3. LATAR BELAKANG
1)
2)
Semakin hari, pasien gagal jantung di Indonesia terus meningkat.
Selain karena bertambahnya penduduk berusia tua, juga
keberhasilan terapi yang tidak terlalu signifikan.
Tata laksana penyakit jantung koroner, hipertensi, dan penyakit
lain sebagian yang belum berlangsung sesuai harapan.
4. TUJUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Memenuhi salah satu penugasan mata kuliah program BHP
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang kaidah isu etik,
budaya, dan hukum pada penanganan pasien gagal jantung yang
dirujuk ke fasilitas lebih baik
Mengetahui unsur-unsur penting yang terkandung dalam setiap
kaidah isu etik terhadap penanganan pasien gagal jantung
Memberi pembelajaran kepada mahasiswa tentang tindakan dan
keputusan yang baik dilakukan dalam menangani pasien gagal
jantung
Mempelajari dan mengetahui dasar-dasar hukum dalam perujukan
pasien gagal jantung
Mengetahui sarana dan prasarana yang tepat untuk menangani
pasien gagal jantung
5. MANFAAT
1.
2.
3.
4.
5.
Mengetahui maksud dari kaidah isu etik, budaya, dan hukum pada
penanganan pasien gagal jantung yang dirujuk ke fasilitas lebih
baik
Mengetahui manfaat penanganan pasien gagal jantung yang
dirujuk ke fasilitas lebih baik
Menerapkan hukum yang berlaku dalam merujuk pasien gagal
jantung
Mampu menggunakan sarana dan prasarana, terutama teknologi
modern, dalam menangani pasien gagal jantung
Meningkatkan kualitas dan angka harapan hidup pasien gagal
jantung
6. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BIOETIKA
B. ISU ETIK, HUKUM, DAN BUDAYA
C. GAGAL JANTUNG
D. PRINSIP BIOETIKA UMUM
E. ETIKA KLINIS
7. A. BIOETIKA
Menurut Samuel Gorovitz pada tahun 1995, bioetika atau etika
biologi didefinisikan sebagai penyelidikan kritis tentang dimensidimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks
berkaitan dengan kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan
ilmu-ilmu biologis. Bioetika menyelidiki dimensi etis dari masalahmasalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi yang terkait
dengan penerapannya dalam kehidupan.
Bioetika juga diartikan sebagai studi tentang isu-isu etika dan
membuat keputusan yang dihubungkan dengan kegunaan
kehidupan makhluk hidup dan obat-obatan termasuk di dalamnya
meliputi etika kedokteran dan etika lingkungan.
8. Dengan demikian bioetika terkait dengan kegiatan yang mencari
jawaban dan menawarkan pemecahan masalah dari konflik moral.
Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik yang timbul dari
kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan kedokteran,
yang diikuti oleh penerapan teknologi yang terkait dengannya.
(Taher, 2003)
9. B. ISU ETIK, HUKUM, DAN
BUDAYA
1. ISU ETIK
Etik mengatur manusia dalam membuat keputusan dan dalam
berperilaku (profesi), dengan menggunakan “dialog” antar beberapa
kaidah moral, dengan hasil yang tidak selalu seragam.
Contoh cara berpikir etik :
Dalam meminta persetujuan tindakan medik, yang penting adalah
keputusan pasien dibuat setelah memahami semua informasi yang
diperlukan dalam membuat keputusan tersebut.
10. 2. HUKUM
Hukum mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan
ketertiban hubungan antar manusia, dengan aturan yang tertentu
dan baku.
Para ahli hukum menganggap standar prosedur dan standar
pelayanan medis sebagai domain hukum. Sementara profesi
menganggap bahwa pemenuhan standar profesi adalah bagian dari
sikap etis dan profesi.
11. Perbandingan Etika dengan Hukum
ETIKA
HUKUM
Berlaku untuk lingkungan profesi
Berlaku untuk umum
Disusun atas kesepakatan anggota
Disusun oleh badan pemerintah
profesi
Tidak seluruhnya tertulis
Tertulis
Sanksi: tuntutan
Sanksi: tuntutan
Sanksi diselesaikan: Majelis
Sanksi diselesaikan: pengadilan
Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia
Barang bukti: tidak selalu fisik
Barang bukti: selalu fisik
12. 3. BUDAYA
Budaya mengacu kepada sistem pembelajaran sebuah tradisi,
kepercayaan atau keyakinan, nilai, norma, dan shared meanings
yang meracuni rasa tertentu dari identitas keanggotaan suatu
kelompok, communal identity, dan communication identity di
tengah mayoritas anggota kelompok dalam suatu system. System
shared meanings sering menjadi kerangka dalam sebuah
pandangan, interpretasi, dan evaluasi dari sebuah situasi etika
yang dilema.
13. C. GAGAL JANTUNG
DEFINISI
Gagal jantung atau decompensatio cordis didefinisikan sebagai
keadaan menurunnya performa miokardial jantung. Gagal jantung
dapat terjadi secara sistolik ataupun diastolik. Pada gagal jantung
sistolik terjadi penurunan fungsi kontraksi ventrikel kiri yang
diistilahkan penurunan fraksi ejeksi. Sedangkan pada gagal
jantung diastolik tidak terjadi penurunan fraksi ejeksi.
ETIOLOGI
Diantara penyebab gagal jantung yang paling umum adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit katup jantung
(meliputi mitral stenosis atau regurgitasi), kardiomiopati.
14. GEJALA
Gejala utama gagal jantung adalah sesak akibat peningkatan preload
jantung kiri sehingga menurunkan oksigenasi pulmonal atau karena
menurunnya perfusi jaringan perifer. Pasien juga tampak cemas. Selain
itu pasien dapat mengalami nocturia yaitu banyak kencing di malam hari
sebagai akibat dari peningkatan renal blood flow (aliran darah ke ginjal)
pada malam hari.
TANDA
• Edema (pembengkakan) pada daerah di bawah jantung yaitu
daerah ekstremitas bawah dan daerah perineal.
• Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kardiomegali dan hepatomegali
• Dapat ditemukan suara 3 (S3) atau ventricular gallop (gallop = suara
seperti tapak kuda yang berlari). Bisa juga ditemukan juga suara 4 (S4)
atau atrial gallop.
• Pada auskultasi paru didapatkan ronchi basal sebagai akibat dari
transudasi cairan dari kapiler paru ke alveoli akibat peningkatan tekanan
ventrikel kiri.
• Ditemukan distensi (pembendungan) vena leher. Ini karena tingginya
tekanan aliran vena cava superior.
15. DIAGNOSIS
Ditegakkan dengan tanda dan gejala gagal jantung kemudian
disokong dengan pemeriksaan laboratorium, EKG dan foto toraks.
Histori penyakit digunakan untuk menentukan diagnosis etiologi.
Untuk gagal jantung kronis perlu ada klasifikasi berat ringannya
penyakit.
16. PENATALAKSANAAN
• Gagal jantung akut
• Untuk gagal jantung akut, terlebih dahulu ditangani edema parunya
dengan:
▫ Dudukkan pasien agak tinggi
▫ Beri O2 aliran tinggi
▫ Beri diamorfin (2,5-5 mg IV)
▫ Beri golongan nitrat seperti ISDN pertama kali sublingual
kemudian isosorbid mononitrat 2-10 mg/jam IV. Pemberian
nitrat dianjurkan dengan syarat tekanan darah sistol > 100
mmHg
▫ Beri loop diuretic seperti furosemid 40-80 mg IV
17. D. PRINSIP BIOETIKA UMUM
• Pembelajaran etika tidak mengajarkan keputusan apa yang harus
diambil, namun mengajarkan bagaimana cara mengambil
keputusan tersebut. Pada praktiknya, satu prinsip dapat
dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa
kasus, karena kondisi yang berbeda, satu prinsip menjadi lebih
penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip
yang lain (prima facie).
• OTONOMI.. BENEFICENCE.. NON-MALEFICENCE.. JUSTICE..
18. 1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi adalah suatu bentuk kebebasan bertindak dimana
seorang dokter mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang
ditentukan sendiri. Dalam prinsip ini, dokter diharapkan dapat
menghormati martabat manusia. Pertama, setiap pasien harus
diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk
menentukan nasib diri sendiri). Kedua, setiap manusia yang
otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.
19. Beberapa ciri-cirinya antara lain:
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat
pasien
2. Berterus terang
3. Menghargai privasi pasien
4. Menjaga rahasia pasien
5. Menghargai rasionalitas pasien
6. Melaksanakan informed consent
7. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan
sendiri tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
8. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat
keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri
20. 2. Berbuat baik (Beneficence)
Prinsip berbuat baik merupakan segi positif dari prinsip tidak
merugikan. Kewajiban berbuat baik menuntut bahwa seorang dokter
harus membantu orang lain dalam memajukan kepentingan mereka.
Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan
kesehatannya (patient welfare). Beneficence terbagi atas dua macam,
yaitu :
1. General beneficence, misalnya:
Melindungi dan mempertahankan hak yang lain
Mencegah terjadinya kerugian pada yang lain
Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
Menjamin kehidupan baik minimal manusia
21. 2. Spesific beneficence, misalnya:
• Menolong orang cacat
• Menyelamatkan orang dari bahaya
• Ciri-ciri beneficence antara lain:
• Alturisme (tanpa pamrih, rela berkorban)
• Manfaat lebih besar dari kerugian
• Menghargai hak pasien
• Menghargai hak pasien
22. 3. Tidak Merugikan (Non-maleficence)
Prinsip ini merupakan suatu cara teknis untuk menyampaikan
bahwa seorang dokter berkewajiban tidak mencelakakan orang
lain. Bila seorang dokter tidak bisa berbuat baik kepada seseorang,
maka sekurang-kurangnya dokter wajib untuk tidak merugikan
orang lain.
Ciri-cirinya antara lain :
• Menolong pasien emergensi
• Mengobati pasien yang luka
• Mencegah pasien dari bahaya lebih lanjut
• Manfaat pasien lebih besar dari kerugian dokter
• Tidak memandang pasien sebagai objek
• Menghindari misrepresentasi dari pasien
23. 4.Keadilan (Justice)
1.
2.
3.
4.
Prinsip keadilan mempunyai makna proporsional, sesuai dengan fungsi
dan kebutuhannya. Jenis keadilan antara lain:
Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
Distributif (membagi sumber), kebaikan membagikan sumbersumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara merata, sesuai
keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani dan rohani
Sosial, kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan bersama.
Hukum (umum), pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan
untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.
24. Ciri-ciri justice antara lain :
• Memberlakukan secara universal
• Menghargai hak sehat pasien
• Tidak membedakan pelayanan kesehatan yang diberikan
• Prima facie
• Dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan
pemilihan satu kaidah dasar etik yang paling sesuai konteksnya
berdasarkan data atau situasi konkrit tersebut. Inilah yang disebut
pemilihan berdasarkan asas prima facie.
25. E. ETIKA KLINIS
1. Medical Indication, terkait prosedur diagnostik dan terapi yang
sesuai. Dari sisi etik kaidah yang digunakan adalah beneficence dan
nonmaleficence.
2. Patient Preferrence,terkait nilai dan penilaian pasien tentang
manfaat dan beban yang akan diterimanya, merupakan cerminan
kaidah otonomi.
3. Quality of Life, aktualisasi salah satu tujuan kedokteran:
memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insan.
Terkait dengan beneficence, nonmaleficence dan otonomi.
4. Contextual Features, menyangkut aspek non medis yang
mempengaruhi pembuatan keputusan, seperti faktor keluarga,
ekonomi, budaya. Kaidah yang terkait ialah justice.
26. BAB III
PEMBAHASAN
ISU ETIK : AUTONOMI, BENEFICENCE,
NON-MALEFICENCE,
JUSTICE
HUKUM
BUDAYA
27. ISU ETIK
Dilihat dari segi :
Autonomi
Beneficence
Non-maleficence
Justice
28. Isu etik Autonomi :
1.
Sebelum memberi rujukuan, sudah seharusnya melakukan informed
consent terlebih dahulu, untuk mengurangi risiko kesalahpahaman
antara pasien dan dokter dalam melakukan tindakan karena pasienlah
yang akan menanggung segala risiko pengobatan
2.
Menghargai hak pasien dimana pada kasus ini ialah pasien gagal jantung,
yaitu menghargai hak hidupnya dengan cara merujuk ke penanganan
dengan fasilitas yang lebih baik guna mencapai prognosis yang diinginkan
3.
Menghargai hak menentukan nasib sendiri, sehingga jika pasien menolak
untuk dirujuk ke penanganan yang lebih baik dan maksimal, kita sebagai
dokter tidak dapat memaksakan kehendak.
4.
Kita tidak boleh ikut campur dalam pengambilan keputusan yang akan
diambil pasien karena itu hak penuh pasien dalam memilih cara
pengobatan gagal jantung yang diderita.
5.
Keluarga, sahabat, dan orang lain juga tidak bisa andil dalam keputusan
penanganan pasien gagal jantung selama pasien masih dalam keaadan
sadar dan dapat mengambil keputusan yang tepat.
29. Isu etik Beneficence :
1.
2.
3.
Kita dapat mencegah kerugian pada pasien gagal jantung
dengan cara merujuk ke tangan yang lebih ahli untuk
penanganan yang lebih baik, karena jika tidak dirujuk
sedangkan kita sebagai dokter umum yang bukan
kompetensinya mengobati gagal jantung, akan semakin
merugikan pasien tersebut
Sebagai dokter sudah sewajibnya memberi kepuasan kepada
pasien untuk mencapai kesembuhan dan menjamin
kehidupannya. Pada kasus gagal jantung kita dapat
merujuknya untuk penanganan dan fasilitas yang lebih baik.
Menyelamatkan pasien dari bahaya, dengan merujuk pasien
gagal jantung ke ahli yang lebih kompeten sehingga dapat
mengurangi risiko lebih lanjut ataupun komplikasi yang akan
timbul yang membahayakan pasien.
30. Isu etik Non-maleficence :
1.
2.
Dapat mencegah pasien dari bahaya lebih lanjut dengan cara merujuk
agar mendapatkan penanganan yang lebih baik
Harus mementingkan manfaat yang dapat diterima pasien dibanding
memikirkan kerugian dari dokter tersebut. Karena hak pasien agar
mencapai kesembuhanlah yang perlu diutamakan seorang dokter.
31. Isu etik Justice :
1.
2.
Memperlakukan pasien dengan universal, membantu mereka
mencapai tingkat kesembuhan yang diinginkan tanpa membedabedakan perlakuan karena status, suku, agama dan lain sebagainya
Menghargai hak sehat pasien dengan memberikan solusi yang lebih
baik salah satunya dengan cara merujuk
32. HUKUM
Hubungan pasien gagal jantung yang dirujuk dengan hukum ialah
sebelum melakukan tindakan apapun haruslah meminta persetujuan
tindakan medis dengan cara formulir persetujuan telah ditandatangani
oleh pasien atau “yang mewakilinya”. Tindakan tersebut sebagai self
protection dari penuntutan pihak kedua (pasien) atas segala resiko
yang terjadi akibat pengobatan.
33. BUDAYA
1.
Budaya dapat membantu menentukan bagaimana dapat bersikap
sopan, perilaku penuh perhatian, dan membentuk konsep kepuasan
pada pasien. Dengan adanya perbedaan budaya dapat memunculkan
perbedaan dalam gaya komunikasi, kontak fisik, interaksi dan lainnya.
34. 2.
Hendaklah seorang dokter kepada pasiennya dalam kasus dengan
penyakit gagal jantung mampu melakukan adaptasi dan toleransi
dengan cepat dan tepat terhadap budaya pasien sehingga mencegah
terjadinya hambatan dalam proses pengobatan. Akan tetapi toleransi
yang dilakukan tidak boleh mencederai adat istiadat yang berlaku
sehingga tidak melanggar perundang-undangan dan ketentuan di
bidang kesehatan.
3.
Persepsi pasien terhadap kondisi penyakit dan pengobatan juga
berpengaruh, terutama dalam hal kepatuhan berobat. Pendekatan
secara perlahan hendaklah dilakukan agar mencapai hasil yang
diharapkan.
35. BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
2.
Seorang dokter harus bisa
beradaptasi dengan tepat agar
tercapai pengambilan keputusan
yang sesuai secara etika, hukum
dan budaya.
Bioetika dalam ilmu kedokteran
bisa diartikan sebagai isu-isu etika
dalam pengambilan keputusan
yang dihubungkan dengan tindak
penanganan terhadap pasien yang
meliputi etika lingkungan dan
etika kedokteran. Dalam
pengambilan keputusan, yang
dilakukan oleh dokter yang
didasari oleh prima facie.
3. Selain itu, hukum disini juga
mempengaruh sebagai
pengaturan tertulis disertai
sanksi dan berlaku untuk
umum. Sedangkan budaya disini
merupakan pertimbangan lain
dalam pengambilan keputusan
karena memiliki kompleksitas
yang berbeda dari setiap suku,
serta norma-norma yang
berlaku di masyarakat dan nilai
keagamaan.
36. REFERENSI
Anatomy and Physiology of Cardiopulmonary System
Cardiology in Family Practice
Ide, Alexandra. 2012. Etika dan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan. Grasia
Book Publisher: Yogyakarta.
Medika jurnal kedokteran edisi tahun 2012-pengobatan pasien gagal jantung
http://komunikasi.us/index.php/mata-kuliah/dmnm/2573-etikakomunikasi-dalam-konteks-organisasi-dan-antar-budaya
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24518/4/Chapter%20II.
pdf
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2012/edisi-no-09-vol-xxxvii
2012/465-editorial/972-pengobatan-pasien-gagal-jantung-yang-terusberkembang
http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/OverseasReferral/bh/Conditions/Pages/Cardiac-Arrest-Sudden-Cardiac-Death.aspx