Kebijakan Khilafah terhadap pariwisata mempertahankan obyek wisata alam dan sejarah Islam untuk dakwah, tetapi menutup obyek budaya lain yang bertentangan dengan Islam. Pariwisata bukan sumber utama ekonomi negara.
1. m.hizbut-tahrir.or.id/2013/05/03/kebijakan-khilafah-di-bidang-pariwisata/ 1/4
HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP
Kebijakan Khilafah di Bidang Pariwisata
May 3rd, 2013 by kafi
Oleh: Hafidz Abdurrahman
Banyak negara memanfaatkan bidang pariwisata sebagai salah satu
sumber perekonomiannya. Dengan memanfaatkan potensi keindahan alam,
baik yang alami maupun buatan, serta keragaman budaya yang ada, dunia
pariwisata dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan negara.
Namun, di sisi lain pariwisata ini juga mempunyai dampak negatif kepada
negara, khususnya masyarakat setempat. Dampak itu terlihat melalui invasi
budaya di dalam negara, khususnya masyarakat yang hidup di sekitar
obyek wisata.
Karena itu, pertanyaan kemudian adalah, jika Khilafah berdiri, apakah bidang pariwisata ini akan
tetap dipertahankan, dan bahkan dikembangkan, atau justru sebaliknya? Lalu, bagaimana
kebijakan Khilafah dalam bidang pariwisata ini?
Negara Dakwah
Sebagai negara dakwah, Khilafah menerapkan seluruh hukum Islam di dalam dan ke luar negeri.
Dengan begitu, Khilafah telah menegakkan kemakrufan, dan mencegah kemunkaran di tengah-
tengah masyarakat. Prinsip dakwah inilah yang mengharuskan Khilafah untuk tidak membiarkan
terbukanya pintu kemaksiatan di dalam negara. Termasuk melalui sektor pariwisata ini.
Obyek yang dijadikan tempat wisata ini, bisa berupa potensi keindahan alam, yang nota bene
bersifat natural dan anugerah dari Allah SWT, seperti keindahan pantai, alam pegunungan, air
terjun dan sebagainya. Bisa juga berupa peninggalan bersejarah dari peradaban Islam. Obyek
wisata seperti ini bisa dipertahankan, dan dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan
pemahaman Islam kepada wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat tersebut.
VIDEO FOTO KEGIATAN
2. m.hizbut-tahrir.or.id/2013/05/03/kebijakan-khilafah-di-bidang-pariwisata/ 2/4
Ketika melihat dan menikmati keindahan alam, misalnya, yang harus ditanamkan adalah
kesadaran akan Kemahabesaran Allah, Dzat yang menciptakannya. Sedangkan ketika melihat
peninggalan bersejarah dari peradaban Islam, yang harus ditanamkan adalah kehebatan Islam
dan umatnya yang mampu menghasilkan produk madaniah yang luar biasa. Obyek-obyek ini bisa
digunakan untuk mempertebal keyakinan wisatawan yang melihat dan mengunjunginya akan
keagungan Islam.
Dengan begitu itu, maka bagi wisatawan Muslim, obyek-obyek wisata ini justru bisa digunakan
untuk mengokohkan keyakinan mereka kepada Allah, Islam dan peradabannya. Sementara bagi
wisatawan non-Muslim, baik Kafir Mu’ahad maupun Kafir Musta’man, obyek-obyek ini bisa
digunakan sebagai sarana untuk menanamkan keyakinan mereka pada Kemahabesaran Allah.
Di sisi lain, juga bisa digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan kepada mereka akan
keagungan dan kemuliaan Islam, umat Islam dan peradabannya.
Karena itu, obyek wisata ini bisa menjadi sarana dakwah dan di’ayah (propaganda). Menjadi
sarana dakwah, karena manusia, baik Muslim maupun non-Muslim, biasanya akan tunduk dan
takjub ketika menyaksikan keindahan alam. Pada titik itulah, potensi yang diberikan oleh Allah ini
bisa digunakan untuk menumbuhkan keimanan pada Dzat yang menciptakannya, bagi yang
sebelumnya belum beriman. Sedangkan bagi yang sudah beriman, ini bisa digunakan untuk
mengokohkan keimanannya. Di sinilah, proses dakwah itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan
obyek wisata tersebut.
Menjadi sarana propaganda (di’ayah), karena dengan menyaksikan langsung peninggalan
bersejarah dari peradaban Islam itu, siapapun yang sebelumnya tidak yakin akan keagungan dan
kemuliaan Islam, umat dan peradabannya akhirnya bisa diyakinkan, dan menjadi yakin. Demikian
juga bagi umat Islam yang sebelumnya telah mempunyai keyakinan, namun belum menyaksikan
langsung bukti-bukti keagungan dan kemuliaan tersebut, maka dengan menyaksikannya
langsung, mereka semakin yakin.
Bertentangan dengan Peradaban Islam
Sementara obyek wisata, yang merupakan peninggalan bersejarah dari peradaban lain, maka
Khilafah bisa menempuh dua kebijakan:
Pertama, jika obyek-obyek tersebut merupakan tempat peribadatan kaum kafir, maka harus
dilihat: Jika masih digunakan sebagai tempat peribadatan, maka obyek-obyek tersebut akan
dibiarkan. Tetapi, tidak boleh dipugar atau direnovasi, jika mengalami kerusakan. Namun, jika
sudah tidak digunakan sebagai tempat peribadatan, maka obyek-obyek tersebut akan ditutup,
dan bahkan bisa dihancurkan.
Kedua, jika obyek-obyek tersebut bukan merupakan tempat peribadatan, maka tidak ada alasan
untuk dipertahankan. Karena itu, obyek-obyek seperti ini akan ditutup, dihancurkan atau diubah.
Ini seperti dunia fantasi yang di dalamnya terdapat berbagai patung makhluk hidup, seperti
manusia atau binatang. Tempat seperti ini bisa ditutup, patung makhluk hidupnya harus
3. m.hizbut-tahrir.or.id/2013/05/03/kebijakan-khilafah-di-bidang-pariwisata/ 3/4
dihancurkan, atau diubah agar tidak bertentangan dengan peradaban Islam.
Ketika Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel, karena waktu itu hari Jumat, maka
gereja Aya Shopia pun disulap menjadi masjid. Gambar-gambar dan ornamen khas Kristen pun
dicat. Setelah itu, gereja yang telah disulap menjadi masjid itu pun digunakan untuk melakukan
shalat Jumat oleh Muhammad al-Fatih dan pasukannya.
Bukan Sumber Devisa
Meski bidang pariwisata, dengan kriteria dan ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan di
atas tetap dipertahankan, tetapi tetap harus dicatat, bahwa bidang ini meski bisa menjadi salah
satu sumber devisa, tetapi ini tidak akan dijadikan sebagai sumber perekonomian Negara
Khilafah. Selain karena tujuan utama dipertahankannya bidang ini adalah sebagai sarana dakwah
dan propaganda, Negara Khilafah juga mempunyai sumber perekonomian yang bersifat tetap.
Perbedaan tujuan utama dipertahankannya bidang ini oleh Negara Khilafah dan yang lain
mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam kebijakan masing-masing terhadap bidang ini.
Dengan dijadikannya bidang ini sebagai sarana dakwah dan propaganda oleh Khilafah, maka
Negara Khilafah tidak akan mengeksploitasi bidang ini untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Ini
tentu berbeda, jika sebuah negara menjadikannya sebagai sumber perekonomiannya, maka
apapun akan dilakukan demi kepentingan ekonomi dan bisnis. Meski untuk itu, harus mentolelir
berbagai praktik kemaksiatan.
Di sisi lain, Negara Khilafah telah mempunyai empat sumber tetap bagi perekonomiannya, yaitu
pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Keempat sumber inilah yang menjadi tulang punggung
bagi Negara Khilafah dalam membiayai perekonomianya. Selain keempat sumber tetap ini,
Negara Khilafah juga mempunyai sumber lain, baik melalui pintu zakat, jizyah, kharaj, fai’,
ghanimah hingga dharibah. Semuanya ini mempunyai kontribusi yang tidak kecil dalam
membiayai perekonomian Negara Khilafah.
Dengan demikian, Negara Khilafah sebagai negara pengemban ideologi dan negara dakwah,
akan tetap bisa menjaga kemurniaan ideologi dan peradabannya dari berbagai invasi budaya
yang datang dari luar. Pada saat yang sama, justru Negara Khilafah bisa mengemban ideologi
dan dakwah, baik kepada mereka yang memasuki wilayahnya maupun rakyat negara kafir di luar
wilayahnya.
Begitulah kebijakan Negara Khilafah dalam bidang pariwisata. (mediaumat.com, 3/5)
Baca juga :
1. Kebijakan Khilafah di Bidang Energi
2. Kebijakan Khilafah di Bidang Industri Strategis
3. Kebijakan Khilafah di Bidang Kesehatan
4. m.hizbut-tahrir.or.id/2013/05/03/kebijakan-khilafah-di-bidang-pariwisata/ 4/4
4. Kebijakan Wakaf di Era Khilafah Utsmaniyah
5. Kebijakan Khilafah Terhadap Perayaan Keagamaan Orang-orang Kafir
TweetTweet 0
Posted in Seputar Khilafah | No comments
Previous post: Adakan Rapat Umum Tentang Perang Antar Gang, HT Denmark Dikecam !
Next post: Manusia Pertama di Udara
Leave a comment
Name (required)
Mail (required, but not published)
Website
http://
Comment
Submit comment
HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP
Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia:
Crown Palace A25, Jl Prof. Soepomo No. 231, Jakarta Selatan 12390
Telp/Fax: (62-21) 83787370 / 83787372, Email: info@hizbut-tahrir.or.id
Like 0