1. LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN
FORMULASI SEDIAAN
NON STERIL
PEMBUATAN TABLET PARASETAMOL DENGAN
METODE GRANULASI BASAH
Disusun oleh:
Kelompok 2 (Selasa Siang)
Rahadiansyah Wiguna D1E030508
Gamma Irma D1E030509
Indah Saraswati D1E030510
Nia Ismiyati D1E030512
Prima Setiawan D1E030514
M. Faisal Budiman D1E030525
Andri Adhitya D1E030532
LABORATORIUM FORMULASI NONSTERIL
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2006
2. PEMBUATAN TABLET PARASETAMOL
DENGAN METODE GRANULASI BASAH
I. TUJUAN
1. Mengetahui cara pembuatan tablet dengan metode granulasi basah.
2. Melakukan uji Quality Control (QC) terhadap tablet.
II. PRINSIP
1. Metode granulasi basah.
2. Evaluasi tablet berdasarkan standar quality control (QC):
Kekerasan tablet
Waktu hancur
Keseragaman bobot dan bentuk
Keseragaman ukuran
Friabilitas
Abrassion
Sifat alirans
Kadar air
I. FORMULA
Untuk 1 tablet dibuat 300 tablet
No. Bahan Jumlah per tablet
1. Parasetamol 300 mg
2. Amprotab 80 mg
3. Laktosa 160 mg
4. Cofein 25 mg
5. CTM 1 mg
6. Vit C 25 mg
7. PVP ( jelly ) 4 % Q. S
8. Starch rx 5 %
9. Aerosil 1 %
10. Mg Stearat 1 %
11. Talkum 1 %
12. Zat Warna Q,S
3. II. TEORI
Pemberian obat melalui mulut merupakan cara pemberian yang paling
utama untuk memperoleh efek sistemik, dan dari obat-obat yang diberikan
melalui mulut, maka sediaan padat merupakan bentuk yang lebih disenangi.
Tablet merupakan sediaan yang paling banyak digunakan dalam
peracikan obat karena terbukti sangat menguntungkan dari massanya yang
dapat dibuat secara masinel dan harganya murah. Selain itu, takarannya
tepat, dikemas dengan baik, praktis dalam transportasi dan
penyimpanannya, serta mudah ditelan. Bentuk tablet biasanya silinder,
kubus, cakram, telur, atau ada juga yang berbentuk peluru.
Bergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya,
tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancur dan dalam aspek lainnya. Perbedaan ukuran dan
warna dari tablet dalam perdagangan memudahkan pengenalan tablet serta
bermanfaat sebagai tambahan perlindungan bagi kesehatan masyarakat.
Banyak keuntungan yang didapatkan dalam penggunaan tablet, yaitu
tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik untuk ketepatan ukuran, variabilitas kandungan yang paling rendah,
ongkos pembuatannya paling rendah, paling ringan dan paling kompak,
murah untuk dikemas serta dikirim, tidak memerlukan langkah tambahan
bila menggunakan permukaan pencetak bermonogram atau berhiasan
timbul, paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, merupakan bentuk sediaan oral yang paling banyak diproduksi
secara besar-besaran, memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan
stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
Hal-hal yang menyebabkan tablet menjadi bentuk sediaan yang populer
seperti kekompakan, stabilitas kimia dan kemujarabannya, terutama
ditentukan oleh kualitas granulasinya. Pada dasarnya tiap bahan yang akan
4. dibuat tablet harus memiliki 2 karakteristik, yaitu kemampuan mengalir dan
dapat dicetak.
Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat
pengembang, zat pengikat, zat pelicin dan zat pembasah.
Tablet digunakan baik untuk tujuan pengobatan lokal atau sistemik.
Pengobatan lokal misalnya:
1.Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval, digunakan untuk
antiinfeksi, antifungi, penggunaan hormon secara lokal.
2.Lozenges, trochisi, digunakan untuk efek lokal di mulut dan tenggorokan,
umumnya digunakan sebagai antiinfeksi.
Pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik, selain tablet biasa yang
ditelan masuk perut terdapat pula yang lain seperti:
1.Tablet Bukal, digunakan dengan cara dimasukkan di antara pipi dan gusi
dalam rongga mulut, biasanya berisi hormon steroid; absorpsi terjadi
melalui mukosa mulut masuk peredaran darah.
2. Tablet Sublingual, digunakan dengan jalan dimasukkan di bawah lidah,
biasanya berisi hormon steroid, absorpsi terjadi melalui mukosa mulut
masuk peredaran darah.
3.Tablet Implantasi, berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dimasukkan
secara implantasi dalam kulit badan. Sedangkan tablet Hipodermik
dilarutkan dalam air steril untuk injeksi untuk disuntikkan di bawah kulit.
Pembuatan Tablet
Untuk membuat tablet diperlukan zat tambahan berupa:
1.Zat pengisi (diluent), dimasukkan untuk memperbesar volume tablet.
Biasanya digunakan Saccharum Lactis, Amilum Manihot, Calcii Phosphas,
Calcii Carbonas dan zat lain yang cocok.
5. 2.Zat pengikat (binder), dimasukkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat. Biasanya digunakan mucilago Gummi Arabici 10-20 %, Solutio
Methylcellulosum 5 %.
3.Zat penghancur (disintegrator), dimaksudkan agar tablet dapat hancur
dalam perut. Biasanya digunakan Amilum Manihot kering, Gelatinum, agar-
agar, Natrium Alginat.
4.Zat pelicin (lubricant), dimasukkan agar tablet tidak lekat pada cetakan
(Matrys). Biasanya digunakan Talcum 5 %, Magnesii Stearas, Acidum
Stearicum.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat-zat lain, kecuali zat
pelicin, dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi
cetakan tablet dengan baik, maka dibuat granul agar mudah mengalir (free
flowing) mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (capping).
Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu, granulasi basah, granulasi
kering (mesin rol atau mesin slug) dan cetak langsung. Tujuan granulasi, baik
granulasi basah maupun granulasi kering adalah sama, yaitu untuk
meningkatkan daya alir dan atau kemampuan kempa.
Metode pembuatan tablet yaitu:
1. Granulasi Basah
Keuntungan:
a.Obat tersebar di dalam granul sehingga homogenitas umumnya baik.
b.Penampilan tablet umumnya bagus.
Kerugian:
a.waktu yang diperlukan banyak dan diperlukan peralatan yang mahal.
b.Zat pengikat mungkin mempengaruhi pelepasan obat.
c.Tidak untuk zat aktif yang tidak tahan pemanasan dan terurai oleh air.
d.Pelarut yang digunakan mungkin dapat mempengaruhi stabilitas obat.
2. Granulasi Kering
Keuntungan:
6. a.Tidak diperlukan pemanasan dan air sebagai pembantu pembuatan
granul.
b.Peralatan lebih sederhana.
c.Waktu yang diperlukan lebih singkat.
Kerugian:
a.Tablet sering penampilannya kurang bagus.
b.Variasi kadar mungkin menjadi masalah karena adanya fraksinasi
(pemisahan) obat dengan zat pembantu.
c.Lebih banyak pelincir yang dipakai dapat menimbulkan masalah
pelepasan obat.
3. Cetak langsung
Keuntungan:
a.Waktu dan peralatan yang diperlukan lebih singkat daripada kedua
proses sebelumnya.
b.Tidak diperlukan pemanasan dan air sebagai pembantu pembuatan
granul.
c.Tidak memerlukan bahan pengikat.
d.Obat biasanya dalam bentuk granular sehingga disolusi lebih cepat
daripada tablet-tablet yang dibuat dengan granulasi.
Kerugian:
a.Kapasitas zat pengisi untuk zat aktif yang halus dan kohensif sering
membatasi penggunaannya sampai 20 % atau bahkan kurang. Hanya
dapat digunakan untuk obat yang dosisnya lebih dari 200 mg bilamana
obatnya sendiri mempunyai daya alir yang baik dan kompresibilitasnya
baik, misalnya aspirin.
b.Segregasi obat dan zat pembantu dapat terjadi di dalam corong (hopper)
karena obatnya tidak terikat pada granul. Disini pencampuran sangat
penting.
7. Granulasi Basah
Metode granulasi basah merupakan metode yang terluas digunakan
dalam memproduksi tablet kompresi. Hal yang menarik pada granulasi basah
yaitu pembasahan bahan, penggilingan basah serta pengeringan.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan cara ini:
1. Menimbang dan mencampur bahan-bahan
2. Pembuatan granul basah
3. Pengayakan adonan lembab menjadi granul
4. Pengeringan
Penimbangan dan pencampuran
Bahan aktif, pengisi, dan bahan penghancur yang diperlukan dalam
formula tablet ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk
membuat sejumlah tablet yang akan diproduksi dan dicampur, diaduk baik.
Pengisi yang digunakan diantaranya laktosa, kaolin, manitol, amilum, gula
bubuk, dan kalsium fosfat. Pemilihan bahan pengisi berdasarkan pengalaman,
biaya pembuatan dan kecocokan obat dengan bahan pembantu lainnya dalam
formula.
Bahan penghancur meliputi tepung jagung dan kentang, turunan amilum
seperti natrium amilum glukonat, senyawa selulosa seperti CMC, resin
penukar kation dan bahan lain yang membesar atau mengembang dengan
adanya lembab dan mempunyai efek menghancurkan tablet setelah masuk ke
dalam cairan pencernaan.
Pembuatan granulasi basah
Supaya campuran serbuk mengalir merata dan bebas pada hopper ke
dalam cetakan, mengisinya dengan tepat dan merata, biasanya perlu
8. mengubah campuran serbuk menjadi granula yang bebas mengalir ke dalam
cetakan disebut granulasi. Hal ini dapat dilakukan dengan baik dengan
menambahkan cairan pengikat atau perekat ke dalam campuran serbuk,
melewatkan adonan yang lembab melalui ayakan yang ukurannya seperti yang
diinginkan, granul yang dihasilkan melalui pengayakan ini dikeringkan, lalu
diayak lagi dengan ayakan yang ukurannya lebih kecil supaya mengurangi
ukuran granul berikutnya. Unsur pengikat membantu merekatkan granul satu
dengan yang lainnya, menjaga kesatuan tablet setelah dikompresi. Diantara
bahan pengikat yang digunakan ialah 10-20 % cairan berair dibuat dari tepung
jagung, 25-50 % larutan glukosa, molase, macam-macam gom alam, derivat
selulosa, gelatin dan povidon. Jika bahan obat sangat dipengaruhi oleh
pengikat berair maka zat pengikat ini dapat tanpa air atau ditambahkan dalam
keadaan kering. Harus hati-hati, tidak boleh terlalu basah dan tidak boleh
terlalu kering. Bila dibasahi secara berlebihan menghasilkan granul yang
terlalu keras, pembasahan yang kurang akan menghasilkan tablet yang terlalu
lunak dan cenderung mudah remuk. Bila diinginkan warna dan rasa yang
cocok dapat ditambahkan ke dalam bahan pengikat sehingga terjadi granulasi
dengan warna dan rasa yang diinginkan.
Penyaringan adonan lembab menjadi granul
Pada umumnya granulasi basah ditekan pada ayakan. Setelah semua bahan
berubah menjadi granul, kemudian ditebarkan di atas selembar kertas yang
lebar dalam nampan yang dangkal dan dikeringkan.
Pengeringan granul
Kebanyakan granul dikeringkan dalam cabinet pengering dengan sistem
sirkulasi udara dan pengendalian temperatur.
9. Penyaringan kering
Setelah dikeringkan, granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang
yang lebih kecil dari yang terbiasa dipakai untuk pembuatan granulasi asli.
Seberapa jauh granul dihaluskan, tergantung pada ukuran punch yang akan
dipakai dan tablet yang akan diproduksi. Ayakan dengan ukuran 12-20
biasanya dipakai untuk waktu tersebut. Pengukuran granul diperlukan
sehingga rongga cetakan untuk memproduksi tablet-tablet kecil dapat diisi
penuh secara tepat oleh granul-granul tadi. Kekosongan atau rongga yang
disisakan oleh granul besar dalam cetakan kecil, akan menimbulkan hasil
tablet yang diproduksi tidak rata.
Lubrikasi atau pelinciran
Setelah pengayakan kering, biasanya bahan pelincir kering ditambahkan
ke dalam granul. Sehingga setiap granul dilapisi oleh bahan pelincir. Dapat
juga dilapisi debu ketika granul menyebar melalui lubang kecil ayakan atau
pencampuran dalam pengadukan serbuk. Pelincir yang umum digunakan
adalah talc, Mg stearat dan Ca stearat. Jumlah pelincir yang digunakan
berbeda-beda. Manfaat pelincir adalah mempercepat aliran granul dalam
corong ke dalam rongga cetakan, mencegah melekatnya granul pada punch
dan cetakan, selama pengeluaran tablet, mengurangi penggesekan antara tablet
dan dinding cetakan ketika tablet dilemparkan dari mesin dan memberikan
rupa yang bagus pada tablet yang sudah jadi.
Pencetakan tablet
Ada beberapa mesin pembuatan tablet yang dikempa, masing-masing
berbeda kapasitas produksinya, tetapi dasar kerjanya sama. Cara kerjanya
memasukkan granul ke dalam ruang cetakan dan dikempa oleh kedua gerakan
punch atas dan bawah.
10. Hal-hal yang diperhatikan untuk granul
Kerapatan (Densitas)
Bobot per satuan volume dari partikel padat dinyatakan sebagai kerapatan
sejati (ρ). Kebanyakan serbuk dalam farmasetik berukuran kecil dan jika
ditempatkan memenuhi 1 cc pada gelas ukur maka diperoleh kerapatan
sebenarnya. Jika serbuk tersebut dimampatkan hingga memadat, akan
didapatkan volume yang lebih kecil; kerapatannya dihitung dari volume
terkecil tersebut dan disebut kerapatan mampat. Partikulat dapat berupa
keadaan yang keras, lembut atau keadaan berpori. Kesukaran akan timbul bila
dilakukan percobaan untuk memeriksa volume partikel yang mengandung
retakan-retakan halus, pori internal dan rongga kapiler. Kerapatan curah
merupakan massa serbuk dibagi dengan volume ruah.
Keruahan (Bulkiness)
Keruahan diartikan sebagai kebalikan dari kerapatan. Umumnya keruahan
menjadi naik dengan berkurangnya ukuran partikel. Campuran pertikulat yang
ukurannya berbeda dapat menurunkan keruahan karena terjadinya pengisian
rongga yang kosong oleh partikel kecil.
Sifat alir
Bilamana aliran suatu serbuk dari dalam bejana melalui lubang kecil
diamati, akan terlihat 2 kemungkinan jenis alir yang berbeda bentuk sifat
alirnya, yaitu: jenis alir bebas dan jenis lengket (sticky; kohesif)
Jenis alir bebas memungkinkan serbuk dapat mengalir dengan mantap dan
kontinyu, sedangkan jenis kohesif mengalami kesukaran untuk mengalir.
Sifat alir serbuk tersebut dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk,
porositas, kerapatan dan susunan (tekstur) permukaan. Kebalikan dari sifat
kohesif adalah dustibility yaitu kemudahan serbuk untuk bertabur.
11. Sudut istirahat
Sudut istirahat adalah sudut yang terbentuk antara lereng suatu timbunan
serbuk dengan bidang horizontal. Sudut istirahat dipengaruhi fraksi antar
partikel-partikel. Makin kasar dan tidak beraturan permukaan pertikel akan
semakin besar sudut istirahatnya.
Umumnya serbuk mempunyai sudut istirahat sekitar 34° - 48°.serbuk yang
lebih mudah mengalir mempunyai sudut istirahat yang kecil. Pedoman empiris
mengalirnya serbuk diberikan melalui indeks kompresibilitas (konsolidasi)
Carr:
Kompresibilitas (%) = kerapatan mampat – kerapatan nyata x 100 %
Kerapatan mampat
Tabel penaksiran indeks Carr untuk aliran serbuk
Indeks Kosolidasi Carr
(%)
Aliran
5 - 15 Sangat baik
12 – 16 Baik
18 – 21 Cukup
23 – 25 Buruk
33 – 38 Sangat buruk
> 40 Sangat buruk sekali
Indeks yang serupa diberikan pula oleh Hausner.
Rasio Hausner = ρb max / ρb min
12. Harga kurang dari 1,25 menunjukkan aliran yang baik (= 20 % Carr),
sedangkan lebih dari 1,5 menunjukkan aliran yang buruk (= 33 % Carr).
Suatu curah serbuk yang dibiarkan mengalir dari suatu lubang dan
ditampung dalam bidang datar akhirnya akan membentuk suatu gunungan.
Sudut antara lereng dengan horizontal disebut sudut istirahat (angle of repose,
θ).
Terdapat hubungan antara θ dengan aliran dan bentuk partikel.
Tabel Hubungan Sudut Istirahat θ dengan Aliran Serbuk
Sudut Istirahat θ
( °)
Aliran
< 25 Sangat baik
25 – 30 Baik
30 – 40 Cukup
> 40 Sangat buruk
Kontrol kualitas tablet
1.Wujud tablet: warna dan bentuk
2.Keseragaman bobot
3.Keseragaman ukuran
4.Waktu hancur
5.Uji kestabilan
III. ALAT dan BAHAN
Alat :
Alat : Alat penguji kadar air
13. Alat uji disintegrasi tipe ZT 2 – Erweka
Alat uji friabilitas tipe Fliabilator – Roche
Alat uji kekerasan tipe TBT – Tablet – Erweka
Ayakan
Baskom plastik
Batang pengaduk
Beaker glass
Corong alir
Gelas ukur penentu kerapatan
Granulator mesh 14
Granulator mesh 16
Heater
Lemari pengering
Mesin pencetak tablet
Mikrometer
Neraca analitis
Bahan :
Parasetamol
Amprotab
Starch Rx
Vit C
CTM
Laktosa
PVP ( jelly )
Cofein
Talkum
Aerosil
Mg Stearat
14. Zat Warna (hijau)
VI. PROSEDUR
1. Partikel-partikel serbuk bahan obat diayak.
2. Masing-masing zat ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
3. Fasa dalam tablet terdiri dari Parasetamol, saccharum lactis dan
amprotab.
4. Pasta amylum 13% dibuat dengan cara 13 g amprotab disuspensikan
dalam air dingin, kemudian ditambahkan air mendidih ad 100 ml. Pasta
amylum + beaker glass ditimbang.
5. Dihitung berta tablet teoretis berdasarkan fasa dalam yang digunakan.
6. Seluruh bahan fasa dalam dicampurkan dalam plastik hingga homogen,
dikocok rata selama 5 menit.
7. Campuran fasa dalam yang sudah homogen dimasukkan ke dalam
wadah, lalu ditambahkan pasta amylum sedikit demi sedikit hingga
terbentuk massa yang dapat dikepal.
8. Sisa pasta amylum dalam beaker glass ditimbang, lalu dihitung jumlah
amylum yang digunakan.
9. Massa yang dapat dikepal tersebut dilalukan pada ayakan mesh no. 14
(granulasi basah).
10. Garnul basah ditebarkan di atas baki yang telah dilapisi kertas perkamen
secara merata.
11. Granul basah tersebut dikeringkan di dalam lemari pengering pada
temperatur 50o
C selama 24 jam.
12. Granul kering ditimbang, lalu diayak dengan ayakan mesh no.16
(granulasi kering). Kemudian ditimbang berat granul kering setelah
diayak.
13. Ditimbang sejumlah granul kering (10 g) untuk dilakukan uji kadar air.
14. Dihitung kadar lines (serbuk halus) dengan cara 100 g granul ditimbang
lalu diayak hati-hati melalui ayakan mesh no.60, ditimbang berat serbuk
yang lolos ayakan dan dihitung persentasenya.
15. 15. Ditimbang Magnesium stearat, talk dan aerosil berdasarkan berat
amylum yang digunakan pada pasta amylum.
16. Granul paracetamol hasil granulasi kering dicampur dengan magnesium
stearat, talk dan aerosil di dalam plastik, diaduk hingga homogen.
17. Ditimbang 25 g granul yang sudah dicampur, dimasukkan ke dalam
gelas ukur dan dibaca volumenya. Dilakukan uji kompresibilitas.
18. Ditimbang 25 g granul yang sudah dicampur untuk uji kecepatan alir.
Dimasukkan ke dalam corong yang lubangnya ditutup, lalu tutup bagian
bawah corong dibuka kemudian diamati waktu yang diperlukan sampai
semua granul mengalir semuanya (kecepatan alir). Diameter timbunan
granul diukur (diambil harga rata-rata) dan diukur tinggi puncak
timbunan granul.
19. Tablet dicetak dengan range berat ± 5% dari berat teoretis dan kekerasan
± 70 N.
20. Tiap 20 tablet yang dicetak diambil 1 buah tablet untuk uji berat tablet
dan kekerasan. Jika tidak sesuai dengan rencana formulasi punch pada
alat pencetak tablet diatur lagi hingga diperoleh berat dan kekerasan
tablet yang sesuai.
21. Dilakukan sampling untuk 20 tablet kemudian dihitung berat tablet,
diukur diameter dan ketebalannya serta diuji kekerasannya. Dihitung
rata-ratanya.
22. Diambil 20 tablet lalu dilakukan uji freabilitas.
23. Diambil 6 tablet lalu dilakukan uji disolusi.
24. Tablet dikemas dalam botol plastik lalu diberi etiket yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
16. Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel, HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Avis, KE.,Lachman L.,Lieberman HA. 1986. Pharmaceutical Dossage Forms:
Tablet. Volume 1. New York: Marcel Dekker, INC.
Wade, Ainley., Weller., Paul J. 1994. Handbook Of Excipients. 2nd
edition.
London: The Pharmaceutical Press.