • 5. v v Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II) ABSTRAK Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan dalam kegiatan revitalisasi perikanan budidaya yang prospektif. Rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil kultur jaringan memiliki potensi penting untuk budidaya komersil. Praktikum Kerja Lapan (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) dilaksanakan mulai dari April-Juni 2018 di Desa Bungin Permai Kabupaten Konawe Selatan selama 35 hari. PKL ini dilaksanakan dengan tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan yang dibudidayakan dengan menggunakan metode longline diperoleh adalah 5,57 ± 0.14 %/hari. Parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 26-29 o C sedangkan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Hama yang ditemukan yaitu Sargassum polycystum dan Siganus sp. Sedangkan jenis penyakit yang teridentifikasi adalah Ice- ice. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yaitu Rp. 18.000,-/kg. Kata Kunci: K. alvarezii, Kultur Jaringan, Metode Longline, Hama dan Penyakit.
  • 6. vi vi Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-district, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi (Monitoring of the Second Year) ABSTRACT Seaweed is one of the leading commodities in the prospective cultivation of prospective aquaculture revitalization activities. Kappaphycus alvarezii seaweed resulting from micropropagated culture has an important potential for commercial cultivation. The Field Work Practice (FWP) of Manajement Mariculture (MM) was implemented from April-June 2018 in Bungin Permai Village South Konawe Regency for 35 days. This program was done in three phases was preparation stage, field test phase, and marketing stage. Daily Growth Rate (DGR) micropropagated K. Alvarezii cultivated with longline method obtained was 5,57 ± 0.14 %/day. The temperature ranges from 26-29 o C, while salinity units ranges from 29-31 ppt. The pests found was Sargassum polycystum and Siganus sp. while the identified species disease was Ice-ice. Market price of K.alvarezii seaweed was Rp. 18.000,-/kg. Keywords: K. alvarezii, Micropropagated, Longline Method, Pest and Disease, The Price of Seaweed.
  • 7. vii vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN............................................................. ii KATA PENGANTAR………………………………………………. iii RIWAYAT HIDUP…..……………………………………………... iv ABSTRAK…………………………………………………………… v ABSTRACT…………………………………………………………. vi DAFTAR ISI………………………………………………………… vii DAFTAR GAMBAR………………………………………………… viii DAFTAR TABEL…………………………………………………… xx 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……………………………………………… 1 1.2. Rumusan Masalah…………………………………………... 2 1.3. Tujuan dan Kegunaan………………………………………. 3 2. METODE PRAKTIKUM 2.1. Waktu dan Tempat………………………………………….. 5 2.2. Prosedur Praktikum…………………………………………. 5 2.2.1. Tahap Persiapan…….………..………………………… 5 2.2.2. Uji Lapangan…………………………………………... 6 2.2.3. Pemasaran……………………………………………… 14 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil…………………………………………………………. 16 3.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)………………………. 16 3.1.2. Parameter Kualitas Air…………………………………. 16 3.1.3. Hama dan Penyakit………….......................................... 17 3.1.4. Pasca Panen ……………………………………............. 17 3.2. Pembahasan…………………………………………………. 18 3.2.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)……………………..... 18 3.2.2. Parameter Kualitas Air…………………………………. 19 3.2.3. Hama dan Penyakit…………………………………….. 3.2.4. Pasca Panen........................…………………………….. 3.2.5. Pemasaran......................................................................... 20 21 22 IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan……………………………………………………… 23 B. Saran………………………………………………………….. 23 DAFTAR PUSTAKA
  • 8. viii viii DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1 Alat Pintar (Alat Pemintal Tali Rumput Laut)………… 6 2 Proses Pembuatan Tali Pengikat Rumput Laut……….. 6 3 Pembuatan Tali Ris……………………………………. 7 4 Desa Bungin Permai…………………………………... 8 5 Rumput Laut (K. alvarezii) Kultur Jaringan …………. 9 6 Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut Hasil Kultur jaringan (K. alvarezii)………………………………… 9 7 Epifit………………………………………………….. 9 9 Pengontrolan kedua…………………………………… 10 10 Pengontrolan Keempat………………………………… 10 11 12 13 14 15 16 17 Proses Pemanenan Rumput Laut……………………… Pemanenan Rumput Laut……………………………… Penimbangan Rumput Laut…………………………… Pengeringan Rumput Laut…………………………….. Hasil Monitoring Rumput Laut……………………….. Penimbangan Rumput Laut Kering…………………… Perbandingan Kualitas Rumput Laut Kering…………. 12 12 13 13 17 17 18
  • 9. ix ix DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 1 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap Persiapan……………………………………………………… 4 2 Alat Dan Bahan Beserta Kegunaannya Pada Tahap Uji Lapangan……………………………………………………… 7 3 Hama dan Penyakit Rumput Laut ……………………………. 13 4 Parameter yang diamati……………………………………….. 14 5 LPH Rumput Laut Hasil Budidaya…………………..………. 15 5 Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air…………………… 15
  • 10. 1 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik kepulauan Indonesia dengan mayoritas wilayah permukiman berada di pesisir, ditunjang dengan luas wilayah lautnya yang mencakup hampir 70% luas wilayah NKRI, menjadikan laut sebagai salah satu tumpuan penyediaan kebutuhan pangan nasional. Rumput laut merupakan salah satu komoditas andalan rakyat di daerah pesisir. Budidaya komoditas ini berkembang karena merupakan salah satu usaha yang secara ekonomi maupun teknologi mudah dijangkau oleh masyarakat nelayan (Rahadiati dkk., 2012). Potensi perikanan di Sulawesi Tenggara (Sultra) khususnya untuk komoditas rumput laut sangat besar. Provinsi Sultra merupakan provinsi kepulauan dengan luas wilayah laut sekitar ± 114.879 km2 , dengan panjang garis pantai 1.740 km (DKP- Sultra, 2014). Sultra menempati posisi keempat dengan produksi rumput laut di Indonesia. Total produksi 347.726 ton atau sebesar 8,93%. Saat ini, kegiatan budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah berkembang pada setiap Kabupaten/Kota Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015). Produksi rumput laut di Sultra sampai saat ini (>85 %) yang didominasi oleh budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum yang sebagian besar menyuplai permintaan pasar global untuk bahan baku (Sahrir et al., 2014). Konawe Selatan (Konsel) merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Sultra, memiliki potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut jenis K. alvarezii, karena dapat dilakukan dengan menggunakan modal yang kecil, menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang tinggi, siklus produksi yang singkat, dan metode pasca panen yang tidak terlalu sulit (Asaf dkk., 2014). Budidaya rumput laut memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
  • 11. 2 2 pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan petani ikan serta menjaga kelestarian sumber hayati perairan (Patang dan Yunarti, 2013). K. alvarezii Doty dan E. denticulatum (Doty yang menghasilkan kappa-karagenan dan iota-karagenan, masing-masing) adalah dua varietas Carrageenophytes yang banyak dibudidayakan di Negara-negara Asia Tenggara, dan diperkirakan bahwa kedua spesies ini menghasilkan sekitar 120.000 ton karagenan setiap tahunnya, namun lebih dari 90 % biomassa ini disumbangkan oleh K. alvarezii (Santhanaraju et al., 2014). Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor yang utama program revitalisasi perikanan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (Asni, 2015). Rumput laut khususnya K. alvarezii merupakan komoditi ekspor yang saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat pesisir. Selain karena budidayanya mudah dan tidak memerlukan modal investasi yang besar, namun memiliki nilai ekonomis penting (Irawari dkk., 2016). Oleh karena itu kemampuan produksinya harus terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang meningkat setiap tahunnya (Hermawan, 2015). Rumput laut dewasa ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia terutama di Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu peluang usaha alternatif yang juga dapat dilakukan di Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra (Rahadiati, 2012). 1.2 Rumusan Masalah Kendala dalam kegiatan budidaya rumput laut adalah ketersediaan bibit yang berkualitas tinggi. Hal ini disebabkan akibat pengunaan bibit secara terus menerus dari indukan yang sama sehingga hal ini juga mengakibatkan menurunnya kadar kualitas dari bibit tersebut. Hal ini sesuai dengan penjelasan (Sapitri dkk., 2016) bahwa penggunaan bibit berulang-ulang dari sumber bibit yang sama berpotensi mengalami penurunan kualitas rumput laut tersebut. Irawati dkk. (2016) juga menyatakan bahwa, saat ini produksi K. alvarezii yang dibudidayakan masih memiliki kualitas yang rendah. Berdasarkan hasil pemantauan langsung di lapangan, hal ini diduga karena bibit yang digunakan adalah bibit turun temurun dari hasil kegiatan budidaya. Selain itu, ada masa dimana cuaca tidak mendukung proses
  • 12. 3 3 kegiatan budidaya yang mengakibatkan pertumbuhan menurun dan mudah terserang penyakit. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas, yaitu dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan. Rumput laut yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan mempunyai keunggulan dalam hal pertumbuhan dari pada rumpul laut lokal. Peningkatan bobot pada rumput laut lokal 12 kali lipat dari bobot awa selama masa pemeliharaan sedangkan rumput laut hasil kultur jaringan, peningkatan bobotnya dapat mencapai hingga 15 kali lipat dari bobot awalnya (Sulistiani dan Yani, 2015). Oleh sebab itu, bibit hasil kultur jaringan yang dibudidayakan dengan menggunakan metode longline memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan produksi rumput laut K. alvarezii. Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline di Desa Bungin Permai pada bulan April – Juni 2018 selama 35 hari sebelumnya sudah pernah dilakukan pada tahun 2017 lalu oleh Rama et al. (2018). Pada penelitian tersebut dihasilkan LPH 4,6 ± 0,66 %/hari dengan kisaran suhu 28-29 o C dan salitas berkisar 30-31 ppt. Selama proses budidaya berlangsung ditemukan hama dan penyakit yang menghambat pertumbuhan rumput laut. Hama yang ditemukan pada penelitian ini adalah Sargassum polycystum dan Hypnea musciformis. Sedangkan penyakit yang ditemukan adalah ice-ice. Oleh karena itu, kegiatan PKL-MAL ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding pada monitoring tahun ke-II dalam pemanfaatan bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) yaitu untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut K. alvarezii hasil bibit kultur jaringan dengan menggunakan metode longline, mulai dari proses pengikatan bibit, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen, dan pemasaran serta untuk mengetahui Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii selama pemeliharaan. Kegunaan dari PKL - MAL yaitu untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut K. alvarezii hasil bibit kultur jaringan dengan menggunakan metode longline,
  • 13. 4 4 mulai dari proses pengikatan bibit, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen, dan pemasaran serta untuk mengetahui LPH rumput laut K. alvarezii selama pemeliharaan. Kegiatan yang dilakukan pada PKL–MAL di monitoring tahun ke-II ini diharapkan menjadi bahan pembanding kegiatan PKL–MAL dimonitoring sebalumnya yang pernah dilakukan pada tahun 2017 yang lalu. Sebagai menjadi gambaran masalah bagi semua pihak terkait (stakeholders).
  • 14. 5 5 II. METODE 2.1 Waktu dan Tempat PKL - MAL dilakukan pada bulan April - Juni 2018. PKL ini terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan yang dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Tahap kedua adalah uji lapangan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan. Tahap ketiga yaitu tahap pemasaran yang dilakukan di pengepul (rumput laut) yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara. 2.2 Prosedur Praktikum 2.2.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan PKL - MAL ini dilakukan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap tersebut adalah pembuatan tali pengikat bibit rumput laut dan membuat tali ris. Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya pada Tahap Persiapan No Alat dan Bahan Kegunaan 1 2 Alat - Pisau/cutter - Mistar - Alat pintar - Kamera - Meteran Bahan - Tali PE - Lilin Memotong tali Mengukur jarak tali pengikat Alat bantu mengikat tali rumpt laut Mendokumentasikan kegiatan Mengukur panjang tali PE Tali utama Merapihkan ujung tali pengikat Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap persiapan ini yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah asistensi pengenalan tentang rumput laut, metode yang akan digunakan serta alat dan bahan yang akan digunakan.
  • 15. 6 6 Pada kegiatan ini juga dilakukan pengenalan mengenai alat pintar (pemintal tali rumput laut), yang berfungsi untuk memudahkan dalam pembuatan tali ris. Alat pintar (pemintal tali rumput laut) yang digunakan dapat dilihat pada (Gambar 1). Gambar 1. Alat Pintar yang digunakan terbuat dari bahan kayu A) Tampak samping; B) Tampak atas 2. Kegiatan selanjutnya yaitu membuat tali pengikat bibi rumput laut yang dimulai dari menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan (Tabel 1). Tali bibit yang dibuat dengan panjang tali pengikat 15 cm. Tali pengikat bibit dibuat dengan menggunakan alat pintar (Gambar 1), setelah itu dipotong dengan menggunakan gunting, ujung pada tali sampul yang telah dipotong dibakar (Gambar 2) untuk menghilangkan serabut pada tali hal ini dilakukan untuk menghindari tumbuhan penempel (epifit) pada tali saat digunakan di lapangan. Proses pembuatan tali pengikat bibit rumput laut (Gambar 2A, B). 3. Setelah itu, memotong ujung pada tali sampul dan dibakar dapat dilihat pada (Gambar 2). Gambar 2. Proses Pembuatan tali pengikat rumput laut. A) Pembuatan tali pengikat rumput laut; B) Membakar ujung tali pengikat A B A B
  • 16. 7 7 4. Mengikat tali pengikat rumput laut pada tali PE, jarak antara pengikat tali rumput laut yang satu dengan yang lain adalah 10 cm. pembuatan tali ris dapat dilihat pada (Gambar 3A, B). Gambar 3. Pembuatan tali ris. A) Memasukan tali pengikat pada tali PE; B) Tali Ris dengan jarak 10 cm. 2.2.2. Uji Lapangan Tahap kedua adalah uji lapangan, yang dilaksanakan di Desa Bungin Permai yang secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa dan berada pada posisi garis lintang 4°29'24.03 Lintang Selatan dan 122°13'26.60 Garis Bujur Timur. Kabupaten Konawe dan Kota Kendari di sebelah utara, Kabupaten Muna dan kabupaten Bombana di sebelah Selatan, Kabupaten Kolaka di sebelah Barat dan di bagian Timur berbatasan dengan laut banda dan laut Maluku. Desa Bungin Permai memiliki luas wilayah sekitar 5x15 km². Penduduk Desa Bungin Permai berjumlah 1.286 jiwa, jumlah kepala keluarga 272 KK, dengan jumlah laki-laki 626 jiwa dan jumlah perempuan 602 jiwa. Sebagian besar jenis pekerjaan yang digeluti masyarakatnya yaitu nelayan penangkap ikan dan juga petani rumput laut. Gambar Desa Bungin dapat dilihat pada (Gambar 4A, B). A B 10 Cm
  • 17. 8 8 Gambar 4. Desa Bungin Permai. A) Lokasi di Sekitar Pemukiman Penduduk; B) Desa Bungin Permai GPS. Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya Pada Tahap Uji Lapangan No Alat dan Bahan Kegunaan 1 2 Alat - Pisau/cutter - Tali PE - Botol plastic 600 ml - Timbangan digital - Label nama - Thermometer - Hand refraktometer - Kamera - Kantong plastik Bahan - Rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan Memotong rumput laut Tali utama Pelampung tali rumput laut Menimbang bibit rumput laut Menulis nama dilabel Mengukur suhu Mengukur salinitas Mendokumentasikan kegiatan Wadah penampung tumbuhan penempel Objek budidaya Prosedur kerja yang dilakukan pada tahap uji lapangan adalah sebagai berikut. 1. Memilih dan memotong rumput laut yang telah disediakan yaitu rumput laut dari hasil kultur jaringan pada masing-masing kelompok (Gambar 5B). 2. Menimbang bibit rumput laut hasil dari kultur jaringan dengan menggunakan timbangan digital dengan berat 10 g (Gambar 5A). A B
  • 18. 9 9 Gambar 5. Rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan. A) Penimbangan bibit; B) Bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan. 3. Bibit rumput laut hasil kultur jaringan yang telah ditimbang dengan berat berat 10 g. Kemudian diikat pada tali ris yang telah dibuat sebelumnya (Gambar 2) dan diberi label sebagai tanda pengenal sesuai dengan nama dan kelompoknya masing-masing. Proses mengikat bibit rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 6). Gambar 6. Proses pengikatan bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan. 4. Menanam bibit rumput laut yang telah diikat pada lokasi budidaya yang telah ditentukan (Gambar 4). Untuk menjangkau lokasi tersebut digunakan perahu sebagai alat transportasi. Penanaman bibit rumput laut dilakukan dengan mengikat tali ris pada tali induk dengan jarak masing-masing 1 m. Setelah itu dilakukan pemasangan pelampung botol plastik 600 ml sebanyak 4 botol 21 m tali ris. 1 cm A B
  • 19. 10 10 2.2.3. Monitoring Monitoring atau juga dikenal sebagai pengontrolan, dilakukan setiap dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Kamis dan hari Ahad, dengan membagi peserta praktikum menjadi dua kelompok yang akan bergantian melakukan monitoring selama dua kali dalam seminggu. Monitoring rumput laut yang dilakukan mulai dari monitoring pertama sampai terakhir adalah sebagai berikut. A. Monitoring Pertama (26 April 2018) Pada monitoring pertama, kegiatan yang dilakukan yaitu membersihkan rumput laut dari lumpur yang menempel pada rumput laut dan epifit, serta mengukur suhu dan salinitas. Epifit dapat dilihat pada (Gambar 7). Gambar 7. Epifit Sargassum polycystum. A) Basah; B) Kering. B. Monitoring Kedua (29 April 2018) Pada monitoring kedua, dilakukan pembersihan rumput laut dari lumut dan ditemukan beberapa rumput laut yang terserang ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu dan salinitas. Pengontrolan kedua dapat dilihat pada (Gambar 8). Gambar 8. Pengontrolan kedua. A) Lumut yang menempel pada rumput laut; B) Rumput laut terserang Ice-ice A B A B 1 cm 1 cm
  • 20. 11 11 C. Monitoring Ketiga (03 Mei 2018) Monitoring ketiga yaitu melakukan pembersihan rumput laut seperti yang dilakukan pada monitoring kedua dan masih terdapat rumput laut yang terserang ice-ice serta dilakukan pengukuran suhu dan salinitas. Monitoring ketiga dapat ilihat pada (Gambar 8). D. Monitoring keempat (13 Mei 2108) Monitoring keempat masih ditemukan epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut. Pada monitoring keempat juga melakukan pengukuran suhu dan salinitas. Monitoring keempat dapat dilihat pada (Gambar 9). Gambar 9. Pengontrolan keempat pembersihan rumput laut; A) Pengukuran suhu; B) Pengukuran salinitas 2.2.4. Pemanenan dan Pasca Panen A. Pemanenan 1. Setelah melakukan monitoring selama empat minggu, kegiatan selanjutnya yaitu tepatnya pada minggu ke- 5 adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil bibit rumput laut yang telah ditanam di lokasi budidaya dengan menggunakan perahu sebagai transportasi ke lokasi. Proses pemanenan rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 10A, B). A B
  • 21. 12 12 Gambar 10. Proses pemanenan rumput laut. A) Melepas ikatan tali rumput laut pada tali induk; B) Memanen bibit rumput laut. 2. Menimbang rumput yang baru-baru dipanen secara keseluruhan dalam satu tali longline, pada setiap masing-masing kelompok. Penimbangan rumput laut dilakukan untuk mengetahui berat basah rumput laut secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat pada (Gambar 11B). Gambar 11. Pemanenan rumput laut. A) Hasil pemanenan rumput laut; B) penimbangan rumput laut. 3. Melakukan penimbangan rumput laut yang telah dipanen (sebelumnya berat 10 g pada saat penanaman). Proses penimbangan dapat dilihat pada (Gambar 12B). A B A B
  • 22. 13 13 Gambar 12. Penimbangan rumput laut. A) Persiapan penimbangan; B) Menimbang Rumput Laut B. Pasca Panen Pasca panen merupakan kegiatan yang dilakukan setelah melakukan pemanenan yang meliputi proses penjemuran dan penimbangan berat kering dari rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan. Untuk prosesnya dapat dilihat sebagai berikut. 1. Penjemuran dilakukan selama seminggu di bawah sinar matahari. Waktu penjemuran pada pasca panen dalam PKL-MAL ini terbilang cukup lama dikarenakan kondisi cuaca yang kurang mendukung (musim hujan). Namun, apabila kondisi cuaca bagus dalam tiga hari penjemuran rumput laut dapat kering dengan baik. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan metode gantung (hanging method). Selama proses penjemuran, rumput laut tidak boleh terkena air hujan. Proses penjemuran dapat dilihat pada (Gambar 13). Gambar 13. Pengeringan rumput laut 2. Melakukan penimbangan berat kering rumput laut yang telah dikeringkan hingga tidak ada lagi kandungan air yang tersisa pada rumput laut. Rumput laut ditimbang dengan menggunakan timbangan digital (Gambar 14). A B
  • 23. 14 14 Gambar 14. Penimbangan rumput laut kering. 2.2.5. Tahap Pemasaran Pemasaran dilakukan untuk mendapatkan keuntungan selama melakukan pemeliharaan. Harga rumput laut di Indonesia termaksud di kota Kendari tidak tetap (fluktuatif) tergantung ketersediaan dan permintaan pasar. Hingga saat ini, pemasaran untuk hasil PKL MAL belum juga dilaksanakan sebab adanya kendala dari pihak pasar. Namun harga rumput laut perkilo saat ini mencapai harga Rp. 18.000,-/kg. 2.3. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati selama PKL-MAL mengenai budidaya rumput laut (K. alvarezii) menggunakan bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut: 1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Untuk menghitung LPH dapat menggunakan rumus persamaan berdasarkan (Yong et al. 2014) berikut. LPS [( t ) 1 t ] 1 1 Keterangan : LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari) Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir penelitian (g) W0 = Bobot rata-rata individu pada awal penelitian (g) T = Waktu Penelitian (hari)
  • 24. 15 15 2. Hama dan Penyakit Rumput Laut Hama dan penyakit rumput laut yang teridentifikasi selama PKL – MAL ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hama dan penyakit pada rumput laut No Hama dan Penyakit Status 1 Sargassum polycystum Hama 2 Siganus sp. Hama 3 Ice-ice Penyakit 3. Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati selama PKL-MAL dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter kualitas air yang diamati beserta alat yang digunakan No Parameter Alat ukur Waktu Pengukuran 1 Suhu Termometer 1 kali dalam seminggu 2 Salinitas Hand refraktometer 1 kali dalam seminggu
  • 25. 16 16 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Hasil LPH PKL - MAL pada rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan selama 35 hari yaitu 5,57 ± 0.14 %/hari dengan rasio perbandingan berat basah: berat kering 1: 9.69. Hal ini juga dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. LPH Rumput Laut Hasil Budidaya Perindividu Penimban gan W0 (g) (berat awal) Wt (g) (berat basah) Wt (g) (berat kering) LPH (%/hari ± SD) Rasio Berat Kering : Berat Basah Rumpun 1 2 3 4 5 1 10 64 8 5.45 1 : 8.00 2 10 65 6 5.49 1 : 10.83 3 10 70 7 5.72 1 : 10.00 4 10 68 8 5.63 1 : 8.5 5 10 72 8 5.80 1 : 9.00 6 10 65 6 5.49 1 : 10.83 7 10 64 6 5.45 1 : 10.67 Jumlah 70 468 49 39.03 67.83 Rata-rata 1 0 66.85 7 5.57±0.14 1 : 9.69 3.1.2 Parameter Kualitas Air Hasil pengamatan parameter yang diukur selama masa pemeliharaan rumput laut hasil kultur jaringan yaitu suhu (26-29 o C) dan salinitas (29-31 ppt) selama 35 hari. Tabel 6. Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air No Hari/Tanggal Monitoring Parameter yang diamati Suhu (ºC) Salinitas (ppt) 1 26 April 2018 1 26 30 2 29 April 2018 2 26 31 3 03 Mei 2018 3 26 31 4 13 Mei 2108 4 26 30 5 20 Mei 2018 Pemanenan 29 29
  • 26. 17 17 3.1.3 Hama dan Penyakit Gangguan hama dan infeksi penyakit seringkali ditemukan dalam proses budidaya rumput laut. Selama proses pemeliharaan dalam PKL-MAL hama yang sering mengganggu rumput laut yaitu ikan Beronang (Siganus sp.) dan epifit (Sargassum polycystum) yang menempel pada tali rumput laut. Sedangkan penyakit yang menginfeksi ujung thallus rumput laut yaitu Ice-ice. Gambar 15. Penyakit dan hama rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan yang ditemukan selama PKL-MAL. A) Penyakit Ice-ice; B) Epifit (Sargassum polycystum) 3.1.3 Pasca Panen Rumput laut yang telah dijemur dengan menggunakan metode gantung memiliki keunggulan dari penjemuran yang biasa dilakukan oleh pembudidaya rumput laut komersil yaitu dengan menghamparkan diatas para-para yang dilapisi oleh terpal dibagian atasnya. Penjemuran dengan menggunakan metode gantung juga memudahkan dalam proses pengambilan ketika rumput laut telah kering. Rumput laut yang kering dengan baik memiliki ciri berwarna coklat kemerahan sedangkan yang keringnya kurang baik berwarna kuning pucat. Perbedaan kualitas rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 15A, B). A B
  • 27. 18 18 Gambar 16. Perbandingan kualitas rumput laut. A) Kualitas baik; B) Kualitas jelek. 3.2 Pembahasan 3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) LPH pada rumput laut (K. alvarezii) kultur jaringan yang dipeliharan selama 35 hari dengan menggunakan metode longline yaitu menghasilkan LPH 5.57±0.14 %/hari dengan rasio perbandingan berat basah: berat kering 1: 9.69. Hasil yang diperoleh cukup baik dari hasil penelitian sebelumnya (Rama dkk., 2018), memperoleh LPH 4.6±0,66 %/hari dari bobot awal bibit yang digunakan sama yaitu 10 g. dengan waktu pemeliharaan selama 35 hari. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh (Suresh at al., 2015) di pantai barat laut India, dengan menggunakan metode net bag setelah 30 hari pemeliharaan menghasilkan LPH yaitu 5,83±0.18 %/hari. LPH yang berbeda dapat sebebabkan oleh adanya bahan pencemar yang disekitar perairan. Perbedaan penetrasi cahaya matahari karena kedalaman perairan juga dapat menjadi salah satu faktor yang menjadikan pertumbuhan rumput laut kurang baik hingga menghasilkan LPH yang rendah, adanya pergerakan arus dan karena cuaca buruk. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Abdan dkk. 2013) bahwa laju pertumbuhan rumput laut semakin menurun dikarenkan adanya perbedaan penetrasi cahaya matahari yang diterima oleh setiap kedalaman sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda dengan kemampuan masing-masing dalam pertumbuhannya. Dinh dkk. (2009) juga mengatakan bahwa pada penelitian K. alvarezii yang dilakukannya selama enam bulan di Vietnam juga mengalami penurunan nilai LPH hingga 1.6-2.4% di pertengahan waktu penelitiannya. Hal 1 cm 1 cm A B
  • 28. 19 19 serupa juga dijelaskan oleh (Ateweberham dkk. 2014) bahwa penelitiannya yang berada di daerah dengan empat musim, pada musim dingin mengalami penurunan LPS hingga 0.3% perhari yang disebabkan oleh perubahan suku dan salinitas serta adanya serangan penyakit Ice-ice. LPH dari kegiatan PKL-MAL ini adalah 5.57±0.14 %/hari. LPH tersebut terbilang sangat rendah dibandingkan dengan data dari (Santi, 2018) yang menghasikan LPH mencapai 9.17±0.50 %/hari dari bibit yang sama (rumput laut hasil kultur jaringan). Hal ini menjadi cukup menarik untuk diketahui, sebab lokasi dan waktu pemeliharaan sama serta perlakuan pada saat monitoring juga sama yaitu membersihkan rumput laut dari tumbuhan penempel (epifit S. polycystum) serta kualitas air saat monitoring juga sama (Tabel 5). Perbedaan LPH ini, karena perbedaan jumlah pelampung yang diberikan. Adanya penambahan pelampung kecil pada tali longline milik (Santi, 2018), dimana setelah melakukan penambahan pelampung kecil menyebabkan tali longline sedikit mengapung beberapa cm dari permukaan air. Hal ini menyebabkan rumput laut mudah berfotosintesis sehingga pertumbuhannya lebih cepat. Menurut Darmawati (2013) bahwa proses fotosintesis sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut untuk mendapatkan nutrisi. Hal ini juga dikemukakan oleh Hayashi dkk. (2007), bahwa kecukupan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh rumput laut sangat menentukan kecepatan rumput laut untuk memenuhi kebutuhan nutrien seperti karbon (C), nitrogen (N) dan posfor (P) untuk pertumbuhan dan perkembangannya. 3.2.2. Parameter Kualitas Air Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil praktikum ini, kualitas air yang diamati yaitu suhu dan salinitas. Rata-rata suhunya yaitu 26-29 0 C. dan salinitas 29- 30 ppt (Tabel 6) penelitian Irawati dkk. (2016) mengatakan kisaran salinitas 30-38 ppt merupakan nilai yang sangat mendukung pertumbuhan K. alvarezii. Untuk kadar salinitas cukup memenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan rumput laut, hal ini sesuai dengan pernyataan Ichsan dkk. (2016) bahwa kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 ppt. Salinitas yang baik berkisar antara
  • 29. 20 20 28 - 34 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan salinitas demikian, perlu dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Rumput laut sangat memerlukan lingkungan perairan yang baik untuk tumbuh, lingkungan perairan yang buruk akan mengakibatkan proses fotosintesis pada rumput laut terganggu sehingga dalam memperoleh unsur hara kurang baik dan dapat menghambat pertumbuhan. Penelitian Irawati dkk. (2016) mengatakan Suhu perairan mempengaruhi laju fotosintesis dan dapat merusak enzim serta membran sel. Pada suhu yang rendah, membran sel, yang terdiri atas protein dan lemak, dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel. 3.2.3 Hama dan Penyakit Selama 35 hari proses budidaya rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan terdapat hama Siganus sp. dan epifit serta penyakit Ice-ice. Penyakit Ice-ice yang menyerang rumput laut diduga akibat kondisi dari kualitas perairan tempat dilaksanakannya budidaya rumput laut, terutama pada suhu. Kondisi suhu perairan yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuningan. Ini salah satu ciri thallus yang terinfeksi ice-ice (Irawati dkk., 2016). Menurut Husna dan Shapawi, (2015) mengatakan bahwa, selama penelitiannya penyakit ice-ice mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dimana salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit ice-ice dikarenakan oleh perubahan suhu perairan yang mendadak sehingga membuat rumput laut stress dan mudah terserang penyakit. Sedangkan tanaman penempel yang diidentifikasi yaitu jenis Sargassum polycystum (Gambar 8). Tumbuhnya jenis tanaman tersebut dapat disebabkan oleh suhu perairan pada lokasi yang digunakan saat PKL juga sesuai dengan kriteria pertumbuhannya. Menurut Sunu dkk. (2015) bahwa S. polycystum tumbuh dengan baik pada suhu perairan berkisar antara 28-30 o C, keadaan tersebut dapat dikatakan pada kisaran suhu yang sesuai. Suhu mempunyai pengaruh terhadap kecepatan fotosintesis, sampai pada suatu titik tertentu kecepatan fotosintesis akan meningkat seiring meningkatnya suhu. Hasil pengukuran parameter kualitas air selama PKL tersebut berkisar antara 26-29 o C (Tabel 6), kisaran tersebut memiliki peluang bagi
  • 30. 21 21 tanaman epifit S. polycystum untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Vairappan et al. (2014) juga menyatakan bahwa, epifit Sargassum spp. umumnya ditemukan di dekat lokasi budidaya rumput laut yang dapat menginfeksi karagenopita, serta wabah epifit tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara Asia lainnya seperti Negara Malaysia dan Filipina yang dapat mengakibatkan penurunan biomassa yang serius dan penurunan kualitas karagenan. Pemeliharaan rumput laut dalam PKL ini dilakukan pada bulan April-Mei, selama proses pemeliharaan tersebut terjadi wabah epifit karena pada bulan tersebut kondisi perairan mengalami peningkatan suhu sehingga memicu timbulnya wabah epifit. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Vairappan et al., 2008; Vairappan et al., 2014) bahwa, terjadinya wabah epifit yang banyak dapat ditemukan antara Maret dan April, sedangkan fase yang kurang parah yaitu antara September dan Oktober. Wabah epifit yang menyerang rumput laut K. alvarezii yang dibudidayakan di Sempora diamati terjadi dua kali dalam setahun, pertama pada akhir Maret hingga April dan kedua pada bulan September sampai November. 3.2.4 Pasca Panen . Pemanenan rumput laut yang dipelihara dilakukan setelah 35 hari pemeliharaan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari sebab pada waktu tersebut suhu perairan belum terlalu padas. Pemanenan yang dilakukan pada siang hari akan mengakibatkan penurunan kualitas terhadap rumput laut. Pada praktikum ini, setelah dilakukan pemanenan hal selanjutnya yang dilakukan yaitu penimbangan rumput laut, hal ini dilakukan untuk mengetahui bobot total basah pada rumput laut tersebut. Pada penanganan pasca panen, salah satu yang dilakukan yaitu pengeringan atau penjemuran. Metode pengeringan rumput laut dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Menurut Djaeni dkk, (2012) pengeringan dapat menggunakan drum dryer atau tray dryer. Dalam praktikum ini metode pengeringan yang dilakukan yaitu secara langsung dengan sinar matahari dengan cara menggantung rumput laut. Pada metode pengeringan secara langsung juga memiliki cara lain selain menggantung yakni dengan meletakan di atas wadah
  • 31. 22 22 seperti terpal. Namun dengan cara digantung hasil yang didapatkan lebih baik dari pada dengan cara diletakkan diatas wadah. Perbedaan hasil pengeringan dengan cara digantung dan diletakan diatas wadah dapat dilihat pada Gambar 17. Menurut Lee et al. (2014) bahwa ada tujuh metode yang dapat digunakan untuk mengeringkan rumput laut diantaranya oven pengeringan (40 o C), pengeringan oven (80 o C), pengeringan matahari, metode gantung, pengeringan sauna, pengeringan bayangan dan pengeringan dengan mengunakan freeze. 3.2.5. Pemasaran Usaha rumput laut akan menguntungkan jika harga lebih dari Rp. 3.500,-/kg kering. Jika kurang maka pembudidaya akan merugi (Rahadiati dkk., 2012). Oleh karena itu, harga rumput laut di pasar diharapkan selalu stabil sehingga akan makin banyak orang yang tertarik untuk mengembangkan budidaya rumput laut. K. alvarezii (Doty) telah dibudidayakan secara luas baik untuk tujuan yang dapat dimakan dalam hal ini dapat dikonsumsi dengan baik jan juga dapat dijadikan sebagai sumber Carrageenophyte untuk industri (Dinh dkk., 2009). Namun saat ini harga rumput laut kering perkilonya cukup baik yaitu 18.000,-/kg. Harga pemasaran tersebut, diharapkan tidak mengalami penurunan dan diharapkan untuk kedepannya harga pemasaran rumput laut perkilonya dapat meningkat dari harga pemasaran saat ini.
  • 32. 23 23 IV. SIMPULAN DAN SARAN 1.1. Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline yang telah dilaksanakan pada PKL–MAL, hal yang diamati yaitu suhu yang berkisar antara 26-29 0 C dan salinitas 29-30 ppt. pada setiap monitoring yang dilakukan selama 35 hari waktu pemeliharaan terdapat penyakit yang menyerang pada rumput laut yaitu Ice-ice yang terdapat pada bagian thallus dan juga epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali longline. LPH K. alvarezii hasil kultur jaringan, selama masa pemeliharaan 35 hari yaitu 5,57±0.14 %/hari dengan rasio perbandingan berat basah: berat kering 1: 9.69. LPH ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan Rama dkk., (2018) yaitu 4.6±0,66 %/hari. 1.2. Saran Sebaiknya pemeliharaan rumput laut (K. alvarezii) dilakukan selama 45 hari, agar mendapatkan hasil pertumbuhan rumput laut yang lebih baik lagi.
  • 33. 24 24 DAFTAR PUSTAKA Abdan., Rahman, A dan Ruslaini. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Longline. Jurnal Mina Laut Indonesia. 3(12):113-123. Aslan, L. M. O., Iba, W., Bolu, L. R., Ingram, B. A., Gooley, G. J., Silva, S. D. 2015. Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Practices and Coastal Sosioeconomic Aspects of Major Commodities. Ocean dan Coastal Management: 166:44-57. Asni A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di perairan Kabupaten Banteng. Jurnal Akuatik. Vol 6(2): 140-153. Ateweberhan M., Rougier A dan Rakotomahazo C. 2014. Influence of Environmental Factors and Farming Technique on Growth and Health of Farmed Kappaphycus alvarezii (Cottonii) in South-West Madagascar. J Appl Phycol. Dot. BPS. 2008. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2008. Badan Statistik. Kendari. Darmawati. 2013. Analisis Laju Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Ditanam pada Berbagai Kedalaman. Jurnal Ilmu Perikanan Octopus Vol 2(2): 184-191. Dinh L. H., Hori K., Quang H. N., Kha T dan Thi L. H. 2009. Seasonal Changes in Growth Rate Carrageenan Yield and Lectin Conten in the Red Alga Kappaphycus alvarezii Cultivated in Camranh Bay Vietnam. J Appl Phycol. 21: 265-272. DKP-Sultra. 2014. Potensi Perikanan Budidaya di Sulawesi Tenggara. http-arsal gudangilmu.blogspot.co.id./2014/05/potensi-perikanan-budidaya-di Sulawesi.html?m=1. Diakses Tanggal 21 Juni 2018. 3 hal. Hadi M. H., Arisandi A dan Hafiludin. 2016. Identifikasi Spesies Alga Eucheuma cottonii pada Lokasi yang Berbeda di Kabupaten Sumenep. Jurnal Prosiding Seminar Kelautan: 334-338. Hayashi, L., Paula, E. J., and Chow, F. 2007. Growth Rate and Carrageenan Anlyses in Four Strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Farmed in the Subtropical Waters of Sao Paulo State, Brazil. J App Phycology. Vol 19(5): 393-399. Springer Netherland. Hermawan D. 2015. Pengaruh Perbedaan Strain Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 5 (1): 71-78. Husna. W. Z dan Shapawi R. 2015. Performance of Red Seaweed (Kappaphycus sp.) Cultivated Using Tank Culture System. Journal of Fisheris and Aquatic Science. Vol 10(1) : 1-12.
  • 34. 25 25 Ichsan A. N., Syam H dan Patang. 2016. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. Vol 2: 27-40. Irawati., Badraeni., Abustang dan Tuwo Ambo. 2016. Pengaruh Perbedaan Bobot Tallus Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Strain Coklat yang Dikayakan. Jurnal Rumput Laut Indonesia. Vol 1 (2): 82-87. Kumesan, E. C. H., Pandey, E. V dan Lohoo, H. P. 2017. Analisa Total Bakteri, Kadar Air dan pH Pada Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Dua Metode Pengeringan. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol 5(1): 124-129. Lee A. M. L., Yasir S., Matanjun P dan Fadzelly M. A. B. 2014. Effect of Different Drying Tecniques on the Phytochemical Content and Antioxidant Anctivity ff Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol. Dot. Patang dan Yunarti. 2013. Pengaruh Berbagai Metode Budidaya dalam Meningkatkan Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii ( Kasus di Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep). Jurnal Galung Tropika. Vol. 2 (2): 60-63. Rahadiati A., Dewayany., Hartini S., Widjojo S dan Windiastuti R. 2012. Budidaya Rumput Laut dan Daya Dukung Perairan Timur Indonesia Studi Kasus Kabupaten Konawe Selatan. Globe. Vol 14 (2): 178-186. Rama., Aslan, L. O. M., Iba, W., Rahman, A., Armin And Yusnaeni. 2017. Seaweed Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii) in Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, Southeast Sulawesi. Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Science, Halu Oleo University, Kendari 93232. Ruslaini. 2016. Kajian Kualitas Air Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Gracilatia Verrucosa) di Tambak dengan Metode Vertikular. Jurnal Ilmu Perairan Octopus. Vol 5 (2): 522-527. Sahrir, W. I., Aslan, L. O. M., Bolu, L. O. R., Gooley, G. J., Ingram, B. A dan Silva, S. S. D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesian. General Consideration. Aquac. Asia 19 (1): 14-19. Santhanaraju C. V., Razalie R., Mardiah U. M dan Ramachandram T. 2013. Effects of Improved Post-Harvest Handling on the Chemical Constituents and Quality of Carrageenan in Red Alga Kappaphycus alvarezii Doty. J Appl Phycol. 26: 909-916. Santi, N. A. L. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo. Kendari Simatupang, N. F Dan Kusuma, W. P. S. 2015. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Berbeda di Perairan Tobea, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Tahun XII Hasil Penelitian dan Perikanan Kelautan.
  • 35. 26 26 Suliatiani, E dan Yani, S. A. 2015. Kultur Jaringan Rumput Laut Kotono (Kappaphycus alvarezii). Seomeo Biotrop. Bogor. 128 Hal Sunu D. W., Ilalqisny A. I dan Sulistyani. 2012. Keanaekaragaman Morfologi Rumput Laut Sargassum dari Pantai Permisan Cilacap dan Potensi Sumberdaya Alginatnya Untuk Industry. Jurnal Pengembangan Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan II: 61-66. Sunu D. W., Ilalqisny A. I dan Sulistyani. 2015. Kandungan Alginate Sargassum polycystum pada Metode dan Umur Tanam Berbeda. Biosfer. Vol 32 (2): 119-125. Suresh K. K., Ganesan K dan Subba P. V .R. 2015. Seasonal Strudiesnon Field Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty on the Northwest Coast of Indian. J Appl Phycol. Dot. Vairappan C.S, Chong C.S, Hurtado AQ, FE Soya, Lhonner GB, Critchley A. 2008. Distribution and Symptoms of Epiphyte Infection in Major Carrageenophyte-Producing Farms. J Appl Phycol 20: 477-483. Vairappan, C.S., Sim, C.C., Matsunaga, S. 2014. Effect of Epiphyte Infection on Physical and Chemical Properties of Carrageenan Produced by Kappaphycus alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol 26: 923-931. Yong, W. T. L and Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth Rate and Sem-Refined Carrageenan Properties of Tissue-Cultured Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research. 62:316-321.