SlideShare a Scribd company logo
1 of 76
Download to read offline
KUMPULAN MAKAH PENGANTAR FILSAFAT
ILMU
Pengantar Filsafat Ilmu (Kelas U)
Dosen Pengampu : Dr. Sigit Sardjono, MS
Disusun Oleh :
1. Cela Merine Novelita (1221800054)
2. Indry Kumala Dewi (1221800058)
3. Devi Thalia Puspa Kemuning (1221800115)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk dan rahmat-
Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak yang ikut serta membatu menyelesaikan makalah ini. Semoga dengan
membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah
wawasan kita khususnya bagi penyusun. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih
baik.
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...............................................................................................................i
Kata Pengantar ...............................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................iii
BAB I MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA ............................................01
A. DEFINISI FILSAFAT............................................................................01
B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT.................................02
C. OBYEK FILSAFAT ..............................................................................05
D. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT.....................................................06
E. CABANG-CABANG FILSAFAT..........................................................07
F. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT.......................................................14
BAB II PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU........................................................19
A. PENDAHULUAN ..................................................................................19
B. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU..................................................20
C. KESIMPULAN.......................................................................................24
BAB III LOGIKA BERPIKIR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN ILMIAH....25
A. PENDAHULUAN ..................................................................................25
B. PENGERTIN LOGIKA ILMU................................................................26
C. HAKIKAT SARANA BERPIKIR ILMIAH............................................28
D. PENUTUP..............................................................................................30
BAB IV TEORI KEBENARAN .................................................................................31
A. PENDAHULUAN .................................................................................31
B. PENGERTIAN KEBENARAN...............................................................32
C. TEORI-TEORI KEBENARAN...............................................................34
D. PENUTUP..............................................................................................36
BAB V TAKARAN KEILMUAN-PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI,
AKSIOLOGI ................................................................................................37
A. PENDAHULUAN ..................................................................................37
B. PEMBAHASAN.....................................................................................38
C. KESIMPULAN.......................................................................................48
BAB VI FILSAFAT PANCASILA.............................................................................49
A. PENDAHULUAN ..................................................................................49
iv
B. PEMBAHASAN.....................................................................................50
C. KESIMPULAN.......................................................................................61
BAB VII FILSAFAT KARYA ILMIAH......................................................................62
A. LATAR BELAKANG ............................................................................62
B. PENALARAN ILMIAH .........................................................................63
C. PENERAPAN DALAM PENELITIAN ILMIAH ...................................64
D. KESIMPULAN.......................................................................................67
BAB VIII SOAL DAN JAWABAN ..............................................................................68
1
BAB I
MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA
A. DEFINISI FILSAFAT
a. Definisi etimologi
Dari segi asal usul kata (etimologi), filsafat berasal dari Bahasa Yunanni
philosopos (philos = pencinta, pencari;dan Sophia =hikmat, kebijaksanaan, atau
pengetahuan)yang berarti pencinta kebijaksanaan. Pythagoras (582-497 SM) adalah
orang pertama yang menggunakan kata philosopos. Ia menyebut diri philosophos yang
berarti pencinta kebijaksanaan.
Menurut Pythagoras, hanya Tuhan mempunyai kebijaksanaan sesungguhnya.
Tugas manusia di dunia adalah mencari kebijaksanaan dan mencintai
pengetahuan.itulah sebabnya, filsuf adalah pencari hikmat dan pencinta
kebijaksanaan.
Pythagoras dan Ploto (428-348 SM) menggunakan kata philosophos untuk
mengejek kaum sofis yang menganggap diri tahu jawaban untuk semua pertanyaan.
(Humersma, 1987, 10)
Istilah filsafat sebetulnya sudah ada dalam sastra Yunani pertama. Filsafat pada
mulanya berarti menganggap benda-benda di dsekitar dengan penuh perhatian.
Kemudian berarti merenung tentang benda-benda tadi. Herakleitos (sekitar tahun 500
M) sudah menggunakan kata filsuf. Tapi menurut dia,hanya Tuhanlah yang dapat
disebut bijaksana dan pandai. Ploto kemudian mengatakan para dewa tidak dapat
disebut filsuf, sebab mereka sudah memiliki kebijaksanaan. Hanya manusialah yang
mendambakan kebijaksanaan karena ia tak dapat meraihnya. (Van Peursen : 3).
b. Definisi nominalis
Dari definisi secara etimologis di atas, filsafat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari seluruh realitas sampai sebab-sebab yang paling dalam.
Sebagai ilmu, filsafat juga merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren. Tapi kekhasannya adalah bahwa filsafat mau menyelidiki seluruh kenyataan
sampai sebab-sebab paling dalam.
2
B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT
Filsafat bukan monopoli segelintir orang. Bukan pula monopoli bangsa-bangsa tertentu.
Bukan pula monopoli zaman tertentu. Semua manusia, segala suku bangssa, yang hidup di
zaman apa saja, dapat berfilsafat. Mengapa? Sebab filsafat bertolak dari kejadian yang di
alami setiap saat. Ketika orang bertanya, mulailah ia berfilsafat.
Filsafat muncul bersamaan dengan kemunculan manusia dalam sejarah. Hewan tak
dapat berfilsafat, sebab hewan tak dapat bertanya. Manusia dapat bertanya sebab ia
memiliki alak budi yang mampu mengambil jarak dengan benda-bendadan segala sesuatu
di sekitarnya. Itulah sebabnya manusia di juluki hewan yang berakal budi (animal
rationale).
Ada hal-hal yang sangat lumrah, dialami seperti orang-orang lain. Misalnya, bangun
tidur, mandi, berpakaian, sarapan, belajar, bekerja, bermain, beristirahat, pulang ke rumah
menonton tv, mendengarkan radio, membaca koran.
Ada pula peristiwa kosmis yang selalu berulang setiap hari. Misalnya, pagi berganti
siang, siang berganti senja, senja berganti malam, melang berganti siang, dan seterusnya.
Atau pula musim panas berganti musim gugur, musim gugur berganti musim bunga,
musim bunga berganti musim dingin, musim dingin berganti musim berikutnya, dan
seterusnya. Semuanya ini mendorong manusia untuk bertanya.
Ada kejadian-kejadian yang lebih unuk bagi setiap orang. Misalnya, lahir, menjadi
dewasa, menikah, penderitaan, pertobatan, penyembuhan, terperanjat, dan kematian.
Manusia bertanya tentang semua peristiwa tersebut dan berusaha mendapat jawabannya.
Menurut C.A. can Peursen, bertanya merupakan tali pengikat Antara manusia dan
peristiwa. (Peursen, 1-2)
Setelah bertanya, manusia melakukan refleksi. Dalam peristiwa alam itu seakan-akan
ia melihat cerminan dirinya sendiri. Ketika memandang bunga-bunga berguguran, ia
seakan-akan melihat perjalanan hidupnya sendiri sebahai manusia. Seperti halnya bunga
mekar, menjadi tua, dan kemudian mati. Orang itu menjadi filsuf! (van Peursen: 2)
Kegiatan berfilsafat pada manusia berawal dari rasa heran, kesangsian, dan kesadaran
akan keterbatasan.
a. Rasa Heran : berfilsafat berarti bertanya-tanya disertai rasa heran dan kagum. Plato,
misalnya, mengatakan bahwa filsafat berawal dengan dorongan untuk menyelidiki
bintang-bintang, matahari dan langit yang kita pandang. Dari penyelidikan adalah
muncul filsafat.
3
Dalam sebuah bagian terkenal dialog Theatesos, Plato menampilkan Snerates
yang menghubungkan filsafat dengan rasa heran. Seperti dalam Simposium, Plato
menempatkan filsafat diantara para dewa dan manusia. Utusan para dewa dikaitkan
dengan rasa heran.
Rasa heran itu malah dibarengi rasa pening. Mengapa? Karenaperistiwa-peristiwa
merupakan belenggu yang harus dipatahkan dan dilewati guna mempertanyakan makna
benda-benda. Rasa heran itulah yang mematahkan belenggu rasa biasa tersebut. Sebab
itu seakan orang menjadi pusing (van Peursen: 2-3; Hamersma: 14)
Aristoteles mengatakan, manusia berbeda dengan hewan dalam hal pengalaman
yang menghasilkan keterampilan teknis dalam menangani barang-barang. Dalam
perkiraannya ia menelusuri kembali gejala-gejala yang dialaminya. Ia bertanya-tanya
tentang makna dan sebab segala sesuatu. Rasa heran merupakan perangsang bagi
filsafat. Dan kemampuan untuk mengadakan renungan filsafat menggunakan derajat
manusia (Van Peursen: 2)
Immanuel Kant (1734-1804) mengatakan langit bertaburan bintang dan hukum
moral dalam hati manusia merupakan dua gejala yang paling mengherankan. Dan dari
situlah ia mulai berfilsafat.
Tentang Thales, filsafat pertama yunani, diceritakan bahwa ia tak puas-puasya
memperhatikan langit dan bintang-bintang. Suatu ketika Thales sampai terperosok ke
dalam sumur karena terlalu asyik menengadah ke langit. Ia juga memperhatikan segala
benda dan melihat bahwa air ada di mana-mana. Ia memperhatikan bahwa segalanya
hidup dari embun, dan bahwa panas itu sendiri beral dari embun. Segala macam benih,
menurut Thales, dari kodratnya terdiri dari embun. Air adalah asal dari hakekat benda-
benda basah. Pada peristiwa penguwapan air menjadi embun atau udara. Pada peristiwa
pembekuan, air akan menjadi dunia. Akhirnya Thales berkesimpulan bahwa inti paling
dasar segala-galanya adalah air. (Copleston: 1962, 38-39; Hamersma: 1987, 36; Bertens
1975, 9-10; Hadi Wijono: 1975,16)
Sesudah mengamati segala sesuatu Anaximander berkesimpulan bahwa asal usul
segala sesuatu adalah “yang tak terbatas”. Selabiknya, anaximenes berpendapat unsur
segala sesuatu bukan air, melainkan udara. Herakleitos mengajarkan bahwa segala
sesuatu mengalir. Kesimpulan ini diambilnya setelah mengamati bahwa dunia ini tidak
ada suatu yang tetap. Semuanya berubah terus menerus. Sebaliknya parmenides
mengatakan segala sesuatu merupakan kesatuan mutlak yang diabadikan dan tidak
terbagi-bagi, (HAmersma: 1987,36; Coppleston: 1962, 40-70).
4
b. Kesangsian: filsafatjuga bias diawali dengan rada sangsi. Manusia menyagsikan apa
yang dilihat indranya. Ia bertanya jangan-jangan apa yang dilihat itu suatu tipuan.
Dengan kata lain, manusia menginginkan kepastian.
Berdasarkan sikap skeptic inilah manusia didorong untuk menemukan jawaban
yang pasti. Di sini,kesangsian merupan metode untuk mencapai kepastian dan
kebenaran. Harus dicatat bahwa rasa tak pasti, bimbang, dan skeptic yang dimaksud di
sini bukan merupakan gangguan psikologis, tapi justru merupakan proses mental dalam
mencapai kebenaran.
Filsuf yang mengawali fulsafat dengan sikap ragu-ragu adalah, Antara lain,
Agistinus (354-430) dan Rene Descartes (1596-1650)
c. Kesadaran dan keterbatasan: manusia mulai berfilsafat ketika ia menyadari batapa
kecil, lemah, dan tak berarti dirinya di tengah alam semesta yang maha luas, kuat dan
dahsyat. Pengalamannya juga menunjukkan betapa manusia itu tak berdaya. Ini
dialami, misalnya ketika berhadapan dengan tebing terjal, atau gunung api yang sedang
memuntahkan lava. Atau tatkala menyaksikan gelombang pasang yang mengancam
kehidupan nelayan. Alau longsor yang memakan korban jiwa.
Pada tataran yang lain, manusia yang selamat begitu bahagia hidup bersama
orang yang dicintai tetapi dikompensasi karena orang yang dicintai itu adalah manusia
yang percaya begitu rapuh. Lalu bertanya tentang apa itu kematian? Apa yang terjadi
setelah kematian? Apakah perpisahan dengan kekasihnya itu untuk-lamanya atau setiap
kali manusia melawan penderitanya atan gagal, selalu ia mendukung untuk hertanya:
Mengapa menderita? Mengapa gagal? Kenapa orang orang lain seakan-tidak akan
pernah tahu nasib n air mata ?. Mengapa penipu, maling, atau orang jahat hidup
berkecukupan dan bahagia? Mengapa orang-orang baik dan dermawan malah
menderita? Dia berkesimpulan bahwa harus ada kebahagiaan setelah menjalani hidup
fana ini yang akan menerima orang-orang yang mendapatkan baik di duia. Kalau
kebahagiaan di dunia hanya sementara, harus ada kebahagiaan yang lidak berkesudahan
(Hamersma, 1987. 11-12)
Karena filsafat timbul dari pengalaman sehari-hari, filsafat muncul sejak adanya
manusia. Berarti pula, filsafat tidak hanya dikenal di Yunani, tapi juga di tempat-tempa
lain. Orang Cina dan India sudah lebih dulu mengenal permenungan filsafat
dibandingkan orang Yunani (sekitar abad 6 SM). Pada waktu itu permenungan filsafat
di Yunani dilakukan demi kegembiraan yang dihasilkan oleh pengartian.
5
Jadi, setiap pengalaman manusta mengandun kemugkian untuk berfilsafat.
Menghadapi, setap permasalahaat, entah menggunakan manusia atau Ada pada
umumnya, berakar pada manusia yang bertanya di tengah pengalaman bertanya sehari-
hari.
Pertanyaan-pertanyaan fisafat tak kunjung selesai. Mengapa Karena
menyangkut yang manusia selalu terbuka, bukan merupakan bola tertutup. Filsafat juga
tidak berawal dari nol, tidak dimulai dari selembar halaman kosong. Kata van Peursen:
filsafat selalu berurusan dengan manusia yang sudah berangkat pada perjalanannya.
Manusia atau filsuf mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis (siapakah aku? Ada
itu?) Dari situasinya sendiri (van Peursen: 3-4)
C. OBYEK FILSAFAT
Obyek dibedakan atas obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa
yang dibicarakan, dipelajari, diselidiki, dibahas, dibahas, dipandang,disoroti. Dengan kata
lain, hal yang menjadi target yang ingin dipahami (Gegenstand). Atau menurut I.R.
Poedjawijatna, objek material adalah bahan atau lapangan penyelidikan. Sementara objek
formal adalah sudut pandang (sudut atau sudut pandang) dalam diskusi, membahas atau
mengubah sesuatu.
Contoh. objek material psikologi, antropologi. dan sosiologi sama, yaitu manusia, tetapi
objek formalnya berbeda. Psikologi yang menggambarkan manusia dari segi kejiwaan,
antropologi yang menggambarkan manusia dari segi budaya, sedangkan sosiologı
menyorotinya dari segi interaksi dengan manusia lain. Jadi, yang menghubungkan ilmu
yang satu dengan ilmu lainnya adalah obyek formal (Poedjawijatna: 6-8; Tim LGM: 6-7).
Manakah obyek material dan obyek formal filsafat? Obyek materi lilsafat adalah segala
sesuatu yang ada dan mungkin ada. Yang ada itu bisa dalam kenyataan, atau bisa pula
hanya dalam pikian.
Obyek formal filsafat mencari keterangan sedalam-dalamnya. Filsafat tidak memutar
objek dari segi susunannya saja, tetapi totalitas objek itu. Filsafat menyoroti dari segi
hakikat, inti terdalam. Ilmu pengetahuan lain membahas tentang hanya pada pengalaman
empiris, sebaliknya menentang filsafat mencari penjelasan tentang inti dan hakekat segala
sesuatu.
6
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren (bertalian)
tentang sumber bidang tertentu dari kenyataan. Sedangkan, filsafat adalah pengetahuan
metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (Hamersma: 10).
D. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT
Seperti dikatakan di atas, hewan tak bisa dibawa ke berfilsafat, karena tak punya akal
budi. Karena akal budi itulah, manusia bertanya. Dengan akal budi itu manusia herpikir.
Manusia berfilsafat karena ia berpikir, dan ia berpikir karena berfilsafat. Berlilsafat adalah
berfikir, tetapi berfikir tidak selalu berarti herfilsafat. Berfilsafat memiliki ciri khas
berfikir, berfikir sedalam- dasarnya. Berfikir biasa berbeda dengan berfikir secara filsafat.
Karakteristik atau ciri-ciri filsafat adalah:
a. Komprehensif (menyeluruh): memandang obyek penyelidikan secara totalitas.
Filsafat ingin memahami "apanya" atau hakikat dari objek tersebut Filsafat tidak puas
hanya menyelidiki dari sudut tertentu seperti yang dilakukan ilmu-ilmu lain.
Menyeluruh di sini berarti filsafat juga menyelidiki kansep- konsep abstrak
seperti manusia, keadilan, kebaikan, kejahatan, kebebasan. Berarti juga berfikir tentang
hal-hal atau proses-proses yang miliknya secara umum (universal). Filsafat selalu
menyangkut pengalaman umum umat manusia (common experience of mankind). Cara
pemikiran seperti itu menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang universal. (Tim
UGM. 14)
b. Spekulatif: artinya apa yang diselamatkan filsafat berdasarkan dugaan-dugaan yang
masuk akal, dan tidak berdasarkan bukti empiris. Ini bukan maksud dari dugaan filsafat
yang tidak ilmiah, tetapi pemikiran filsafat memang tidak termasuk dalam persetujuan
otoritas khusus. (Achmadi: 9-10)
Misalnya, filsafat menemukan jawaban untuk pertanyaan apa itu benar (logika),
apa itu baik (etika), apa itu indah (estetika). Itulah yang dilakukan filsafat. Tidak lebih
dari itu. Ilmu-ilmu lain dapat memanfaatkan pemikiran filosofis tersehut. (Dardiri: 15-
16)
Dengan kata lain, berpikir secara politis konseptual. Karena konseptual maka ia
merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari hal hal konkrit dan individu. Berfilsafat
tidak berpikir tentang manusia tertentu, tetapi manusia secara umum. Ciri ini
melampaui batas pengalaman empiris sehari-hari (Tim UGM: 14)
7
c. Mendasar atau radikal: filsafat bertanya hingga ke dasar atau akar terdalam dari
segala sesuatu. Berfikir tentang filsafat berfikir hingga ke esensi, hakikat dan substansi
benda-benda. Orang yang berfilsafat tidak puas dengan hasil pengamatan indera, tapi
berusaha sampai kepada pengetahuan paling dalam yang mendasari pengetahuan
inderawi. (Tim UGM: 13)
d. Konsisten: bagan konsepsional, hasil perenungan, harus bersifat konsisten.lawannya
adalah bagan konsepsional yang kontradiktif alias saling bertentangan. Pertanyaan-
pertanyaan yang tidak runtut pada dasarnya tidak masuk akal.
e. Koheren atau logis: bagan konsepsional harus bersifat logis. Kesimpulan harus
diperoleh dari premis-premis yang mendahuluinya. Premis-premis tersebut harus diuji
kebenarannya. Jadi antara satu kalimat dengan kalimat lain harus ada hubungan logis.
Dalam rangkaian tersebut,bagian satu harus terkandung pada bagia lainnya.
f. Sistematis: artinya dalam menjawab suatu permasalahan. Digunakan pendapat
pendapat sebagai wujud dari proses berfikir filsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling
berhubungan secara teratur, dan mempunyai makna atau tujuan tertentu. (Tim UGM:
14)
g. Bebas: setiap filsafat adalah hasil pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka-
prasangka social, historis, kultural, ataupun religious.soerates misalnya, memilih
meminum racun daripada mengorbankan kebebasannya untuk berfikir mengenai
keyakinan.
h. Bertanggung jawab: orang yang berfilsafat berfikir sambil bertanggungjawab.
Bertanggung jawab terhadap siapa? Pertama-tama terhadap hati nuraninya. Jadi, ada
hubungan Antara kebebasan berfikir dalam filsafat dan etika. Selanjutnya, orang yang
berfikir harus merumuskan fikiran-fikirannya sedemikian agar dapat berkomunikasi
kepada orang lain. (Tim UGM: 13-15)
E. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat dapat dibagi sebagai berikut:
1. Filsafat tentang pengetahuan
a. Empistemologi
b. Logika
c. Kirtik Ilmu
8
2. Fisafat tentang keseluruhan kenyataan
a. Metafisika Umum(otologi)
b. Metafisika Khusus
1) Teologi Metafisik (teodicea)
2) Antropologi Filsafat
3) Kosmologi (Filsafat Alam)
3. Filsafat tentang tindakan
b. Etika (Filsafat Moral)
c. Estetika (Filsafat Seni)
4. Sejarah Filsafat
Dibawah ini dibahas secara ringkas cabang-cabang filsafat tersebut:
1. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata bahasa yunani episteme, yang berarti
pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu yang menyelidiki hakekat dan asal usul ilmu
pengetahuan.
Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab epistemology antara lain:
- Apa itu Pengetahuan ?
- Apa itu pengetahuan apriori dan aposteriori?
- Dari mana asal pengetahuan?
- Apakah manusia dapat mencapai kepastian pengetahuan? Bagaimana
validitas pengetahuan itu dapat dinilai? (Hamersma: 17; Tim UGM: 17)
Rasionalisme, empirismefenomenalisme kant, intuisionisme, dan metode
ilmiahmemberikan jawaban yang berbeda. Rasionalisme (dari bahasa latin: ratio =
akal budi) menegrjakan bahwa akal budi merupakan sumber utama untuk pengetahuan.
Tokoh-tokohrasionalisme dalam filsafat modern antara lain Rene Descartes, Spinoza,
dan Leibniz.
Empirisme (dari bahasa yunani: empiria = pengalaman) mengajarkan bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi . Aliran ini menolak ajaran rasionalisme.
Menurut mereka pengetahuan bukan berasal dari kal buda tapi dari pengamatan indra.
Akal budi diisi dengan kesan-kesan yang berasal dari pengamatan. Baru kemudian
kesan-kesan ini oleh akal budi dihubung-hubungkan, sehingga tercipta ide-ide
9
majemuk. Tokoh-tokohnya antara lain Francis Bacon, Thomas Hobbes, Jhon Locke,
dan Davide Hume.
Fenomenalismeyang dikemukakan oleh Immanuel Kant merupakan jalan
tengah antara rsinalosme dan empirisme. Baik indra maupun akal budi sama-sama
berperan dalam terciptanya pengetahuan. Manusia mengetahui suatu benda sejauh
benda itu tampak sebagai gejala (fenomena). Tetapi benda itu sendiri tidak pernah
diketahui.
Intuisinasionisme dikemukankan oleh filsuf asal Prancis , Henry Bergson.
Intuisi adalah pengetahuan langsung, buakn pengetahuan nisbi dengan pengantara.
Intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Lewat
pengetahuan ituitif, orang mengenal suatu kejadian secara keseluruhan.
Metode Ilmiah menggabungkan peran akal budi dan indra, serta menambahkan
suatu cara baru untuk memverifikasi penyelesaian-penyelesaian yang disarankan
(hipotesa). Metode ilmiah dimulai dengan pengalaman, lalu dibuat hipotesa, yang
kemudian diuji lagi kebenarannya. (kattshoff, 136-149)
2. Logika
Logika berasal dari kata yunani logikos (berhubungan dengan pengetahuan).
Epistemologi mempelajari pengetahuan (termasuk asal usulnya), yang merupakan isi
akal budi, sedangkan logika mempelajari bentuk pemikiran, yakni cara kerjanya (sah
atau tidak.
Logika adalah ilmu, kecakapan atau alat untuk berfikir secara lurus. Jadi obyek
material logika adalah pemikiran atau kegiatan berpikir, sedangkan obyek formalnya
adalah kelurusan berfikir. Untuk membedakannya dari epistemologi (logika material,
maka logika dulu disebut juga logika formal.
Persoalan-persoalan yang dibahas dalm logika antara lain:
- Apa itu Konsep?
- Apa itu putusan (proposisi)?
- Apa itu penyimpulan (inferensi)?
- Manakah hokum-hukum untuk mengambil kesimpulan secara lurus?
- Silogisme dan jenis-jenisnya
- Kesesatan fikir (fallacy)
10
Dalam logika dipelajari aturan-aturan yang harus dipatuhi supaya pernyataan-
pernyataan kita dapat disebut valid (sah). Jadi, logika adalah taknik atau “seni” yang
mementingkan segi formal atau bentuk dari pengetahuan. (Dardiri: 22-23, Hamrsma:
16-17)
Perhatikan contoh berikut.
Semua Manusia pasti mati
Bambang adalah manusia
Bambang pasti mati
Dua kalimat pertama disebut premis (kalimat pertama dinamakan premis
mayor, kalimat kedua premis minor). Kalimat ketiga merupakan kesimpulan
(konklusi). Untuk menarik konklusi yang benar, premis-premisnya harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Setiap premis harus diselidiki kebenarannya. Sebuah
konklusi yang sah hanya bisa ditarik dari premis-premis yang benar. (Hamersma: 17)
Logika dibedakan atas logika tradisional atau klasik, dan logika matematis
atau formal. Logika tradisional berkembang pada Aristoletes dan abad pertengahan.
Sedangkan logika modern dekembangkan antara lain oleh Frege, Whitehead, dan
Russell. (Hamersma : 17-18)
3. Kritik Ilmu-Ilmu
Kritik ilmu-ilmu adalah cabang filsafat yang mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kritis terhadap ilmu pengetahuan. Yang dipertanyakan misalnya
pembagian ilmu-ilmu, metode ilmu-ilmu, dasar kepastian, dan jenis-jenis keterangan
yang diberikan.
Misalnya ada yang mempertanyakan ilmiah tidaknya ilmu sejarah, karena
dalam sejarah tidak dicapai kepastian. Ada yang mengatakan bahwa sejahra hanya
memberikan inferpretasi atas fakta, dan tidak pernah ada kepastian bahwa interpretasi
itu benar. (Hamersma: 18)
4. Metafisika Umum
Metafisika umum atau ontologi menyelidiki seluruh kenyataan.
Dalam metafisika ingin dijawab pertanyaan- pertanyaan paling mendasar seperti:
- Apa itu ada atau keberadaan (eksistensi)?
11
- Penggolongan ada , keberadaan (eksistensi)?
- Apa sifat dasar (kodrat)realitas ?
- Apakah kenyataan itu kesatuan atau tidak?
Ontologi sering disebut puncak filsafat karena pertanyaan-pertanyaan dalm
ontology langsung berhubungan dengan sikap manusia terhadap pertanyaan-
pertanyaan paling dasar, yakni mengenai Allah.
Pertanyaan dalam ontology mengungkapkan suatu kepercayaan. Ada empat jenis
kepercayaan ontology yakni ateisme, agnotisisme, panteisme, dan teisme.
Ateisme dari bahasa yunani, a = bukan, theos = Allah, mengajarkan bahwa tidak ada
Allah, dan manusia hanya sendirian saja di kosmos.
Agnostisisme dari bahasa yunani, a = tidak/bukan dan gnosis = pengetahuan,
mengajarkan bahwa manusia tidak mungkin tau mengetahui apakah Alah ada atau
tidak ada.
Panteisme dari bahasa yunani, a = bukan, dan theos = Allah, mengajarkan bahwa
seluruh kosmos sama dengan Allah. Akibatnya tidak ada perbedaan antara pencipta
dan ciptaan. Dengan kata lain: Allah dan alam itu sama saja, tak ada bedanya.
Teisme mengajarkan bahwa Allah itu ada, bahwa ada perbedaan antara pencipta dan
ciptaan.
5. Teologi Metefisik (Theodicea)
Teologi metafisik dapat disebut juga theodicea atau filsafat keutuhan.
Dinamakan pula meta-theologi. Teologi metafisik mempelajari antara lain tentang:
- Apakah betul ada Allah?
- Bagaimana membuktikan adanya Allah?
- Hubungan pencipta dan ciptaan?
6. Antropologi Filsafat
Cabang filsafat ini berbicara tentang manusia. Immanuel Kant mengatakan
pertanyaan siap itu manusia? Merupakan satu-satunya pertanyaan filsafat. Manusia
memiliki banya dimensi. Manusia adalah materi dan hidup, badan dan jiwa, memiliki
kehendak dan pengertian. Manusia adalah individu, tetapi sekaligus juga merupakan
makhluk social. Semua dipelajari dalam antropologi filsafat atau filsafat manusia.
(Hamersma: 21-22)
Persoalan yang dipelajari dalam filsafat manusia antara lain:
- Hubungan antara jiwa dan badan
12
- Kesadaran
- Menusia sebagai makhluk bebas
7. Kosmologi
Kosmologi dari bahasa yunani kosmos yang berarti dunia, aturan, dan
keseluruhan teratur atau filsafat alam berbicara tentang dunia. Cabang filsafat ini
sudah ada sejak Mesir dan Mesopotamia kuno, kemudian berkembang di yunani dan
member hidup kepada ilmu alam. Persoalan-persoalan yang dibahasdalm kosmologi
antara lain:
- Apakah ada keteraturan dalam alam?
- Finalitas alam semesta
- Hubungan antara sebab dan akibat
- Ruang dan waktu
Masih diperdebatkan apakah kosmologi masih ada disamping ilmu fisika yang
begitu maju. Bagaimana juga kosmologi masih diperlukan karena di tengah
perkembangan ilmu alam yang sangat maju dewasa ini, dibutuhkan suatu refleksi
mendalam secara keseluruhan. (Hamersma:23)
8. Etika
Etika dari bahas yunani ethos yang berarti adat, cara bertindak, tempat tinggal,
atau kebiasaan atau filsafat moral mempelajari tindakan manusia. Etika mempelajari
bagaimana manusia harus bertindak.
Etika dibedakan atas etika deskriptif dan etika normatif. Etika diskriptif
mengajarkan tentang gambaran dari gejala kesadaran moral (suara hati), dari norma-
norma dan konsep-konsep etis. Sedangkan etika normatif berbicara tentang tindakan
apa yang harus dilakukan manusia. Dalm etika normatif, norma-norma dinilai dan
sikap manusia ditentukan. (hamersma: 24)
Persoalan-persoalan yang dipelajari dalam filsafat tingkah laku antara lain:
- Pengertian baik dan buruk secara moral
- Persyaratan suatu tindakan itu disebut baik secara moral
- Kebebasan kehendakan dan tindakan moral
- Kesadaran moral
- Suara hati
- Pertimbangan moral
13
9. Estetika
Estetika dari bahasa yunani aesthesis yang berarti pengamatan adalah cabang
filsafat yang berbicara tentang keindahan. Jadi, estetika adalah filsafat keindahan.
Kalau etika adalah filsafat tentang kajian baik-buruk secara moral, maka estetika
adalah kajian tentang indah-jelek, etika dan estetika sama-sama bertalian dengan nilai.
Etika berkaitan dengan nilai moral, sedangkan estetika berhubungan dengan nilai
bukan moral.
Obyek estetika adalah pengalaman akan keindahaan. Estetika mencari hakekat
dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (keindaha jasmani dan rohani,
keindahan alam dan keindahan seni), dan emosi-emosi manusia sebagai reaksi
terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang mengharukan dan seterusnya.
Ada estetika diskriptif dan estetika normatif. Estetika diskriptif
menggambarkan gejala-gejala pengalaman keidahan. Estetika normative mencari
dasar pengalaman tersebut. Misalnya, apakah keindahan itu suatu yang obyektif
(terletak dalam obyek yang indah), atau subjektif ( terletak dalam mata
manusiasendiri).
Persoalan-persoalan yang dipelajari dalam filsafat keindahan antara lain:
- Apa itu keindahan?
- Sifat keindaha obyektif atau subyektif?
- Apa ukuran keindahan?
- Fungsi keindahan dalam kehidupan manusia?
- Hubungan keindaha dan kebenaran ? (Tim UGM: 19)
10. Sejarah Filsafat
Dalam sejarah fisafat di pelajari hasil penyelidikan semua cabang filsafat disitu
kita temukan jawaban-jawaban yang diwariskan oleh para pemikir besar, tema-tema
yang dominan pada periode-periode tertentu, serata aliran-aliran filsafat yang pernah
hidup di suatu periode tertentu atau disuatu tempat tertentu.
Dalm sejarah filsafat dikenal tiga tradisi besar yakni filsafat India, filsafat Cina, dan
filsafat Barat. Ada banyak paralelisme antara tiga tradisi itu. Tetapi yang paling menonjol
adalah bahwa adanya proses demintologisasi dalm kurun waktu antara tahun 800 dan 200
SM. Dalam periode ini hidup pemikir-pemikir dan tokoh-tokoh besar. Konfusius dan Lao
Tse di Cina, Buddha Gautama dan para penyusun Upanishad di india, serta Parmenides,
Herakleito, Sokrates, Plato, dan aristoletes di Yunani. (hamersma: 26).
14
F. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT
Seperti yang dijelaskan diatas, pada mulanya semua ilmu pengetahuan menyatu pada
filsafat. Tetapi dalam perkembangannya, satu per satu ilmu-ilmu itu melepaskan diri dari
filsafat. Dan kenyataannya, ilmu-ilmu itu lebih laku dalam kehidupan praktis.
Ada kesan bahwa sebagian masyarakat menganggap filsafat kurang penting. Paling
tidak, mereka berpendapat bahwa filsafat tidak praktis. Maksudnya, filsafat tidak dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis sehari-hari. Kehidupan di zaman
ini memang menuntut spesialisasi dan keahlian. Maka filsafat yang membangga-
banggakan diri sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara menyeluruh tersisih,
atau katakanlah diistirahatkan.
Apa yang dituturkan Prof Dr Franz Magins Suseno dan Prof DR Kees Bertens tentang
nasib filsafat barangkali membuat sewot orang-orang yang sedang semangat belajar
filsafat. Bertens mengutip film taxi (1990) yang disutradarai Arifin C.Noer, dan dibintangi
Rano Karno (sebagai Giyon). Dalam cerita itu Giyon, yang adalah sarjana filsafat. Bekerja
sebagai supir taksi kaarena memang susah mendapat lowongan kerja. Dan dalam seluruh
dialog kelihatan bahwa Giyon menyesal menjadi sarjana filsafat. Toh, akhirnya ijazah
filsafat tak dapat memberinya pekerjaan (G. Moedjanto dkk: 39)
Bertens selanjutnya menguraikan bahwa perkembangan pesat ilmu-ilmu empiris
dewasa ini secara otomatis membuat gengsi filsafat merosot. Falkutas yang dipadati
mahasiswa pasti adalah falkutas yang bukan filsafat. Mata kuliah yang paling dicari-cari
pasti bukan filsafat ketuhanan atau filsafat ilmu pengetahuan. Ini ada kaitannya dengan
semangat utilitaris yang menjadi ciri kehidupan moderen. Orang mencari Pertama-tama
yang berguna dan praktis bagi kehidupan. (Bertens: 40)
Franz Magnis Suseno Berpendapat, filsafat yang sedang in di indonesia bukan filsafat
akademis tapi filsafat yang merupakan saingan dari kebatinan atau agama. Ada kesan,
filsafat ilmiah justru dipandang rendah dikalangan akademis sekalipun.
“Kalau saya memperkenalkan diri sebagai dosen filsfat pada seseorang anggota elite
intelek Indonesia yang betul-betul ahli dalam salah satu bidang ilmiah, tak jarang saya
mencium reaksi yang dia mau merahasiakannya, yaitu suatu pertanyaan skeptis tentang
dimana tempat kesibukan filsafat dalam kalangan ilmu –ilmu, dan apa kita di Indonesia
tidak sebenarnya memerlukan ahli-ahli yang sungguh-sungguh, misalnya dibidang
kedokteran, teknologi ekonomi, dan sebagainya dari pada filosof,” tulis magnis dalam
bukunya Berfilsafat Dari Konteks. (Magnis: 3)
15
Selain tudingan bahwa filsafat tidak relevan untuk negara yang sedang membangun
seperti Indonesia, ilmu filsafat dituding terlalu mementingkan diri sendiri. Filsafat adalah
satu-satunya ilmu yang pekerjaan pokoknya terdiri dalam mempelajari sejarahnya sendiri
serta satu-satunya hasilnya ialah filsuf-filsuf yang lagi membicarakan sejarah mereka.
(Magnis Suseno: 4)
Pendek kata filsafat masih dianggap suatu yang aneh, asing, tidak relevan, usaha yang
sia-sia untuk mencari jawaban atas suatu masalah (sebab setiap filsuf selalu
mengemukakan pendapatnya sendiri-sendiri tanpa mengidahkan filsuf lain), suatu ilmu
yang using, hanya merupakan khayalan belaka. Auguste Comte, sosiolog Prancis, bahkan
sampai berkata bahwa filsafat hanyalah sebuah fosil dari zaman kedua perkembangan umat
manusia, yaitu zaman metafisik, yang berhasil diselamatkan ke zaman ketiga, zaman kita,
zaman positif-ilmiah. (Magnis Suseno: 4)
Archie J.Bahm. dalam tulisannya berjudul Philosophy and Interdisciplinary Research
(dalam Spectrum, bunga rampai untuk menghormati Sutan Takdir Alisjahbana pada ulang
tahun ke -70) mengidentifiksi Sembilan factor tersebut adalah proliferation, obsolescence,
specialization, indifferentiation, sectarianization, personalization, reductionism,
complexification, dan incompetencification.
a. Proliferation: meningkatnya secara mencolok jumlah filsuf dan aliran-aliran filsafat
menyebabkan semakin sulit, bahkan mustahil, menguasai semua ajaran filsafat.
Filsafat cenderung tidak komprehensif, karena hanya sekedar memenuhi kebutuhan
praktis. Minat terhadap filsafat juga berkurang karena meningkatnya kompetisi yang
disebabkan bertambahnya jumlah ilmu-ilmu dan cabang-cabang ilmu baru.
b. Obsolescence: banyak pemikiran filosofis tua masih harus dipelajari untuk memahami
pemikiran-pemikiran konteporer. Tapi kecenderungan ini mengakibatkan pengajaran
filsafat yang ketinggalan zaman masih banyak dilakukan. Pada gilirannya ini
menyebabkan tidak ada rangsangan untuk menemukan pemikiran filosofis baru yang
relevan dengan keadaan zaman.
c. Specialization: spesialisasi ilmu-ilmu menyebabkan filsafat makin ditinggalkan.
Proses itu berawal pada pemisahan ilmu-ilmu dari filsafat.
d. Indefferentization: sikap acuh tak acuh dari masyarakat terhadap profesi filsuf.
Masyarakat tampaknya tidak merasa membutuhkan filsuf untuk urusan kegiatan
profesionalnya. Akibatnya, filsuf-filsuf dan pengajar filsafat itu sendiri juga
cenderung sibuk dengan urusan-urusan yang diminatinya.
16
e. Sectarianization: jabatan-jabatan structural di perguruantinggi, khususnya falkutas
filsafat, dipegang oleh orang-orang yang menganut aliran filsafat tertentu yang
berkembang.
f. Personalization: apa yang diajarkan dibangku kuliah adalah pandangan pribadi
pengajar yang bersangkutan. Ini berkaitan dengan sikap indeferen masyarakat
terhadap profesi filsuf dan filsafat yang mengakibatkan filsuf cenderung untuk
berfilsafat sendiri.
g. Reductionism: cara piker filsafat yang komperhensif direduksi kepada pemikiran
pribadi. Orang cenderung menarik kesimpulan sendiri-sendiri. Contoh, empirisme
yang memungkinkan orang menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman empirisnya
sendiri skeptisisme yang membuat orang untuk tidak mengambil kesimpulan apapun
terhadap dunia rill.
h. Complexification: kemajuan ilmu-ilmu lain menyebabkan diri pribadi, masyarakat
dan alam raya semakin kompleks. Hal ini menyebabkan permenungan atas dunia dan
realitas juga menjadi semakin rumit.
i. Incompetencification: karena dunia semakin kompleks, maka manusia juga semakin
tidak mampu untuk memecahkan masalah –masalah yang semakin kompleks tersebut.
(bahm: 47-56)
Meredupnya pamor ilmu filsafat,ditengah-tengah perkembangan pesat dan kejayaan
ilmu-ilmu positif, mempunyai dampak negative yang dirumuskan Bahm sebagai
disorientasi (disorientation), demoralisasi (demoralization), ketidakmampuan bertindak
(incapacitation), bencana (crucifixion), dan rekrontuksi (reconstruction).
Disorientasi: karena kita tidak memiliki gambaran utuh tentang hakekat, tujuan hidup,
pribadi, masyarakat, dan masyarakat manusia, maka kita kehilangan orientasi. Ini
menyebabkan Negara-negara dan kelompok-kelompok menhayati doktrin-doktrin
seketarian sehingga menyulitkan kerja sama yang lebih luas.
Demoralisasi: kekaburan pengertian tentang konsep moral , misalnya, menghasilkan
pemahaman yang salah terhadap berbagai bidang kehidupan seperti tantang tugas,
pekerjaan, atau kebebasan. Salah satu akibatnya adalah meningkatnya angka kriminalitas
dan akses-akses sosial lainnya.
17
Ketidak mampuan bertindak (incapacitation): tidak adanya visi bersama di kalangan
pempinpin bangsa atau kelompok mempersulit usaha kearah perdamaian dunia dan
penegakan perdamaian, keadilan, survival, atau standart hidup minimal.
Krisis semakin parah (crucifixation): krisis demi krisis yang terjadi tanpa ditangani
secara mendasar akan menghasilkan krisis yang lebih parah.
Rekontruksi: upaya rekrontuksi akan menjadi lebih mahal. (Bahm: 54-56)
Apa yang dikemukakan diatas menunjukan bahwa peran filsafat dewasaini sebetulnya
sangat besar. Sebagai contoh beberapa negaramenghadapi akses negatif karena ledakan
penduduk dunia yang semakin mencemaskan. Tetapi ini terjadi justru karena Negara-
negara tidak mempunyai filosofi kependudukan yang jelas. Oleh karena itu, bahwa pamor
filsafat kelihatannya menurun (sedangkan di Indonesia khususnya dikalangan akademis
bahkan memperlihatkan tren sebaliknya), sehingga membawa dampak negatif seperti
disebut diatas , itu merupakan bukti bahwa filsafat dan belajar filsafat dewasa ini tetap dan
tetap penting. Kita dapat menyebutkan beberapa manfaat filsafat:
a. Filsafat memungkinkan orang berfikir secara komperehensif, member [peran yang
wajar terhadap konsep, mendasar/radikal, konsisten/runtut, koheren/logis, sistematis,
bebas, dan bertanggung jawab.
b. Filsafat memperluas pandangan melampaui disiplin ilmu tertentu. Filsafat membentu
seseorang untuk menempatkan bidang ilmunya dalam perspektif lebih luas dan
mendasar. Tanpa filsafat ilmuwan cenderung untuk berpandangan lebih sempit.
“Fisikawan yang mempelajari seekor gajah hanya dengan mikroskop, akan
memperoleh sedikit sekali pengetahuan tentang binatang itu.” Kata Henri Poincare
(1854-1912), seorang ahli matematika dan filsafat prancis. (Bertens: 42)
c. Filsafat memberikan pendasaran rasional tentang hakekat eksistensi , pengetahuan,
nilai-nilai, dan masyarakat. Filsafat memberikan pendasaran mendasar tentang
hakekat ilmu (epistemologi), menjadi orang berpikir lurus (logika), memberikan kritik
terhadap ilmu-ilmu memberikan keterangan tentang dasar terdalam realitas,
memberikan argumentasi rasional bagi konsep-konsep teologi (teologi metafisik),
membahas secara mendalam tentang manusia (antropologi filsafat). Memberikan
penjelasan mendasar tentang hakekat dan tujuan jagat raya (kosmologi), membimbing
manusia dalam kegiatannya sebagai manusia (etika), memberikan dasar apresiasi bagi
18
keindahan (estetika), dan mendorong orang untuk mengukur segalanya berdasarkan
perspektif sejarah (sejarah filsafat).
d. Bagi orang yang beragama, filsafat memberikan pendasaran rasional bagi
kepercayaannya. Hasilnya, iman seseorang akan menjadi semakin kokoh karena
kepercayaannya mendapat dasar rasional dan dipertanggungjawabkan.
e. Filsafat merupakan kritik ideologi. Idiologi adalah teori menyeluruh tentang makna
hidup dan/atau nilai-nilai daripadanya ditarik kesimpulan-kesimpulan mutlak tentang
bagaimana manusia harus hidup dan/atau bertindak. Cirri khas ideologi adalah bahwa
tuntutannya bersifat mutlak. Ideologi menuntut bahwa suatu tidak boleh
dipertanyakan. Sedangkan filsafat menuntut pertanggung jawaban. “Filsafat
menggonggong, mengganggu dan menggigit.” (Magnis-Suseno: 21-22)
Filsafat dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah etis yang disebabkan oleh
perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Misalnya, dibidang kedokteran , teknologi,
penjelajahan ruang angkasa, dan sebagainya.
19
BAB II
PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU
A. PENDAHULUAN
Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu
dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat
ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus yaitu ilmu
pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hampir sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan dan merupakan
kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Artinya filsafat itu mecakup makna yang
mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu.
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung
secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk
memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau
klasifkasi secara periodik.
Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas
tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di
Yunani, “ Philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain.
Mengetahui perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya terhadap
perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat
akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh,dan seluas mungkin semua
tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan
gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan yang
berkembang di muka bumi ini.
20
B. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan
perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri
secara keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim,
bahwa kita mengenal tiga babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat
yaitu era prapositivisme, era positivisme dan era pasca modernisme. Era prapositivisme
adalah era paling panjang dalam sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih
dari dua ribu tahun.
Dalam uraian ini, penulis cenderung mengklasifikasi perkembangan filsafat ilmu
berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang
filsafat, hususnya filsafat ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya ke dalam
empat fase sebagai berikut:
a. Filsafat Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan
munculnya Renaisance.
b. Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivisme.
c. Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad kesembilan
belas.
d. Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat
Ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai sekarang.
Perkembangan Filsafat ilmu pada keempat fase tersebut akan penulis uraikan dengan
mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya
sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari
fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap
tentang peran filosof muslim dalam perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan
dalam suatu fase tersendiri.
1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia
pada masa Yunani Kuno. Di Miletos suatu tempat perantauan Yunani yang menjadi
tempat asal mula munculnya filsafat, ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir
(baca: filosof) besar seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran
filsafat yang memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus pada masa
selanjutnya. Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang
tidak terpisahkan. Keduanyatermasuk dalam pengertian episteme yang sepadan
21
dengan kata philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan
sebagaian organized body of rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat
dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles
selanjutnya pengetahuan rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang
disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif),
dan theoretike (pengetahuan teoritis). Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-
generasi selanjutnya memandang bahwa Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat
ilmu. Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika
Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu
mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika formal atau sillogistik) dan wahyu
sebagai sumber pengetahuan.
2. Filsafat Ilmu Era Renaisance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan
pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang
dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo
Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan
ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh. Selanjutnya pada
Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan munculnya Roger
Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari
untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung
artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam
rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia.
Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human
knowledge adalah human power.
Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode
eksperimental dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan
Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara
defenitif.
3. Filsafat Ilmu Era Positivisme
Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme.
Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap
22
ilmu dan metode ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX
tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran
Wina, di antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto
Neurath dan Moritz Schlick.
Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas Wina Austria
telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal ini memberikan
indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang cukup
menentukan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya.
Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak
tahun 1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme
Logis atau yang disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan
dikembangkan oleh Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman).
Aliran ini merupakan bentuk ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah
pemikiran dikenal dengan Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi
perkem-bangan ilmu. Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah. Pertama,
Emperisme dan Positivisme. Kedua, metodologi ilmu empiris yang dikembangkan
oleh ilmuwan sejak abad XIX, dan Ketiga, perkembangan
logika simbolik dan analisa logis. Secara umum aliran ini berpendapat bahwa
hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga
mengakui adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat pengalaman
yang memuat serentetan tutologi -subjek dan predikat yang berguna untuk mengolah
data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan yang meliputi segala data itu.
Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan
pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi.
Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya.
Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap
pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan untuk memecahkan masalah,
tetapi untuk menganalisa masalah dan menjelaskannya. Jadi mereka menekankan
analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa terhadap bahasa oleh Harry Hamersma
dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di mana filsafat cenderung
bersifat Logosentrisme.
23
4. Filsafat Ilmu Kontemporer
Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-
filosof yang memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai
sekarang.
Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak
baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut
zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori
falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan
dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya
tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman
filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn. Para tokoh filsafat
ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter
dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang sama untuk
mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam
upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan
ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan
terhadap Positivisme. Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak
dari gagasan-gagasannya yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang
terkenal dengan The Structure of Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu
Pengetahuan).
Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda
seperti yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga
ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak
terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan
evolusioner melainkan secara revolusioner.
Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul Feyerabend (Lahir
di Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial, paling
berani dan paling ekstrim. Penilaian ini didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang
sangat menantang dan provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang
mengundang banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.
24
C. KESIMPULAN
1. Perkembangan filsafat pada masa yunani kuno lebih focus pembahasannya
mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan oleh orang-orang terdahulu ialah alam
semesta, entah bumi maupun matahari menjadi pusat edar.
2. Perkembangan filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarakan
tentang theocentris yaitu dimana yang menjadi topic pembicaraannya pada masa itu
ialah tentang ke-Tuhanan.
3. Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa eropa,
lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni membicara pada diri manusia itu
sendiri.
4. Dan terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer atau sekarang,
dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini ialah logosentris artinya
membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa, sedangkan di Amerika lebih pragmatis
yakni mereka akan mengambilnya jika menguntungkan diri mereka dan membuangnya
jika tidak berguna bagi mereka walaupun berguna bagi orang lain.
25
BAB III
LOGIKA BERPIKIR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN ILMIAH
A. PENDAHULUAN
Akal manusia pada hakikatnya memerlukan aturan dalam menganalisa berbagai
masalah yang ada karena ilmu logika merupakan ilmu yang mengatur cara berpikir
(analisa) manusia, maka keperluan kita kepada ilmu logika adalah untuk mengatur dan
mengarahkan kita kepada suatu cara berpikir yang benar.
Logika merupakan bagian dari kajian epitemologi, yaitu cabang filsafat yang
membicarakan mengenai pengetahuan. Ia bisa dikatakan ruh dari filsafat. Karena mungkin
tidak akan ada filsafat kalau tidak ada logika.
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir
merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan
berfikir dengan langkah – langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan
hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah
– langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat / sarana yang
baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil
yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk
memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan
mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan
untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka
ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu
maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif
.Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada
hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang
diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana
berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui
dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir
ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan
sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.
26
B. PENGERTIAN LOGIKA ILMU
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Nama logika untuk
pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke -1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti
“seni berdebat”, Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi
adalah orang pertama yang mempergunakan kata “logika” dalam arti ilmu yang
menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike
episteme(Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada
kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu pada kesanggupan
akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika secara luas dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran,
dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar
filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan
ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan teori tentang penyimpulan yang sah.
Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian
ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal
dan runtut sehingga dapat dilacak kembali sekaligus juga benar, yang berarti dituntut
kebenaran bentuk sesuai dengan isi. Contohnya, pada kupu-kupu mengalami fase
metamorfosa. Karena sebelum menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui
yaitu yang pertama fase telur kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi
kepompong dan selanjutnya menjadi kupu-kupu. Penyimpulan di atas dikatakan
penyimpulan yang sah karena sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat
(masuk akal).
Menurut Louis O. Kattsoff (2004), Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai
penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta
cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu perangkat premis. Contoh
penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang mengalami penyakit
serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan minum air putih.
Logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk menjaga keseimbangan
tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan tugasnya menghasilkan
27
makrofag untuk membunuh patogen yang masuk, menjadikan kekebalan tubuh meningkat
sehingga luka yang dihinggapi bakteri akan sembuh dan akhirnya tenggorokan menjadi
lapang dan dikatakan sembuh.
 Macam-macam Logika
Macam-macam Logika menurut The Liang Gie (1980) dalam Adib (2010: 102-
104) yaitu:
Logika dalam pengertian Sempit dan Luas
Dalam arti sempit logika dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal.
Sedangkan dalam arti luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari
berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta
meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Logika Deduktif dan Induktif
Logika deduktif adalah cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari
fakta yang bersifat umum ke khusus yang menjadi kesimpulannya. Contoh argument
pada logika deduktif yaitu :
Semua Mahasiswa IAIN SALATIGA semester 5 tinggal di Ma’had
Firman adalah mahasiswa IAIN SALATIGA semester 5
Firman tinggal di Ma’had
Logika induktif merupakan cara berpikir yang berdasarkan fakta-fakta yang
bersifat (khusus) terlebih dahulu dipakai untuk penarikan kesimpulan (umum).
Contohnya argument pada logika induktif yaitu :
Buku 1 besar dan tebal adalah mahal.
Buku 2 besar dan tebal adalah mahal.
Jadi, semua buku besar dan tebal adalah mahal.
Logika Formal (Minor) dan Material (Mayor)
Logika Formal atau disebut juga Logika Minor mempelajari asas, aturan atau
hukum-hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan
mencapai kebenaran. Sedangkan Logika Material atau Mayor mempelajari langsung
pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan
kenyataan praktis yang sesungguhnya, mempelajari sumber-sumber dan asalnya
28
pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya
merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika Murni dan Terapan
Logika Murni merupakan pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang
berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa
mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah pernyataan yang
dimaksud. Logika Terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap
cabang ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan
bahasa sehari-hari.
Logika Filsafati dan Matematik
Logika Filsafati merupakan ragam logika yang mempunyai hubungan erat dengan
pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika
arti dengan metafisika. Sedangkan Logika Matematik menelaah penalaran yang benar
dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat
untuk mengindarkan makna ganda.
C. HAKIKAT SARANA BERPIKIR ILMIAH
Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal,
dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan,
memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah proses yang
membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam
mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan
induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang
bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat
khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang
bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita
tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode
29
tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya
sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua
macam,
yaitu : Metode analitiko sintesa dan metode non deduksi.
Metode analitioko sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode
sintesis.
Metode analisis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu
dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
Misalnya, seorang filusuf memahami kata atau istilah “keberanian”. Dari segi ekstensi,
dia mengungkapkan makna kata ini berdasarkan bagaimana kata ini digunakan, dan
mengetahui sejauh mana kata “keberanian” menggambarkan realitas tertentu. Apabila
kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan
analitis.
Metode sintesis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan
cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga
menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Contohnya, (1) Ilmu adalah aktifitas, (2)
Ilmu adalah metode, (3) Ilmu adalah produk. Jadi, hasil sintetisnya yaitu Ilmu adalah
aktifitas, metode, dan produk.
Metode non deduksi merupakan gabungan dari metode induksi dan metode
deduksi.
Metode induksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapati ilmu pengetahuan
ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat
khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Contohnya: Umpamanya
kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata,
demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-
kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang
mempunyai mata.
Metode deduksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan
ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat
umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contohnya: setiap manusia
yang ada didunia pasti suatu ketika pasti akan mati, si Ahmad adalah manusia; atas
30
dasar ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad adalah manusia maka suatu
ketika ia akan mati juga.
D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari makalah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam mempelajari suatu
nilai kebenaran, manusia dituntut untuk bisa memanfaatkan wahana berpikir yang
dimilikinya, manusia juga harus mampu memposisikan dirinya diposisi kebenaran. Hal
yang harus dilakukan manusia adalah menempatkan penalaran. Penalaran sebagai salah
satu langkah menemukan titik kebenaran. Pengetahuan inilah yang disebut dengan ilmu
dan ilmu inilah yang membuat manusia bisa berpikir.
Didalam penalaran ditemukan logika. Logika melahirkan deduksi dan induksi,
secara umum induksi dan induksi suatu proses pemikiran untuk menghasilkan suatu
kesimpulan yang benar didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Metode ilmiah
berkaitan dengan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi. Jadi suatu proses
pemikiran dapat dituangkan dalam pembuatan metode ilmiah dan juga membuktikan
tentang penalaran yang melahirkan logika dibantu dengan metode deduksi dan induksi
maka akan menghasilkan pengetahuan yang baru. Dengan metode ilmiah pengetahuan
akan dianggap sah adanya.
2. SARAN
Diharapkan pembaca dapat dituntut untuk memikirkan secara mendalam
mengenai logika ilmu dan berpikir ilmiah untuk itu diharapkan memiliki referensi
keilmuan yang mencukupi guna menguasai cabang filsafat tersebut. Hal ini amat
penting mengingat filsafat ilmu adalah akar dari berbagai keilmuan yang terus
berkembang pesat dewasa ini.
31
BAB IV
TEORI KEBENARAN
A. PENDAHULUAN
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk
memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang
berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena
alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang
menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi
atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal
menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan
tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah
dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan
rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak
lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan
inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan
pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia
melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu
pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek
ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal
yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang materialistik-
sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari bahwa aspek-aspek alam yang
bersifat kualitatif menjadi diabaikan. Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu
pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan
adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi
32
menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek
pragmatis-materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan
pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin.
misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang
dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf
kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal. Kebenaran dapat dikelompokkan
dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran
moral menjadi bahasa, etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan
apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan
psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran
metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang
ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan
akal budi yang menyatakannya.
B. PENGERTIAN KEBENARAN
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
(human dignity) selalu berusaha "memeluk" suatu kebenaran.Berbicara tentang kebenaran
ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya
haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang
ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang
metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya
pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan
dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada
dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-
33
komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau
dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang
hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan system.
Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato
pernah berkata: "Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh
belakangan Bradley menjawab; "Kebenaran itu adalah kenyataan", tetapi bukanlah
kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang
terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan).
Dalam bahasan, makna "kebenaran" dibatasi pada kekhususan makna "kebenaran
keilmuan (ilmiah)". Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan
bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran
intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-
bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian
maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian
kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat
sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara
pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus
yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan
obyektif.
Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin
suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan
demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang
transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam
diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak
henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis,
dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis
menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara
34
pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada
sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal
budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.
C. TEORI-TEORI KEBENARAN
1. Teori Kebenaran Korespondensi
Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas
objektif.Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran
dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang diungkapkan (pendapat,
kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan, ide-ide) di lapangan.
Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Yogyakarta itu berada
di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan kenyataan atau realita yang
ada. Tidak mungkin Provinsi Yogyakarta di Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini.
Teori kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga
pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral
yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus
diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
2. Teori Kebenaran Koherensi
Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada kriteria
konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau pernyataan yang
dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah ide atau pernyataan tersebut.
Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme,
seperti filusuf Britania F. H. Bradley (1846-1924).
Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan,
pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila
memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga sahih
dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika.
35
Sederhannya, pernyataan itu dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan
pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya; Setiap manusia pasti akan
mati. Soleh adalah seorang manusia. Jadi, Soleh pasti akan mati.
3. Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme
Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Teori
pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul "How to Make Our Ideas Clear".
Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori koherensi
dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita objektif, sedangkan
pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu pernyataan dengan cara menguji
melalui konsekuensi praktik dan pelaksanaannya.
Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima
pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua itu membawa akibat
praktis yang bermanfaat.
4. Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim
di indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain
mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran
performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin
agama, pemimpin adat, dan pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat
membawa kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang
stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan
rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari
pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada
adat, kebenaran ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar
36
keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari
kebenaran.
D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata.
Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia. Teori
Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan
empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan
hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif
Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang
inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama
untuk menemukan kebenaran.
Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran dapat disimpulkan :Teori Korespondensi :
"Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah
pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya/faktanya"
Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu dapat dinilai
dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang
berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian
(korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar
kebenaran/keadaan benar.
2. SARAN
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk
datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna,
masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang
bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
37
BAB V
TAKARAN KEILMUAN-PENGETAHUAN : ONTOLOGI,
EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI
A. PENDAHULUAN
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak terlepas dari
peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya
berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap dalam
konteks ini sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman
pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.
Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang tidak
terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi unsur penting
bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal yang tidak sulit untuk
disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia modern telah disentuh oleh
berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi, sektor ekonomi, politik, pertahanan dan
keamanan, sosial dan budaya, komunikasi dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan,
dan lain-lain, semuanya membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi. Filsafat dan
ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena
kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu
memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam
beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang
berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya (Semiawan, 2005).
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala
hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia (The Liang Gie, 2004). Sedangkan menurut Lewis White Beck, filsafat
ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk
lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan
kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada
tataran ontologi, epistemologis maupun aksiologi.
38
B. PEMBAHASAN
Ketika membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula telaahan
filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologi,
yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita
sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai
eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi.
Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga
datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Telaah yang kedua
adalah dari segi epistemologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan
pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh
data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok
dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana
berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait
dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Berikut ini digambarkan batasan ruang lingkup atau bidang garapan tahapan Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi.
1. ONTOLOGI
Ontologi merupakan salah satu kajian ke-filsafatan yang paling kuno dan berasal
dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya
Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu
membedakan antara penampakan dengan kenyataan.
a. Pengertian Ontologi
 Menurut Bahasa :
Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan
logos = logic atau ilmu. Jadi, ontologi bisa diartikan : The theory of being qua
being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang
ada.
 Menurut istilah :
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun rohani
/ abstrak.
39
b. Term ontologi
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada
tahun1636M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis.
Dalam perkembangan selanjutnya Christian Wolf (1679 – 1754 M) membagi
Metafisika menjadi 2 yaitu :
 Metafisika Umum : Ontologi
Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika
umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling
dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
 Metafisika Khusus : Kosmologi, Psikologi, Teologi (Bakker, 1992).
c. Aliran-aliran Ontologi
Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan
pokok/aliran-aliran pemikiran antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme,
Nihilisme, dan Agnotisisme.
1) Monoisme
Aliran ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun
rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :
a) Materialisme
Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena
pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri.
Tokoh aliran ini adalah Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa
unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari
segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan
teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang
disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-
bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran ini
40
adalah Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini
merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat
halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.
b) Idealisme
Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idelisme sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme. Idealisme
berarti serbacita, spiritualisme berarti serba ruh. Aliran idealisme beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Tokoh aliran ini diantaranya :
 Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang
ada dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu.
 Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan
ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang
berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari
dalam benda itu.
 Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George
Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide.
 Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M),
Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).
2) Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat sebagai asal
sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak
filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran
(ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain : Benedictus De spinoza
(1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).
3) Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan
Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri
41
dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah
William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof
Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri
sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya
dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya.
4) Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin
tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu
Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu:
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat
diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan
Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia
dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
5) Agnotisisme
Aliran ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.
Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek
yaitu Agnostos yang berarti unknown A artinya not Gno artinya know. Aliran ini
dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti: Soren
Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat
Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang filosof Jerman,
serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Prancis yang
atheis (Bagus, 1996).
2. EPISTEMOLOGI
Epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan.
Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat.
Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.
Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya
keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit
untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki
42
fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita
membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya,
cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya
didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup
epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan
dibanding ontologi dan aksiologi.
a. Pengertian Epistemologi
Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of
knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti
pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya
epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos
berarti teori.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan
metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian
ilmu.
Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas
sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu
yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu
pengetahuan”.
Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari
asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
b. Tujuan dan Objek Epistemologi
Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah
sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan
hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara
radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-
yang-ada).
43
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh
pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi
mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap
pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran,
mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi
tidak terarah sama sekali.
Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi
bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi
untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini
menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun
keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan
epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk
memperoleh pengetahuan.
c. Landasan Epistemologi
Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary
knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah
(scientific knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah
pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau
pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping disebut ilmu pengetahuan dan
pengetahuan ilmiah, juga sering disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut
hanyalah pengayaan istilah, sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada
juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui
pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya, batas-batasanya,
dan sebagainya.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan
menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan
yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk
menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena
pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan,
melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong
oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
44
d. Hakikat Epistemologi
Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap
pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin
dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui
dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui;
dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui.
Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter
terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh
pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan
madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan
untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak
mungkin bisa diketahui.
Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang
yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat
umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif.
Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk
ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif.
Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih
jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan
ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu
masa lampau yang telah dilalui.
Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita
terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan
berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam
melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat
pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru
merugikan.
Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman,
bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi
yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme,
atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu
45
bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi.
Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang
rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara
berkesinambungan dan serius.
e. Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur
semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial.
Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada
tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi.
Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh
penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai
merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung
oleh kemajuan epistemologi.
Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa
pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun
teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata
teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang
canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan
perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-
perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
3. AKSIOLOGI
a. Pengertian Aksiologi
Menurut Kamus Filsafat, Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak,
pantas) dan Logos (Ilmu). Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari
46
nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Aksiologi berkaitan dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu
kumpulan pengetahuan yang didapat dan berguna untuk kita dalam menjelaskan,
meramalkan dan menganalisa gejala-gejala alam. (Cece Rakhmat, 2010). Dari
pendapat diatas dapat dikatakan bahwa Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.
b. Penilaian Aksiologi
Bramel (Jalaluddin dan Abdullah,1997) membagi aksiologi dalam tiga bagian.
Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin
khusus yakni etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat
manusia. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari
tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku
yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Bagian kedua dari aksiologi adalah esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan.
Bidang ini melahirkan keindahan. Estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena disekelilingnya.
Mengutip pendapatnya Risieri Frondiz (Bakhtiar Amsal, 2004), nilai itu objektif
ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangannya yang muncul
dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam
segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya,
maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian
tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik. Dengan demikian
nilai subjekif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal
budi manusia seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif akan selalu
mengarah pada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Selanjutnya nilai itu akan objektif, jika tidak tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam
filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu  dr. sigit sardjono, ms

More Related Content

What's hot

Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Hubungan filsafat dengan ilmu  lainHubungan filsafat dengan ilmu  lain
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Nick V
 
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Listia wati
 

What's hot (20)

TUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMUTUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMU
 
Rangkuman seluruh PPT kelompok 4 Pengantar Filsafat Ilmu kelas s
Rangkuman seluruh PPT kelompok 4 Pengantar Filsafat Ilmu kelas sRangkuman seluruh PPT kelompok 4 Pengantar Filsafat Ilmu kelas s
Rangkuman seluruh PPT kelompok 4 Pengantar Filsafat Ilmu kelas s
 
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
 
Ringkasan filsafat ilmu
Ringkasan filsafat ilmuRingkasan filsafat ilmu
Ringkasan filsafat ilmu
 
Kelompok 3 filsafat Ilmu A (Untag Surabaya) Dosen Pengampu : DR. Sigit Sardjo...
Kelompok 3 filsafat Ilmu A (Untag Surabaya) Dosen Pengampu : DR. Sigit Sardjo...Kelompok 3 filsafat Ilmu A (Untag Surabaya) Dosen Pengampu : DR. Sigit Sardjo...
Kelompok 3 filsafat Ilmu A (Untag Surabaya) Dosen Pengampu : DR. Sigit Sardjo...
 
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sbyKelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
 
Makalah kumpulan tugas Pengantar Filsafat Ilmu
Makalah kumpulan tugas Pengantar Filsafat IlmuMakalah kumpulan tugas Pengantar Filsafat Ilmu
Makalah kumpulan tugas Pengantar Filsafat Ilmu
 
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmuKumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
 
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Hubungan filsafat dengan ilmu  lainHubungan filsafat dengan ilmu  lain
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
 
Makalah filsafat ilmu tugas 1
Makalah filsafat ilmu tugas 1Makalah filsafat ilmu tugas 1
Makalah filsafat ilmu tugas 1
 
Tugas filsafat ilmu
Tugas filsafat ilmu Tugas filsafat ilmu
Tugas filsafat ilmu
 
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya (listiawati)
 
Kumpulan soal dan jawab
Kumpulan soal dan jawabKumpulan soal dan jawab
Kumpulan soal dan jawab
 
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
 
Modul filsafat ilmu
Modul filsafat ilmuModul filsafat ilmu
Modul filsafat ilmu
 
Pengantar Fisafat
Pengantar Fisafat Pengantar Fisafat
Pengantar Fisafat
 
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanFilsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
 
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwiSoal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
 
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafat
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafatPdf kumpulan soal soal makalah filsafat
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafat
 
Rangkuman kelompok 10 fenny aldamayanti
Rangkuman kelompok 10 fenny aldamayantiRangkuman kelompok 10 fenny aldamayanti
Rangkuman kelompok 10 fenny aldamayanti
 

Similar to Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu dr. sigit sardjono, ms

24540246 makalah-i-a-d
24540246 makalah-i-a-d24540246 makalah-i-a-d
24540246 makalah-i-a-d
sujiadi
 
Modul ilmu-alamiah-dasar2
Modul ilmu-alamiah-dasar2Modul ilmu-alamiah-dasar2
Modul ilmu-alamiah-dasar2
Haris Armstrong
 
Ilmu pengetahuan alam
Ilmu pengetahuan alam Ilmu pengetahuan alam
Ilmu pengetahuan alam
asih yuliana
 
Perkembangan Penalaran manusia
Perkembangan Penalaran manusiaPerkembangan Penalaran manusia
Perkembangan Penalaran manusia
AGUS WANDI
 

Similar to Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu dr. sigit sardjono, ms (20)

Tanggung jawab ilmuwan dan seniman
Tanggung jawab ilmuwan dan senimanTanggung jawab ilmuwan dan seniman
Tanggung jawab ilmuwan dan seniman
 
24540246 makalah-i-a-d
24540246 makalah-i-a-d24540246 makalah-i-a-d
24540246 makalah-i-a-d
 
Modul ilmu-alamiah-dasar2
Modul ilmu-alamiah-dasar2Modul ilmu-alamiah-dasar2
Modul ilmu-alamiah-dasar2
 
Filsafat, Ilmu dan Agama
Filsafat, Ilmu dan AgamaFilsafat, Ilmu dan Agama
Filsafat, Ilmu dan Agama
 
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdfBuku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
 
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
 
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdfBuku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
 
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdfBuku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Murid IPA - Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
 
ILMU PENGETAHUAN KELAS 5
ILMU PENGETAHUAN KELAS 5ILMU PENGETAHUAN KELAS 5
ILMU PENGETAHUAN KELAS 5
 
Ilmu pengetahuan alam
Ilmu pengetahuan alam Ilmu pengetahuan alam
Ilmu pengetahuan alam
 
Ilmu pengetahuan alam
Ilmu pengetahuan alam Ilmu pengetahuan alam
Ilmu pengetahuan alam
 
karya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondok
karya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondokkarya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondok
karya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondok
 
karya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondok
karya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondokkarya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondok
karya tulis ilmiah tumbuhan eceng gondok
 
Perkembangan Penalaran manusia
Perkembangan Penalaran manusiaPerkembangan Penalaran manusia
Perkembangan Penalaran manusia
 
Pedang roh edisi_70: Penciptaan vs Evolusi
Pedang roh edisi_70: Penciptaan vs EvolusiPedang roh edisi_70: Penciptaan vs Evolusi
Pedang roh edisi_70: Penciptaan vs Evolusi
 
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat IlmuKumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
 
PERADABAN KUNO ASIA DAN AFRIKA 1.pdf
PERADABAN KUNO ASIA DAN AFRIKA 1.pdfPERADABAN KUNO ASIA DAN AFRIKA 1.pdf
PERADABAN KUNO ASIA DAN AFRIKA 1.pdf
 
Peradaban kuno asia dan afrika 1
Peradaban kuno asia dan afrika 1Peradaban kuno asia dan afrika 1
Peradaban kuno asia dan afrika 1
 
Konsep Dasar Antropologi IPS
Konsep Dasar Antropologi IPSKonsep Dasar Antropologi IPS
Konsep Dasar Antropologi IPS
 
01 introduction
01 introduction01 introduction
01 introduction
 

Recently uploaded

Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
AtiAnggiSupriyati
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 

Recently uploaded (20)

Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 

Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu dosen pengampu dr. sigit sardjono, ms

  • 1. KUMPULAN MAKAH PENGANTAR FILSAFAT ILMU Pengantar Filsafat Ilmu (Kelas U) Dosen Pengampu : Dr. Sigit Sardjono, MS Disusun Oleh : 1. Cela Merine Novelita (1221800054) 2. Indry Kumala Dewi (1221800058) 3. Devi Thalia Puspa Kemuning (1221800115) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2019
  • 2. ii KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk dan rahmat- Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang ikut serta membatu menyelesaikan makalah ini. Semoga dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita khususnya bagi penyusun. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
  • 3. iii DAFTAR ISI Halaman Judul ...............................................................................................................i Kata Pengantar ...............................................................................................................ii Daftar Isi.........................................................................................................................iii BAB I MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA ............................................01 A. DEFINISI FILSAFAT............................................................................01 B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT.................................02 C. OBYEK FILSAFAT ..............................................................................05 D. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT.....................................................06 E. CABANG-CABANG FILSAFAT..........................................................07 F. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT.......................................................14 BAB II PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU........................................................19 A. PENDAHULUAN ..................................................................................19 B. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU..................................................20 C. KESIMPULAN.......................................................................................24 BAB III LOGIKA BERPIKIR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN ILMIAH....25 A. PENDAHULUAN ..................................................................................25 B. PENGERTIN LOGIKA ILMU................................................................26 C. HAKIKAT SARANA BERPIKIR ILMIAH............................................28 D. PENUTUP..............................................................................................30 BAB IV TEORI KEBENARAN .................................................................................31 A. PENDAHULUAN .................................................................................31 B. PENGERTIAN KEBENARAN...............................................................32 C. TEORI-TEORI KEBENARAN...............................................................34 D. PENUTUP..............................................................................................36 BAB V TAKARAN KEILMUAN-PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI ................................................................................................37 A. PENDAHULUAN ..................................................................................37 B. PEMBAHASAN.....................................................................................38 C. KESIMPULAN.......................................................................................48 BAB VI FILSAFAT PANCASILA.............................................................................49 A. PENDAHULUAN ..................................................................................49
  • 4. iv B. PEMBAHASAN.....................................................................................50 C. KESIMPULAN.......................................................................................61 BAB VII FILSAFAT KARYA ILMIAH......................................................................62 A. LATAR BELAKANG ............................................................................62 B. PENALARAN ILMIAH .........................................................................63 C. PENERAPAN DALAM PENELITIAN ILMIAH ...................................64 D. KESIMPULAN.......................................................................................67 BAB VIII SOAL DAN JAWABAN ..............................................................................68
  • 5. 1 BAB I MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA A. DEFINISI FILSAFAT a. Definisi etimologi Dari segi asal usul kata (etimologi), filsafat berasal dari Bahasa Yunanni philosopos (philos = pencinta, pencari;dan Sophia =hikmat, kebijaksanaan, atau pengetahuan)yang berarti pencinta kebijaksanaan. Pythagoras (582-497 SM) adalah orang pertama yang menggunakan kata philosopos. Ia menyebut diri philosophos yang berarti pencinta kebijaksanaan. Menurut Pythagoras, hanya Tuhan mempunyai kebijaksanaan sesungguhnya. Tugas manusia di dunia adalah mencari kebijaksanaan dan mencintai pengetahuan.itulah sebabnya, filsuf adalah pencari hikmat dan pencinta kebijaksanaan. Pythagoras dan Ploto (428-348 SM) menggunakan kata philosophos untuk mengejek kaum sofis yang menganggap diri tahu jawaban untuk semua pertanyaan. (Humersma, 1987, 10) Istilah filsafat sebetulnya sudah ada dalam sastra Yunani pertama. Filsafat pada mulanya berarti menganggap benda-benda di dsekitar dengan penuh perhatian. Kemudian berarti merenung tentang benda-benda tadi. Herakleitos (sekitar tahun 500 M) sudah menggunakan kata filsuf. Tapi menurut dia,hanya Tuhanlah yang dapat disebut bijaksana dan pandai. Ploto kemudian mengatakan para dewa tidak dapat disebut filsuf, sebab mereka sudah memiliki kebijaksanaan. Hanya manusialah yang mendambakan kebijaksanaan karena ia tak dapat meraihnya. (Van Peursen : 3). b. Definisi nominalis Dari definisi secara etimologis di atas, filsafat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari seluruh realitas sampai sebab-sebab yang paling dalam. Sebagai ilmu, filsafat juga merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren. Tapi kekhasannya adalah bahwa filsafat mau menyelidiki seluruh kenyataan sampai sebab-sebab paling dalam.
  • 6. 2 B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT Filsafat bukan monopoli segelintir orang. Bukan pula monopoli bangsa-bangsa tertentu. Bukan pula monopoli zaman tertentu. Semua manusia, segala suku bangssa, yang hidup di zaman apa saja, dapat berfilsafat. Mengapa? Sebab filsafat bertolak dari kejadian yang di alami setiap saat. Ketika orang bertanya, mulailah ia berfilsafat. Filsafat muncul bersamaan dengan kemunculan manusia dalam sejarah. Hewan tak dapat berfilsafat, sebab hewan tak dapat bertanya. Manusia dapat bertanya sebab ia memiliki alak budi yang mampu mengambil jarak dengan benda-bendadan segala sesuatu di sekitarnya. Itulah sebabnya manusia di juluki hewan yang berakal budi (animal rationale). Ada hal-hal yang sangat lumrah, dialami seperti orang-orang lain. Misalnya, bangun tidur, mandi, berpakaian, sarapan, belajar, bekerja, bermain, beristirahat, pulang ke rumah menonton tv, mendengarkan radio, membaca koran. Ada pula peristiwa kosmis yang selalu berulang setiap hari. Misalnya, pagi berganti siang, siang berganti senja, senja berganti malam, melang berganti siang, dan seterusnya. Atau pula musim panas berganti musim gugur, musim gugur berganti musim bunga, musim bunga berganti musim dingin, musim dingin berganti musim berikutnya, dan seterusnya. Semuanya ini mendorong manusia untuk bertanya. Ada kejadian-kejadian yang lebih unuk bagi setiap orang. Misalnya, lahir, menjadi dewasa, menikah, penderitaan, pertobatan, penyembuhan, terperanjat, dan kematian. Manusia bertanya tentang semua peristiwa tersebut dan berusaha mendapat jawabannya. Menurut C.A. can Peursen, bertanya merupakan tali pengikat Antara manusia dan peristiwa. (Peursen, 1-2) Setelah bertanya, manusia melakukan refleksi. Dalam peristiwa alam itu seakan-akan ia melihat cerminan dirinya sendiri. Ketika memandang bunga-bunga berguguran, ia seakan-akan melihat perjalanan hidupnya sendiri sebahai manusia. Seperti halnya bunga mekar, menjadi tua, dan kemudian mati. Orang itu menjadi filsuf! (van Peursen: 2) Kegiatan berfilsafat pada manusia berawal dari rasa heran, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan. a. Rasa Heran : berfilsafat berarti bertanya-tanya disertai rasa heran dan kagum. Plato, misalnya, mengatakan bahwa filsafat berawal dengan dorongan untuk menyelidiki bintang-bintang, matahari dan langit yang kita pandang. Dari penyelidikan adalah muncul filsafat.
  • 7. 3 Dalam sebuah bagian terkenal dialog Theatesos, Plato menampilkan Snerates yang menghubungkan filsafat dengan rasa heran. Seperti dalam Simposium, Plato menempatkan filsafat diantara para dewa dan manusia. Utusan para dewa dikaitkan dengan rasa heran. Rasa heran itu malah dibarengi rasa pening. Mengapa? Karenaperistiwa-peristiwa merupakan belenggu yang harus dipatahkan dan dilewati guna mempertanyakan makna benda-benda. Rasa heran itulah yang mematahkan belenggu rasa biasa tersebut. Sebab itu seakan orang menjadi pusing (van Peursen: 2-3; Hamersma: 14) Aristoteles mengatakan, manusia berbeda dengan hewan dalam hal pengalaman yang menghasilkan keterampilan teknis dalam menangani barang-barang. Dalam perkiraannya ia menelusuri kembali gejala-gejala yang dialaminya. Ia bertanya-tanya tentang makna dan sebab segala sesuatu. Rasa heran merupakan perangsang bagi filsafat. Dan kemampuan untuk mengadakan renungan filsafat menggunakan derajat manusia (Van Peursen: 2) Immanuel Kant (1734-1804) mengatakan langit bertaburan bintang dan hukum moral dalam hati manusia merupakan dua gejala yang paling mengherankan. Dan dari situlah ia mulai berfilsafat. Tentang Thales, filsafat pertama yunani, diceritakan bahwa ia tak puas-puasya memperhatikan langit dan bintang-bintang. Suatu ketika Thales sampai terperosok ke dalam sumur karena terlalu asyik menengadah ke langit. Ia juga memperhatikan segala benda dan melihat bahwa air ada di mana-mana. Ia memperhatikan bahwa segalanya hidup dari embun, dan bahwa panas itu sendiri beral dari embun. Segala macam benih, menurut Thales, dari kodratnya terdiri dari embun. Air adalah asal dari hakekat benda- benda basah. Pada peristiwa penguwapan air menjadi embun atau udara. Pada peristiwa pembekuan, air akan menjadi dunia. Akhirnya Thales berkesimpulan bahwa inti paling dasar segala-galanya adalah air. (Copleston: 1962, 38-39; Hamersma: 1987, 36; Bertens 1975, 9-10; Hadi Wijono: 1975,16) Sesudah mengamati segala sesuatu Anaximander berkesimpulan bahwa asal usul segala sesuatu adalah “yang tak terbatas”. Selabiknya, anaximenes berpendapat unsur segala sesuatu bukan air, melainkan udara. Herakleitos mengajarkan bahwa segala sesuatu mengalir. Kesimpulan ini diambilnya setelah mengamati bahwa dunia ini tidak ada suatu yang tetap. Semuanya berubah terus menerus. Sebaliknya parmenides mengatakan segala sesuatu merupakan kesatuan mutlak yang diabadikan dan tidak terbagi-bagi, (HAmersma: 1987,36; Coppleston: 1962, 40-70).
  • 8. 4 b. Kesangsian: filsafatjuga bias diawali dengan rada sangsi. Manusia menyagsikan apa yang dilihat indranya. Ia bertanya jangan-jangan apa yang dilihat itu suatu tipuan. Dengan kata lain, manusia menginginkan kepastian. Berdasarkan sikap skeptic inilah manusia didorong untuk menemukan jawaban yang pasti. Di sini,kesangsian merupan metode untuk mencapai kepastian dan kebenaran. Harus dicatat bahwa rasa tak pasti, bimbang, dan skeptic yang dimaksud di sini bukan merupakan gangguan psikologis, tapi justru merupakan proses mental dalam mencapai kebenaran. Filsuf yang mengawali fulsafat dengan sikap ragu-ragu adalah, Antara lain, Agistinus (354-430) dan Rene Descartes (1596-1650) c. Kesadaran dan keterbatasan: manusia mulai berfilsafat ketika ia menyadari batapa kecil, lemah, dan tak berarti dirinya di tengah alam semesta yang maha luas, kuat dan dahsyat. Pengalamannya juga menunjukkan betapa manusia itu tak berdaya. Ini dialami, misalnya ketika berhadapan dengan tebing terjal, atau gunung api yang sedang memuntahkan lava. Atau tatkala menyaksikan gelombang pasang yang mengancam kehidupan nelayan. Alau longsor yang memakan korban jiwa. Pada tataran yang lain, manusia yang selamat begitu bahagia hidup bersama orang yang dicintai tetapi dikompensasi karena orang yang dicintai itu adalah manusia yang percaya begitu rapuh. Lalu bertanya tentang apa itu kematian? Apa yang terjadi setelah kematian? Apakah perpisahan dengan kekasihnya itu untuk-lamanya atau setiap kali manusia melawan penderitanya atan gagal, selalu ia mendukung untuk hertanya: Mengapa menderita? Mengapa gagal? Kenapa orang orang lain seakan-tidak akan pernah tahu nasib n air mata ?. Mengapa penipu, maling, atau orang jahat hidup berkecukupan dan bahagia? Mengapa orang-orang baik dan dermawan malah menderita? Dia berkesimpulan bahwa harus ada kebahagiaan setelah menjalani hidup fana ini yang akan menerima orang-orang yang mendapatkan baik di duia. Kalau kebahagiaan di dunia hanya sementara, harus ada kebahagiaan yang lidak berkesudahan (Hamersma, 1987. 11-12) Karena filsafat timbul dari pengalaman sehari-hari, filsafat muncul sejak adanya manusia. Berarti pula, filsafat tidak hanya dikenal di Yunani, tapi juga di tempat-tempa lain. Orang Cina dan India sudah lebih dulu mengenal permenungan filsafat dibandingkan orang Yunani (sekitar abad 6 SM). Pada waktu itu permenungan filsafat di Yunani dilakukan demi kegembiraan yang dihasilkan oleh pengartian.
  • 9. 5 Jadi, setiap pengalaman manusta mengandun kemugkian untuk berfilsafat. Menghadapi, setap permasalahaat, entah menggunakan manusia atau Ada pada umumnya, berakar pada manusia yang bertanya di tengah pengalaman bertanya sehari- hari. Pertanyaan-pertanyaan fisafat tak kunjung selesai. Mengapa Karena menyangkut yang manusia selalu terbuka, bukan merupakan bola tertutup. Filsafat juga tidak berawal dari nol, tidak dimulai dari selembar halaman kosong. Kata van Peursen: filsafat selalu berurusan dengan manusia yang sudah berangkat pada perjalanannya. Manusia atau filsuf mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis (siapakah aku? Ada itu?) Dari situasinya sendiri (van Peursen: 3-4) C. OBYEK FILSAFAT Obyek dibedakan atas obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa yang dibicarakan, dipelajari, diselidiki, dibahas, dibahas, dipandang,disoroti. Dengan kata lain, hal yang menjadi target yang ingin dipahami (Gegenstand). Atau menurut I.R. Poedjawijatna, objek material adalah bahan atau lapangan penyelidikan. Sementara objek formal adalah sudut pandang (sudut atau sudut pandang) dalam diskusi, membahas atau mengubah sesuatu. Contoh. objek material psikologi, antropologi. dan sosiologi sama, yaitu manusia, tetapi objek formalnya berbeda. Psikologi yang menggambarkan manusia dari segi kejiwaan, antropologi yang menggambarkan manusia dari segi budaya, sedangkan sosiologı menyorotinya dari segi interaksi dengan manusia lain. Jadi, yang menghubungkan ilmu yang satu dengan ilmu lainnya adalah obyek formal (Poedjawijatna: 6-8; Tim LGM: 6-7). Manakah obyek material dan obyek formal filsafat? Obyek materi lilsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Yang ada itu bisa dalam kenyataan, atau bisa pula hanya dalam pikian. Obyek formal filsafat mencari keterangan sedalam-dalamnya. Filsafat tidak memutar objek dari segi susunannya saja, tetapi totalitas objek itu. Filsafat menyoroti dari segi hakikat, inti terdalam. Ilmu pengetahuan lain membahas tentang hanya pada pengalaman empiris, sebaliknya menentang filsafat mencari penjelasan tentang inti dan hakekat segala sesuatu.
  • 10. 6 Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren (bertalian) tentang sumber bidang tertentu dari kenyataan. Sedangkan, filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (Hamersma: 10). D. CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT Seperti dikatakan di atas, hewan tak bisa dibawa ke berfilsafat, karena tak punya akal budi. Karena akal budi itulah, manusia bertanya. Dengan akal budi itu manusia herpikir. Manusia berfilsafat karena ia berpikir, dan ia berpikir karena berfilsafat. Berlilsafat adalah berfikir, tetapi berfikir tidak selalu berarti herfilsafat. Berfilsafat memiliki ciri khas berfikir, berfikir sedalam- dasarnya. Berfikir biasa berbeda dengan berfikir secara filsafat. Karakteristik atau ciri-ciri filsafat adalah: a. Komprehensif (menyeluruh): memandang obyek penyelidikan secara totalitas. Filsafat ingin memahami "apanya" atau hakikat dari objek tersebut Filsafat tidak puas hanya menyelidiki dari sudut tertentu seperti yang dilakukan ilmu-ilmu lain. Menyeluruh di sini berarti filsafat juga menyelidiki kansep- konsep abstrak seperti manusia, keadilan, kebaikan, kejahatan, kebebasan. Berarti juga berfikir tentang hal-hal atau proses-proses yang miliknya secara umum (universal). Filsafat selalu menyangkut pengalaman umum umat manusia (common experience of mankind). Cara pemikiran seperti itu menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang universal. (Tim UGM. 14) b. Spekulatif: artinya apa yang diselamatkan filsafat berdasarkan dugaan-dugaan yang masuk akal, dan tidak berdasarkan bukti empiris. Ini bukan maksud dari dugaan filsafat yang tidak ilmiah, tetapi pemikiran filsafat memang tidak termasuk dalam persetujuan otoritas khusus. (Achmadi: 9-10) Misalnya, filsafat menemukan jawaban untuk pertanyaan apa itu benar (logika), apa itu baik (etika), apa itu indah (estetika). Itulah yang dilakukan filsafat. Tidak lebih dari itu. Ilmu-ilmu lain dapat memanfaatkan pemikiran filosofis tersehut. (Dardiri: 15- 16) Dengan kata lain, berpikir secara politis konseptual. Karena konseptual maka ia merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari hal hal konkrit dan individu. Berfilsafat tidak berpikir tentang manusia tertentu, tetapi manusia secara umum. Ciri ini melampaui batas pengalaman empiris sehari-hari (Tim UGM: 14)
  • 11. 7 c. Mendasar atau radikal: filsafat bertanya hingga ke dasar atau akar terdalam dari segala sesuatu. Berfikir tentang filsafat berfikir hingga ke esensi, hakikat dan substansi benda-benda. Orang yang berfilsafat tidak puas dengan hasil pengamatan indera, tapi berusaha sampai kepada pengetahuan paling dalam yang mendasari pengetahuan inderawi. (Tim UGM: 13) d. Konsisten: bagan konsepsional, hasil perenungan, harus bersifat konsisten.lawannya adalah bagan konsepsional yang kontradiktif alias saling bertentangan. Pertanyaan- pertanyaan yang tidak runtut pada dasarnya tidak masuk akal. e. Koheren atau logis: bagan konsepsional harus bersifat logis. Kesimpulan harus diperoleh dari premis-premis yang mendahuluinya. Premis-premis tersebut harus diuji kebenarannya. Jadi antara satu kalimat dengan kalimat lain harus ada hubungan logis. Dalam rangkaian tersebut,bagian satu harus terkandung pada bagia lainnya. f. Sistematis: artinya dalam menjawab suatu permasalahan. Digunakan pendapat pendapat sebagai wujud dari proses berfikir filsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur, dan mempunyai makna atau tujuan tertentu. (Tim UGM: 14) g. Bebas: setiap filsafat adalah hasil pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka- prasangka social, historis, kultural, ataupun religious.soerates misalnya, memilih meminum racun daripada mengorbankan kebebasannya untuk berfikir mengenai keyakinan. h. Bertanggung jawab: orang yang berfilsafat berfikir sambil bertanggungjawab. Bertanggung jawab terhadap siapa? Pertama-tama terhadap hati nuraninya. Jadi, ada hubungan Antara kebebasan berfikir dalam filsafat dan etika. Selanjutnya, orang yang berfikir harus merumuskan fikiran-fikirannya sedemikian agar dapat berkomunikasi kepada orang lain. (Tim UGM: 13-15) E. CABANG-CABANG FILSAFAT Filsafat dapat dibagi sebagai berikut: 1. Filsafat tentang pengetahuan a. Empistemologi b. Logika c. Kirtik Ilmu
  • 12. 8 2. Fisafat tentang keseluruhan kenyataan a. Metafisika Umum(otologi) b. Metafisika Khusus 1) Teologi Metafisik (teodicea) 2) Antropologi Filsafat 3) Kosmologi (Filsafat Alam) 3. Filsafat tentang tindakan b. Etika (Filsafat Moral) c. Estetika (Filsafat Seni) 4. Sejarah Filsafat Dibawah ini dibahas secara ringkas cabang-cabang filsafat tersebut: 1. Epistemologi Epistemologi berasal dari kata bahasa yunani episteme, yang berarti pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu yang menyelidiki hakekat dan asal usul ilmu pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab epistemology antara lain: - Apa itu Pengetahuan ? - Apa itu pengetahuan apriori dan aposteriori? - Dari mana asal pengetahuan? - Apakah manusia dapat mencapai kepastian pengetahuan? Bagaimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai? (Hamersma: 17; Tim UGM: 17) Rasionalisme, empirismefenomenalisme kant, intuisionisme, dan metode ilmiahmemberikan jawaban yang berbeda. Rasionalisme (dari bahasa latin: ratio = akal budi) menegrjakan bahwa akal budi merupakan sumber utama untuk pengetahuan. Tokoh-tokohrasionalisme dalam filsafat modern antara lain Rene Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Empirisme (dari bahasa yunani: empiria = pengalaman) mengajarkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi . Aliran ini menolak ajaran rasionalisme. Menurut mereka pengetahuan bukan berasal dari kal buda tapi dari pengamatan indra. Akal budi diisi dengan kesan-kesan yang berasal dari pengamatan. Baru kemudian kesan-kesan ini oleh akal budi dihubung-hubungkan, sehingga tercipta ide-ide
  • 13. 9 majemuk. Tokoh-tokohnya antara lain Francis Bacon, Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan Davide Hume. Fenomenalismeyang dikemukakan oleh Immanuel Kant merupakan jalan tengah antara rsinalosme dan empirisme. Baik indra maupun akal budi sama-sama berperan dalam terciptanya pengetahuan. Manusia mengetahui suatu benda sejauh benda itu tampak sebagai gejala (fenomena). Tetapi benda itu sendiri tidak pernah diketahui. Intuisinasionisme dikemukankan oleh filsuf asal Prancis , Henry Bergson. Intuisi adalah pengetahuan langsung, buakn pengetahuan nisbi dengan pengantara. Intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Lewat pengetahuan ituitif, orang mengenal suatu kejadian secara keseluruhan. Metode Ilmiah menggabungkan peran akal budi dan indra, serta menambahkan suatu cara baru untuk memverifikasi penyelesaian-penyelesaian yang disarankan (hipotesa). Metode ilmiah dimulai dengan pengalaman, lalu dibuat hipotesa, yang kemudian diuji lagi kebenarannya. (kattshoff, 136-149) 2. Logika Logika berasal dari kata yunani logikos (berhubungan dengan pengetahuan). Epistemologi mempelajari pengetahuan (termasuk asal usulnya), yang merupakan isi akal budi, sedangkan logika mempelajari bentuk pemikiran, yakni cara kerjanya (sah atau tidak. Logika adalah ilmu, kecakapan atau alat untuk berfikir secara lurus. Jadi obyek material logika adalah pemikiran atau kegiatan berpikir, sedangkan obyek formalnya adalah kelurusan berfikir. Untuk membedakannya dari epistemologi (logika material, maka logika dulu disebut juga logika formal. Persoalan-persoalan yang dibahas dalm logika antara lain: - Apa itu Konsep? - Apa itu putusan (proposisi)? - Apa itu penyimpulan (inferensi)? - Manakah hokum-hukum untuk mengambil kesimpulan secara lurus? - Silogisme dan jenis-jenisnya - Kesesatan fikir (fallacy)
  • 14. 10 Dalam logika dipelajari aturan-aturan yang harus dipatuhi supaya pernyataan- pernyataan kita dapat disebut valid (sah). Jadi, logika adalah taknik atau “seni” yang mementingkan segi formal atau bentuk dari pengetahuan. (Dardiri: 22-23, Hamrsma: 16-17) Perhatikan contoh berikut. Semua Manusia pasti mati Bambang adalah manusia Bambang pasti mati Dua kalimat pertama disebut premis (kalimat pertama dinamakan premis mayor, kalimat kedua premis minor). Kalimat ketiga merupakan kesimpulan (konklusi). Untuk menarik konklusi yang benar, premis-premisnya harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Setiap premis harus diselidiki kebenarannya. Sebuah konklusi yang sah hanya bisa ditarik dari premis-premis yang benar. (Hamersma: 17) Logika dibedakan atas logika tradisional atau klasik, dan logika matematis atau formal. Logika tradisional berkembang pada Aristoletes dan abad pertengahan. Sedangkan logika modern dekembangkan antara lain oleh Frege, Whitehead, dan Russell. (Hamersma : 17-18) 3. Kritik Ilmu-Ilmu Kritik ilmu-ilmu adalah cabang filsafat yang mengajukan pertanyaan- pertanyaan kritis terhadap ilmu pengetahuan. Yang dipertanyakan misalnya pembagian ilmu-ilmu, metode ilmu-ilmu, dasar kepastian, dan jenis-jenis keterangan yang diberikan. Misalnya ada yang mempertanyakan ilmiah tidaknya ilmu sejarah, karena dalam sejarah tidak dicapai kepastian. Ada yang mengatakan bahwa sejahra hanya memberikan inferpretasi atas fakta, dan tidak pernah ada kepastian bahwa interpretasi itu benar. (Hamersma: 18) 4. Metafisika Umum Metafisika umum atau ontologi menyelidiki seluruh kenyataan. Dalam metafisika ingin dijawab pertanyaan- pertanyaan paling mendasar seperti: - Apa itu ada atau keberadaan (eksistensi)?
  • 15. 11 - Penggolongan ada , keberadaan (eksistensi)? - Apa sifat dasar (kodrat)realitas ? - Apakah kenyataan itu kesatuan atau tidak? Ontologi sering disebut puncak filsafat karena pertanyaan-pertanyaan dalm ontology langsung berhubungan dengan sikap manusia terhadap pertanyaan- pertanyaan paling dasar, yakni mengenai Allah. Pertanyaan dalam ontology mengungkapkan suatu kepercayaan. Ada empat jenis kepercayaan ontology yakni ateisme, agnotisisme, panteisme, dan teisme. Ateisme dari bahasa yunani, a = bukan, theos = Allah, mengajarkan bahwa tidak ada Allah, dan manusia hanya sendirian saja di kosmos. Agnostisisme dari bahasa yunani, a = tidak/bukan dan gnosis = pengetahuan, mengajarkan bahwa manusia tidak mungkin tau mengetahui apakah Alah ada atau tidak ada. Panteisme dari bahasa yunani, a = bukan, dan theos = Allah, mengajarkan bahwa seluruh kosmos sama dengan Allah. Akibatnya tidak ada perbedaan antara pencipta dan ciptaan. Dengan kata lain: Allah dan alam itu sama saja, tak ada bedanya. Teisme mengajarkan bahwa Allah itu ada, bahwa ada perbedaan antara pencipta dan ciptaan. 5. Teologi Metefisik (Theodicea) Teologi metafisik dapat disebut juga theodicea atau filsafat keutuhan. Dinamakan pula meta-theologi. Teologi metafisik mempelajari antara lain tentang: - Apakah betul ada Allah? - Bagaimana membuktikan adanya Allah? - Hubungan pencipta dan ciptaan? 6. Antropologi Filsafat Cabang filsafat ini berbicara tentang manusia. Immanuel Kant mengatakan pertanyaan siap itu manusia? Merupakan satu-satunya pertanyaan filsafat. Manusia memiliki banya dimensi. Manusia adalah materi dan hidup, badan dan jiwa, memiliki kehendak dan pengertian. Manusia adalah individu, tetapi sekaligus juga merupakan makhluk social. Semua dipelajari dalam antropologi filsafat atau filsafat manusia. (Hamersma: 21-22) Persoalan yang dipelajari dalam filsafat manusia antara lain: - Hubungan antara jiwa dan badan
  • 16. 12 - Kesadaran - Menusia sebagai makhluk bebas 7. Kosmologi Kosmologi dari bahasa yunani kosmos yang berarti dunia, aturan, dan keseluruhan teratur atau filsafat alam berbicara tentang dunia. Cabang filsafat ini sudah ada sejak Mesir dan Mesopotamia kuno, kemudian berkembang di yunani dan member hidup kepada ilmu alam. Persoalan-persoalan yang dibahasdalm kosmologi antara lain: - Apakah ada keteraturan dalam alam? - Finalitas alam semesta - Hubungan antara sebab dan akibat - Ruang dan waktu Masih diperdebatkan apakah kosmologi masih ada disamping ilmu fisika yang begitu maju. Bagaimana juga kosmologi masih diperlukan karena di tengah perkembangan ilmu alam yang sangat maju dewasa ini, dibutuhkan suatu refleksi mendalam secara keseluruhan. (Hamersma:23) 8. Etika Etika dari bahas yunani ethos yang berarti adat, cara bertindak, tempat tinggal, atau kebiasaan atau filsafat moral mempelajari tindakan manusia. Etika mempelajari bagaimana manusia harus bertindak. Etika dibedakan atas etika deskriptif dan etika normatif. Etika diskriptif mengajarkan tentang gambaran dari gejala kesadaran moral (suara hati), dari norma- norma dan konsep-konsep etis. Sedangkan etika normatif berbicara tentang tindakan apa yang harus dilakukan manusia. Dalm etika normatif, norma-norma dinilai dan sikap manusia ditentukan. (hamersma: 24) Persoalan-persoalan yang dipelajari dalam filsafat tingkah laku antara lain: - Pengertian baik dan buruk secara moral - Persyaratan suatu tindakan itu disebut baik secara moral - Kebebasan kehendakan dan tindakan moral - Kesadaran moral - Suara hati - Pertimbangan moral
  • 17. 13 9. Estetika Estetika dari bahasa yunani aesthesis yang berarti pengamatan adalah cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Jadi, estetika adalah filsafat keindahan. Kalau etika adalah filsafat tentang kajian baik-buruk secara moral, maka estetika adalah kajian tentang indah-jelek, etika dan estetika sama-sama bertalian dengan nilai. Etika berkaitan dengan nilai moral, sedangkan estetika berhubungan dengan nilai bukan moral. Obyek estetika adalah pengalaman akan keindahaan. Estetika mencari hakekat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (keindaha jasmani dan rohani, keindahan alam dan keindahan seni), dan emosi-emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang mengharukan dan seterusnya. Ada estetika diskriptif dan estetika normatif. Estetika diskriptif menggambarkan gejala-gejala pengalaman keidahan. Estetika normative mencari dasar pengalaman tersebut. Misalnya, apakah keindahan itu suatu yang obyektif (terletak dalam obyek yang indah), atau subjektif ( terletak dalam mata manusiasendiri). Persoalan-persoalan yang dipelajari dalam filsafat keindahan antara lain: - Apa itu keindahan? - Sifat keindaha obyektif atau subyektif? - Apa ukuran keindahan? - Fungsi keindahan dalam kehidupan manusia? - Hubungan keindaha dan kebenaran ? (Tim UGM: 19) 10. Sejarah Filsafat Dalam sejarah fisafat di pelajari hasil penyelidikan semua cabang filsafat disitu kita temukan jawaban-jawaban yang diwariskan oleh para pemikir besar, tema-tema yang dominan pada periode-periode tertentu, serata aliran-aliran filsafat yang pernah hidup di suatu periode tertentu atau disuatu tempat tertentu. Dalm sejarah filsafat dikenal tiga tradisi besar yakni filsafat India, filsafat Cina, dan filsafat Barat. Ada banyak paralelisme antara tiga tradisi itu. Tetapi yang paling menonjol adalah bahwa adanya proses demintologisasi dalm kurun waktu antara tahun 800 dan 200 SM. Dalam periode ini hidup pemikir-pemikir dan tokoh-tokoh besar. Konfusius dan Lao Tse di Cina, Buddha Gautama dan para penyusun Upanishad di india, serta Parmenides, Herakleito, Sokrates, Plato, dan aristoletes di Yunani. (hamersma: 26).
  • 18. 14 F. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT Seperti yang dijelaskan diatas, pada mulanya semua ilmu pengetahuan menyatu pada filsafat. Tetapi dalam perkembangannya, satu per satu ilmu-ilmu itu melepaskan diri dari filsafat. Dan kenyataannya, ilmu-ilmu itu lebih laku dalam kehidupan praktis. Ada kesan bahwa sebagian masyarakat menganggap filsafat kurang penting. Paling tidak, mereka berpendapat bahwa filsafat tidak praktis. Maksudnya, filsafat tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis sehari-hari. Kehidupan di zaman ini memang menuntut spesialisasi dan keahlian. Maka filsafat yang membangga- banggakan diri sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara menyeluruh tersisih, atau katakanlah diistirahatkan. Apa yang dituturkan Prof Dr Franz Magins Suseno dan Prof DR Kees Bertens tentang nasib filsafat barangkali membuat sewot orang-orang yang sedang semangat belajar filsafat. Bertens mengutip film taxi (1990) yang disutradarai Arifin C.Noer, dan dibintangi Rano Karno (sebagai Giyon). Dalam cerita itu Giyon, yang adalah sarjana filsafat. Bekerja sebagai supir taksi kaarena memang susah mendapat lowongan kerja. Dan dalam seluruh dialog kelihatan bahwa Giyon menyesal menjadi sarjana filsafat. Toh, akhirnya ijazah filsafat tak dapat memberinya pekerjaan (G. Moedjanto dkk: 39) Bertens selanjutnya menguraikan bahwa perkembangan pesat ilmu-ilmu empiris dewasa ini secara otomatis membuat gengsi filsafat merosot. Falkutas yang dipadati mahasiswa pasti adalah falkutas yang bukan filsafat. Mata kuliah yang paling dicari-cari pasti bukan filsafat ketuhanan atau filsafat ilmu pengetahuan. Ini ada kaitannya dengan semangat utilitaris yang menjadi ciri kehidupan moderen. Orang mencari Pertama-tama yang berguna dan praktis bagi kehidupan. (Bertens: 40) Franz Magnis Suseno Berpendapat, filsafat yang sedang in di indonesia bukan filsafat akademis tapi filsafat yang merupakan saingan dari kebatinan atau agama. Ada kesan, filsafat ilmiah justru dipandang rendah dikalangan akademis sekalipun. “Kalau saya memperkenalkan diri sebagai dosen filsfat pada seseorang anggota elite intelek Indonesia yang betul-betul ahli dalam salah satu bidang ilmiah, tak jarang saya mencium reaksi yang dia mau merahasiakannya, yaitu suatu pertanyaan skeptis tentang dimana tempat kesibukan filsafat dalam kalangan ilmu –ilmu, dan apa kita di Indonesia tidak sebenarnya memerlukan ahli-ahli yang sungguh-sungguh, misalnya dibidang kedokteran, teknologi ekonomi, dan sebagainya dari pada filosof,” tulis magnis dalam bukunya Berfilsafat Dari Konteks. (Magnis: 3)
  • 19. 15 Selain tudingan bahwa filsafat tidak relevan untuk negara yang sedang membangun seperti Indonesia, ilmu filsafat dituding terlalu mementingkan diri sendiri. Filsafat adalah satu-satunya ilmu yang pekerjaan pokoknya terdiri dalam mempelajari sejarahnya sendiri serta satu-satunya hasilnya ialah filsuf-filsuf yang lagi membicarakan sejarah mereka. (Magnis Suseno: 4) Pendek kata filsafat masih dianggap suatu yang aneh, asing, tidak relevan, usaha yang sia-sia untuk mencari jawaban atas suatu masalah (sebab setiap filsuf selalu mengemukakan pendapatnya sendiri-sendiri tanpa mengidahkan filsuf lain), suatu ilmu yang using, hanya merupakan khayalan belaka. Auguste Comte, sosiolog Prancis, bahkan sampai berkata bahwa filsafat hanyalah sebuah fosil dari zaman kedua perkembangan umat manusia, yaitu zaman metafisik, yang berhasil diselamatkan ke zaman ketiga, zaman kita, zaman positif-ilmiah. (Magnis Suseno: 4) Archie J.Bahm. dalam tulisannya berjudul Philosophy and Interdisciplinary Research (dalam Spectrum, bunga rampai untuk menghormati Sutan Takdir Alisjahbana pada ulang tahun ke -70) mengidentifiksi Sembilan factor tersebut adalah proliferation, obsolescence, specialization, indifferentiation, sectarianization, personalization, reductionism, complexification, dan incompetencification. a. Proliferation: meningkatnya secara mencolok jumlah filsuf dan aliran-aliran filsafat menyebabkan semakin sulit, bahkan mustahil, menguasai semua ajaran filsafat. Filsafat cenderung tidak komprehensif, karena hanya sekedar memenuhi kebutuhan praktis. Minat terhadap filsafat juga berkurang karena meningkatnya kompetisi yang disebabkan bertambahnya jumlah ilmu-ilmu dan cabang-cabang ilmu baru. b. Obsolescence: banyak pemikiran filosofis tua masih harus dipelajari untuk memahami pemikiran-pemikiran konteporer. Tapi kecenderungan ini mengakibatkan pengajaran filsafat yang ketinggalan zaman masih banyak dilakukan. Pada gilirannya ini menyebabkan tidak ada rangsangan untuk menemukan pemikiran filosofis baru yang relevan dengan keadaan zaman. c. Specialization: spesialisasi ilmu-ilmu menyebabkan filsafat makin ditinggalkan. Proses itu berawal pada pemisahan ilmu-ilmu dari filsafat. d. Indefferentization: sikap acuh tak acuh dari masyarakat terhadap profesi filsuf. Masyarakat tampaknya tidak merasa membutuhkan filsuf untuk urusan kegiatan profesionalnya. Akibatnya, filsuf-filsuf dan pengajar filsafat itu sendiri juga cenderung sibuk dengan urusan-urusan yang diminatinya.
  • 20. 16 e. Sectarianization: jabatan-jabatan structural di perguruantinggi, khususnya falkutas filsafat, dipegang oleh orang-orang yang menganut aliran filsafat tertentu yang berkembang. f. Personalization: apa yang diajarkan dibangku kuliah adalah pandangan pribadi pengajar yang bersangkutan. Ini berkaitan dengan sikap indeferen masyarakat terhadap profesi filsuf dan filsafat yang mengakibatkan filsuf cenderung untuk berfilsafat sendiri. g. Reductionism: cara piker filsafat yang komperhensif direduksi kepada pemikiran pribadi. Orang cenderung menarik kesimpulan sendiri-sendiri. Contoh, empirisme yang memungkinkan orang menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman empirisnya sendiri skeptisisme yang membuat orang untuk tidak mengambil kesimpulan apapun terhadap dunia rill. h. Complexification: kemajuan ilmu-ilmu lain menyebabkan diri pribadi, masyarakat dan alam raya semakin kompleks. Hal ini menyebabkan permenungan atas dunia dan realitas juga menjadi semakin rumit. i. Incompetencification: karena dunia semakin kompleks, maka manusia juga semakin tidak mampu untuk memecahkan masalah –masalah yang semakin kompleks tersebut. (bahm: 47-56) Meredupnya pamor ilmu filsafat,ditengah-tengah perkembangan pesat dan kejayaan ilmu-ilmu positif, mempunyai dampak negative yang dirumuskan Bahm sebagai disorientasi (disorientation), demoralisasi (demoralization), ketidakmampuan bertindak (incapacitation), bencana (crucifixion), dan rekrontuksi (reconstruction). Disorientasi: karena kita tidak memiliki gambaran utuh tentang hakekat, tujuan hidup, pribadi, masyarakat, dan masyarakat manusia, maka kita kehilangan orientasi. Ini menyebabkan Negara-negara dan kelompok-kelompok menhayati doktrin-doktrin seketarian sehingga menyulitkan kerja sama yang lebih luas. Demoralisasi: kekaburan pengertian tentang konsep moral , misalnya, menghasilkan pemahaman yang salah terhadap berbagai bidang kehidupan seperti tantang tugas, pekerjaan, atau kebebasan. Salah satu akibatnya adalah meningkatnya angka kriminalitas dan akses-akses sosial lainnya.
  • 21. 17 Ketidak mampuan bertindak (incapacitation): tidak adanya visi bersama di kalangan pempinpin bangsa atau kelompok mempersulit usaha kearah perdamaian dunia dan penegakan perdamaian, keadilan, survival, atau standart hidup minimal. Krisis semakin parah (crucifixation): krisis demi krisis yang terjadi tanpa ditangani secara mendasar akan menghasilkan krisis yang lebih parah. Rekontruksi: upaya rekrontuksi akan menjadi lebih mahal. (Bahm: 54-56) Apa yang dikemukakan diatas menunjukan bahwa peran filsafat dewasaini sebetulnya sangat besar. Sebagai contoh beberapa negaramenghadapi akses negatif karena ledakan penduduk dunia yang semakin mencemaskan. Tetapi ini terjadi justru karena Negara- negara tidak mempunyai filosofi kependudukan yang jelas. Oleh karena itu, bahwa pamor filsafat kelihatannya menurun (sedangkan di Indonesia khususnya dikalangan akademis bahkan memperlihatkan tren sebaliknya), sehingga membawa dampak negatif seperti disebut diatas , itu merupakan bukti bahwa filsafat dan belajar filsafat dewasa ini tetap dan tetap penting. Kita dapat menyebutkan beberapa manfaat filsafat: a. Filsafat memungkinkan orang berfikir secara komperehensif, member [peran yang wajar terhadap konsep, mendasar/radikal, konsisten/runtut, koheren/logis, sistematis, bebas, dan bertanggung jawab. b. Filsafat memperluas pandangan melampaui disiplin ilmu tertentu. Filsafat membentu seseorang untuk menempatkan bidang ilmunya dalam perspektif lebih luas dan mendasar. Tanpa filsafat ilmuwan cenderung untuk berpandangan lebih sempit. “Fisikawan yang mempelajari seekor gajah hanya dengan mikroskop, akan memperoleh sedikit sekali pengetahuan tentang binatang itu.” Kata Henri Poincare (1854-1912), seorang ahli matematika dan filsafat prancis. (Bertens: 42) c. Filsafat memberikan pendasaran rasional tentang hakekat eksistensi , pengetahuan, nilai-nilai, dan masyarakat. Filsafat memberikan pendasaran mendasar tentang hakekat ilmu (epistemologi), menjadi orang berpikir lurus (logika), memberikan kritik terhadap ilmu-ilmu memberikan keterangan tentang dasar terdalam realitas, memberikan argumentasi rasional bagi konsep-konsep teologi (teologi metafisik), membahas secara mendalam tentang manusia (antropologi filsafat). Memberikan penjelasan mendasar tentang hakekat dan tujuan jagat raya (kosmologi), membimbing manusia dalam kegiatannya sebagai manusia (etika), memberikan dasar apresiasi bagi
  • 22. 18 keindahan (estetika), dan mendorong orang untuk mengukur segalanya berdasarkan perspektif sejarah (sejarah filsafat). d. Bagi orang yang beragama, filsafat memberikan pendasaran rasional bagi kepercayaannya. Hasilnya, iman seseorang akan menjadi semakin kokoh karena kepercayaannya mendapat dasar rasional dan dipertanggungjawabkan. e. Filsafat merupakan kritik ideologi. Idiologi adalah teori menyeluruh tentang makna hidup dan/atau nilai-nilai daripadanya ditarik kesimpulan-kesimpulan mutlak tentang bagaimana manusia harus hidup dan/atau bertindak. Cirri khas ideologi adalah bahwa tuntutannya bersifat mutlak. Ideologi menuntut bahwa suatu tidak boleh dipertanyakan. Sedangkan filsafat menuntut pertanggung jawaban. “Filsafat menggonggong, mengganggu dan menggigit.” (Magnis-Suseno: 21-22) Filsafat dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah etis yang disebabkan oleh perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Misalnya, dibidang kedokteran , teknologi, penjelajahan ruang angkasa, dan sebagainya.
  • 23. 19 BAB II PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU A. PENDAHULUAN Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus yaitu ilmu pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan dan merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Artinya filsafat itu mecakup makna yang mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu. Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifkasi secara periodik. Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “ Philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Mengetahui perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya terhadap perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh,dan seluas mungkin semua tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan yang berkembang di muka bumi ini.
  • 24. 20 B. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim, bahwa kita mengenal tiga babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat yaitu era prapositivisme, era positivisme dan era pasca modernisme. Era prapositivisme adalah era paling panjang dalam sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih dari dua ribu tahun. Dalam uraian ini, penulis cenderung mengklasifikasi perkembangan filsafat ilmu berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang filsafat, hususnya filsafat ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya ke dalam empat fase sebagai berikut: a. Filsafat Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan munculnya Renaisance. b. Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivisme. c. Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad kesembilan belas. d. Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai sekarang. Perkembangan Filsafat ilmu pada keempat fase tersebut akan penulis uraikan dengan mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap tentang peran filosof muslim dalam perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan dalam suatu fase tersendiri. 1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia pada masa Yunani Kuno. Di Miletos suatu tempat perantauan Yunani yang menjadi tempat asal mula munculnya filsafat, ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir (baca: filosof) besar seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran filsafat yang memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus pada masa selanjutnya. Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan. Keduanyatermasuk dalam pengertian episteme yang sepadan
  • 25. 21 dengan kata philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagaian organized body of rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif), dan theoretike (pengetahuan teoritis). Pemikirannya hal tersebut oleh generasi- generasi selanjutnya memandang bahwa Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat ilmu. Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika formal atau sillogistik) dan wahyu sebagai sumber pengetahuan. 2. Filsafat Ilmu Era Renaisance Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh. Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah human power. Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode eksperimental dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara defenitif. 3. Filsafat Ilmu Era Positivisme Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme. Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap
  • 26. 22 ilmu dan metode ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath dan Moritz Schlick. Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas Wina Austria telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang cukup menentukan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya. Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak tahun 1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme Logis atau yang disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman). Aliran ini merupakan bentuk ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah pemikiran dikenal dengan Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi perkem-bangan ilmu. Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah. Pertama, Emperisme dan Positivisme. Kedua, metodologi ilmu empiris yang dikembangkan oleh ilmuwan sejak abad XIX, dan Ketiga, perkembangan logika simbolik dan analisa logis. Secara umum aliran ini berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga mengakui adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat pengalaman yang memuat serentetan tutologi -subjek dan predikat yang berguna untuk mengolah data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan yang meliputi segala data itu. Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi. Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya. Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menganalisa masalah dan menjelaskannya. Jadi mereka menekankan analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa terhadap bahasa oleh Harry Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di mana filsafat cenderung bersifat Logosentrisme.
  • 27. 23 4. Filsafat Ilmu Kontemporer Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof- filosof yang memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai sekarang. Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn. Para tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang sama untuk mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan terhadap Positivisme. Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari gagasan-gagasannya yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang terkenal dengan The Structure of Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan). Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda seperti yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan evolusioner melainkan secara revolusioner. Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul Feyerabend (Lahir di Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial, paling berani dan paling ekstrim. Penilaian ini didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang sangat menantang dan provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang mengundang banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.
  • 28. 24 C. KESIMPULAN 1. Perkembangan filsafat pada masa yunani kuno lebih focus pembahasannya mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan oleh orang-orang terdahulu ialah alam semesta, entah bumi maupun matahari menjadi pusat edar. 2. Perkembangan filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarakan tentang theocentris yaitu dimana yang menjadi topic pembicaraannya pada masa itu ialah tentang ke-Tuhanan. 3. Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa eropa, lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni membicara pada diri manusia itu sendiri. 4. Dan terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer atau sekarang, dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini ialah logosentris artinya membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa, sedangkan di Amerika lebih pragmatis yakni mereka akan mengambilnya jika menguntungkan diri mereka dan membuangnya jika tidak berguna bagi mereka walaupun berguna bagi orang lain.
  • 29. 25 BAB III LOGIKA BERPIKIR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN ILMIAH A. PENDAHULUAN Akal manusia pada hakikatnya memerlukan aturan dalam menganalisa berbagai masalah yang ada karena ilmu logika merupakan ilmu yang mengatur cara berpikir (analisa) manusia, maka keperluan kita kepada ilmu logika adalah untuk mengatur dan mengarahkan kita kepada suatu cara berpikir yang benar. Logika merupakan bagian dari kajian epitemologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan mengenai pengetahuan. Ia bisa dikatakan ruh dari filsafat. Karena mungkin tidak akan ada filsafat kalau tidak ada logika. Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah – langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah – langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat / sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif .Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.
  • 30. 26 B. PENGERTIAN LOGIKA ILMU Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke -1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti “seni berdebat”, Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi adalah orang pertama yang mempergunakan kata “logika” dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme(Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi. Contohnya, pada kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya menjadi kupu-kupu. Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal). Menurut Louis O. Kattsoff (2004), Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu perangkat premis. Contoh penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang mengalami penyakit serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan minum air putih. Logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk menjaga keseimbangan tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan tugasnya menghasilkan
  • 31. 27 makrofag untuk membunuh patogen yang masuk, menjadikan kekebalan tubuh meningkat sehingga luka yang dihinggapi bakteri akan sembuh dan akhirnya tenggorokan menjadi lapang dan dikatakan sembuh.  Macam-macam Logika Macam-macam Logika menurut The Liang Gie (1980) dalam Adib (2010: 102- 104) yaitu: Logika dalam pengertian Sempit dan Luas Dalam arti sempit logika dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri. Logika Deduktif dan Induktif Logika deduktif adalah cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang bersifat umum ke khusus yang menjadi kesimpulannya. Contoh argument pada logika deduktif yaitu : Semua Mahasiswa IAIN SALATIGA semester 5 tinggal di Ma’had Firman adalah mahasiswa IAIN SALATIGA semester 5 Firman tinggal di Ma’had Logika induktif merupakan cara berpikir yang berdasarkan fakta-fakta yang bersifat (khusus) terlebih dahulu dipakai untuk penarikan kesimpulan (umum). Contohnya argument pada logika induktif yaitu : Buku 1 besar dan tebal adalah mahal. Buku 2 besar dan tebal adalah mahal. Jadi, semua buku besar dan tebal adalah mahal. Logika Formal (Minor) dan Material (Mayor) Logika Formal atau disebut juga Logika Minor mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Sedangkan Logika Material atau Mayor mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya, mempelajari sumber-sumber dan asalnya
  • 32. 28 pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu. Logika Murni dan Terapan Logika Murni merupakan pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah pernyataan yang dimaksud. Logika Terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari. Logika Filsafati dan Matematik Logika Filsafati merupakan ragam logika yang mempunyai hubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Sedangkan Logika Matematik menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk mengindarkan makna ganda. C. HAKIKAT SARANA BERPIKIR ILMIAH Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum. Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode
  • 33. 29 tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah. Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua macam, yaitu : Metode analitiko sintesa dan metode non deduksi. Metode analitioko sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesis. Metode analisis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Misalnya, seorang filusuf memahami kata atau istilah “keberanian”. Dari segi ekstensi, dia mengungkapkan makna kata ini berdasarkan bagaimana kata ini digunakan, dan mengetahui sejauh mana kata “keberanian” menggambarkan realitas tertentu. Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan analitis. Metode sintesis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Contohnya, (1) Ilmu adalah aktifitas, (2) Ilmu adalah metode, (3) Ilmu adalah produk. Jadi, hasil sintetisnya yaitu Ilmu adalah aktifitas, metode, dan produk. Metode non deduksi merupakan gabungan dari metode induksi dan metode deduksi. Metode induksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapati ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Contohnya: Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan- kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata. Metode deduksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contohnya: setiap manusia yang ada didunia pasti suatu ketika pasti akan mati, si Ahmad adalah manusia; atas
  • 34. 30 dasar ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad adalah manusia maka suatu ketika ia akan mati juga. D. PENUTUP 1. KESIMPULAN Dari makalah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam mempelajari suatu nilai kebenaran, manusia dituntut untuk bisa memanfaatkan wahana berpikir yang dimilikinya, manusia juga harus mampu memposisikan dirinya diposisi kebenaran. Hal yang harus dilakukan manusia adalah menempatkan penalaran. Penalaran sebagai salah satu langkah menemukan titik kebenaran. Pengetahuan inilah yang disebut dengan ilmu dan ilmu inilah yang membuat manusia bisa berpikir. Didalam penalaran ditemukan logika. Logika melahirkan deduksi dan induksi, secara umum induksi dan induksi suatu proses pemikiran untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang benar didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Metode ilmiah berkaitan dengan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi. Jadi suatu proses pemikiran dapat dituangkan dalam pembuatan metode ilmiah dan juga membuktikan tentang penalaran yang melahirkan logika dibantu dengan metode deduksi dan induksi maka akan menghasilkan pengetahuan yang baru. Dengan metode ilmiah pengetahuan akan dianggap sah adanya. 2. SARAN Diharapkan pembaca dapat dituntut untuk memikirkan secara mendalam mengenai logika ilmu dan berpikir ilmiah untuk itu diharapkan memiliki referensi keilmuan yang mencukupi guna menguasai cabang filsafat tersebut. Hal ini amat penting mengingat filsafat ilmu adalah akar dari berbagai keilmuan yang terus berkembang pesat dewasa ini.
  • 35. 31 BAB IV TEORI KEBENARAN A. PENDAHULUAN Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut. Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang materialistik- sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif menjadi diabaikan. Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi
  • 36. 32 menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis. Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin. misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal. Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasa, etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya. B. PENGERTIAN KEBENARAN Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha "memeluk" suatu kebenaran.Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya. Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-
  • 37. 33 komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan system. Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: "Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; "Kebenaran itu adalah kenyataan", tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan). Dalam bahasan, makna "kebenaran" dibatasi pada kekhususan makna "kebenaran keilmuan (ilmiah)". Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang- bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran. Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia. Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara
  • 38. 34 pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya. C. TEORI-TEORI KEBENARAN 1. Teori Kebenaran Korespondensi Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas objektif.Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan, ide-ide) di lapangan. Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Yogyakarta itu berada di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan kenyataan atau realita yang ada. Tidak mungkin Provinsi Yogyakarta di Pulau Kalimantan atau bahkan Papua. Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya. 2. Teori Kebenaran Koherensi Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada kriteria konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau pernyataan yang dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah ide atau pernyataan tersebut. Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme, seperti filusuf Britania F. H. Bradley (1846-1924). Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika.
  • 39. 35 Sederhannya, pernyataan itu dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya; Setiap manusia pasti akan mati. Soleh adalah seorang manusia. Jadi, Soleh pasti akan mati. 3. Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Teori pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul "How to Make Our Ideas Clear". Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori koherensi dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita objektif, sedangkan pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu pernyataan dengan cara menguji melalui konsekuensi praktik dan pelaksanaannya. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua itu membawa akibat praktis yang bermanfaat. 4. Teori Performatif Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim di indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, dan pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat membawa kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya. Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar
  • 40. 36 keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran. D. PENUTUP 1. KESIMPULAN Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran. Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran dapat disimpulkan :Teori Korespondensi : "Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya/faktanya" Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian (korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran/keadaan benar. 2. SARAN Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
  • 41. 37 BAB V TAKARAN KEILMUAN-PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI A. PENDAHULUAN Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak terlepas dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap dalam konteks ini sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal yang tidak sulit untuk disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan manusia modern telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan teknologi, sektor ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, komunikasi dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain, semuanya membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya (Semiawan, 2005). Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia (The Liang Gie, 2004). Sedangkan menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologi, epistemologis maupun aksiologi.
  • 42. 38 B. PEMBAHASAN Ketika membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologi, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Telaah yang kedua adalah dari segi epistemologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh. Berikut ini digambarkan batasan ruang lingkup atau bidang garapan tahapan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. 1. ONTOLOGI Ontologi merupakan salah satu kajian ke-filsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang terkenal diantaranya Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan kenyataan. a. Pengertian Ontologi  Menurut Bahasa : Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan logos = logic atau ilmu. Jadi, ontologi bisa diartikan : The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada.  Menurut istilah : Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun rohani / abstrak.
  • 43. 39 b. Term ontologi Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun1636M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangan selanjutnya Christian Wolf (1679 – 1754 M) membagi Metafisika menjadi 2 yaitu :  Metafisika Umum : Ontologi Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.  Metafisika Khusus : Kosmologi, Psikologi, Teologi (Bakker, 1992). c. Aliran-aliran Ontologi Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok/aliran-aliran pemikiran antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme. 1) Monoisme Aliran ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran : a) Materialisme Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri. Tokoh aliran ini adalah Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian- bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran ini
  • 44. 40 adalah Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam. b) Idealisme Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idelisme sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serbacita, spiritualisme berarti serba ruh. Aliran idealisme beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Tokoh aliran ini diantaranya :  Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu.  Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu.  Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide.  Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M). 2) Dualisme Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat sebagai asal sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain : Benedictus De spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M). 3) Pluralisme Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri
  • 45. 41 dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya. 4) Nihilisme Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta. 5) Agnotisisme Aliran ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek yaitu Agnostos yang berarti unknown A artinya not Gno artinya know. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti: Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Prancis yang atheis (Bagus, 1996). 2. EPISTEMOLOGI Epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki
  • 46. 42 fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. a. Pengertian Epistemologi Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. b. Tujuan dan Objek Epistemologi Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa- yang-ada).
  • 47. 43 Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali. Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan. c. Landasan Epistemologi Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping disebut ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah, sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya, batas-batasanya, dan sebagainya. Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
  • 48. 44 d. Hakikat Epistemologi Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui. Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui. Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan. Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu
  • 49. 45 bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius. e. Pengaruh Epistemologi Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi. Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat- perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya. 3. AKSIOLOGI a. Pengertian Aksiologi Menurut Kamus Filsafat, Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak, pantas) dan Logos (Ilmu). Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari
  • 50. 46 nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi berkaitan dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang didapat dan berguna untuk kita dalam menjelaskan, meramalkan dan menganalisa gejala-gejala alam. (Cece Rakhmat, 2010). Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan. b. Penilaian Aksiologi Bramel (Jalaluddin dan Abdullah,1997) membagi aksiologi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta. Bagian kedua dari aksiologi adalah esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya. Mengutip pendapatnya Risieri Frondiz (Bakhtiar Amsal, 2004), nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangannya yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik. Dengan demikian nilai subjekif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif akan selalu mengarah pada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Selanjutnya nilai itu akan objektif, jika tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu