SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
Download to read offline
i
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
Cultivation of Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured
Seedlings in Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District,
South Konawe Regency, South East Sulawesi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen
Akuakultur Laut
OLEH :
HENDRA ARISAPUTRA
I1A2 13 072
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
Nama : Hendra Arisaputra
Stambuk : I1A2 13 072
Kelompok : IV (Empat)
Jurusan : Budidaya Perairan
Laporan Lengkap ini
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Dosen Koordinator Mata Kuliah
Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc
NIP. 19661210 199403 1 005
Kendari, Agustus 2017
Tanggal Pengesahan
iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis lahir di Asao, 25 Juli 1995. Penulis adalah anak ke
dua dari pasangan Bapak Harman dan Ibu Hasniwati. Pada
tahun 2007, penulis menamatkan pendidikan dasar pada SD
Negeri 1 Asao, Kabupaten Konawe, selanjutnya pada tahun
2010 menamatkan pendidikan menengah pertama pada SMP Negeri 3 Abuki,
Kabupaten Konawe dan pada Tahun 2013 penulis menyelesaikan pendidikan
menengah atas pada SMK Negeri 2 Konawe. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan diterima di Universitas Halu Oleo
(UHO), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Jurusan Budidaya Perairan
(BDP).Prestasi yang pernah diraih selama kuliah yakni menjadi asisten
pembimbing praktikum mata kuliah Bioteknologi Akuakultur. Organisasi
kemahasiswaan yang pernah diikuti yaitu pengurus Himpunan Mahasiswa
Program Studi Budidaya Perairan (HMPS-BDP) masa jabatan 2015-2016.
Anggota Satuan 241 Resimen Mahasiswa (MENWA) UHO pada Tahun 2015-
sekarang.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) berjudul Budidaya Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin
Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
PKL ini disusun sebagai pelengkap kegiatan yang telah dilaksanakan
kurang lebih 3 (tiga) bulan yaitu April–Juni 2017 di perairan Desa Bungin Permai
dan CV. Sinar Laut Kelurahan Lapulu, Kendari. Penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada Kordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut
Prof. Dr. Ir. La Ode M. Aslan, M.Sc yang telah membimbing dalam penyusunan
laporan PKL, pembuatan blog dan pemostingan laporan PKL di blog. Arahan dan
masukan dari Asisten pembimbing PKL yaitu kak Armin, S.Pi sangat layak
diapresiasi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan PKL ini,
baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan
dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan.
Kendari, Agustus 2017
Penulis
v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil
Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
ABSTRAK
Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April - Juni
2017 di Desa Bungin Permai. Praktek ini dimulai dari tahap asistensi praktikum,
tahap persiapan, mengikat bibit, proses penanaman, monitoring rumput laut,
panen dan pasca panen. Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut
dari epifit seperti lumut, Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis. Laju
Pertumbuhan Spesifik (LPS) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama PKL
yaitu 5,29%/ hari. Rasio berat kering dan berat basah adalah 1 : 6. Parameter
kualitas air seperti suhu berkisar 28-31ºC sedangkan salinitas berkisar antara 31-
33 ppt. Harga pasar rumput laut K. alvarezii sekarang yaitu Rp 9.000/kg.
Kata kunci : Kappaphycus alvarezii, Kultur jaringan, LPS 5,29%/hari.
vi
ABSTRACT
Cultivation of Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured
Seedling in Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe
Regency, District South East Sulawesi
This field aquaculture practice was carried out in Bungin Permai village for 3
months (April–June 2017). Practices process starting from preparation stage, tying
of sadhings, planting process, alga monitoring, harvest and post harvest, and
marketing. Monitoring was done twice a week to clean the seaweeds from
epiphytes such as Sargassum polychystum and Hypnea musciformis. Specific
growth rates (SGR) of K. alvarezii seaweed observed during field works were
5.29%/day. Ratio of dried weight : wet weight of the harvest seaweed was 1:6.
Water quality parameters such as temperature range 28-31o
C while salinity ranges
from 31-33 ppt. Seaweed market price K. alvarezii type with price was Rp.
9.000/kg.
Keyword : Kappaphycus alvarezii, Tissue-Cultured Sedlings, SGR 5,29%/day.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP................................................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................... v
ABSTRACT............................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 3
C. Tujuan dan Kegunaan ................................................................. 4
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat...................................................................... 5
B. Alat dan Bahan............................................................................ 5
C. Prosedur Kerja............................................................................. 6
D. Parameter yang Diamati.............................................................. 13
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil............................................................................................ 14
1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS).................... 14
2. Parameter Kualitas Air.......................................................... 15
3. Monitoring Rumput Laut ...................................................... 15
4. Pasca Panen........................................................................... 17
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Spesifik................................................... 18
2. Parameter Kualitas Air.......................................................... 19
3. Pasca Panen........................................................................... 21
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan..................................................................................... 23
B. Saran............................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat dan Bahan yang digunakan ........................................................ 5
2 Parameter Kualitas Air yang diukur .................................................. 13
3 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Rumput Laut ................................ 14
4 Hasil Pengukuran Kualitas Air .......................................................... 15
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Alat Pemintal Tali Rumput Laut........................................................ 6
2 Penggunaan alat Pintar....................................................................... 7
3 Jarak Tanam antar Rumpun Rumput Laut ......................................... 7
4 Bibit Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan............................................. 8
5 Penimbangan bibit rumput laut.......................................................... 8
6 Pengikatan bibit rumput laut.............................................................. 9
7 Penanaman bibit rumput laut pada Lokasi Budidaya......................... 10
8 Pembersihan Epifit Rumput Laut....................................................... 11
9 Kegiatan pemanenan.......................................................................... 12
10 Penjemuran Rumput Laut .................................................................. 12
11 Hasil Monitoring Rumput Laut.......................................................... 16
12 Epifit Jenis Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis ......... 16
13 Hasil pasca panen............................................................................... 17
14 Tempat Penjualan Rumput Laut ......................................................... 18
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perairan laut di Indonesia yang sangat luas dan potensial tentunya
menambah kelimpahan serta pengembangan budidaya perikanan. Kegiatan
budidaya yang efektif tentu tidak lepas dari manajemen atau pengelolaan yang
baik dan terstruktur dengan rapi (Neksidin dkk., 2013). Hal ini didasarkan karena
manajemen menentukan keberhasilan atau tidaknya kegiatan budidaya. Rumput
laut di Indonesia sangat banyak akan tetapi yang dibudidayakan hanya ada
beberapa saja. Salah satu spesies rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia
dan juga beberapa negara di dunia adalah K. alvarezii dari kelas Rhodophyceae
atau yang dikenal dulu dengan nama E. cotonii. Terjadi perubahan nama dari
rumput laut penghasil karagenan ini dikarenakan jenis karagenan yang
dihasilkannya yaitu berasal dari jenis kappa karagenan. Aktivitas budidaya rumput
laut merupakan aktivitas yang telah berkembang pada setiap kabupaten/kota se-
Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015).
Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu wilayah di Indonesia
dengan potensi perairan laut yang luas arealnya mencapai ± 114.879 km2
, dengan
panjang garis pantai 1.740 km (DKP-Sultra, 2014), dengan wilayah yang cukup
luas, Sultra menjadi salah satu wilayah dengan potensi budidaya rumput laut yang
sangat potensial untuk dikembangan. Menurut Direktorat Jendral Perikanan
Budidaya/DJPB (2011), Sultra menempati posisi ke empat dengan jumlah
produksi rumput laut terbesar di Indonesia dengan total produksi 347,726 ton atau
sebesar 8,93%. Kegiatan budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah
2
berkembang pada setiap kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara (Aslan et al.,
2015).
Salah satu jenis rumput laut yang bernilai ekonomis penting adalah K.
alvarezii. Rumput laut dibudidayakan hampir di setiap pesisir Sultra. Beberapa
diantara Kabupaten/Kota tersebut adalah Konawe Selatan yang luas lahan
budidayanya sekitar 3.210 ha dengan produksi rumput laut 275,256.41 ton,
Konawe Utara 514,5 ha dengan realisasi produksi 6.076,98 ton dan kota Kendari
dengan luas lahan 182 ha produksinya mencapai 3,288.83 ton pada tahun 2011
(DKP-Sultra, 2014). Sahrir et al., (2014) menyatakan bahwa, sampai saat ini
Sultra memproduksi rumput laut utamanya jenis K. alvarezii dan Eucheuma
denticulatum yang menyuplai sebagian besar kebutuhan pasar global sebagai
bahan baku.
Keberhasilan produksi rumput laut dapat dicapai dengan mengoptimalkan
faktor-faktor pendukung dalam budidaya laut. Faktor-faktor pendukung tersebut
antara lain pemilihan lokasi budidaya yang tepat, penggunaan jenis bibit yang
bermutu baik, teknik atau metode budidaya yang tepat, serta panen dan pasca
panen. Menurut Albasri et al., (2010), budidaya rumput laut di Muna dan Kendari
sebagian besar menggunakan sistem budidaya rumput laut dengan metode
longline. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan praktek kerja
lapang (PKL) mengenai budidaya rumput laut menggunakan bibit hasil kultur
jaringan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
3
B. Rumusan Masalah
Penggunaan bibit rumput laut yang unggul diharapkan bisa mendapatkan
hasil panen yang baik dan produksi yang tinggi. Ketersediaan bibit sering menjadi
kendala pada musim-musim tertentu, seperti musim hujan. Untuk menanggulangi
permasalahan tersebut, teknik pengembangbiakan bibit melalui kultur jaringan
merupakan salah satu solusi terbaik. Kultur jaringan merupakan suatu metode
dalam mengisolasi bagian dari tanaman (pada rumput laut adalah thallus) serta
menumbuhkannya dalam kondisi yang aseptik dalam wadah tertutup, sehingga
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
lengkap kembali seperti induknya (Marisca, 2013).
Pertumbuhan rumput laut K. alvarezii di perairan Malaysia memiliki
tingkat pertumbuhan (DGR) dan berat setiap produksi (DWP) berkisar antara 1.96
± 0.08 – 2.29 ± 0.11% hari yang dibudidayakan di dalam tangki (Zuldin et al.,
2016), sedangkan budidaya K. alvarezii di perairan Vietnam mempunyai tingkat
pertumbuhan harian maksimum yaitu 6,11 ± 0.04% dengan kepadatan bibit awal
125 g pada hari 30 (Thirumaran dan Anatharaman, 2009). Berdasarkan uraian di
atas maka perlu dilaksanakan PKL mengenai budidaya rumput laut menggunakan
bibit hasil kultur jaringan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
4
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan PKL ini adalah untuk mengetahui tahapan – tahapan dalam
budidaya rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga
pemasaran yang menggunakan bibit hasil kultur jaringan.
Kegunaan dari PKL ini adalah agar mahasiswa dapat menambah ilmu
pengetahuan praktis dan wawasan mengenai tahapan – tahapan dalam budidaya
rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga pemasaran yang
menggunakan bibit hasil kultur jaringan.
5
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
PKL ini dilaksanakan selama 3 bulan (April – Juni 2017) di perairan Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan dan penjualan
rumput laut hasil budidaya dilaksanakan di CV. Sinar Laut, Kelurahan Lapulu,
Kendari.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama PKL dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan beserta kegunaan selama PKL
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Pisau/Cutter Memotong tali
- Lilin Membakar ujung tali pengikat
- Mistar Mengukur jarak tali pengikat
- Tali PE Tali utama metode longline
- Botol Aqua Pelampung tali rumput tali
- Timbangan Menimbang bibit rumput laut
- Alat Pintar Alat bantu pemintal tali rumput laut
- Thermometer Mengukur suhu
- Handrefraktometer Mengukur salinitas
- Perahu Motor Transportasi ke lokasi budidaya
- Map Plastik Membuat pelabelan nama
- Karung Wadah penampung rumput laut saat di
panen
- Kamera Mendokumentasi kegiatan
2. Bahan
- Rumput Laut Hasil Kultur
Jaringan (K. alvarezii)
Objek budidaya
6
C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari beberapa kegiatan seperti asistensi praktikum,
pengerjaan tali, mengikat bibit sampai dengan penanaman bibit dan pemeliharaan
rumput laut sebagai berikut.
a. Tahap Persiapan
1) Tahapan persiapan dimulai dengan mempersiapkan tali PE sebagai bahan yang
digunakan dengan menggunakan metode tali panjang (longline). Tali yang
digunakan yaitu tali PE no 4, no 1,5, cutter, lilin dan alat bantu pemintal tali
rumput laut (Pintar).
Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (Pintar). Alat ini telah didaftarkan di
Ditjen HAKI, Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dengan
nomor pendaftaran paten : S00201607984 (Aslan dkk., 2016).
A B
7
2) pengikatan tali ris no 1,5 pada tali no 4 menggunakan alat Pintar (Gambar 2).
Gambar 2. Penggunaan alat pintar.
3) Jarak antara tali pengikat satu dengan pengikat lainnya berjarak 10 cm dengan
panjang total tali sepanjang 50 m (Gambar 3).
Gambar 3. Metode menggunakan Tali Nilon 1,5 mm dan jarak tanam
antar bibit (10 cm) yang dianjurkan agar produksinya dapat
meningkat (Aslan dkk., 2016).
4) Membagi tali ris yang memiliki panjang 50 m menjadi 8 tali kemudian diberi
label nama pada masing-masing kelompok.
8
b. Tahap Penanaman Rumput Laut
1) Bibit rumput laut yang digunakan adalah bibit hasil kultur jaringan (Gambar
4A kiri) yang berbeda penampakannya dibanding rumput laut lokal (Gambar
4B kanan). Bibit yang digunakan berumur 26 – 28 hari. Rumput laut hasil
kultur jaringan memiliki percabangan yang banyak dan batang yang besar
dibanding rumput laut petani yang memiliki percabangan kerdil dan warna
pucat.
Gambar 4. Bibit rumput laut; Rumput laut hasil kultur jaringan A (kiri), rumput
laut lokal B (kanan).
2) Penimbangan bibit rumput laut (Gambar 5) dengan berat awal 10 g dilakukan
dengan menggunakan timbangan digital yang mempunyai ketelitian 0,5 g.
Gambar 5. Penimbangan bibit rumput laut
A B
9
3) Proses pengikatan bibit dilakukan setelah proses seleksi bibit dengan
menggunakan pisau dan ditimbang (Gambar 6). Pemotongan bibit dengan
menggunakan pisau lebih direkomendasikan karena bibit yang dipotong
dengan tangan akan menyebabkan permukaan bekas potongan rumput laut
tidak beraturan sehingga akan memudahkan kotoran untuk menempel.
Gambar 6. Proses pengikatan bibit rumput laut.
4) Setelah rumput laut telah diikat kemudian rumput laut direndam pada air laut
yang bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stres karena kekurangan air.
Setelah itu, bibit siap ditanam.
5) Proses penanaman dilakukan menggunakan sampan kecil untuk memudahkan
dalam penanaman (Gambar 7A). Penanaman harus dilakukan pada saat cuaca
sedang cerah atau tidak hujan agar kondisi rumput laut tetap segar saat ditanam
(Gambar 7B). Bentangan harus sesuai dengan urutan kelompok (Gambar 7C).
C
10
Gambar 7. Membawa bibit ke lokasi penanaman (A), proses penanaman bibit
rumput laut (B), bentangan rumput laut yang sudah ditanam (C).
c. Tahap Monitoring Rumput Laut, Pemanenan dan Pasca Panen
1) Monitoring dilaksanakan setiap 2 kali seminggu yang bertujuan agar rumput
laut bersih dari sampah yang berada pada area lokasi budidaya, lumut yang
menempel serta tumbuhan penempel (epifit) lainnya pada rumput laut.
2) Pembersihan epifit ini dilakukan dengan cara melepaskan dari tali kemudian
dinaikan di atas perahu dan dibawa ke darat (Gambar 8A). Hal ini perlu
dilakukan karena jika epifit dibuang ke laut lagi memungkinkan untuk
menempel kembali ke tali ris atau di rumput laut. Selain itu lumut juga harus
dibersihkan dari tali dan rumput laut yang menempel (Gambar 8A).
A B
C
11
Gambar 8. Proses membersihkan (epifit) rumput laut; Rumput Epifit yang
menempel (A). Lumut yang menempel (B).
2) Pemanenan rumput laut dilakukan setelah berumur 35 hari. pemanenan dengan
cara menarik tali bentangan ke dalam perahu (Gambar 9A) kemudian
selanjutnya dibawa ke darat (Gambar 9B). Panen dilakukan pada pagi hari agar
rumput laut tidak terkena cahaya matahari dan langsung agar rumput laut bisa
langsung dikeringkan. Hal yang penting perlu diperhatikan pada saat panen
yaitu kondisi cuaca misalnya panen pada saat hujan dapat menurunkan kualitas
rumput laut.
3) Rumput laut hasil panen kemudian ditimbang untuk mengetahui berat akhir
basah (Gambar 9C) dengan menggunakan timbangan elektrik sebanyak 10
rumpun.
4) Rumput laut hasil panen selanjutnya diisi ke dalam karung untuk proses
pengeringan lebih lanjut (Gambar 9D)
BA
12
Gambar 9. Panen rumput laut, A) Proses pemanenan rumput laut; B) Transportasi
hasil panen; C) Penimbangan berat akhir basah; D) Rumput laut
dimasukkan ke dalam karung
5) Penanganan pasca panen selanjutnya adalah melakukan proses penjemuran
dengan metode gantung (Gambar 10). Proses penjemuran berlangsung selama
2-3 hari untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang baik sesuai standar.
Gambar 10. Proses penjemuran rumput laut menggunakan metode
gantung (hanging method).
A B
DC
13
6) Setelah kering, rumput laut dilepaskan dari tali kemudian ditimbang sebagai
berat kering. Selanjutnya, rumput laut dijual.
D. Parameter yang Diamati
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Rumus untuk menghitung LPS berdasarkan Yong, et al. (2013), sebagai
berikut:
Wt 1
LPS = t
- 1 X 100%
Wo
Dimana:
LPS = Laju Petumbuhan Spesifik
Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g)
Wo = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g)
t = Periode pengamatan (hari)
2. Parameter Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai data penunjang untuk PKL ini.
Berikut beberapa pengukuran parameter kualtas air dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter kualitas air yang diukur selama PKL
No. Parameter Kualitas Air Alat Ukur Waktu Pengukuran
1. Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2. Salinitas Handrefraktometer 1 kali dalam seminggu
14
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik
LPS dari rumput laut hasil kultur jaringan dengan menggunakan metode
longline dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. LPS rumput laut hasil budidaya
Rumpun
W0
(berat awal)
Wt
(berat basah)
Wt
(berat kering)
LPS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10 65,40 10,40 5,37
10 5880 9,30 5,06
10 82,50 13,60 6,03
10 51,60 8,10 4,69
10 85,80 13,40 6,14
10 48,50 7,20 4,51
10 50,30 7,90 4,62
10 80,10 11,30 5,94
10 48,90 7,80 4,53
10 80,80 11,60 5,97
Rata-rata 65,27 10,06 5,29
Setelah rumput laut dipelihara selama 35 hari, hasil yang diperoleh rata
rata LPS 5,29% dan berat dari rumput laut yang diperoleh naik menjadi 6 (enam)
kali lipat dari 10 g naik menjadi 65,27 g. Rasio berat kering yang dibagi dengan
berat basah diperoleh hasil perbandingan 1 : 6.
15
2. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air
Data parameter kualitas air yang diperoleh setelah pengukuran dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengukuran parameter kualitas air selama pemeliharaan
No. Hari/Tgl Suhu (°
C) Salinitas (ppt)
1. 22/4 31 33
2. 29/4 30 31
3. 06/5 32 32
4. 13/5 28 31
5. 20/5 28 32
6. 27/5 29 33
Selama proses pemeliharaan, salinitas yang diperoleh dari hasil pengukuran
berkisar 31 – 33ppt dan suhu yang diperoleh berkisar 28 - 32°
C
3. Pengamatan Monitoring Rumput Laut
Hasil pengamatan rumput laut hasil kultur jaringan selama 35 hari dapat
dilihat pada beberapa Gambar 11. Selama kegiatan monitoring, sangat penting
untuk membersihkan pengganggu di sekitar lokasi budidaya (Gambar 11A).
Apabila pembersihan dilakukan dengan baik maka rumput laut akan terlihat bersih
(Gambar 11B). Sehingga rumput laut akan tumbuh lebih baik (Gambar 11C).
Kegiatan monitoring harus dilakukan setiap seminggu 2 kali agar rumput laut
tetap bersih (Gambar 11D).
16
Gambar 11. Pengamatan pertumbuhan rumput laut hari, ke-5 (A); ke-12 (B); ke-
18 (C), ke-25 (D).
Selama pengamatan monitoring dilaksanakan sering ditemukan adanya
Epifit seperti Sargassum polychystum (Gambar 12A) dan Hypnea musciformis
(Gambar 12B).dan lumut yang menempel pada rumput laut dan tali ris. Selain itu
juga diemukan adanya sampah plastik. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan
rumput laut.
Gambar 12. Epifit yang menempel pada rumput laut, (A) Sargassum polychystum;
dan (B) Hypnea musciformis.
D
A B
C
A B
17
4. Hasil Pasca Panen
Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai
dengan hasil pengeringan rumput laut yang baik dan rumput laut yang buruk
(Gambar 13).
Gambar 13. Kualitas rumput laut, A) Kualitas rumput laut yang baik; B) Kualitas
rumput laut yang pengeringannya tidak sempurna
Kualitas rumput laut yang baik ditandai dengan warna merah kehitaman
dan rumput laut benar–benar kering (Gambar 13B). Sedangkan rumput laut yang
proses pengeringan tidak sempurna dicirikan dengan warna kuning pucat. Hal ini
disebabkan karena rumput laut tidak di jemur dengan cara digantung sehingga
proses pengeringannya tidak sempurna (Gambar 13A).
Rumput laut yang telah dikeringkan maka selanjutnya dipasarkan pada
pengumpul rumput laut CV. Sinar Laut (Gambar 14A). dan kemudian rumput laut
ditimbang untuk mengetahui berat akhir kering (Wt) (Gambar 14B).
A B
18
Gambar 14. Penjualan rumput laut, A) Penimbangan rumput laut; B) Tempat
penjualan rumput laut di CV. Sinar Laut
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Bibit rumput laut yang digunakan pada PKL ini adalah bibit hasil kultur
jaringan yang diperoleh dari petani lokal berumur 26-28 hari denganberat bibit
yang digunakan pada awal pemeliharaan yaitu sebesar 10 g. Berdasarkan hasil
LPS yang didaptkan yaitu rata-rta mencapai 5,29%/hari. Menurut Aslan et al.,
(2014) yaitu LPS yang tertinggi didapatkan sebesar 5,94–6,56%/hari. Sahira
(2017), menemukan LPS K.alvarezii rata-rata mencapai 5,53%/hari. LPS ini
masih tergolong baik. Hatima (2017) menyatakan bahwa, LPS yang diperoleh
selama waktu pemeliharaan 35 hari yaitu 4,6%. Azizah (2017) juga menyatakan
bahwa, selama waktu pemeliharaan 35 hari LPS yang diperoleh yaitu 3,92%. LPS
menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Dari penelitian sebelumnya yang
didapatkan oleh Patadjai (2006) yang menyatakan bahwa, LPS K. alvarezii yang
tertinggi sebesar 9,1%/hari dan 6,31%/hari.
A B
19
LPS dalam PKL ini menunjukkan standar yang ada. Menurut
Anggadiredja dkk., (2006), untuk laju pertumbuhan harian rumput laut yaitu
kurang dari 3%. Pada PKL ini menunjukkan bahwa LPS dari rumput laut yang
menggunakan bibit yang berasal dari hasil kultur jaringan lebih rendah
dibandingkan dengan LPS dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Hal ini diduga disebabkan karena pengaruh kualitas air yang
memburuk serta adanya gangguan dari epifit sebagai pesaing dalam kebutuhan
unsur hara sebagai bahan baku dari proses fotosintesis. Selain dari aspek tersebut
pertumbuhan dan perkembangan rumput laut dipengaruhi pula oleh periode
musim tanam, dimana periode musim tanam yang baik (Oktober-November)
diikuti oleh periode penanaman Agustus-September, periode penanaman Juni-Juli
dan periode penanaman Mei-Juni (Amin dkk., 2005). Oleh karena itu rendahnya
nilai LPS dari praktikum diduga karena periode penanaman yang berlangsung
pada bulan April-Juni.
2. Parameter Kualitas Air
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut.
Faktor yang mempengaruhi ialah faktor internal dan eksternal. Faktor internal
berasal dari bibit yang digunakan dengan indukan yang sama secara berulang kali
sehingga kualitas yang dihasilkan buruk. Hal ini sebanding dengan pernyataan
Hurtado (2011) yang menyatakan bahwa, penurunan kualitas bibit dapat berasal
dari penggunaan bibit secara terus menerus dari indukan yang sama juga karena
kondisi perairan yang buruk serta minimnya nutrien pada lokasi budidaya.
20
Sedangkan faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan seperti kualitas perairan
pada lokasi budidaya. Pada PKL ini, kualitas air yang diukur ialah suhu dan
salinitas (Tabel 4). Parameter kualitas air seperti suhu dan salinitas yang
didapatkan selama pemeliharaan masih berkisar dalam kisaran optimum yaitu 28-
32°C dan salinitas berkisar antara 31–33 ppt. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Asaf dkk. (2013), salinitas yang mendukung pertumbuhan rumput laut berkisar
antara 28–35 ppt. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah
berkisar 25-300
C (Neksidin dkk., 2013). Parameter kualitas air yaitu salinitas
sangat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut. Hal ini dikarenakan ketika
nilai dari salinitas yang didapatkan rendah, maka akan mengakibatkan thallus dari
rumput laut itu sendiri mudah terputus (Asni, 2015).
Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh parameter fisika dan
kimia air laut. Parameter kualitas air yang diukur selama PKL yaitu suhu dan
salinitas, dimana hasil pengukuran suhu tertinggi didapatkan yaitu 310
C,
sedangkan nilai suhu terendah yaitu 280
C. Lelong (2010), untuk mengukur suhu
air dengan cermat dapat digunakan alat termometer dan pada umumnya didapati
suhu air pada perairan nusantara kita hanya berkisar antara 28–310
C. Suhu sangat
dipengaruhi oleh musim. Suhu akan sangat kecil jika terjadi pergantian musim di
mana pada saat musim timur suhu relatif tinggi, sebaliknya pada musim barat
suhu relatif rendah. Anggadiredja dkk., (2006) menyatakan bahwa, suhu air yang
optimal untuk membudidayakan rumput laut yaitu berkisar antara 26-300
C.
selanjutnya Neksidin dkk., (2013) menyatakan bahwa, suhu yang optimal untuk
21
pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 25-300
C. Dengan demikian, daerah
tersebut layak untuk dilakukan usaha budidaya rumput laut.
Salinitas juga merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan rumput laut.
Salinitas air sangat tergantung pada faktor penguapan serta tidak ada pengaruh air
tawar yang berada di daerah setempat, untuk menjaga salinitas sebaiknya lokasi
yang digunakan untuk kegiatan budidaya harus jauh dari muara sungai untuk
menghindari endapan lumpur. Pada lokasi penelitian perairannya tidak
berhubungan dengan daerah aliran sungai sehingga baik sebagai lokasi
pembudidayaan.
Kadi dan Atmadja (2006) menjelaskan bahwa, kisaran pertumbuhan
rumput laut dapat tumbuh subur pada daerah tropis yang memiliki salinitas
perairan 32–34 ppt. Berdasarkan pengukuran salinitas perairan Desa Bungin
Permai selama PKL yaitu salinitas tertinggi 33 ppt dan terendah 31 ppt. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Asaf dkk., (2013), salinitas yang mendukung
pertumbuhan rumput laut berkisar antara 28–35 ppt. Sehingga dapat dikatakan
perairan tersebut masih cocok untuk pertumbuhan rumput laut.
3. Pasca Panen
Panen sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah agar kualitas rumput laut
yang dihasilkan lebih terjamin. Sebaliknya apabila saat mendung dapat
mengakibatkan fermentasi sehingga mutunya menurun. Sahira (2017)
menjelaskan bahwa, ketika pemanenan dilakukan pada saat hujan maka kualitas
rumput laut yang dihasilkan akan buruk. Kualitas yang buruk dapat dilihat dari
penampakannya seperti rumput laut akan berwarna putih pucat. Ketika rumput
22
laut telah berubah warna maka kualitas dari karaginannya akan memburuk
sehingga akan berdampak pada harga jual yang rendah.
Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara selektif atau parsial
dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong
tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan tali ris. Keuntungan dari cara ini
adalah penghematan tali pengikat rumput laut tetapi memerlukan waktu kerja
yang relatif lama. Sementara itu, cara panen keseluruhan dilakukan dengan
mengangkat seluruh tanaman hasil pemeliharaan dan dibawa ke darat sehingga
waktu kerja yang diperlukan relatif lebih singkat dibanding cara panen selektif.
Namun untuk penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan
mengikat bibit ke tali ris dan memasang kembali ke lokasi budidaya Sudradjat
(2008).
Kualitas rumput laut kering dipengaruhi penanganan pasca panen. Rumput
laut yang telah dipanen kemudian langsung dijemur memiliki kualitas rumput laut
kering yang baik dan dihargai lebih tinggi. Rumput laut kering dengan kualitas
yang baik memiliki warna merah kehitaman. Hal ini terjadi ketika rumput laut
hasil panen langsung dijemur serta metode penjemuran dengan cara digantung.
Ling et al., (2015) menyatakan bahwa, metode penjemuran dengan cara digantung
lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode penjemuran matahari
langsung. kualitas buruk didapatkan karena setelah panen rumput laut tidak
langsung dijemur melainkan didiamkan beberapa hari, sehingga warna dari
rumput laut agak pucat.
23
Kualitas rumput laut kering mempengaruhi harga rumput laut tersebut.
Rumput laut dengan nilai jual yang lebih tinggi memiliki tingkat kekeringan yang
lebih tinggi dibanding dengan rumput laut yang kualitasnya rendah.
Penjemuran rumput laut dilakukan dengan cara menggantung rumput laut
di bawah sinar matahari. Kelebihan dari metode gantung ini agar rumput laut
kering secara merata, kualitas rumput laut yang baik dan kadar karaginan yang
dihasilkan juga tinggi dibandingkan ketika mengeringkan rumput laut dengan
metode tebar. Hal ini sebanding dengan Nindhia dan Surata (2016) menyatakan
bahwa, metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena
memiliki kadar kotoran lebih rendah selain itu dengan cara digantung kadar garam
yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat
menetes ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan lebih
cepat dan hasil rumput laut kering utuh. Selain itu Ling et al., (2015) menyatakan
bahwa, menggantung rumput laut akan lebih baik dan menghasilkan hasil yang
bagus dibanding dengan menjemurnya dibawah sinar matahari langsung.
Pemasaran rumput laut kering masing-masing kelompok PKL
dilaksanakan di CV. Sinar Laut di Kelurahan Lapulu. Harga rumput laut mencapai
Rp.9000/kg. Aslan (2011), harga K. alvarezii merangkak naik dari Rp. 5.000/kg
Oktober 2007 menjadi Rp. 15.000/kg pada Mei 2008 dan bahkan di beberapa
daerah mencapai Rp. 28.000/kg pada Agustus 2008. Namun K. alvarezii menjadi
anjlok hingga mencapai Rp. 8.000/kg hingga Maret 2009.
24
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat ditarik dari PKL mengenai budidaya rumput
laut dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline yaitu
rumput laut yang dibudidayakan pada perairan Desa Bungin Permai memiliki nilai
rata-rata pertumbuhan 5,29%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1
: 6. Epifit yang melekat pada rumput laut adalah S. polychystum dan H.
musciformis.
B. Saran
Sebaiknya PKL selanjutnya dilakukan pemeliharaan selama 45 hari
dengan menggunakan rumput laut hasil kultur jaringan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Amin, T.P., Rumanyar., Femmi, N.F., Kemue, D., Suwitra, I.K., 2005. Kajian
Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cotonii) dengan Sistem dan Musim
Tanam yang Berbeda di Kabupaten Bangkep Sulawesi Tengah. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. 10 hal.
Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H. dan Sri, I. 2006. Rumput Laut
Pembudidayaan, Pengelolaan dan Pemasaran Komoditas Perikanan.
Penebar Swadaya. Jakarta. 174 hal.
Albasri, H., Iba, W., Aslan, L.O.M., Geoley, G., Silva, D.S. 2010. Mapping of
Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “Potential, Current
and Future Status”. Indonesian Aquaculture Journal. 5 : 173-185.
Aslan, L.M., 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia.
Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya
Perikanan Tanggal 22 Januari 2011. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Universitas Halu Oleo. Kendari. 50 hal.
Asaf, Ruzkiah, Antoni, S.R. dan Rachmansyah. 2013. Upaya Peningkatan
Produktivitas Rumput Laut, Kappaphycus alvarezii dengan Mengetahui
Faktor Pengelolaan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi
Tenggara. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.11 hal.
Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Samuria, S.S., Hamzah, H. 2014. Effects of
Different Initial Wet Weight on Growth and Carrageenan Yield of
Kappaphycus alvarezii Cultivated using Tissue-Cultured Seedlings.
Poster Session. AOAIS 3rd
Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-
20 November 14. Daejeon, Korea.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D.
2015. Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Practices and The
Sosioeconomic Aspects of the Major Commodities. Ocean & Coastal
Management: 116 : 44 – 57.
Asni, A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten
Bantaeng. Jurnal Akuatika. 6 : 140 – 153.
Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan.
Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No.1. FPIK-UHO. Kendari.
https://laodeaslan.wordpress.com/2017/06/29/cara-miara-agar-ma-
maramba Diakses Tanggal 09 Juli 2017. 4 Hal.
Azizah, M.N. 2017. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii menggunakan
Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara. http://mitaa
akuakultur. blogspot. co.id /2017/07/ budidaya-rumput-laut-kappaphycus
_8.html. Diakses Tanggal 31 Juli 2017. 35 hal.
Bank Indonesia. 2015. Potensi Rumput Laut. Kondisi usaha rumput laut di
Provinsi Sulawesi Tenggara. BI-Sultra. 4 hal.
26
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2011. Profil Rumput Laut Indonesia.
DKP RI, Ditjenkanbud. Jakarta. 11 hal.
DKP-Sultra. 2014. Potensi Perikanan Budidaya di Sulawesi Tenggara. http:arsal-
gudangilmu.blogspot.co.id/2014/05/potensi-perikanan-budidaya-di-
sulawesi.html?m=1. Diakses tanggal 01 Agustus 2017. 3 hal.
Hatima, W.O.S. 2017. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai
Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara. FPIK-UHO. Kendari. https://
sitiperikanan. wordpress. com /2017/07/15 budidaya-rumput-laut-
Kappaphycus-alvarezii. Diakses Tanggal 29 Juli 2017. 33 hal.
Kadi, A. dan Atmadja, S. 2006. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum di
Perairan Indonesia. LIPI. Lampung. 76 hal.
Lelong, B. 2010. Perbedaan Indikator Kualitas Pertumbuhan dari Dua Bentuk
Pecabangan Alga Merah (Eucheuma cottonii) pada Lokasi Budidya di
Perairan Toisapu Kec, Leitimur Selatan (Skripsi). Ambon: Unpatti, FKIP
Biologi.
Ling, A. L. M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M. F. A. 2015. Effect of Different
Driying Techniques on the Phytochemical Content and Antioxidant
Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol 27: 1717-1723. DOI
10.1007/s10811-014-0467-3.
Marisca, N. 2013. Aklimatisasi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur
Jaringan dengan Kepadatan yang Berbeda dalam Akuarium di Rumah
Kaca. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 42 hal.
Neksidin, Pangerang, U.K., dan Emiyarti. 2013. Studi Kualitas Air untuk
Budidaya Rumput Laut (Kappapycus alvarezii) di Perairan Teluk Kolono
Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut Indonesia. 1 : 147 – 155.
Nindhia,T.G.T.I.W., Surata. 2016. Pemberdayaan Masyarakat melalui
Pengembangan Kelompok Usaha Tani di Desa Ped. Jurnal Udayana
Mengabdi. 15 (1) : 1-9.
Patadjai, R.S., 2006. Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty pada Berbagai Habitat Budidaya
yang Berbeda. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar, Makassar. 307 hal.
Sudradjat A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Jakarta:
Penebar Swadaya. 176 hal.
Sahrir, W.I., Aslan, L.O.M., Bolu, L.O.R., Gooley, G.J., Ingram, B.A., Silva,
S.S.D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia.
General Considerations. Aquac. Asia 19 (1) : 14-19.
Sahira. 2017. Budidaya Rumput Laut K. alvarezii Bibit Hasil Kultur Jaringan
dengan Metode Longline di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
http://sahira. blogspot. co. id/2017/08/ budidaya-rumput laut
kappaphycus.html. Diakses Tanggal 03 Agustus 2017. 36 hal.
Yong, Y.S., Yong, W.T.I., Thien, V.Y., Ng, S.N., Anton, 2013. Analiysis of
Formulace for Determination of Seaweed Growth Rate. J Appl Phycol
25;1831-1824. DOI 10. 1007/s 10811-014-0289-3.
27
Zuldin, W.H., Yassir, S., Shapawi, R. 2016. Growth and Biochemical
Composition of Kappaphycus (Rhodophyta) in Customized Tank Culture
System. Jurnal Appl Phycol. DOI 10.1007/s10811-016-0792-9.

More Related Content

What's hot

Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNovaIndriana
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Hartina Iyen
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...BdpWinarti
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Azlan Azlan
 
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices BmpJuknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmphadipuspito
 
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampungBenze Aris
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...rama bdpuho
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Sahira Sahira
 
Laporan pembenihan ikan patin
Laporan pembenihan ikan patinLaporan pembenihan ikan patin
Laporan pembenihan ikan patinDesty Alvina
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...Jeslin Jes
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...arif sabarno
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019Ani Febriani
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautriasniaudin24
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019hasni
 
Proposal kpa (inge krishna 18.4.07.063)-dikonversi
Proposal kpa (inge krishna   18.4.07.063)-dikonversiProposal kpa (inge krishna   18.4.07.063)-dikonversi
Proposal kpa (inge krishna 18.4.07.063)-dikonversiigustiayu
 
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...Dewi Purwati
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Hasriani Anastasya
 
PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.
PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.
PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.Phaphy Wahyudhi
 

What's hot (20)

Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan mal
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
 
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices BmpJuknis Penerapan Best Management Practices Bmp
Juknis Penerapan Best Management Practices Bmp
 
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
101142739 teknik-dan-analisa-usaha-pembenihan-udang-vaname-di-pt-cpb-lampung
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
 
1 udangvaname
1 udangvaname1 udangvaname
1 udangvaname
 
Laporan pembenihan ikan patin
Laporan pembenihan ikan patinLaporan pembenihan ikan patin
Laporan pembenihan ikan patin
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur Laut 2019
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Proposal kpa (inge krishna 18.4.07.063)-dikonversi
Proposal kpa (inge krishna   18.4.07.063)-dikonversiProposal kpa (inge krishna   18.4.07.063)-dikonversi
Proposal kpa (inge krishna 18.4.07.063)-dikonversi
 
Proposal Skripsi
Proposal SkripsiProposal Skripsi
Proposal Skripsi
 
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
 
PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.
PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.
PEMBUKA (PEMBUATAN DONAT KENTANG)-GITA DKK.
 

Similar to Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Putri Didyawati
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Yus Liansyah
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...masdidi mading
 
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Dewi yanti mochtar
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...hamzan wadify
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Saniati Goa
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018restii_sulaida
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT lala arf
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)AzukaYuukanna1
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautkumala11
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonNovaIndriana
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Citra Utami
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018yulina096
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018sukmawati024
 

Similar to Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (18)

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi KlonLaporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
Laporan Manajemen Akuakultur Laut Rumput Laut Seleksi Klon
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
 

Recently uploaded

LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaBtsDaily
 
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfe-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfIAARD/Bogor, Indonesia
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxmagfira271100
 
sistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannya
sistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannyasistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannya
sistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannyaANTARASATU
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaNikmah Suryandari
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 

Recently uploaded (9)

LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
 
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfe-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
 
sistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannya
sistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannyasistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannya
sistem ekskresi ginjal pada manusia dan kelainannya
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

  • 1. i LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Cultivation of Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured Seedlings in Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, South East Sulawesi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : HENDRA ARISAPUTRA I1A2 13 072 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
  • 2. ii HALAMAN PENGESAHAN Judul : Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Nama : Hendra Arisaputra Stambuk : I1A2 13 072 Kelompok : IV (Empat) Jurusan : Budidaya Perairan Laporan Lengkap ini Telah Diperiksa dan Disetujui oleh : Dosen Koordinator Mata Kuliah Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc NIP. 19661210 199403 1 005 Kendari, Agustus 2017 Tanggal Pengesahan
  • 3. iii RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis lahir di Asao, 25 Juli 1995. Penulis adalah anak ke dua dari pasangan Bapak Harman dan Ibu Hasniwati. Pada tahun 2007, penulis menamatkan pendidikan dasar pada SD Negeri 1 Asao, Kabupaten Konawe, selanjutnya pada tahun 2010 menamatkan pendidikan menengah pertama pada SMP Negeri 3 Abuki, Kabupaten Konawe dan pada Tahun 2013 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada SMK Negeri 2 Konawe. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan diterima di Universitas Halu Oleo (UHO), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Jurusan Budidaya Perairan (BDP).Prestasi yang pernah diraih selama kuliah yakni menjadi asisten pembimbing praktikum mata kuliah Bioteknologi Akuakultur. Organisasi kemahasiswaan yang pernah diikuti yaitu pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan (HMPS-BDP) masa jabatan 2015-2016. Anggota Satuan 241 Resimen Mahasiswa (MENWA) UHO pada Tahun 2015- sekarang.
  • 4. iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. PKL ini disusun sebagai pelengkap kegiatan yang telah dilaksanakan kurang lebih 3 (tiga) bulan yaitu April–Juni 2017 di perairan Desa Bungin Permai dan CV. Sinar Laut Kelurahan Lapulu, Kendari. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Prof. Dr. Ir. La Ode M. Aslan, M.Sc yang telah membimbing dalam penyusunan laporan PKL, pembuatan blog dan pemostingan laporan PKL di blog. Arahan dan masukan dari Asisten pembimbing PKL yaitu kak Armin, S.Pi sangat layak diapresiasi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan PKL ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Kendari, Agustus 2017 Penulis
  • 5. v Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara ABSTRAK Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April - Juni 2017 di Desa Bungin Permai. Praktek ini dimulai dari tahap asistensi praktikum, tahap persiapan, mengikat bibit, proses penanaman, monitoring rumput laut, panen dan pasca panen. Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari epifit seperti lumut, Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama PKL yaitu 5,29%/ hari. Rasio berat kering dan berat basah adalah 1 : 6. Parameter kualitas air seperti suhu berkisar 28-31ºC sedangkan salinitas berkisar antara 31- 33 ppt. Harga pasar rumput laut K. alvarezii sekarang yaitu Rp 9.000/kg. Kata kunci : Kappaphycus alvarezii, Kultur jaringan, LPS 5,29%/hari.
  • 6. vi ABSTRACT Cultivation of Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured Seedling in Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, District South East Sulawesi This field aquaculture practice was carried out in Bungin Permai village for 3 months (April–June 2017). Practices process starting from preparation stage, tying of sadhings, planting process, alga monitoring, harvest and post harvest, and marketing. Monitoring was done twice a week to clean the seaweeds from epiphytes such as Sargassum polychystum and Hypnea musciformis. Specific growth rates (SGR) of K. alvarezii seaweed observed during field works were 5.29%/day. Ratio of dried weight : wet weight of the harvest seaweed was 1:6. Water quality parameters such as temperature range 28-31o C while salinity ranges from 31-33 ppt. Seaweed market price K. alvarezii type with price was Rp. 9.000/kg. Keyword : Kappaphycus alvarezii, Tissue-Cultured Sedlings, SGR 5,29%/day.
  • 7. vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii RIWAYAT HIDUP................................................................................. iii KATA PENGANTAR............................................................................. iv ABSTRAK ............................................................................................... v ABSTRACT............................................................................................. vi DAFTAR ISI............................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR............................................................................... xi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah....................................................................... 3 C. Tujuan dan Kegunaan ................................................................. 4 II. METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat...................................................................... 5 B. Alat dan Bahan............................................................................ 5 C. Prosedur Kerja............................................................................. 6 D. Parameter yang Diamati.............................................................. 13 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil............................................................................................ 14 1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS).................... 14 2. Parameter Kualitas Air.......................................................... 15 3. Monitoring Rumput Laut ...................................................... 15 4. Pasca Panen........................................................................... 17 B. Pembahasan 1. Laju Pertumbuhan Spesifik................................................... 18 2. Parameter Kualitas Air.......................................................... 19 3. Pasca Panen........................................................................... 21 IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan..................................................................................... 23 B. Saran............................................................................................ 23 DAFTAR PUSTAKA
  • 8. viii DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 1 Alat dan Bahan yang digunakan ........................................................ 5 2 Parameter Kualitas Air yang diukur .................................................. 13 3 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Rumput Laut ................................ 14 4 Hasil Pengukuran Kualitas Air .......................................................... 15
  • 9. ix DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1 Alat Pemintal Tali Rumput Laut........................................................ 6 2 Penggunaan alat Pintar....................................................................... 7 3 Jarak Tanam antar Rumpun Rumput Laut ......................................... 7 4 Bibit Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan............................................. 8 5 Penimbangan bibit rumput laut.......................................................... 8 6 Pengikatan bibit rumput laut.............................................................. 9 7 Penanaman bibit rumput laut pada Lokasi Budidaya......................... 10 8 Pembersihan Epifit Rumput Laut....................................................... 11 9 Kegiatan pemanenan.......................................................................... 12 10 Penjemuran Rumput Laut .................................................................. 12 11 Hasil Monitoring Rumput Laut.......................................................... 16 12 Epifit Jenis Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis ......... 16 13 Hasil pasca panen............................................................................... 17 14 Tempat Penjualan Rumput Laut ......................................................... 18
  • 10. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut di Indonesia yang sangat luas dan potensial tentunya menambah kelimpahan serta pengembangan budidaya perikanan. Kegiatan budidaya yang efektif tentu tidak lepas dari manajemen atau pengelolaan yang baik dan terstruktur dengan rapi (Neksidin dkk., 2013). Hal ini didasarkan karena manajemen menentukan keberhasilan atau tidaknya kegiatan budidaya. Rumput laut di Indonesia sangat banyak akan tetapi yang dibudidayakan hanya ada beberapa saja. Salah satu spesies rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia dan juga beberapa negara di dunia adalah K. alvarezii dari kelas Rhodophyceae atau yang dikenal dulu dengan nama E. cotonii. Terjadi perubahan nama dari rumput laut penghasil karagenan ini dikarenakan jenis karagenan yang dihasilkannya yaitu berasal dari jenis kappa karagenan. Aktivitas budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah berkembang pada setiap kabupaten/kota se- Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015). Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan potensi perairan laut yang luas arealnya mencapai ± 114.879 km2 , dengan panjang garis pantai 1.740 km (DKP-Sultra, 2014), dengan wilayah yang cukup luas, Sultra menjadi salah satu wilayah dengan potensi budidaya rumput laut yang sangat potensial untuk dikembangan. Menurut Direktorat Jendral Perikanan Budidaya/DJPB (2011), Sultra menempati posisi ke empat dengan jumlah produksi rumput laut terbesar di Indonesia dengan total produksi 347,726 ton atau sebesar 8,93%. Kegiatan budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah
  • 11. 2 berkembang pada setiap kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015). Salah satu jenis rumput laut yang bernilai ekonomis penting adalah K. alvarezii. Rumput laut dibudidayakan hampir di setiap pesisir Sultra. Beberapa diantara Kabupaten/Kota tersebut adalah Konawe Selatan yang luas lahan budidayanya sekitar 3.210 ha dengan produksi rumput laut 275,256.41 ton, Konawe Utara 514,5 ha dengan realisasi produksi 6.076,98 ton dan kota Kendari dengan luas lahan 182 ha produksinya mencapai 3,288.83 ton pada tahun 2011 (DKP-Sultra, 2014). Sahrir et al., (2014) menyatakan bahwa, sampai saat ini Sultra memproduksi rumput laut utamanya jenis K. alvarezii dan Eucheuma denticulatum yang menyuplai sebagian besar kebutuhan pasar global sebagai bahan baku. Keberhasilan produksi rumput laut dapat dicapai dengan mengoptimalkan faktor-faktor pendukung dalam budidaya laut. Faktor-faktor pendukung tersebut antara lain pemilihan lokasi budidaya yang tepat, penggunaan jenis bibit yang bermutu baik, teknik atau metode budidaya yang tepat, serta panen dan pasca panen. Menurut Albasri et al., (2010), budidaya rumput laut di Muna dan Kendari sebagian besar menggunakan sistem budidaya rumput laut dengan metode longline. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan praktek kerja lapang (PKL) mengenai budidaya rumput laut menggunakan bibit hasil kultur jaringan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
  • 12. 3 B. Rumusan Masalah Penggunaan bibit rumput laut yang unggul diharapkan bisa mendapatkan hasil panen yang baik dan produksi yang tinggi. Ketersediaan bibit sering menjadi kendala pada musim-musim tertentu, seperti musim hujan. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, teknik pengembangbiakan bibit melalui kultur jaringan merupakan salah satu solusi terbaik. Kultur jaringan merupakan suatu metode dalam mengisolasi bagian dari tanaman (pada rumput laut adalah thallus) serta menumbuhkannya dalam kondisi yang aseptik dalam wadah tertutup, sehingga bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali seperti induknya (Marisca, 2013). Pertumbuhan rumput laut K. alvarezii di perairan Malaysia memiliki tingkat pertumbuhan (DGR) dan berat setiap produksi (DWP) berkisar antara 1.96 ± 0.08 – 2.29 ± 0.11% hari yang dibudidayakan di dalam tangki (Zuldin et al., 2016), sedangkan budidaya K. alvarezii di perairan Vietnam mempunyai tingkat pertumbuhan harian maksimum yaitu 6,11 ± 0.04% dengan kepadatan bibit awal 125 g pada hari 30 (Thirumaran dan Anatharaman, 2009). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilaksanakan PKL mengenai budidaya rumput laut menggunakan bibit hasil kultur jaringan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
  • 13. 4 C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan PKL ini adalah untuk mengetahui tahapan – tahapan dalam budidaya rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga pemasaran yang menggunakan bibit hasil kultur jaringan. Kegunaan dari PKL ini adalah agar mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan praktis dan wawasan mengenai tahapan – tahapan dalam budidaya rumput laut dengan metode longline mulai dari persiapan hingga pemasaran yang menggunakan bibit hasil kultur jaringan.
  • 14. 5 II. METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat PKL ini dilaksanakan selama 3 bulan (April – Juni 2017) di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan dan penjualan rumput laut hasil budidaya dilaksanakan di CV. Sinar Laut, Kelurahan Lapulu, Kendari. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama PKL dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan bahan beserta kegunaan selama PKL No. Alat dan Bahan Kegunaan 1. Alat - Pisau/Cutter Memotong tali - Lilin Membakar ujung tali pengikat - Mistar Mengukur jarak tali pengikat - Tali PE Tali utama metode longline - Botol Aqua Pelampung tali rumput tali - Timbangan Menimbang bibit rumput laut - Alat Pintar Alat bantu pemintal tali rumput laut - Thermometer Mengukur suhu - Handrefraktometer Mengukur salinitas - Perahu Motor Transportasi ke lokasi budidaya - Map Plastik Membuat pelabelan nama - Karung Wadah penampung rumput laut saat di panen - Kamera Mendokumentasi kegiatan 2. Bahan - Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan (K. alvarezii) Objek budidaya
  • 15. 6 C. Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja dari beberapa kegiatan seperti asistensi praktikum, pengerjaan tali, mengikat bibit sampai dengan penanaman bibit dan pemeliharaan rumput laut sebagai berikut. a. Tahap Persiapan 1) Tahapan persiapan dimulai dengan mempersiapkan tali PE sebagai bahan yang digunakan dengan menggunakan metode tali panjang (longline). Tali yang digunakan yaitu tali PE no 4, no 1,5, cutter, lilin dan alat bantu pemintal tali rumput laut (Pintar). Gambar 1. Alat pemintal tali rumput laut (Pintar). Alat ini telah didaftarkan di Ditjen HAKI, Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dengan nomor pendaftaran paten : S00201607984 (Aslan dkk., 2016). A B
  • 16. 7 2) pengikatan tali ris no 1,5 pada tali no 4 menggunakan alat Pintar (Gambar 2). Gambar 2. Penggunaan alat pintar. 3) Jarak antara tali pengikat satu dengan pengikat lainnya berjarak 10 cm dengan panjang total tali sepanjang 50 m (Gambar 3). Gambar 3. Metode menggunakan Tali Nilon 1,5 mm dan jarak tanam antar bibit (10 cm) yang dianjurkan agar produksinya dapat meningkat (Aslan dkk., 2016). 4) Membagi tali ris yang memiliki panjang 50 m menjadi 8 tali kemudian diberi label nama pada masing-masing kelompok.
  • 17. 8 b. Tahap Penanaman Rumput Laut 1) Bibit rumput laut yang digunakan adalah bibit hasil kultur jaringan (Gambar 4A kiri) yang berbeda penampakannya dibanding rumput laut lokal (Gambar 4B kanan). Bibit yang digunakan berumur 26 – 28 hari. Rumput laut hasil kultur jaringan memiliki percabangan yang banyak dan batang yang besar dibanding rumput laut petani yang memiliki percabangan kerdil dan warna pucat. Gambar 4. Bibit rumput laut; Rumput laut hasil kultur jaringan A (kiri), rumput laut lokal B (kanan). 2) Penimbangan bibit rumput laut (Gambar 5) dengan berat awal 10 g dilakukan dengan menggunakan timbangan digital yang mempunyai ketelitian 0,5 g. Gambar 5. Penimbangan bibit rumput laut A B
  • 18. 9 3) Proses pengikatan bibit dilakukan setelah proses seleksi bibit dengan menggunakan pisau dan ditimbang (Gambar 6). Pemotongan bibit dengan menggunakan pisau lebih direkomendasikan karena bibit yang dipotong dengan tangan akan menyebabkan permukaan bekas potongan rumput laut tidak beraturan sehingga akan memudahkan kotoran untuk menempel. Gambar 6. Proses pengikatan bibit rumput laut. 4) Setelah rumput laut telah diikat kemudian rumput laut direndam pada air laut yang bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stres karena kekurangan air. Setelah itu, bibit siap ditanam. 5) Proses penanaman dilakukan menggunakan sampan kecil untuk memudahkan dalam penanaman (Gambar 7A). Penanaman harus dilakukan pada saat cuaca sedang cerah atau tidak hujan agar kondisi rumput laut tetap segar saat ditanam (Gambar 7B). Bentangan harus sesuai dengan urutan kelompok (Gambar 7C). C
  • 19. 10 Gambar 7. Membawa bibit ke lokasi penanaman (A), proses penanaman bibit rumput laut (B), bentangan rumput laut yang sudah ditanam (C). c. Tahap Monitoring Rumput Laut, Pemanenan dan Pasca Panen 1) Monitoring dilaksanakan setiap 2 kali seminggu yang bertujuan agar rumput laut bersih dari sampah yang berada pada area lokasi budidaya, lumut yang menempel serta tumbuhan penempel (epifit) lainnya pada rumput laut. 2) Pembersihan epifit ini dilakukan dengan cara melepaskan dari tali kemudian dinaikan di atas perahu dan dibawa ke darat (Gambar 8A). Hal ini perlu dilakukan karena jika epifit dibuang ke laut lagi memungkinkan untuk menempel kembali ke tali ris atau di rumput laut. Selain itu lumut juga harus dibersihkan dari tali dan rumput laut yang menempel (Gambar 8A). A B C
  • 20. 11 Gambar 8. Proses membersihkan (epifit) rumput laut; Rumput Epifit yang menempel (A). Lumut yang menempel (B). 2) Pemanenan rumput laut dilakukan setelah berumur 35 hari. pemanenan dengan cara menarik tali bentangan ke dalam perahu (Gambar 9A) kemudian selanjutnya dibawa ke darat (Gambar 9B). Panen dilakukan pada pagi hari agar rumput laut tidak terkena cahaya matahari dan langsung agar rumput laut bisa langsung dikeringkan. Hal yang penting perlu diperhatikan pada saat panen yaitu kondisi cuaca misalnya panen pada saat hujan dapat menurunkan kualitas rumput laut. 3) Rumput laut hasil panen kemudian ditimbang untuk mengetahui berat akhir basah (Gambar 9C) dengan menggunakan timbangan elektrik sebanyak 10 rumpun. 4) Rumput laut hasil panen selanjutnya diisi ke dalam karung untuk proses pengeringan lebih lanjut (Gambar 9D) BA
  • 21. 12 Gambar 9. Panen rumput laut, A) Proses pemanenan rumput laut; B) Transportasi hasil panen; C) Penimbangan berat akhir basah; D) Rumput laut dimasukkan ke dalam karung 5) Penanganan pasca panen selanjutnya adalah melakukan proses penjemuran dengan metode gantung (Gambar 10). Proses penjemuran berlangsung selama 2-3 hari untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang baik sesuai standar. Gambar 10. Proses penjemuran rumput laut menggunakan metode gantung (hanging method). A B DC
  • 22. 13 6) Setelah kering, rumput laut dilepaskan dari tali kemudian ditimbang sebagai berat kering. Selanjutnya, rumput laut dijual. D. Parameter yang Diamati 1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Rumus untuk menghitung LPS berdasarkan Yong, et al. (2013), sebagai berikut: Wt 1 LPS = t - 1 X 100% Wo Dimana: LPS = Laju Petumbuhan Spesifik Wt = Bobot rumput laut pada waktu t (g) Wo = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g) t = Periode pengamatan (hari) 2. Parameter Kualitas Air Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai data penunjang untuk PKL ini. Berikut beberapa pengukuran parameter kualtas air dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter kualitas air yang diukur selama PKL No. Parameter Kualitas Air Alat Ukur Waktu Pengukuran 1. Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu 2. Salinitas Handrefraktometer 1 kali dalam seminggu
  • 23. 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik LPS dari rumput laut hasil kultur jaringan dengan menggunakan metode longline dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. LPS rumput laut hasil budidaya Rumpun W0 (berat awal) Wt (berat basah) Wt (berat kering) LPS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 65,40 10,40 5,37 10 5880 9,30 5,06 10 82,50 13,60 6,03 10 51,60 8,10 4,69 10 85,80 13,40 6,14 10 48,50 7,20 4,51 10 50,30 7,90 4,62 10 80,10 11,30 5,94 10 48,90 7,80 4,53 10 80,80 11,60 5,97 Rata-rata 65,27 10,06 5,29 Setelah rumput laut dipelihara selama 35 hari, hasil yang diperoleh rata rata LPS 5,29% dan berat dari rumput laut yang diperoleh naik menjadi 6 (enam) kali lipat dari 10 g naik menjadi 65,27 g. Rasio berat kering yang dibagi dengan berat basah diperoleh hasil perbandingan 1 : 6.
  • 24. 15 2. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air Data parameter kualitas air yang diperoleh setelah pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengukuran parameter kualitas air selama pemeliharaan No. Hari/Tgl Suhu (° C) Salinitas (ppt) 1. 22/4 31 33 2. 29/4 30 31 3. 06/5 32 32 4. 13/5 28 31 5. 20/5 28 32 6. 27/5 29 33 Selama proses pemeliharaan, salinitas yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar 31 – 33ppt dan suhu yang diperoleh berkisar 28 - 32° C 3. Pengamatan Monitoring Rumput Laut Hasil pengamatan rumput laut hasil kultur jaringan selama 35 hari dapat dilihat pada beberapa Gambar 11. Selama kegiatan monitoring, sangat penting untuk membersihkan pengganggu di sekitar lokasi budidaya (Gambar 11A). Apabila pembersihan dilakukan dengan baik maka rumput laut akan terlihat bersih (Gambar 11B). Sehingga rumput laut akan tumbuh lebih baik (Gambar 11C). Kegiatan monitoring harus dilakukan setiap seminggu 2 kali agar rumput laut tetap bersih (Gambar 11D).
  • 25. 16 Gambar 11. Pengamatan pertumbuhan rumput laut hari, ke-5 (A); ke-12 (B); ke- 18 (C), ke-25 (D). Selama pengamatan monitoring dilaksanakan sering ditemukan adanya Epifit seperti Sargassum polychystum (Gambar 12A) dan Hypnea musciformis (Gambar 12B).dan lumut yang menempel pada rumput laut dan tali ris. Selain itu juga diemukan adanya sampah plastik. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan rumput laut. Gambar 12. Epifit yang menempel pada rumput laut, (A) Sargassum polychystum; dan (B) Hypnea musciformis. D A B C A B
  • 26. 17 4. Hasil Pasca Panen Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai dengan hasil pengeringan rumput laut yang baik dan rumput laut yang buruk (Gambar 13). Gambar 13. Kualitas rumput laut, A) Kualitas rumput laut yang baik; B) Kualitas rumput laut yang pengeringannya tidak sempurna Kualitas rumput laut yang baik ditandai dengan warna merah kehitaman dan rumput laut benar–benar kering (Gambar 13B). Sedangkan rumput laut yang proses pengeringan tidak sempurna dicirikan dengan warna kuning pucat. Hal ini disebabkan karena rumput laut tidak di jemur dengan cara digantung sehingga proses pengeringannya tidak sempurna (Gambar 13A). Rumput laut yang telah dikeringkan maka selanjutnya dipasarkan pada pengumpul rumput laut CV. Sinar Laut (Gambar 14A). dan kemudian rumput laut ditimbang untuk mengetahui berat akhir kering (Wt) (Gambar 14B). A B
  • 27. 18 Gambar 14. Penjualan rumput laut, A) Penimbangan rumput laut; B) Tempat penjualan rumput laut di CV. Sinar Laut B. Pembahasan 1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Bibit rumput laut yang digunakan pada PKL ini adalah bibit hasil kultur jaringan yang diperoleh dari petani lokal berumur 26-28 hari denganberat bibit yang digunakan pada awal pemeliharaan yaitu sebesar 10 g. Berdasarkan hasil LPS yang didaptkan yaitu rata-rta mencapai 5,29%/hari. Menurut Aslan et al., (2014) yaitu LPS yang tertinggi didapatkan sebesar 5,94–6,56%/hari. Sahira (2017), menemukan LPS K.alvarezii rata-rata mencapai 5,53%/hari. LPS ini masih tergolong baik. Hatima (2017) menyatakan bahwa, LPS yang diperoleh selama waktu pemeliharaan 35 hari yaitu 4,6%. Azizah (2017) juga menyatakan bahwa, selama waktu pemeliharaan 35 hari LPS yang diperoleh yaitu 3,92%. LPS menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Dari penelitian sebelumnya yang didapatkan oleh Patadjai (2006) yang menyatakan bahwa, LPS K. alvarezii yang tertinggi sebesar 9,1%/hari dan 6,31%/hari. A B
  • 28. 19 LPS dalam PKL ini menunjukkan standar yang ada. Menurut Anggadiredja dkk., (2006), untuk laju pertumbuhan harian rumput laut yaitu kurang dari 3%. Pada PKL ini menunjukkan bahwa LPS dari rumput laut yang menggunakan bibit yang berasal dari hasil kultur jaringan lebih rendah dibandingkan dengan LPS dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini diduga disebabkan karena pengaruh kualitas air yang memburuk serta adanya gangguan dari epifit sebagai pesaing dalam kebutuhan unsur hara sebagai bahan baku dari proses fotosintesis. Selain dari aspek tersebut pertumbuhan dan perkembangan rumput laut dipengaruhi pula oleh periode musim tanam, dimana periode musim tanam yang baik (Oktober-November) diikuti oleh periode penanaman Agustus-September, periode penanaman Juni-Juli dan periode penanaman Mei-Juni (Amin dkk., 2005). Oleh karena itu rendahnya nilai LPS dari praktikum diduga karena periode penanaman yang berlangsung pada bulan April-Juni. 2. Parameter Kualitas Air Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut. Faktor yang mempengaruhi ialah faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari bibit yang digunakan dengan indukan yang sama secara berulang kali sehingga kualitas yang dihasilkan buruk. Hal ini sebanding dengan pernyataan Hurtado (2011) yang menyatakan bahwa, penurunan kualitas bibit dapat berasal dari penggunaan bibit secara terus menerus dari indukan yang sama juga karena kondisi perairan yang buruk serta minimnya nutrien pada lokasi budidaya.
  • 29. 20 Sedangkan faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan seperti kualitas perairan pada lokasi budidaya. Pada PKL ini, kualitas air yang diukur ialah suhu dan salinitas (Tabel 4). Parameter kualitas air seperti suhu dan salinitas yang didapatkan selama pemeliharaan masih berkisar dalam kisaran optimum yaitu 28- 32°C dan salinitas berkisar antara 31–33 ppt. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asaf dkk. (2013), salinitas yang mendukung pertumbuhan rumput laut berkisar antara 28–35 ppt. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 25-300 C (Neksidin dkk., 2013). Parameter kualitas air yaitu salinitas sangat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut. Hal ini dikarenakan ketika nilai dari salinitas yang didapatkan rendah, maka akan mengakibatkan thallus dari rumput laut itu sendiri mudah terputus (Asni, 2015). Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh parameter fisika dan kimia air laut. Parameter kualitas air yang diukur selama PKL yaitu suhu dan salinitas, dimana hasil pengukuran suhu tertinggi didapatkan yaitu 310 C, sedangkan nilai suhu terendah yaitu 280 C. Lelong (2010), untuk mengukur suhu air dengan cermat dapat digunakan alat termometer dan pada umumnya didapati suhu air pada perairan nusantara kita hanya berkisar antara 28–310 C. Suhu sangat dipengaruhi oleh musim. Suhu akan sangat kecil jika terjadi pergantian musim di mana pada saat musim timur suhu relatif tinggi, sebaliknya pada musim barat suhu relatif rendah. Anggadiredja dkk., (2006) menyatakan bahwa, suhu air yang optimal untuk membudidayakan rumput laut yaitu berkisar antara 26-300 C. selanjutnya Neksidin dkk., (2013) menyatakan bahwa, suhu yang optimal untuk
  • 30. 21 pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 25-300 C. Dengan demikian, daerah tersebut layak untuk dilakukan usaha budidaya rumput laut. Salinitas juga merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan rumput laut. Salinitas air sangat tergantung pada faktor penguapan serta tidak ada pengaruh air tawar yang berada di daerah setempat, untuk menjaga salinitas sebaiknya lokasi yang digunakan untuk kegiatan budidaya harus jauh dari muara sungai untuk menghindari endapan lumpur. Pada lokasi penelitian perairannya tidak berhubungan dengan daerah aliran sungai sehingga baik sebagai lokasi pembudidayaan. Kadi dan Atmadja (2006) menjelaskan bahwa, kisaran pertumbuhan rumput laut dapat tumbuh subur pada daerah tropis yang memiliki salinitas perairan 32–34 ppt. Berdasarkan pengukuran salinitas perairan Desa Bungin Permai selama PKL yaitu salinitas tertinggi 33 ppt dan terendah 31 ppt. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asaf dkk., (2013), salinitas yang mendukung pertumbuhan rumput laut berkisar antara 28–35 ppt. Sehingga dapat dikatakan perairan tersebut masih cocok untuk pertumbuhan rumput laut. 3. Pasca Panen Panen sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah agar kualitas rumput laut yang dihasilkan lebih terjamin. Sebaliknya apabila saat mendung dapat mengakibatkan fermentasi sehingga mutunya menurun. Sahira (2017) menjelaskan bahwa, ketika pemanenan dilakukan pada saat hujan maka kualitas rumput laut yang dihasilkan akan buruk. Kualitas yang buruk dapat dilihat dari penampakannya seperti rumput laut akan berwarna putih pucat. Ketika rumput
  • 31. 22 laut telah berubah warna maka kualitas dari karaginannya akan memburuk sehingga akan berdampak pada harga jual yang rendah. Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan tali ris. Keuntungan dari cara ini adalah penghematan tali pengikat rumput laut tetapi memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Sementara itu, cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman hasil pemeliharaan dan dibawa ke darat sehingga waktu kerja yang diperlukan relatif lebih singkat dibanding cara panen selektif. Namun untuk penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan mengikat bibit ke tali ris dan memasang kembali ke lokasi budidaya Sudradjat (2008). Kualitas rumput laut kering dipengaruhi penanganan pasca panen. Rumput laut yang telah dipanen kemudian langsung dijemur memiliki kualitas rumput laut kering yang baik dan dihargai lebih tinggi. Rumput laut kering dengan kualitas yang baik memiliki warna merah kehitaman. Hal ini terjadi ketika rumput laut hasil panen langsung dijemur serta metode penjemuran dengan cara digantung. Ling et al., (2015) menyatakan bahwa, metode penjemuran dengan cara digantung lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode penjemuran matahari langsung. kualitas buruk didapatkan karena setelah panen rumput laut tidak langsung dijemur melainkan didiamkan beberapa hari, sehingga warna dari rumput laut agak pucat.
  • 32. 23 Kualitas rumput laut kering mempengaruhi harga rumput laut tersebut. Rumput laut dengan nilai jual yang lebih tinggi memiliki tingkat kekeringan yang lebih tinggi dibanding dengan rumput laut yang kualitasnya rendah. Penjemuran rumput laut dilakukan dengan cara menggantung rumput laut di bawah sinar matahari. Kelebihan dari metode gantung ini agar rumput laut kering secara merata, kualitas rumput laut yang baik dan kadar karaginan yang dihasilkan juga tinggi dibandingkan ketika mengeringkan rumput laut dengan metode tebar. Hal ini sebanding dengan Nindhia dan Surata (2016) menyatakan bahwa, metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar kotoran lebih rendah selain itu dengan cara digantung kadar garam yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat menetes ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut kering utuh. Selain itu Ling et al., (2015) menyatakan bahwa, menggantung rumput laut akan lebih baik dan menghasilkan hasil yang bagus dibanding dengan menjemurnya dibawah sinar matahari langsung. Pemasaran rumput laut kering masing-masing kelompok PKL dilaksanakan di CV. Sinar Laut di Kelurahan Lapulu. Harga rumput laut mencapai Rp.9000/kg. Aslan (2011), harga K. alvarezii merangkak naik dari Rp. 5.000/kg Oktober 2007 menjadi Rp. 15.000/kg pada Mei 2008 dan bahkan di beberapa daerah mencapai Rp. 28.000/kg pada Agustus 2008. Namun K. alvarezii menjadi anjlok hingga mencapai Rp. 8.000/kg hingga Maret 2009.
  • 33. 24 IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Adapun simpulan yang dapat ditarik dari PKL mengenai budidaya rumput laut dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline yaitu rumput laut yang dibudidayakan pada perairan Desa Bungin Permai memiliki nilai rata-rata pertumbuhan 5,29%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1 : 6. Epifit yang melekat pada rumput laut adalah S. polychystum dan H. musciformis. B. Saran Sebaiknya PKL selanjutnya dilakukan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan rumput laut hasil kultur jaringan.
  • 34. 25 DAFTAR PUSTAKA Amin, T.P., Rumanyar., Femmi, N.F., Kemue, D., Suwitra, I.K., 2005. Kajian Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cotonii) dengan Sistem dan Musim Tanam yang Berbeda di Kabupaten Bangkep Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. 10 hal. Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H. dan Sri, I. 2006. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengelolaan dan Pemasaran Komoditas Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. 174 hal. Albasri, H., Iba, W., Aslan, L.O.M., Geoley, G., Silva, D.S. 2010. Mapping of Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “Potential, Current and Future Status”. Indonesian Aquaculture Journal. 5 : 173-185. Aslan, L.M., 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya Perikanan Tanggal 22 Januari 2011. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Universitas Halu Oleo. Kendari. 50 hal. Asaf, Ruzkiah, Antoni, S.R. dan Rachmansyah. 2013. Upaya Peningkatan Produktivitas Rumput Laut, Kappaphycus alvarezii dengan Mengetahui Faktor Pengelolaan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.11 hal. Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Samuria, S.S., Hamzah, H. 2014. Effects of Different Initial Wet Weight on Growth and Carrageenan Yield of Kappaphycus alvarezii Cultivated using Tissue-Cultured Seedlings. Poster Session. AOAIS 3rd Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17- 20 November 14. Daejeon, Korea. Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015. Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Practices and The Sosioeconomic Aspects of the Major Commodities. Ocean & Coastal Management: 116 : 44 – 57. Asni, A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten Bantaeng. Jurnal Akuatika. 6 : 140 – 153. Aslan, L.O.M., Ruslaini., Iba, W., Armin., Sitti. 2016. Cara Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan. Panduan Praktis Budidaya Rumput Laut No.1. FPIK-UHO. Kendari. https://laodeaslan.wordpress.com/2017/06/29/cara-miara-agar-ma- maramba Diakses Tanggal 09 Juli 2017. 4 Hal. Azizah, M.N. 2017. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara. http://mitaa akuakultur. blogspot. co.id /2017/07/ budidaya-rumput-laut-kappaphycus _8.html. Diakses Tanggal 31 Juli 2017. 35 hal. Bank Indonesia. 2015. Potensi Rumput Laut. Kondisi usaha rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara. BI-Sultra. 4 hal.
  • 35. 26 Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2011. Profil Rumput Laut Indonesia. DKP RI, Ditjenkanbud. Jakarta. 11 hal. DKP-Sultra. 2014. Potensi Perikanan Budidaya di Sulawesi Tenggara. http:arsal- gudangilmu.blogspot.co.id/2014/05/potensi-perikanan-budidaya-di- sulawesi.html?m=1. Diakses tanggal 01 Agustus 2017. 3 hal. Hatima, W.O.S. 2017. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara. FPIK-UHO. Kendari. https:// sitiperikanan. wordpress. com /2017/07/15 budidaya-rumput-laut- Kappaphycus-alvarezii. Diakses Tanggal 29 Juli 2017. 33 hal. Kadi, A. dan Atmadja, S. 2006. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum di Perairan Indonesia. LIPI. Lampung. 76 hal. Lelong, B. 2010. Perbedaan Indikator Kualitas Pertumbuhan dari Dua Bentuk Pecabangan Alga Merah (Eucheuma cottonii) pada Lokasi Budidya di Perairan Toisapu Kec, Leitimur Selatan (Skripsi). Ambon: Unpatti, FKIP Biologi. Ling, A. L. M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M. F. A. 2015. Effect of Different Driying Techniques on the Phytochemical Content and Antioxidant Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol 27: 1717-1723. DOI 10.1007/s10811-014-0467-3. Marisca, N. 2013. Aklimatisasi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Kepadatan yang Berbeda dalam Akuarium di Rumah Kaca. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 42 hal. Neksidin, Pangerang, U.K., dan Emiyarti. 2013. Studi Kualitas Air untuk Budidaya Rumput Laut (Kappapycus alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut Indonesia. 1 : 147 – 155. Nindhia,T.G.T.I.W., Surata. 2016. Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Kelompok Usaha Tani di Desa Ped. Jurnal Udayana Mengabdi. 15 (1) : 1-9. Patadjai, R.S., 2006. Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty pada Berbagai Habitat Budidaya yang Berbeda. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, Makassar. 307 hal. Sudradjat A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Jakarta: Penebar Swadaya. 176 hal. Sahrir, W.I., Aslan, L.O.M., Bolu, L.O.R., Gooley, G.J., Ingram, B.A., Silva, S.S.D. 2014. Recent Trends in Mariculture in S.E. Sulawesi, Indonesia. General Considerations. Aquac. Asia 19 (1) : 14-19. Sahira. 2017. Budidaya Rumput Laut K. alvarezii Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. http://sahira. blogspot. co. id/2017/08/ budidaya-rumput laut kappaphycus.html. Diakses Tanggal 03 Agustus 2017. 36 hal. Yong, Y.S., Yong, W.T.I., Thien, V.Y., Ng, S.N., Anton, 2013. Analiysis of Formulace for Determination of Seaweed Growth Rate. J Appl Phycol 25;1831-1824. DOI 10. 1007/s 10811-014-0289-3.
  • 36. 27 Zuldin, W.H., Yassir, S., Shapawi, R. 2016. Growth and Biochemical Composition of Kappaphycus (Rhodophyta) in Customized Tank Culture System. Jurnal Appl Phycol. DOI 10.1007/s10811-016-0792-9.