Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
154424968 referat-aki
1. BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan ginjal akut (GGA – acute kidney injury – AKI) adalah suatu keadaan
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi yang drastis dalam beberapa jam sampai hari.
GGA memiliki angka mortalitas yang tinggi karena terkadang penyakit ini tidak disadari
gejalanya oleh masyarakat. Penyakit ginjal yang berlangsung akut ini memiliki prognosis
yang lebih buruk apabila disertai dengan adanya kegagalan pada organ lain. Pasien- pasien
dengan GGA menunjukkan variasi stadium yang berbeda- beda, ada yang dapat pulih
kembali, namun ada juga yang harus jatuh ke dalam dialisis. Dari beberapa penelitian
didapatkan bahwa GGA dengan fungsi yang dapat pulih kembali terjadi pada kasus- kasus
ketidakcocokkan transfusi darah, gangguan hemodinamik, sepsis, penggunaan obat-obatan
nefrotoksik, dan abortus.1
Saat ini GGA merupakan salah satu penyakit ginjal dengan insiden tertinggi di dunia.
Beberapa catatan melaporkan bahwa sebagian besar GGA diderita oleh pasien- pasien yang
dirawat di ruang ICU yaitu sekitar 20 %, dan sisanya diderita oleh pasien rawat biasa.2
Di
Amerika Serikat, GGA di derita oleh 100/ 1.000.000 penduduk dengan Case Fatality Rate
(CFR) sekitar 70%. Di Indonesia, prevalensi GGA sekitar 30/ 1.000.000 penduduk dan
jumlahnya terus meningkat dalam 3 tahun terakhir. GGA yang ada saat ini dipengaruhi oleh
perbedaan letak geografis. Di negara-negara maju, GGA lebih sering terjadi pada orang-
orang usia lanjut, sedangkan di negara berkembang, GGA kerap terjadi pada anak-anak dan
orang muda akibat komplikasi penyakit infeksi dan dehidrasi.1
Pada GGA, diperlukan
sensitivitas kriteria diagnosis dalam mengenali penyakit ini bahkan pada derajat paling ringan
sekalipun. Penanganan GGA yang segera dan adekuat diharapkan mampu mengurangi
tingginya mortalitas penyakit ini.
1
2. BAB 2
PEMBAHASAN
GANGGUAN GINJAL AKUT (GGA)
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Gangguan ginjal akut adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cepat laju
filtrasi glomerulus yang pada umumnya berlangsung reversibel disertai ketidakmampuan
ginjal dalam mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.2
Manifestasi penurunan fungsi ginjal ini berupa kenaikan kadar
kreatinin serum > 0,3 mg/dl, presentasi kenaikan kadar kreatinin serum > 50% (1,5x kenaikan
dari nilai dasar), atau adanya penurunan produksi urin (oliguria yang tercatat < 0,5 ml/kg/jam
dalam waktu lebih dari 6 jam).1
Terjadinya penurunan fungsi ginjal dapat terjadi pada ginjal
yang fungsi dasarnya sebelumnya normal ataupun tidak normal lagi.1
ADQI (Acute Dialysis
Quality Initiative) mengeluarkan klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE. Kriteria RIFLE
menggunakan peningkatan kadar kreatinin serum, penurunan LFG, dan urine output untuk
menggambarkan penurunan fungsi ginjal.2
Tabel 1. Kriteria RIFLE (revisi 2007)2
Pada tahun 2005, AKIN (Acute Kidney Injury Network) mengajukan modifikasi atas
kriteria RIFLE untuk mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi untuk GGA. Pada
modifikasinya, kategori R, I, dan F sesuai dengan tahap 1, 2, dan 3 pada kriteria AKIN.
Kriteria AKIN menggunakan pendekatan dengan menggunakan peningkatan kadar kreatinin
serum ≥ 0,3 mg/dl sebagai batas definisi GGA, penetapan batasan waktu maksimal 48 jam,
2
3. dan urine output.2
AKIN juga menambahkan bahwa setiap pasien yang menjalani terapi
penggantian ginjal dimasukkan dalam tahap 3.
Tabel 2. Kriteria AKIN (revisi 2005)2
ETIOLOGI
Etiologi dari GGA dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal, renal, dan post-renal.
Berdasarkan patogenesis GGA paling banyak disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan
penurunan perfusi ginjal tanpa merusak parenkim atau yang biasa disebut pra-renal (~55%).
Penyebab lain dapat berasal dari penyakit yang langsung menyebabkan kerusakan parenkim
ginjal (renal ~40%) seperti glomerulonefritis, obstruksi a.renalis, dan nefritis interstisial.
Adanya obstruksi di luar ginjal juga dapat menyebabkan gangguan ginjal yang disebut
sebagai etiologi post-renal (~5%).1,2
Perubahan keadaan vaskularisasi menjadi dasar dari penyebab GGA pre-renal seperti
keadaan hipovolemi, penurunan curah jantung, perubahan rasio resistensi vaskular ginjal
sistemik, hipoperfusi ginjal, dan sindrom hiperviskositas. Pemakaian obat-obatan seperti
ACE/ARB dan NSAID akan mempengaruhi autoregulasi ginjal yang bisa mencetuskan
timbulnya GGA terutama pada pasien usia di atas 60 tahun.1
GGA akibat pre-renal memiliki
prognosis lebih baik karena gangguan yang terjadi belum sampai merusak parenkim ginjal.
Pada penyebab GGA renal didasarkan pada keadaan inflamasi dan iskemik parenkim
ginjal. Adanya obstruksi renovaskular, glomerulonefritis, nefritis, dan nekrosis tubular akut
merupakan penyakit dasar yang memicu timbulnya GGA. GGA yang disebabkan oleh post-
renal lebih jarang terjadi daripada dua penyebab di atas. Gangguan ginjal yang terjadi karena
post-renal didasarkan pada terdapatnya obstruksi berupa massa, batu, maupun striktur saluran
kemih yan menyebabkan pengeluaran urin terhambat. Terhambatnya pengeluaran urin akan
menyebabkan pooling dan akumulasi zat sisa metabolisme di daerah renal sehingga
menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
3
5. Tabel 3. Etiologi GGA2
PATOFISIOLOGI
Ginjal memiliki unit kerja fungsional disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari
kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Dalam
keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus diatur oleh suatu mekanisme
yang disebut autoregulasi sehingga dapat berlangsung konstan dan stabil.1
Mekanisme yang
berperan dalam autoregulasi ini antara lain:
• Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
• Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim renin-
angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta
perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme autoregulasi ginjal akan mempertahankan
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan cara vasodilatasi arteriol aferen
yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol aferen yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1.1,3
Pada hipoperfusi ginjal yang berat dengan tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg dan
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka mekanisme autoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol aferen mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan
penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut
fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. Penanganan terhadap
hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi normal kembali.
5
6. Autoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID
terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL
sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi
hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat
bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA
pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal.1,3
Pada GGA renal sering menyebabkan nekrosis tubular akut yang terjadi akibat adanya
kerusakan pada dua tempat yaitu vaskular dan tubular. Pada kelainan vaskular akan terdapat
peningkatan Ca2+
sitosolik pada arteriol aferen glomerolus yang menyebabkan sensitifitas
terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan autoregulasi. Lalu akan terjadi
peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal, yang
mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan
nitric oxide yang berasal dari endotelial NO-sintase. Adanya peningkatan mediator inflamasi
seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan
ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga akan
terjadi peningkatan adhesi sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama
menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.1,3
Selanjutnya pada kelainan tubular terjadi peningkatan Ca2+
, yang menyebabkan
peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan
menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan kinerja
Na-K ATPase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di tubulus
proksimalis serta terjadi pelepasan NaCl ke makuladensa. Hal tersebut mengakibatkan
peningkatan umpan tubuloglomeruler. Selain itu terjadi peningkatan NO yang berasal dari
inducible NO syntase, caspases dan metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan
menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel. Pada GGA renal juga akan ditemukan obstruksi
tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler akan membentuk
substrat yang menyumbat tubulus. Obstruksi tubulus akan menyebabkan kerusakan sel
tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi
peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan
menyebabkan penurunan GFR.1
6
7. Gambar 1. GGA renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal
terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic
(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.1,3
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-
E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang
makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20%
dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-faktor
pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.1
7
8. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume urine
berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin <
50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam
keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana
BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan,
asidosis metabolik dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor
penyebabnya.1,3,4
PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien dengan GGA dapat bervariasi. Kondisi yang
ditemukan dapat bermacam-macam sesuai dengan etiologi atau penyakit yang mendasari.
Selain etiologi, hasil pemeriksaan fisik juga dapat menunjukkan tanda-tanda komplikasi yang
sudah terjadi.
Pada mata dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi pada GGA yang disebabkan oleh
hipovolemia.3
Adanya riwayat intake yang kurang, muntah dan diare dapat menunjang
etiologi hipovolemia dari GGA. Dapat ditemukan tanda mata cekung dan konjungtiva tampak
kering pada pasien dengan dehidrasi berat. Dapat ditemukan juga sklera ikterik pada pasien
dengan gangguan fungsi hati. Dari kulit juga dapat ditemukan tanda dehidrasi seperti kulit
kering dan penurunan turgor kulit. Pada GGA yang disebabkan oleh penyakit autoimun dapat
ditemukan tanda-tanda seperti butterfly rash, purpura, dan kelainan kulit lainnya. Pada
pemeriksaan telinga dapat ditemukan tanda-tanda ulserasi pada mukosa dan jaringan
kartilago yang biasanya terdapat pada Wegner granulomatosis. Selanjutnya pada pemeriksaan
jantung dapat ditemukan murmur yang menunjukkan kelainan katup jantung yang mungkin
disebabkan oleh endokarditis. Terdengarnya pericardial friction rub dapat menunjukkan
adanya perikarditis uremikum.3
Adanya distensi abdomen menunjukkan adanya peningkatan tekanan intraabdominal
yang dapat menurunkan aliran balik vena ke jantung dan mencetuskan GGA. Pada auskultasi
abdomen bila ditemukan adanya arterial bruit di daerah epigastrium dapat menunjukkan
adanya hipertensi di arteri renalis.3
Pada perkusi abdomen, bila didapatkan adanya nyeri
ketuk disudut kostovertebral menunjukkan kemungkinan adanya suatu proses inflamasi di
daerah ginjal seperti nefrolitiasis, nekrosis papila ginjal, ataupun trombosis pembuluh darah
8
9. renal. Pada pemeriksaan palapasi abdomen dapat ditemukan tanda-tanda obstruksi seperti
adanya massa di daerah suprapubik. Pada pemeriksaan fisik di daerah rektal dengan rectal
toucher dapat ditemukan tanda-tanda hipertrofi kelenjar prostat yang menyebabkan
obstruksi.3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus GGA meliputi pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan faal ginjal, mikroskopik urin, pemeriksaan elektrolit, dan USG
ginjal.1,2,3
Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda-
tanda anemia, hemokonsentrasi, dan infeksi. Pemeriksaan fungsi ginjal perlu dilakukan
secara berulang untuk memastikan diagnosis GGA. Penilaian fungsi ginjal dititikberatkan
pada hasil pemeriksaan ureum, kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus.1
Pengukuran kadar
serum kreatinin perlu dilakukan secara serial walaupun hasilnya tidak selalu tepat karena
tergantung dari produksi, distribusi dalam caran tubuh, dan ekskresinya di ginjal. Peningkatan
kadar kreatinin secara cepat (24 - 48 jam) tampak pada pasien GGA karena iskemia renal,
emboli, dan zat radiokontras. Namun hasil pemeriksaan biokimiawi dalam darah dan urin
secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe GGA. Pada GGA dengan fungsi
tubular yang masih baik, adanya vasokontriksi akan menyebabkan tubulus mereabsobsi Na
sampai ~99%.2
Tabel 4. Analisi urin GGA prarenal dan renal2
Suatu review yang dilakukan oleh Coca et al memaparkan mengenai penggunaan
biomarker urin untuk menegakkan diagnosis awal GGA.5,6
Biomarker yang digunakan
merupakan suatu mediator inflamasi yang menunjukkan suatu proses inflamasi dan
terdapatnya trauma tubular. Marker pertama yaitu IL-18. Dalam sebuah studi, dikatakan
bahwa IL-18 memiliki spesifisitas tinggi (0,85 - 0,94) untuk mendiagnosis GGA pada tahap
9
10. awal. IL-18 memiliki kemampuan deteksi awal GGA yang cukup baik pada studi yang
dilakukan pada 4 populasi sampel yang terdiri dari kelompok orang dewasa pasca operasi
jantung, anak-anak dengan penyakit kritis, orang dewasa dengan trauma paru akut, dan
dewasa yang mendapat transplantasi ginjal.5
Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan dengan penggunaan USG. USG
dapat menunjukkan ada atau tidaknya pengecilan ukuran ginjal dan proses kronis yang
membedakan GGA dengan GGK.1,2
Pemeriksaan pencitraan lain yang dapat digunakan
adalah CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti biopsi
ginjal hanya dilakukan bila terdapat indikasi misalnya adanya dugaan GGA renal yang tidak
disertai NTA dan memerlukan terapi spesifik seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain-
lain.2
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis GGA pada pasien dilakukan melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Evaluasi yang dilakukan berkaitan dengan riwayat atau
tanda-tanda untuk GGA. Adanya riwayat dehidrasi, ISPA, infeksi saluran kemih, riwayat
batu saluran kemih, luka bakar, dan penggunaan zat- zat kontras mengarahkan ke GGA.1
Terdapatnya tanda-tanda oliguri sampai anuri yang berlangsung akut juga mengarahkan
diagnosis ke GGA. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan penilaian pada beberapa hal
seperti pemeriksaan darah lengkap, mikroskopik urin, pemeriksaan faal ginjal, dan USG
abdomen. Pemeriksaan darah lengkap membantu penegakkan etiologi seperti bila ditemukan
anemia dapat menunjukkan bahwa gangguan ginjalnya merupakan penyakit yang
berlangsung kronis dan adanya leukositosis mendukung kemungkinan terdapat infeksi. Pada
mikroskopik urin, evaluasi dilakukan untuk melihat sedimen, protein, eritrosit, dan leukosit.
Hal ini dilakukan untuk menggali letak gangguan ginjalnya. Kelainan- kelainan yang dapat
ditemukan di urin seperti adanya sedimen torak hialin, sel epitel, leukosit, eritrosit, dan
kristal.1,2
Evaluasi berikutnya dilakukan pada pemeriksaan faal ginjal. Adanya perubahan level
ureum dan kreatinin dapat digunakan untuk mengukur pengukuran laju filtrasi dan tanda-
tanda gangguan metabolik. Pada GGA, terdapat penurunan fungsi ekskresi ginjal sehingga
zat-zat sisa metabolisme yang toksik tidak dapat diekskresi dan tertimbun dalam darah.
Kegagalan ginjal dalam mengekskresi ion H+
juga akan menyebabkan ketidakseimbangan
metabolik tubuh, hal ini akan memicu keadaan asidosis dan pada pasien akan tampak usaha
10
11. kompensatoar dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul).
Pemeriksaan penunjang lain sepert USG abdomen akan memberikan gambaran ukuran ginjal
dan perubahan struktur ginjal. Pada penyakit ginjal yang kronis, ginjal akan tampak mengecil
dan tampak gambaran kerusakan parenkim ginjal pada GGA renal.1,2,4
TATALAKSANA
Tatalaksana pada pasien dengan GGA bertujuan untuk mencegah terjadinya
kerusakan gnjal permanen, mempertahankan dan memperbaiki homeostasis, melakukan
resusitasi, dan mencegah timbulnya komplikasi. Pada GGA yang masih dalam kategori R dan
I (menurut kategori RIFLE), tatalaksana GGA lebih bertujuan untuk mencegah perburukan
kondisi ginjal pasien. Pada GGA yang berasal dari prerenal upaya yang dapat dilakukan
berupa rehidrasi. Rehidrasi dilakukan pada GGA yang disebabkan oleh keadaan hipovolemia.
Rehidrasi pada GGA juga disertai dengan pemantauan ketat keseimbangan cairan dan
elektrolit karena GGA sering kali disertai dengan keadaan hiponatremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, dan hipokalsemia yang membutuhkan terapi spesifik. Pada GGA, terjadi
gangguan fungsi reabsorbsi Na di glomerulus dan tubulus sehingga perlu dilakukan
pembatasan cairan dan hindari pemberian cairan hipotonis yang dapat menyebabkan
penurunan konsentrasi Na plasma.2,4,7
Untuk keadaan hiperkalemia, ginjal tidak mampu melakukan ekskresi secara adekuat
sehingga terjadi peningkatan kadar K di plasma. Tingginya kadar K dapat menyebabkan
gangguan konduksi jantung sampai henti jantung, sehingga pada hiperkalemia dibutuhkan
terapi spesifik yag adekuat. Pada keadaan peningkatan K, dilakukan pembatasan intake K
sampai <40 mmol/hari. Selain itu dilakukan upaya untuk memasukkan kembali K ekstrasel
ke intrasel. Pemberian insulin (10 unit) akan memicu pompa Na-K ATPase memasukkan K
ke dalam sel, diikuti pemberian dextrosa 50% (50 ml) untuk memicu sekresi insulin endogen.
Dapat juga diberikan natrium bikarbonat (50-100 mmol) untuk merangsang ion H+
melakukan
pertukaran dengan K sehingga K dapat masuk ke intrasel. Pemberian obat-obatan yang dapat
merangsang pompa Na-K ATPase seperti salbutamol (10-20 mdg di inhalasi, 0,5-1 mg IV)
juga dapat diberikan.1,2,3,7
Pada pasien GGA dapat ditemukan keadaan hiperfosfatemia karena berkurangnya
sekresi fosfat dari ginjal. Tingginya level fosfat dalam darah dapat menyebabkan
hipokalsemia. Terjadinya hiperfosfatemia secara langsung mengakibatkan hipokalsemia,
yaitu melalui mekanisme keseimbangan kalsium dan fosfat: ion kalsium + hidrogen fosfat
11
12. CaHPO4. Pada hiperfosfatemia, keseimbangan tersebut bergeser ke kanan, sehingga kadar
kalsium menurun. Untuk mengatasi keadaan ini dilakukan pembatasan asupan diet fosfat
yang bersumber dari protein (800 mg/ hari) dan pemberian obat pengikat fosfat seperti
kasium asetat dan kalsium karbonat.
Selanjutnya selain rehidrasi, dibutuhkan tatalaksana terpadu untuk memberikan
asupan nutrisi yang adekuat. Pemberian nutrisi pada pasien GGA berbeda-beda sesuai dengan
komorbiditasnya. Nutrisi untuk pasien GGA disesuaikan dengan keadaan proses
kataboliknya, hal ini yang membedakan pemberian nutrisi GGA dengan GGK. Pada pasien
GGA dengan keadaan sepsis tentu kebutuhan nutrisinya lebih tinggi dibandingkan GGA
karena intoksikasi obat.1,2
Tabel 5. Klasifikasi dan kebutuhan gizi pasien dengan GGA2
Pada beberapa penelitian dan meta analisis, dalam tatalaksana GGA juga
diikutsertakan pemberian obat-obatan diuretik seperti furosemid dan manitol serta pemberian
dopamin. Furosemid merupakan diuretik yang menurunkan kerja pompa Na-K ATPase di sisi
luminal sel sehingga dengan bantuan koloid, pemberian furosemid akan meningkatkan
translokasi cairan ke intravaskuler. Demikan juga pada manitol, obat ini diharapkan mampu
meningkatkan perpindahan cairan ke intraseluler sehingga terjadi peningkatan produksi urin.
Namun pada beberapa penelitian, pemakaian manitol dengan dosis 250 mg/kg tiap 4 jam
meningkatkan efek samping berupa nefrotoksisitas, menyebabkan agregasi eritrosit, dan
12
13. menurunkan kecepatan aliran darah. Hal ini yang mendasari pemakaian manitol tidak
direkomendasikan untuk pasien GGA.2
Obat lainnya seperti dopamin dulu dipakai sebagai salah satu terapi GGA dan
diberikan dalam dosis rendah ( 0,5-3 µg/ kgBB/ menit). Namun respon dopamin juga
dipengaruhi status volume pasien dan abormalitas vaskular pasien, selain itu penggunaan
dopamin juga dapat mencetuskan efek samping yang serius seperti takiaritmia, iskemia
jaringan sampai gangren digiti dalam dosis rendah sekalipun. Saat ini, dopamin hanya dipakai
untuk mengobati penyakit dasar seperti adanya syok, sepsis, memperbaiki homeostasis dan
fungsi ginjal.2
Selain koreksi cairan dan elektrolit, tatalaksana GGA juga meliputi pelaksanaan
dialisis. Dialisis dilakukan sebagai tahap akhir tatalaksana bila terdapat keadaan yang tidak
dapat dikoreksi dengan pemberian cairan maupun obat-obatan. Indikasi dialisis meliputi
keadaan oliguri-anuria, hiperkalemia ( >7 mEq/L), asidosis berat ( pH <7,1), uremia ( >200
mg/dl), ensefalopati uremikum, neuropati uremikum, perikarditis uremikum, hipertermia,
abnormalitas Na plasma ( >155 mmol/L atau <120 mmol/L), dan keracunan obat.1
PROGNOSIS
Prognosis GGA dapat ditemukan bervariasi pada tiap orang, tergantung dari tingkat
keparahan underlying disease, gejala-gejala yang ditimbulkan, serta tatalaksananya. Pada
GGA yang cepat dikenali, dengan pemberian terapi yang adekuat, GGA dapat sembuh
sempurna. Adanya keseragaman kriteria mengenai GGA akan memberikan gambaran
prognosis yang lebih baik. Dengan kriteria RIFLE, bila pasien masih dalam kategori R dan I,
dengan penanganan yang tepat, pasien dapat sembuh tanpa gejala sisa. Namun apabila pasien
telah jatuh dalam kategori F, L, terutama E, prognosis penyakit tentu akan semakin buruk,
karena sudah terjadi kerusakan struktur dan fungsional yang bersifat ireversibel.
13
14. BAB 3
KESIMPULAN
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan
fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang
menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea/creatinin) dan non nitrogen, dengan
atau tanpa disertai oligouri. Penyebab gagal ginjal akut yang dibagi menjadi 3 besar yaitu:
a) Pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik) yang disebabkan utama oleh hipoperfusi ginjal dimana
terjadi hipovolemia.
b) Renal (gagal ginjal initrinsik) yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah ginjal.
c) Post-renal (uropati obstruksi akut) yang disebabkan oleh obstruksi ureter dan obstruksi
uretra.
Gejala klinis dari gagal ginjal akut yang tampak adalah adanya oligouri, anuria, high
output renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan utama dari
pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan
hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta
mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.
14
15. DAFTAR PUSTAKA
1. Markum HMS. Gangguan ginjal akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohati B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. p. 1041-9.
2. Sinto R, Nainggolan G. Acute Kidney Injury: pendekatan klinis dan tatalaksana. Maj
Kedokt Indon 2010. 60(2): 81-8.
3. Braddy H, Brenner B. Acute renal failure. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Lameson JL, et al. Harrison’s: principles of internal
medicine. Edisi 17. New York: McGraw Hill; 2008.
4. Himmelfarb J, Joannidis M, Mollitoris B, Schietz M, Okusa MD, Warnock D, et al.
Evaluation and initial management of acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol
2008. 3: 962-7.
5. Coca SG, Parikh CR. Urinary biomarkers on acute kidney injury: perspectives on
translation. Clin J Am Soc Nephrol 2008. 3: 481-90.
6. Adiyanti SS, Loho T. Acute kidney injury (AKI) biomarker. Acta Medica Indonesiana
2012. 44(3): 246-55.
7. O’Leary MJ, Bihari DJ. Preventing renal failure in the critically ill. BMJ 2001. 322:
1437-9.
15