Dokumen tersebut membahas tentang teori postkolonial yang digunakan untuk menganalisis berbagai aspek kebudayaan seperti sejarah, politik, ekonomi, dan sastra di negara-negara bekas jajahan. Teori ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh kolonialisme dan memahami pandangan kolonial maupun terjajah. Contoh karya sastra Indonesia yang dapat dianalisis melalui teori ini adalah novel Salah Asuhan karya
2. Menurut Ratna (2015:205-220)
menjelaskan bahwa secara
etimologis postkolonial berasal dari
kata “post” dan “kolonial”,
sedangkan kata kolonial itu sendiri
berasal dari akar kata colonia,
bahasa Romawi, yang berarti tanah
pertanian atau pemukiman. Jadi,
secara etimologis kolonial tidak
mengandung arti penjajahan,
penguasaan, pendudukan dan
konotasi eksploitasinya lainnya.
Konotasi negatif kolonial timbul
sesudah terjadi interaksi yang tidak
seimbang antara penduduk pribumi
yang dikuasai dengan penduduk
pendatang sebagai penguasa.
Menurut Shalley Walia (2001:6;
Said, 2003/;58-59) proyek
postkolonialisme pertama kali
dikemukan oleh Frantz Fanon
Yang dimaksudkan dengan teori
postkolonial adala teori yang
digunakan untuk menganalisis
berbagai gejala kultural,
seperti:sejarah, politik, ekonomi,
sastra dan sebagainya, yang terjadi
di negara-negara bekas koloni
Eropah modern. Pada umumnya
gejala-gejala kultural tersebut
terkandung dalam berbagai teks
studi mengenai dunia timur, yang
ditulis oleh para orientalis, yang
disebut teks-teks oriental (dari kata
orien yang berarti timur). Meskipun
demikian, sebagai akibat dominasi
intelektualitas Barat, banyak juga
karya-karya yang melukiskan
ketidakseimbangan hubungan
antara masyarakat Barat dengan
masyarakat Timur yang ditulis oleh
intelektual pribumi yang telah
3. Secara definitfi (Biil Ashcroft, dkk., 2003: xxii-xxiii) teori
postkolonial lahir sesudah kebanyakan negara-negara
terjaja memperoleh kemerdekaannya. Teori postkolonial
mencakup seluruh khazanah sastra nasional yang
pernah mengalami kekuasaan imperial sejak awal
koloniasasi ingga sekarang. Sastra yang dimaksudkan, di
antaranya: Afrika, Australia, Bangladesh, Canada,
Karibia, India, Malta, Selandia Baru, Pakistan, Singapura,
Kepulauan Pasifik Selatan, Sri Lanka, Malaysia, dan
Indonesia. Postkolonial dengan demikian sangat relevan
untuk menyebutkan kritik lintas budaya sekaligus wacana
yang ditimbulkannya. Tema-tema yang perlu dikaji sangat
luas dan beragam, meliputi hampir seluruh aspek
kebudayaan, diantaranya: politik, ekonomi, kesenian,
etnisitas, bahasa dan sastra, sekaligus dengan bentuk
praktik dilapangan, seperti perbudakan, pendudukan,
pemindaan penduduk, pemaksaan bahasa, dan berbagai
bentuk invasi kultural yang lain. Meskipun demikian,
4. Analisis wacana postkolonialis bisa digunakan, di satu pihak untuk
menelusuri aspek-aspek yang tersembunyi atau disembunyikan,
seingga dapat diketahui bagaimana kekuasaan itu bekerja, di pihak
lain membongkar disiplin, lembaga, dan ideologi yang
mendasarinya. Dalam hubungan inilah peranan bahasa, sastra, dan
kebudayaan pada umumnya dapat memainkan peran sebab di dalam
ketiga gejala tersebutlah terkandung wacana sebagaimana
diintesikan oleh kelompok kolonialis. Menurut Said (2001: 55)
dekonstruksi terhadap wacana-wacana kolonialis penting untuk
menyadarkan bangsa Eropah, bahwa teks-teks orientalis penuh
dengan bias kultural, sekaligus mengapuskan mitos bahwa
masyarakat barat dinamis sedangkan bangsa Timur statis, barat
memiliki ciri-ciri maskulin sedangkan timur feminin
Teori postkolonial dengan demikian merupakan akumulasi teori dan
kritik yang digunakan untuk menilai kembali aspek-aspek
kebudayaan, yaitu sejarah, politik, ekonomi, sastra, bahkan arsip
pemerintah, sekaligus hubungannya dengan warisan kebudayaan
yang ditinggalkannya. Dalam hubungan inilah dikatakan bahwa teori
postkolonial adala teori untuk mendekonstruksi narasi kolonial. Salah
satu periode sastra Indonesia modern, yaitu sastra Balai Pustaka, di
mana pemerintah kolonial terlibat secara langsung dalam proses
penciptaan, sebagai lembaga sensor, diduga mengandung aspek-
aspek yang dapat dikaji melalui teori postkolonial.
5. Perbedaan antara teori postkolonial dengan teori postmodernisme.
Apabila, teori postmodernisme dan teori postruktualisme dimanfaatkan
untuk memahami gejala kultural secara universal, teori postkolonial
memusatkan perhatian pada visi dan misi kolonial sebagaimana
terkandung dalam unit-unit wacana kolonial. Ciri penting lainnya, adalah
kenyataan bahwa secara definitif teori postkolonial dimanfaatkan untuk
menganalisis khazanah kultural yang menceritakan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di negara-negara pascakolonial, lebih khusus lagi adalah
negara-negara bekas koloni Eropah modern. Indonesia jelas menyediakan
berbagai naskah yang dapat dianalisis melalui teroi postkolonial, baik
naskah dalam bentuk ilmu pengetahuan, seperti: sejarah, antropologi,
sosiologi, hukum dan geografi, maupun dalam bentuk karya sastra.
Paling sedikit terkandung empat alasan mengapa karya sastra
dianggap tepat untuk dianalisis melalui teori-teori postkolonial.
1. Sebagai gejala kultural sastra menampilkan sistem komunikasi antara
pengirim dan penerima, sebagai mediator antara masa lampau dengan
masa sekarang
2. Karya sastra menampilkan berbagai problematika kehidupan,
emosionalitas dan intelektualitas, fiksi dan fakta, karya sastra adalah
masyarakat itu sendiri
3. Karya sastra tidak terikat oleh ruang dan waktu, kontemporaritas adalah
manifestasinya yang paling signifikan.
4. Berbagai masalah yang dimaksudkan dilukiskan secara simbolis,
terselubung, sehinggatujuan-tujuan yang sesungguhnya tidak tampak.
6. Dalam rangka memperoleh manfaat penelitian melalui
teori postkolonial sebagai sudut pandang yang baru,
sekaligus menemukan objek-objek yang baru, dalam
kerangka multikultural, maka secara definitif analisis-
analisis postkolonial seharusnya dilakukan oleh
intelektual pribumi, bangsa-bangsa yang pernah
menajdi wilayah kekuasaan kaum kolonial. Tujuannya
jelas unutk mengetaui seberapa jauh wacana kolonial
berperanan dalam kaitannya dengan penguasaan
atas kekayaan pribumi, seberapa jauh dampaknya
teradap warisan kolonial yang ditinggalkannya.
Said membagi studi orien menajdi tiga tahap, yaitu : a)
sebagai semata-mata kajian akademis b) sebagai
usaha meraih kekuasaan, dan c) sebagai usaha
menciptakan citra diri, sebagai pusat, dengan cara
menciptkan dikotomi secara laten.
7. Dikaitkan dengan tujuannya maka wacana orientalis adalah
wacana yang mewakili sistem ideologi barat dalam kaitannya
untuk menanamkan hegemoni terhadap bangsa timur.
Sebaliknya, wacana postkolonial adalah wacana yang mewakili
sistem ideologi timur untuk menanamkan pemahaman ulang
sekaligus memberikan citra diri yang baru terhadap bangsa timur
mengenai hegemoni barat tersebut. Berakhirnya penjajahan
ternyata masih menyisakan berbagai tradisi kolonial yang dikenal
sebagai egemoni kultural. Warisan lain adalah elite lokal yang
hidup dalam dua dunia, yaitu dunia penjajah dan terjajah. Bagi
mereka, wacana orientalisme dan postkolonialisme justru
merupakan pertarungan yang tidak pernah selesai.
Ciri khas postkolonialisme dibandingkan dengan teori-teori
postmodernisme yang lain adalah kenyataan bahwa objeknya
adalah teks-teks yang berkaitan dengan wilayah bekas
penjajahan imperium Eropah, khususnya Indonesia. Dengan
masa kolonialisasi yang cukup lama, sekitar tiga setengah abad,
sangat mudah untuk dibayangkan bahwa berbagai kajian telah
tersebar luas baik Eropah maupun Indonesia. Teks yang
dimaksudkan perlu dikaji kembali menurut kaidah-kaidah
postkolonialis, sehingga melahirkan pemahaman yang berbeda,
sesuai dengan kepentingan nasional. Dikaitkan dengan
rendahnya kualitas pengajaran ilmu pengetahuan dan bahasa
8. Contoh novel
Sebaliknya (Said, 2003:44-45), visi postkolonial
menunjukan bahwa pada masa penjajahan yang
ditanamkan adalah perbedaan, sehingga jurang
pemisah antara kolonial dengan pribumi
bertambah lebar. Bahasa pribumi dianggap
bahasa mati, bahasa lama, sebaliknya bahasa
modern. Dominasi kolonial juga membawa
naskah-naskah lama yang secara fisik seolah-
olah dipenjarakan di musium musium Eropah.
Novel Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis,
terbit pertama kali tahun 1928, menceritakan
hubungan antara kebudayaan Barat dan
kebudayaan Timur. Hubungan antara Corrie
dengan Hanafi yang sejak semula telah tidak
disetujui oleh keluarga kedua belah pihak
9. Oleh sebab itu, teori postkolonial banyak
memfokuskan pada kajian hubungan kebudayaan
yang membagi dua negara yaitu penjajah dan
terjajah yang melahirkan konsep-konsep dalam
teori postkolonial secara sistematis meliputi:
mental terjajah, ideologi penjajah, dampak
penjajahan, pandangan penjajah, pandangan
terjajah, dan kesadaran nasional terjajah.
10. Youngs (1995).Kajian poskolonial, pada
dasarnya, mem pe lajari berbagai akibat yang
ditimbul kan oleh kolonialisme, pada periode pen
dudukan dan ke ti ka penjajah sudah me
ninggalkan koloni, te tapi masih meninggal kan
budaya dan pengaruh mereka. Penja jahan pada
hakikatnya bukan semata prak tik yang dilakukan
sebuah negara untuk menguasai wilayah sebuah
negara lain melalui ja lan perang dan kekerasan,
melainkan juga pengu asa an melalui hegemoni
politik, budaya, dan eko nomi yang ber langsung
hingga saat ini. Tokoh Afri ka asal Ghana,
Kwamme Nkrumah, pada tahun 1961 menyebut
praktik tersebut dengan istilah neokolonialisme.