Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
1. MAKALAH
PASANG SURUT DISKURSUS ISLAM DAN SAINS,
INTEGRALISME ARMAHEDI MAHZAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Islam dan Ilmu Pengetahuan
Disusun Oleh : Kelompok 5
1. Enjelita (2030207084)
2. Lisa Lestari (2020207062)
3. Rafli Agustian (2030207092)
Dosen Mengajar: Novia Ballianie, M.Pd.I
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2021
2. 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Islam dan Ilmu
Pengetahuan”. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
pembaca tentang konsep didalamnya. Selain itu tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Novia Ballianie, M.Pd.I selaku dosen pengampu serta
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Kami berharap semoga
semua yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang
sebaik-baiknya dari ALLAH SWT.
Dalam makalah ini, kami membahas tentang “Pasang Surut Diskursus
Islam dan Sains, Integralisme Armahedi Mahzar” yang kami buat berdasarkan
refrensi yang kami ambil dari berbagai sumber, diantaranya buku dan internet.
Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama
ini kita cari. Kami berharap bisa dimafaatkan semaksimal dan sebaik mungkin.
Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.
Palembang, 21 Agustus 2021
Penulis
3. 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 4
C. Tujuan .......................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
A. Pasang Surut Diskursus Islam dan Sains.................................................. 6
B. Integralisme Armahedi Mahzar................................................................ 9
C. Paradigma Integrasi Ilmu Masa Depan .................................................. 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13
A. Kesimpulan......................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
4. 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai sains dan agama, maka secara tidak langsung orang
akan berpikir sejarah hubungan di antara keduanya. Dalam perjalanan sejarah
pertemuan antara sains dan agama tidak hanya pertentangan saja akan tetapi
juga orang berusaha untuk mencari hubungan di antara keduanya.
Sains dan agama merupakan hal yang sangat menarik untuk kita pelajari
bersama. Hingga saat ini masih banyak terdapat anggapan yang kuat dalam
masyarakat luas yang mengatakan bahwa antara sains dan agama susah untuk
disatukan (dipertermukan). Antara sains dan agama mempunyai daerah
masing-masing terpisah antara satu dengan yang lainnya, baik itu dilihat dari
segi objek formal material, objek penelitian, kriteria kebenaran dan juga
peran yang dimainkan oleh ilmuan. Ungkapan lain mengatakan bahwa sains
tidak mempedulikan agama dan agama pun tidak mempedulikan sains.
Sebenarnya relasi antara sains dan agama dapat dirunut pada
pemberontakan pemikiran yang dilakukan oleh para penemu di bidang sains
terhadap kekuasaan gereja pada abad ke-15. Pertentangan pertama dilakukan
oleh Galileo Galilei dengan membalik ide gereja yang mengatakan bahwa
bumi sebagai pusat tata surya (geosentris), namun Galileo Galei berpendapat
bahwa bukan bumi sebagai 2 pusat tata surya akan tetapi mataharilah yang
merupakan pusat tata surya (heliosentris).
Selanjutnya ketidaksesuaian agama dan sains berlanjut hingga masa
lahirnya Issac Newton yakni masa dimana sains modern lahir, tepatnya pada
abad ke-17. Issac Newton membalik hukum gerak yang pernah dikemukakan
oleh Aristoteles yang mengatakan bahwa pada dasarnya benda-benda itu diam
sehingga membutuhkan penggerak dari luar dirinya, konsekuensi dari konsep
5. 4
ini maka dibutukan Tuhan sebagai sebab utama sebab utama (causa prima) ini
berarti Tuhan dalam pandangan Aristotelles memiliki peranan1
Dalam teorin Issac Newton, dikatakan bahwa benda bergerak dengan
kecepatan tetap, gaya bukanlah penyebab gerak melainkan penyebab
perubahan berupa perlambatan, percepatan dan pembelokan. Gaya tidak
diperlukan dari luar benda tersebut akan tetapi benda itu sendiri yang
memiliki gaya, pandangan Issac Newton tersebut dikenal dengan teori
mekanistik newtonian. Karena gerak diketahui sebagai sesuatu yang relatif
dan gaya bukan penyebab gerak, maka tidak diperlukan lagi penyebab
pertama seperti yang apa yang telah diungkapkan oleh Aritoteles. Dengan
kata lain Tuhan tidak diperlukan lagi untuk menjelaskan semua gerak benda.
Pandangan sains ala Newtonian ini dikatakan telah menjadi sebab akan
banyaknya krisis dalam kehidupan modern. Hal ini dapat kita lihat pada akhir
abad ke-20 dunia dilanda krisis kemanusiaan. Yang paling terlihat adalah
krisis ekologi dan keterasingan manusia (alienasi). Karena manusia modern
memandang alam hanya sebagai objek yang berada di luar dirinya yang bisa
dieksploitasi berdasarkan kepentingannya, tidak ada yang lebih berhak dari
manusia tidak juga makhluk Tuhan yang lain, manusia sebagai pusat. Para
pemikir agama mengklaim bahwa hal ini terjadi karena pandangan Newtonian
telah memutus rangkaian eksitensi hanya sebatas pada yang materi dan
manusia sebagai pusat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pasang surut diskursus islam dan sains di Indonesia?
2. Bagaimana integlarisme Armahedi Mahzar tentang hubungan antara sains
dan agama ?
C. Tujuan
1
Armahedi Mahzar, “Menuju Islamisasi Paradigma Sains Modern” (Pengantar). (Bandung:
Mizan, 2003) hlm 17.
6. 5
Tujuan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pasang surut dari islam dan sains di indonesia.
2. Untuk mengetahui pandangan integlarisme Armahedi Mahzar tentang
hubungan antara sains dan agama.
7. 6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pasang Surut Diskursus Islam dan Sains
Diskursus mengenai Islam, terdapat beberapa istilah dalam kamus
tentang akar kata Islam. Secara umum kata ini mempunyai dua kelompok
makna dasar yaitu Selamat, bebas, terhindar, terlepas dari, sembuh,
meninggalkan. Bisa juga berarti; Tunduk, patuh, pasrah, menerima. Kedua
kelompok makna dasar ini saling terkait dan tidak terpisah satu sama lain.2
Salima juga berarti murni seperti dalam ungkapan ‘salima lahu asy-sya’
artinya sesuatu itu murni milik/untuknya.3
Artinya bebas dari persekutuan
dengan orang lain. Dalam kaitan ini aslama juga berarti memurnikan
kepatuhan hanya kepada Allah swt.4
Adapun pengertian Islam secara terminologi akan kita jumpai rumusan
yang berbeda beda. Dalam ensiklopedi Agama dan filsafat dijelaskan
bahwa Islam adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya untuk
mengajarkan tentang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya kepada
Nabi Muhammad saw. dan menugaskannya untuk menyampaikan agama
tersebut kepada seluruh manusia dengan mengajak mereka untuk
memeluknya.5
Harun Nasution mengatakan bahwa Islam menurut istilah adalah agama
yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia
melalui Nabi Muhammad saw. sebagai rasul. Islam pada hakikatnya
2
Nasr, Sciense and Civilization in Islam, diterjemahkan oleh J. Mahyuddin dengan judul
Sains dan peradaban dalam Islam (cet. I; Bandung; Pustaka, 1989), hlm. 23-41 Lihat Ma’luf, al-
Munjid fi al-Lughah wa al’-A’lam, (Beirut: Dar al- Masyriq, 1975), hlm. 347
3
Az-Zamakhsyari, Azas al-Balaghah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm.306.
4
Umais, Mu’jam al-Wasith, Jilid I (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1994), hlm. 446.
5
Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku II, Cet. I; Palembang: Universitas
Brawijaya,2001), hlm.500
8. 7
membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi
mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Umat Islam pernah menorehkan kegemilangan peradaban pada sekitar
abad VII sampai dengan abad XIII Masehi, bahkan beberapa abad
setelahnya pengaruh itu masih sangat terasa kuat di Eropa. Pada abad-abad
yang dikenal sebagai the golden age of Islam ini, kaum muslim menjadi
mercusuar peradaban dunia dan pelopor kecemerlangan ilmu pengetahuan.
Peradaban muslim menjadi rujukan dari umat-umat lain. Bahasa Arab
menjadi bahasa internasional dalam bidang keilmuan, yang harus dikuasai
oleh mereka yang hendak mendalami bidang yang satu ini.
Pada masa kejayaannya, dunia Islam dikenal dengan para ilmuwannya
yang menguasai beragam displin keilmuan, misalnya di bidang teologi ada
al-Asy‟âri (W. 935) dan al-Maturîdî (W. 944), di bidang sastra seperti al-
Jâhiz (W. 780) dan Ibn Qutaybah (W. 828), di bidang sejarah dan geografi
ada al-Baladhûrî (W. 820) dan al Ya‟kûb (W. 897), di bidang sufisme ada
al-Muhâsibî (W. 857), Abû Yazîd al-Bustâmî (W. 875), dan al-Hallâj (W.
922), di bidang kedokteran seperti al-Râzîi (W. 923-32) dan Ibn Sînâ ( W.
1037), di bidang matematika dan astronomi seperti Khwarizmi (W. setelah
846) dan Ibn Haitsam (W. 1039), dan di bidang filsafat ada al-Kindi, al-
Farabi (W. 870), Ibn Sina (W. 980), dan lain-lain.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang dicapai oleh umat Islam
selama berabad-abad tersebut diperoleh melalui ikhtiar yang kuat dengan
motivasi yang didorong oleh agama. Sinergisitas yang bagus antara
penguasa (pemerintah) dengan para ilmuwan disertai dengan adanya
tradisi ilmiah atau budaya ilmu yang sangat kuat menjadikan pencapaian
yang luar biasa dari bangsa terkebelakang (Arab Badui) dan tidak pernah
diperhitungkan dalam percaturan peradaban menjadi pemimpin peradaban
dan memberikan sumbangan yang sangat berharga pada bidang keilmuan
seperti astronomi, matematika, kimia, fisika, hingga filsafat, yang
kemudian menjadi tonggak kemajuan dan pencapaian ilmu pengetahuan
dunia modern saat ini.
9. 8
Setelah beberapa abad berada di puncak peradaban dunia, umat Islam
memasuki fase kemunduran. Nasib tragis menimpa umat yang pernah
memimpin peradaban ini. Mereka mengalami kehinaan dan ketertindasan
dalam penjajahan. Kemiskinan dan kebodohan menjadi sesuatu yang
melekat padanya. Nurcholish Madjid pernah memberikan ilustrasi tentang
realitas yang menyedihkan dari umat ini dengan mengatakan: Dewasa ini
dunia Islam praktis merupakan kawasan bumi yang paling terkebelakang
di antara penganut agama-agama besar. Negeri-negeri Islam jauh
tertinggal dari Eropa Utara, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru
yang Protestan; Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang Katolik Romawi;
Eropa Timur yang Katolik Ortodoks; Israel yang Yahudi; India yang
Hindu; Cina (giant dragon), Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan
Singapura (little dragon) yang Budhist-Konfusianis; Jepang yang Budhis
Taois; dan Thailand yang Budhist. Praktis tidak satu pun agama besar di
muka bumi ini yang lebih rendah kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek)-nya daripada Islam.
Disajikan pula pandangan kontemporer tentang perkembangan riset
ilmu pengetahuan di negara-negara Islam saat ini. Disebutkan dalam
laporan itu, perkembangan sains di dunia Islam tak merata kemajuannya.
Negara-negara Islam di Afrika Utara masih berkutat dengan masalah
kemiskinan dan masalah sosial dan ekonomi sehingga tak menunjukkan
kemajuan dalam bidang sains. Sedangkan di negara-negara Teluk yang
kaya minyak, rupanya berkah petrodolar tidak serta merta membangkitkan
riset sains. Negara teluk yang dianggap maju dalam sains adalah Iran yang
terwakili oleh proyek riset nuklir dan persenjataan militer. Sedangkan
Turki, satu-satunya anggota OKI yang juga anggota Uni Eropa, memacu
dirinya dalam riset sains karena ingin mensejajarkan diri dengan
masyarakat Eropa yang lain. Di anak benua Asia, Pakistan juga pelopor
dalam riset sains khususnya dalam persenjataan nuklir.
Meski ada beberapa negara muslim yang relatif dianggap maju dalam
pengembangan sains dan teknologi, namun secara umum disimpulkan
10. 9
bahwa negara-negara muslim tidak memiliki konsern yang bagus terhadap
perkembangan sains.
B. Integralisme Armahedi Mahzar
Dalam Islam hubungan antara sains dan agama bukanlah suatu masalah
besar. Karena sains hanyalah sebagian dari ilmu atau ‘ilm, yang berasal
dari kata dasar ‘alima yang berarti mengetahui. ‘Ain-Lam-Mim merupakan
kata yang paling sering, setelah Lam-Lam-Ha dari kata Allah, yang ditulis
dalam Al-Qur‘an sebagai kumpulan wahyu Allah Swt. kepada Rasul-Nya
yang terakhir, Muhammad Saw.
Rasulullah sendiri dalam banyak hadits menganjurkan untuk menuntut
ilmu. Itulah sebabnya seperti kita temukan dalam kemajuan sejarah Islam
klasik, generasi-generasi ulama rajin menerjemahkan tulisan-tulisan ilmiah
dari berbagai bahasa untuk kemudian disesuaikan dengan ajaran Islam dan
dikembangkan lebih lanjut.
Jadi, secara intrinsik tidak ada pertentangan antara sains dan Islam.
Sains dalam pengertiannya yang modern adalah pengembangan dari
filsafat alam yang merupakan dari filsafat yang menyeluruh dalam
khazanah Yunani. Namun filsafat Yunani terlalu deduktif, yang lebih
berdasarkan pada pemikiran spekulatif. Karena itu perlu dilengkapi
pengamatan empiris sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur‘an.
Berdasarkan argumen epistemologi, ilmu pengetahuan antroposentris
dinyatakan bersumber dari manusia dengan ciri khas akal (rasio)
sedangkan ilmu pengetahuan teosentris dinyatakan bersumber dari Tuhan
dengan ciri khas kewahyuan. Maka terbentuklah pertentangan antara
wahyu dan akal.6
Salah satu metode dalam proses pengilmuan Islam yaitu integralisasi.
Integralisasi ialah pengintegrasian kekayaan keilmuan man usia dengan
6
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika, (Yogyakarta,
Tiara Wacana, 2006), hlm. 204.
11. 10
wahyu (petunjuk Allah dalam Al-Quran beserta pelaksanaannya dalam
sunnah Nabi).7
Ilmu integralistik adalah ilmu yang menyatukan (bukan sekedar
menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia. Ilmu-ilmu
integralistik tidak akan mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau
mengucilkan manusia (other worldly asceticisme). Diharapkan bahwa
integralisme akan sekaligus menyelesaikan konflik antara sekularisme
ekstrem dan agama-agama radikal dalam banyak sektor.8
Armahedi Mahzar, seorang iteknosof dan pengajar di ITB,
menyimpulkan bahwa Islam sendiri telah memiliki konsep kesepaduan.
Konsepsi kesepaduan dalam Islam telah banyak ditafsirkan oleh pemikir di
kalangan muslim sendiri, seperti Ibn Arabi dan Mulla Shadra. Namun
sebagai filsafat tradisional Islam, kedua filsafat tersebut dan filsafat Islam
tradisional lainnya tidak cukup untuk menampung perkembangan
keilmuan saat ini. Dari sinilah kemudian lahir filsafat integralisme atau Al-
Hikmah Al-Wahdatiyah.
Dalam intergralisme Islam terdapat kesatuan hierarkis yang disebut
Armahedi Mahzar sebagai integralitas. Integralitas mempunyai dua sumbu
yang saling tegak lurus. Sumbu vertikal disebut sebagai dimensi-dimensi
internalitas, sedangkan sumbu horizontal disebut sebagai dimensi-dimensi
ekstrnal. Internalitas mempunyai lima dimensi, yaitu materialitas,
energisitas, informasitas, normativitas, dan originitas yang secara popular
dikenal dengan dimensi-dimensi materi, energy, informasi, nilai dan
sumber atau yang oleh Imam Al-Ghazali disebut jism, nafs, ‘aql, qalb, dan
ruh.
Sementara itu, eksternalitas mempunyai dimensi-dimensi yang bermula
dari manusia sebagai individualitas atau mikrokosmik, masyarakat sebagai
sosialitas atau mesokosmis, alam semesta sebagai naturalitas atau
makrokosmis, dan berakhir pada Tuhan sebagai metakosmis. Jadi relitas
7
Kuntowijoyo, Ibid, hlm. 49.
8
Kuntowijoyo, Ibid, hlm.55.
12. 11
lebih dipetakan sebagai jala-jala rectangular ketimbang jala-jala sirkular
ala holarki Wilberian. Jala-jala integralitas adalah sebuah matriks, bukan
sebuah jala atau lingkaran-lingkaran sepusat.
Tentu saja, jala -jala persegi integralitas dalam integralisme Islam
bukan berarti lebih unggul daripada jala-jala lingkaran holarki dalam
integralisme universal Wilberian. Yang jelas integralitas itu sebenarnya
lebih mudah dipahami oleh seorang muslim, soalnya dimensi-dimensi
vertical dalam tataran individu bersesuaian dengan tingkat-tingkat
kesadaran yang dalam tradisi tasawuf, sebagai implimentasi dari ihsan,
diidentifikasi dengan jism, nafs, ‘aql, qalb, dan ruh individu.
Dimensi horizontal dalam tataran sumber, teridentifikasi dengan
keempat rukun iman tentang Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan
rasul-rasul, sedangkan dimensi-dimensi horizontalitas dalam tataran materi
mencerminkan rukun-rukun iman kelima dan keenam, yaitu iman akan
hari kiamat dan akhirat, serta iman tentang takdir Ilahi yang dicerminkan
oleh perjalanan hidup manusia dari dunia kembali ke haribaan Ilahi di
akhirat.
Sementara itu dimensi-dimensi horizontal yang menghubungkan
individu dan peradaban melalui lima tahap mencerminkan rukun Islam
yang lima sebagai intisari proses islamisasi peradaban yang disebut
Armahedi dengan tazkiyah al- madaniyah yang selalu diawali dengan
tazkiyah al-nafsi yaitu proses islamisasi individu. Proses ini dimulai
dengan tazkiyah al- yang intinya adalah tauhid dengan mengucapkan
kalimat syahadat, diikuti tazkiyah al-jamaati atau islamisasi kelompok
yang intinya dicerminkan oleh perintah shalat. Kemudian proses ini diikuti
oleh islamisasi masyarakat atau tazkiyah al-ijtima’i yang intinya
dicerminkan oleh perintah shaum nafsi.
C. Paradigma Integrasi Ilmu Masa Depan
Dewasa ini manusia sedang menghadapi pilihan orientasi hidup yang
krusial antara memilih agama dan sains. Ada perbedaan pendapat dari para
13. 12
penentang agama dan pihak agamawan. Para penentang (sekuler),
menyatakan bahwa dalam menafsirkan alam tidaklah merupakan
keharusan menghubungkannya dengan Tuhan, sebab mereka dapat
menafsirkan alam dalam segla fase dan periodenya berdasarkan penemuan
modern tanpa menghubungkannya dengan Tuhan. Tuhan bagi mereka
adalah pikiran non-esensial. Walaupun ada suatu anggapan seperti ini,
namun hampir semua ilmuawan modern beranggapan bahwa segala
peristiwa yang terjadi berjalan sesuai dengan law of nature (hukum alam).
Sebagai pandangan-dunia alternative, pandangan-dunia Islam
memasukkan kembali relasi kepada Allah dalam bentuk Din Al-Islam
sebagai ruh kolektif tubuh umat muslim yang merupakan ummatan
wasathan atau umat penengah, umat yang membentuk sebuah al-madinah
al-fadhilah atau peradaban utama.
Din Al-Islam menyangkut hubungan manusia secara social kolektif ke
Sang Pencipta-nya Yang Esa melalui Syariah (hukum) dan secara personal
individual melalui thariqah (metode) yang berdasarkan aqidah
(keyakinan). Din Al-Islam mengatur hubungan antara manusia dan
masyarakaat melalui tazkiyah al -ijtima’I (penyucian masyarakat), dan
hubungan antara manusia dan dirinya melalui tazkiyah al-nafs (penyucian
diri) membentuk akhlaq al-karimah (moral mulia) sesosok nafs al-
mardhiyah (diri yang diridhai Allah). Inilah komponen teoologis
pandangan dunia baru Islam yang mengoreksi ideology sekelarisme global
dengan cara melengkapinya dan menyempurnakannya melalui islamisasi
peradaban atau tazkiyah al-madaniyah (penyucian peradaban), sebagai
kelanjutan tazkiyah al-insaniyah, penyucia manusia, yang merupakan
intisati Din Al-Islam.9
Proses tazkiyah al-madaniyah adalah proses islamisasi peradaban
terhadap hubungan manusia dengan alam, melalui penyerasiannya ke
dalam kesepaduan, keserasian dan keselarasan dengan Din Al -Islam.
Tekhnologi adalah bentuk hubungan manusia dengan alam
9
Armahedi Mahzar, Revolusi Integralisme Islam, (Bandung: Mizan), hlm.262.
14. 13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa Islam
sebagai agama dengan al-Qur’an dan as-sunnah sebagai sumber ajarannya
banyak berbicara tentang ilmu pengetahuan dan menempatkan orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan pada derajat terhormat. Semua ilmu
pengetahuan agama ataupun ilmu pengetahuan kealaman semuanya
bersumber dari Allah swt, sehingga tidak perlu ada dikotomi antara
keduanya. Sehingga berkembangnya temuan saintis Barat beserta ide-ide
yang ditimbulkannya berpengaruh besar terhadap munculnya ide dan
gagasan pembaruan di dunia Islam.
Integralisasi ialah pengintegrasian kekayaan keilmuan man usia dengan
wahyu (petunjuk Allah dalam Al-Quran beserta pelaksanaannya dalam
sunnah Nabi). Integrasi sains dan agama dapat dilakukan dengan
mengambil inti filosofis ilmu-ilmu keagamaan fundamental Islam sebagai
paradigma sains di masa yang akan datang. Inti filosofis tersebut adalah
dengan terdapatnya hierarki epistemologis, aksiologis, kosmologis dan
teologis yang berkesesuaian dengan hierarki integralisme berupa materi,
energi, informasi, nilai-nilai dan sumber.
B. Saran
Adapun saran pada makalah ini sebaiknya kita lebih mengenal sejarah
dalam Islam dan pengetahuan agar tidak ada kekeliruan yang terjadi, serta
terus mengembangkan kegiatan IPTEK yang berhubungan dengan agama.
Dalam pembuatan makalah membutuhkan bahan yang cukup banyak
sehingga sulit untuk memahami materi sebagai bahan makalah dan dengan
adanya makalah ini kami harapkan para pembaca dapat mengetahui lebih
banyak lagi tentang enzim guna menambah wawasan untuk pembelajaran.
15. DAFTAR PUSTAKA
Az-Zamakhsyari. 1989. Azas al-Balaghah. Beirut: Dar al-Fikr.
Effendi. 2001. Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku II, Cet. I. Palembang:
Universitas Brawijaya.
Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika,
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mahzar, Armahedi. 2003. “Menuju Islamisasi Paradigma Sains Modern”
(Pengantar). Bandung: Mizan.
Mahzar, Armahedi. Revolusi Integralisme Islam. Bandung: Mizan.
Nasr. 1989. Sciense and Civilization in Islam, diterjemahkan oleh J. Mahyuddin
dengan judul Sains dan peradaban dalam Islam. Bandung; Pustaka.
Umais. 1994. Mu’jam al-Wasith Jilid I. Kairo: Dar al-Ma’arif.