Dokumen tersebut memberikan pedoman tentang penulisan gabungan kata dalam bahasa Indonesia. Gabungan kata harus ditulis serangkai jika mendapat imbuhan, sedangkan jika hanya satu kata yang mendapat imbuhan maka hanya kata tersebut yang dirangkai. Ada pula gabungan kata yang sudah dianggap satu kata.
3. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis
serangkai dengan kata dasar. Contoh:
▪ Bergeletar
▪ Dikelola
▪ Membeli
▪ Melompat
▪ Berlari
▪ Dan masih banyak lagi
4. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan
atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda
hubung boleh digunakan untuk memperjelas.
Contoh:
▪ Bertepuk tangan
▪ Garis bawahi
▪ Menganak sungai
▪ Lipat gandakan
▪ Sangkut pautkan
5. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh
digunakan untuk memperjelas. Contoh:
▪ Menggarisbawahi
▪ dilipatgandakan.
▪ Menganakemaskan
▪ Memberitahukan
▪ Menyamaratakan
6. Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai
dalam kombinasi, gabungan kata ditulis
serangkai. Contoh:
▪ Antarkota
▪ mancanegara.
▪ Mahasiswa
▪ Ekstrakurikuler
▪ Pancasila
▪ Biokimia
7. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital,
diselipkan tanda hubung. Contoh:
non-Indonesia
8.
9. a) Reduplikasi atas suku kata awal, atau di
sebut juga dwipurwa. Dalam bentuk
perulangan ini vokal dari suku kata awal
mengalami pelemahan dan bergeser ke
posisi tengah menjadi e.
Contoh: tatangga > tetangga
luluhur > leluhur
luluasa > leluasa
10. b) Reduplikasi atas seluruh bentuk dasar.
Ulangan ini di sebut ulangan utuh. Ulangan
utuh ada dua macam, yaitu ulangan atas
bentuk dasar yang berupa kata dasar atau
disebut juga dwilingga, dan ulangan atas
bentuk dasar berupa kata jadian berimbuhan.
Contoh: rumah > rumah-rumah
kejadian > kejadian-kejadian
anak > anak-anak
pencuri > pencuri-pencuri
11. c) Reduplikasi yang juga terjadi atas seluruh
suku kata, namun pada salah satu lingganya
terjadi perubahan suara pada suatu fonem
atau lebih. Perulangan macam ini
disebut dwilingga salin suara.
Contoh: gerak-gerak > gerak-gerik
sayur-sayur > sayur-mayur
12. d) Reduplikasi dengan mendapat imbuhan, baik
pada lingga pertama maupun pada lingga
kedua. Ulangan macam ini disebut ulangan
berimbuhan.
Contoh: bermain-main
berkejar-kejaran
melihat-lihat
tarik-menarik.
13. Kata ulang berfungsi sebagai alat untuk
membentuk jenis kata, dan dapat dikatakan
bahwa perulangan sebuah kata akan
menurunkan jenis kata yang sama seperti bila
kata itu tidak diulang.
14. a. Mengandung arti banyak yang tak tentu.
Contoh:
Ayah membelikan saya sepuluh buah buku
(banyak tentu)
Buku-buku itu telah kusimpan dalam lemari
(banyak tak tentu)
16. c. Menyerupai atau tiruan dari sesuatu.
Contoh: kuda-kudaan
anak-anakan
langit-langit
17. d. Melemahkan arti, dalam hal ini dapat
diartikan dengan agak.
Contoh:Sifatnya kekanak-kanakan.
Ia berlaku kebarat-baratan.
Orang itu sakit-sakitan.
18. e. Menyatakan intensitas, baik kualitas, kuantitas,
maupun frekuensi.
i) Intensitas kualitatif:
Pukullah kuat-kuat.
Belajarlah segiat-giatnya.
ii) Intensitas kuantitatif:
kuda-kuda
rumah-rumah.
iii) Intensitas frekuentatif:
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ia mondar-mandir sejak tadi.
19. f. Menyatakan arti saling, atau pekerjaan yang
berbalasan.
Contoh:
Keduanya bersalam-salaman.
Dalam perkelahian itu terjadi tikam-
menikam antara kedua orang tersebut.
20. g. Perulangan pada kata bilangan mengandung
arti kolektif.
Contoh: dua-dua
tiga-tiga
lima-lima
21. Ada beberapa kata yang selintas tampaknya
seolah-olah merupakan kata ulang seperti ubur-
ubur dan kupu-kupu. Kata-kata kupu-kupu dan
ubur-ubur keseluruhannya merupakan kata
dasar, bukan kata ulang. Dalam pemakaian
sehari-hari dalam bahasa Indonesia tidak
terdapat bentuk seperti ubur dan kupu.
contoh lainnya :
Laba-laba
Undur-undur
22.
23. Perhatikan kalau gabungan kata itu mendapatkan
imbuhan!
Apabila gabungan kata itu mendapatkan
awalan atau akhiran saja, awalan atau
akhiran itu harus dirangkai dengan kata yang
dekat dengannya. kata lainnya tetap ditulis
terpisah dan tidak diberi tanda hubung.
Contoh:berterima kasih
bertanda tangan
tanda tangani
24. Apabila gabungan kata itu mendapatkan
awalan dan akhiran, penulisan gabungan
kata harus serangkai dan tidak diberi tanda
hubung.
Contoh:menandatangani
pertanggungjawaban
mengkambinghitamkan
25. Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata.
Dalam bahasa Indonesia ada gabungan kata yang
sudah dianggap padu benar. Arti gabungan kata itu
tidak dapat dikembalikan kepada arti kata-kata itu.
Contoh: sukarela
kepada
segitiga
padahal
matahari
barangkali
26. Gabungan kata yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri
sendiri sebagai satu kata yang mengandung arti penuh, unsur
itu hanya muncul dalam kombinasinya.
Contoh: tunanetra
tunawisma
narasumber
dwiwarna
perilaku
pascasarjana
Kata tuna berarti tidak punya, tetapi jika ada yang bertanya, “Kamu
punya uang?” kita tidak akan menjawabnya dengan “tuna”. Begitu
juga dengan kata dwi, yang berarti dua, kita tidak akan berkata,
“saya punya dwi adik laki-laki.” Karena itulah gabungan kata ini
harus ditulis dirangkai.
27. Perhatikan gabungan kata berikut!
1. Jika unsur terikat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara
kedua unsur itu diberi tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia
SIM-ku
KTP-mu
2. Unsur maha dan peri ditulis serangkai dengan unsur yang berikutnya, yang
berupa kata dasar. Namun dipisah penulisannya jika dirangkai dengan kata
berimbuhan.
Contoh: Mahabijaksana
Mahatahu
Mahabesar
Maha Pengasih
Maha Pemurah
peri keadilan
peri kemanusiaan
Tetapi, khusus kata ESA, walaupun berupa kata dasar, gabungan kata maha
dan esa ditulis terpisah => Maha Esa.