SlideShare a Scribd company logo
1 of 127
Download to read offline
1
I Nyoman Wisnu Wardhana
Senior Advisor II PT. Telkom Indonesia - Modul BJR
Business Judgment Rule Doctrine
As a Protection for Business Decisions
2
I Nyoman Wisnu Wardhana
Senior Advisor II PT. Telkom Indonesia - Modul BJR
Modul Topik Ref.
I Corporatism  Patrick A. Gaughan, Mergers,
Acquisitions, and Corporate
Restructurings, ISBN: 978-0-470-
56196-6, Wiley; 5th edition
(2011, www.wiley.com.)
 Pinto, Arthur R. and Branson,
Douglas M., Understanding
Corporate Law (Third Edition)
(September 10, 2009). ISBN-
1422429598-781422429594,
Lexis-Nexis
 The law of The Republic of
Indonesia Number 40/2007
concerning Limited Liability
Company
 The Law of the Republic of
Indonesia concerning Business
Law (KUHD-Wetboek van
Koophandel -Dutch Civil Code)
 Other related literatures
(Journal, Case Law, etc)
II Legal Theories of Corporatism
III Corporate’ Organs
IV Corporate Governance – Risk – Compliance
V Board’ Tasks and its Authorities
VI Board’ Responsibilities
VII Board Discharge of its
Legal Duties and
Equitabilities
VIII BJR Doctrine
Business Judgment Rule Doctrine
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 3
Modul I
Corporatism
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 4
Gambaran Umum Korporasi (Enterprise)
Dasar Hukum Organisasi Bisnis/Perusahaan di Indonesia:
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel voor Indonesie)
 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Bentuk-bentuk organisasi perusahaan:
 Perusahaan Perseorangan
 Persekutuan Firma
 Perseroan Komanditer (Commanditer Vennootschap/CV)
 Perseroan Terbatas
 Koperasi
 Yayasan
 BUMN
 Other derivative forms of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 5
Bentuk-Bentuk Organisasi Perusahaan
Perusahaan Perseorangan
Perusahaan Persekutuan
Berbadan Hukum
Spec:
 Perseroan Terbatas (Tertutup)
 Perseroan Terbatas (Terbuka)
 Koperasi
 Yayasan
 BUMN
Tidak – Berbadan Hukum
Spec:
 Maatschap (Pers. Perdata)
 Vennootschap onder eene firma (Firma)
 Commanditaire vennootschap (CV)
Perusahaan adalah setiap
kegiatan usaha yang
dilakukan secara tetap/terus-
menerus dengan tujuan
untuk mencapai atau mencari
keuntungan/laba baik yang
dilaksanakan oleh orang
perseorangan maupun oleh
badan usaha baik badan
usaha yang tidak berbadan
hukum maupun badan usaha
yang berbadan hukum yang
didirikan dan berada di
wilayah RI.
UU No. 8 th. 1997 (Dokumen Perusahaan):
Naamloze
Vennootschaap (NV)
cooperatie
Stichting
Eenmanszaak/Sole Proprietorship
staat een eigen bedrijf
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 6
Perusahaan Perseorangan
Adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang, dimana pengelola
perusahaan memperoleh semua keuntungan perusahaan, tetapi ia juga
menanggung semua risiko yang timbul dalam kegiatan perusahaan. Pendirian
perusahaan perseorangan tidak diatur dalam KUHD dan tidak memerlukan perjanjian
karena hanya didirikan oleh satu orang pengusaha saja.
Perusahaan perseorangan dibagi dalam 2 kelompok yaitu
1. Usaha Perseorangan Berizin :
memiliki izin operasional dari departemen teknis. Misalnya bila perusahaan perseorangan
bergerak dalam bidang perdagangan, maka dapat memiliki izin seperti Tanda Daftar Usaha
Perdagangan (TDUP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
2. Usaha Perseorangan Yang Tidak Memiliki Izin.
Misalnya usaha perseorangan yang dilakukan para pedagang kaki lima, toko barang
kelontong, dsb.
Eenmanszaak/Sole Proprietorship
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 7
Maatschap
Persekutuan Perdata
Adalah suatu persetujuan dimana dua orang/lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan tujuan untuk membagi
keuntungan atau manfaat diperoleh daripadanya. Dapat berupa: Barang, Uang,
Tenaga, dan kerajinan
 Hubungan intern antara para sekutu bersifat kontraktual
 Hubungan Eksternnya (Hubungan antara seorang sekutu dengan pihak ketiga)
hanya mengikat sekutu yang mengikatkan diri tersebut, tetapi
para sekutu lainnya dapat terikat apabila :
 Adanya pengukuhan terhadap peningkatan yang dilakukan kepada pihak
ketiga
 Adanya kesan pertanggung jawaban sekutu
 Adanya kuasa
 Adanya manfaat bagi persekutuan
Pertanggung jawaban tergantung kepada jumlahnya sekutu dengan dan bagian masing-masing
sekutu dalam modal persekutuan (pro Rata) seperti : Kerjasama Lawyer, Dokter, Architect, etc.
Gerant Statutaire (Perjanjian Persekutuan dalam tindakan pengutusan kepada pihak ketiga atas
dasar akte pendirian persekutuan, Gerant Mandataire merupakan pemberian kuasa dari
persekutuan atas keperluan persekutuan atau memberikan mandat.
Tidak – Berbadan Hukum
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 8
Vennootschap onder eene firma
Firma
Adalah setiap persekutuan perdata yang menjalankan perusahaan dengan nama
bersama, jadi dapat dikatakan firma adalah persekutuan perdata khusus
kekhususannya terletak pada :
 Menjalankan perusahaan dengan mana bersama
 Tanggung jawab sekutu secara pribadi untuk keseluruhan
 Menggunakan nama bersama
Firma bukan merupakan badan hukum, meskipun syarat materil sudah terpenuhi
antara lain :
 Adanya harta kekayaan terbesar
 Adanya kepentingan atau tujuan tertentu
 Adanya Pengurus
Syarat formal sebagai badan hukum tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya
pengesahan Menteri Kehakiman.
Tidak – Berbadan Hukum
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 9
Commanditaire vennootschap
Persekutuan Komanditer
Adalah jenis persekutuan yang mirip dengan firma yang mempunyai dua jenis sekutu
yaitu sekutu komplementer dan komanditer. Merupakan persekutuan yang didirikan
oleh beberapa orang (sekutu) yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk
dipakai dalam persekutuan. Para anggota persekutuan menyerahkan uangnya sebagai
modal perseroan dengan jumlah yang tidak perlu sama sebagai tanda keikutsertaan di
dalam persekutuan.
 Sekutu komplementer (sekutu aktif/pengurus) yang dapat melakukan perbuatan
hukum atau mengadakan perikatan terhadap pihak ketiga.
 Sekutu komanditer (Sekutu yang memasukkan modalnya saja kedalam persekutuan
(sekutu pasif/dibelakang layar).
Berbeda dengan firma, maka sekutu komanditer hanya bertanggung jawab
sebesar modal yang masuk dalam perseroan.
Tidak – Berbadan Hukum
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 10
Naamloze Vennootschaap
Perseroan Terbatas
(Perseroan), adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
Perseroan mempunyai organ yang terdiri dari :
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan memegang segala kewenangan yang
tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. RUPS terdiri dari RUPS tahunan yang diadakan
paling lambat 6 bulan setelah tahun buku dan RUPS lainnya yang dapat diadakan sewaktu-waktu
berdasarkan kebutuhan.
Direksi
adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Komisaris
adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus
serta memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan Perseroan
Berbadan Hukum
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 11
Pros & Cons
Eenmanszaak/Sole Proprietorship
Kebaikan:
 Mudah dibentuk dan dibubarkan
 Bekerja dengan sederhana
 Pengelolaannya sederhana
 Tidak perlu kebijaksanaan pembagian laba
Kelemahan:
 Tanggung jawab tidak terbatas
 Kemampuan manajemen terbatas
 Sulit mengikuti pesatnya perkembangan
perusahaan
 Sumber dana hanya terbatas pada pemilik
 Risiko kegiatan perusahaan ditanggung
sendiri
Maatschap-Firma
Kebaikan:
 Prosedur pendirian relatif mudah
 Mempunyai kemampuan finansial yang lebih
besar, karena gabungan modal yang dimiliki
beberapa orang
 Keputusan bersama dengan pertimbangan
seluruh anggota firma, sehingga keputusan-
keputusan menjadi lebih baik
Kelemahan:
 Utang-utang perusahaan ditanggung oleh
kekayaan pribadi para anggota firma
 Kelangsungan hidup perusahaan tidak
terjamin, sebab bila salah seorang anggota
keluar, maka firma pun bubar
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 12
Pros & Cons - cont’
Commanditaire Vennootschap
Kebaikan:
 Pendiriannya relatif mudah
 Modal yang dapat dikumpulkan lebih
banyak
 Kemampuan untuk memperoleh kredit
lebih besar
 Manajemen dapat didiversifikasikan
 Kesempatan untuk berkembang lebih
besar
Kelemahan:
 Tanggung jawab tidak terbatas
 Kelangsungan hidup tidak terjamin
 Sukar untuk menarik kembali
investasinya
Naamloze Vennootschaap
Kebaikan:
 Kelangsungan hidup perusahaan terjamin
 Terbatasnya tanggung jawab, sehingga tidak
menimbulkan resiko bagi kekayaan pribadi
maupun kekayaan keluarga pemilik
 Saham dapat diperjual belikan dengan relatif
mudah
 Kebutuhan kapital lebih besar akan mudah
dipenuhi, sehingga memungkinkan
perluasan usaha
 Pengelolaan perusahaan dapat dilakukan
lebih efisien
Kelemahan:
 Biaya pendiriannya relatif mahal
 Rahasia tidak terjamin
 Kurangnya hubungan yang efektif antara
pemegang saham
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 13
Establishment’s Comparation
Perseorangan Persekutuan
Tidak berbadan Hukum Berbadan
Hukum
Eenmanszaak Maatschap Firma CV Naamloze
Cara Pendirian Tidak diatur dalam
KUHD ataupun
KUHPerdata
Perjanjian, bisa
lisan atau akte
otentik-1618
16 , 18, dan 22 1 § 1
7 § 1 & 2
Pendaftaran Tidak perlu
didaftarkan
Tidak harus
didaftarkan
Harus didaftarkan di Kepaniteraan
PN-23, 24
 9 § 1
 29
Pengesahan Tidak perlu
Pengesahan
Tidak perlu
didaftarkan
Tidak memerlukan pengesahan -
27
30 § 1
Tanggung
Jawab
Intern Tidak terbatas All for one –
1637/1639
(3rd party bind)
1624 sd. 1641 ~Firma, pada
sekutu
komanditer
tanggung
jawabnya
Terbatas- 19,
20, dan 21
3 § 1
Extern Tidak terbatas All for one –
1642/1644
1642 sd. 1645  92, 97, 98 , dan
99
 114, 115, 117,
dan 118
 148
Berakhirnya Tidak diatur dalam
KUHD
1646 26, 31
1646
142 § 1
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 14
State Owned Company
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha
apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan negara, kecuali
ditentukan lain berdasarkan undang-undang
Modal BUMN ada 2 kemungkinan:
1. Seluruh modal persero dimiliki oleh negara
2. Sebagian modal persero (paling sedikit 51%) dimiliki oleh negara dan sebagian
modal lainnya dimiliki oleh swasta
Ciri-ciri utama BUMN adalah:
 Profit oriented
 Legal status : owned its name and capital, legally bind agreement, covenant, etc with other parties
 Vital services (Public services)
 To perform legal acts, sued or sue
 State owned capital, and can be obtained loans  debt securities
 Spec: PT. Telkom Indonesia, PT. KA-Indonesia, PT. Rajawali Indonesia, etc
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 15
Perseroan Terbatas
Dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yaitu:
1. Klasifikasi Perseroan Terbatas atas dasar diperjualbelikannya saham di Bursa Efek
 Perseroan Terbatas Tertutup
adalah PT yang saham-sahamnya tidak diperjual-belikan di Bursa Efek
 Perseroan Terbatas Terbuka
adalah PT yang sahamnya sudah diperjual-belikan di Bursa Efek dan
perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sudah go public.
2. Klasifikasi PT berdasarkan asal mula penanaman modal yaitu:
 PT. PMDN
 PT. PMA
 PT. Non PMA/PMDN
3. Klasifikasi PT berdasarkan ada tidaknya kelompok usaha yaitu:
 Holding Company:
 Full Holding Company
 Quasy Holding Company
 Non Holding Company
Limited Liability Company- Classification
 Subsidiary Company
 Affiliated Company
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 16
Limited Liability Company- Combination
Kombinasi perusahaan (biasanya PT) merupakan suatu bentuk ‘mutual cooperation’
antara perusahaan-perusahaan dengan tujuan:
1. Perusahaan berskala kecil, umumnya mempunyai pasar terbatas dan tidak
mempunyai kemampuan menguasai pasar yang luas
2. Kuantitas bahan baku yang dibeli perusahaan kecil relatif sedikit sehingga harga
belinya menjadi mahal. Akibatnya harga jual produknya menjadi mahal
3. Supply bahan baku untuk perusahaan kecil tidak terus menerus sedangkan jumlah
yang diinginkan pemasok tetap berkesinambungan
4. Keinginan untuk bersaing dengan barang-barang impor yang sering kali mempunyai
harga jual relatif murah
5. Untuk dapat mempergunakan teknologi baru yang efisien, efektif serta dapat
menciptakan barang-barang baru, sehingga biaya penelitian yang sangat mahal
dapat ditanggung bersama
6. Keinginan untuk menguasai mata rantai (mulai dari bahan baku, produksi, sampai
pemasaran) dari satu atau beberapa jenis produk sehingga dapat menguasai pasar
produk tersebut
7. Mengurangi pengaruh konjungtur (pertukaran naik turunnya kemajuan dan kemunduran
ekonomi yang terjadi secara berganti-ganti )
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 17
Limited Liability Company- Integration
1. Integrasi Vertikal-Integral
(Integrasi ke Hulu dan Hilir) adalah suatu bentuk penggabungan antara perusahaan yang dalam
kegiatannya memiliki tahapan produksi berbeda
spec: Perusahaan penghasil bahan baku bergabung dengan produsen pengolah bahan baku,
disebut integrasi ke hulu/penggabungan vertikal dan kebalikannya disebut integrasi ke
hilir/penggabungan integral
Tujuan dari penggabungan Vertikal-Integral adalah:
 Untuk kesinambungan perolehan pasokan bahan baku
 Untuk mengendalikan pasar barang jadi dalam hal pasokan, kualitas dan harga
2. Integrasi Horisontal-Paralelisasi
adalah bentuk penggabungan antara dua atau lebih perusahaan yang bekerja pada
jalur/tingkat yang sama, misalnya dalam pengolahan bahan baku, dengan tujuan menekan
persaingan, Penggabungan semacam ini juga dapat terjadi antara perusahaan barang/jasa yang
menggunakan bahan sejenis.
Tujuan penggabungan Horisontal-Paralelisasi adalah:
 Mengurangi kelebihan kapasitas
 Menekan biaya distribusi
 Memperluas pasar
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 18
Limited Liability Company- Specialty
Pengkhususan Perusahaan adalah kegiatan perusahaan yang mengkhususkan diri pada
fase atau aktivitas tertentu saja, sedangkan aktivitas lainnya diserahkan kepada
perusahaan luar. Pengkhususan perusahaan dapat dibedakan menjadi:
1. Spesialisasi yaitu perusahaan yang mengkhususkan diri pada
kegiatan menghasilkan satu jenis produk saja, misalnya khusus
menghasilkan pakaian olah raga saja, atau bergerak di bidang
jasa transportasi darat saja
2. Diferensiasi yaitu pengkhususan pada fase produksi tertentu,
misalnya perusahaan penanaman, perusahaan penggilangan
padi dan perusahaan penjual beras.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 19
Limited Liability Company- Concentrate/Condense
1. Trust
Trust merupakan suatu bentuk kerjasama perusahaan secara horisontal untuk
membatasi persaingan, maupun rasionalisasi dalam bidang produksi dan penjualan
2. Holding Company
Holding Company/Perusahaan Induk yaitu perusahaan yang berbentuk
Corporation yang menguasai sebagian besar saham dari beberapa perusahaan
lain.
3. Kartel
Kartel adalah bentuk kerjasama perusahaan-perusahaan dengan produksi barang
dan jasa sejenis yang didasarkan perjanjian bersama untuk mengurangi
persaingan, Jenis-jenis kartel:
a. Kartel bersyarat (kondisi)
b. Kartel harga
c. Kartel produksi
d. Kartel daerah
e. Kartel Pembagian laba
f. Etc.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 20
4. Sindikasi
Adalah bentuk perjanjian kerjasama antara beberapa orang untuk melaksanakan suatu
proyek. Sindikasi juga dapat melakukan perjanjian sindikasi untuk memusatkan penjualan
pada satu lokasi tertentu, disebut sindikasi penjualan.
5. Concern
Concern adalah suatu bentuk penggabungan yang dilakukan baik secara horisontal maupun
vertikal dari sekumpulan perusahaan Holding. Concern dapat muncul sebagai akibat dari satu
perusahaan yang melakukan perluasan usaha secara horisontal ataupun vertikal melalui
pendirian perusahaan baru.
Dengan concern, dapat lebih mudah melakukan rasionalisasi seperti halnya:
6. Joint Venture
Merupakan perusahaan baru yang didirikan atas dasar kerjasama antara beberapa
perusahaan yang berdiri sendiri.
7. Trade Association
yaitu persekutuan beberapa perusahaan dari suatu cabang perusahaan yang sama dengan
tujuan memajukan para anggotanya dan bukan mencari laba.
Contoh: APKI (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia, ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman
Indonesia)
8. Gentlement’s Agreement
Persetujuan beberapa produsen dalam daerah penjualan dengan maksud mengurangi
persaingan diantara mereka
Limited Liability Company- Concentrate/Condense – cont’
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 21
Limited Liability Company- Terms for Mergers & Acquisitions
1. Consolidation ~ Amalgamation
adalah penggabungan beberapa perusahaan yang semula berdiri sendiri-sendiri menjadi satu
perusahaan baru dan perusahaan lama ditutup
2. Merger
Jenis-jenis merger:
 Merger Vertikal
 Merger Horisontal
 Merger Konglomerasi
3. Acquisition
adalah pengambilalihan sebagian saham perusahaan oleh perusahaan lain dan perusahaan
yang mengambil alih menjadi holding sedangkan perusahaan yang diambil alih menjadi anak
perusahaan dan tetap beroperasi seperti sendiri tanpa penggantian nama dan kegiatan
4. Derivative Mergers:
 Triangular Merger
 Reverse Triangular Merger
5. Strategic Alliance
adalah kerja sama antara dua atau lebih perusahaan dalam rangka menyatukan keunggulan
yang mereka miliki untuk menghadapi tantangan pasar dengan catatan kedua perusahaan
tetap berdiri sendiri-sendiri
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 22
Limited Liability Company- Evolution to cooperation
Adapted from Wolfgang Korndörfer, Allgemeine
Betriebswirtschaftslehre (Wiesbaden, 1988), pp.
128-132; Wilfried Feldenkirchen, "Concentration
Process," pp. 113-115.
A Spectrum of InterFirm Cooperation
Spot Markets
Oligopolistic Competition (Implicit Collusion)
Trade/Industry Assosiations
Contractual or Condition Cartels
Type or Standards Cartels
Environmental Safety
Product Quality Processes
Patent or Patent-Licensing Cartels
Calculation Cartels
Discounting Cartels
Tender Cartels
Customer Cartels
Specialization Cartels
Territorial Cartels
Quota Cartels
Convention or Gentlement’s Agreements
Price Cartels
Syndicates
Import/Export Cartels
Rationalization Cartels
Recession Cartels
Emergency or Structural Crisis
Cooperative Marketing/Purchasing Arrangements
Long-Term Contracts
Networks
Enterprise Groups
Sub-Contractors
Non-Equity Strategic Alliances
Equity-Based Joint Venture
Firms
Markets ........
Private Self-
Regulation  .....
(Associations)
Cartels ..........
Hierarchies  ...
Procedural
Illegal
Hard-Core
Industrial/
Social Policy
Low Internalization
High Internalization
Regulation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 23
Source: Jeffrey M. Perloff, Microeconomics, 3rd Ed., 2004, p. 435
Limited Liability Company- Compare with Competition
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 24
 Type of Businesses (perdagangan, industri, dsb)
 Scope of Businesses
 The Parties involved
 Risk ownership
 Accountability limit (company's debts)
 Investment
 Profit Sharing
 Time period (company’s stint)
 Regulation relates
 Country Risk Factor (in case of Cross Border)
 Security exchange (in case of Public)
 Etc.
 Respective market
 Competitors
 Other administrative considerations
Some considerations:
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 25
Modul II
Legal Theories of Corporatism
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 26
Teori hukum yang sering digunakan untuk menganalisis suatu perusahaan biasanya akan
memberikan penajaman pada beberapa kriteria, seperti:
 formation and general nature of corporation (pembentukan perusahaan);
 legal personality of corporation (badan hukum perusahaan);
 their purpose and object (tujuan perusahaan); dan
 separation of corporate function (pemisahan organ perusahaan).
Corporatism’ Theories
legal entity  How’s a corporate prevailed
and what’s the consequences embedded? (based on legal
requirements)
numerus clausus or party freedom
formation and general nature of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 27
Corporatism’ Theories – cont’.
Konsep numerus clausus  bahwa perusahaan dibentuk berdasarkan atas suatu
persyaratan tertentu yang terdapat dalam hukum substantif suatu negara
konsep party freedom  menyatakan pihak-pihak yang berkepentingan memiliki
keleluasaan untuk membentuk suatu perusahaan.
Hampir semua negara menerapkan konsep numerus clausus ini,
mengingat terbentuknya suatu perusahaan akan membawa
konsekuensi yang terkait dengan hal-hal lain yang sangat
kompleks, sehingga dalam hukum substantif setiap negara
konsep ini digunakan .
Prinsip the founding of corporations merupakan suatu kaidah yang menyatakan, meskipun memiliki aturan
yang beragam dalam ketentuan hukum substantif-nya, namun pada dasarnya suatu perusahaan dibentuk
dengan suatu persyaratan generik yang meliputi, adanya suatu kontrak antara para pihak,
didaftarkan kepada lembaga yang berwenang, akte pendirian dari notaris, dan
anggaran dasar.
formation and general nature of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 28
The principal of concession, normative, dan contractual system.
 Concession  lebih menekankan kepada hak suatu negara (penguasa) untuk
memberikan ijin bagi lahirnya suatu perusahaan
 Normative  lebih kepada terdapatnya aturan atau ketentuan hukum yang jelas sebagai
pedoman untuk dipenuhi oleh suatu perusahaan dalam rangka mendapatkan status legal
entity.
 Contractual  memberikan kebebasan bagi semua pihak untuk mendirikan suatu
perusahaan tanpa campur tangan dari negara.
Perkembangan perusahaan saat ini, hampir tidak ada
negara yang menerapkan sistem contractual yang
mengatur tentang pendirian suatu perusahaan.
Corporatism’ Theories – cont’.
formation and general nature of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 29
Teori tentang badan hukum perusahaan merupakan suatu teori yang memandang perusahaan
berdasarkan eksistensinya, dalam arti, melihat keterpisahan entitas perusahaan dengan pemilik
(pemegang) saham, serta bagaimana konsekuensi yuridis yang muncul dari kondisi tersebut
Corporatism’ Theories – cont’.
Pada dasarnya terdapat beberapa teori yang membahas tentang badan hukum
perusahaan, antara lain:
 teori fiksi (fiction theory);
 teori individualisme (individualism theory);
 teori simbolis (shareholder theory);
 teori realis (realist theory or organ theory);
 teori ciptaan diri sendiri (self creation theory)
 teori kesatuan bisnis (enterprise entity theory); dan
 teori kontrak (contract theory)
the juristic controversy over the nature of the corporate personality is dead
 menyimpulkan bahwa perusahaan adalah separate legal entity.
legal personality of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 30
Implikasi dari perspektif teoritis, perusahaan sebagai suatu badan
hukum adalah terpisah (dari para pemegang saham atau organ-
nya) memiliki hak dan kewajiban hukum sebagaimana diatur
dalam ketentuan dan peraturan yang berlaku.
 Fiction theory (Friedrich Carl von Savigny dan John Salmond)  perusahaan adalah
bentukan dari hukum, dan dengan dipenuhinya syarat-syarat bagi suatu perusahaan
untuk menjadi legal entity, maka keberadaannya diakui oleh hukum sebagai suatu
entitas yang terpisah dari para pemegang sahamnya
 Realist or Organ theory (Otto von Gierke dan Johannes Althusius)  perusahaan
mempunyai tujuan dan keinginan yang sama dengan manusia dewasa karena organ-
organ perusahaan merupakan manusia (orang) yang telah dewasa, bila manusia
digerakkan oleh tubuhnya, maka perusahaan digerakkan oleh organ-organnya yang
terdiri atas manusia-manusia. tidaklah benar bahwa hukum menciptakan perusahaan,
namun dengan keinginan dan tujuan yang dimilikinya serta hak yang diperolehnya
sebagai the real entity sebagaimana manusia, maka hukum mengakuinya.
Corporatism’ Theories – cont’.
legal personality of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 31
Bagaimana pengturan dalam UUPT No. 40/2007
Pasal 9 UUPT menyebutkan bahwa untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum,
perusahaan harus melakukan registrasi secara elektronik kepada Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
Dengan diterbitkannya status sebagai badan hukum dari negara,
bukan berarti negara memberikan hak privilese atau istimewa
(privileges), namun lebih kepada pengakuan hak secara umum
(rights) yang melekat terhadap perusahaan.
tidaklah benar bahwa hukum menciptakan perusahaan, namun
dengan keinginan dan tujuan yang dimilikinya serta hak yang
diperolehnya sebagai the real entity sebagaimana manusia, maka
hukum mengakuinya.
Corporatism’ Theories – cont’.
legal personality of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 32
Corporatism’ Theories – cont’.
their purpose and object
Perusahaan yang telah memiliki status badan hukum  maka hak dan kewajiban yang
melekat padanya akan terikat dengan tujuan dibentuknya perusahaan tersebut.
Pada dasarnya suatu perusahaan dibentuk memiliki tujuan utama untuk
memberikan keuntungan, memberikan nilai lebih, dan kesejahteraan kepada
seluruh stakeholder, mulai dari karyawan dan manajemen, pelanggan, masyarakat,
dan khususnya kepada pemegang saham (shareholder).
Tujuan pembentukan perusahaan:
 Memaksimalkan laba (profit maximazing),
 Memaksimalkan penjualan (sales maximizing),
 Mempertahankan eksistensi (to maintain corporate existence),
 Mencapai tingkat laba tertentu yang memuaskan (profit achievement),
 Mencapai pangsa pasar tertentu (market share achievement),
 Meminimalkan karyawan yang hengkang (minimizing employee’s retreat),
 Kedamaian internal (minimizing management conflict), dan
 Memaksimalkan kesejahteraan manajemen (maximizing management’s welfare).
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 33
Teori tujuan pembentukan perusahaan:
 teori Shareholder Primacy,
 teori Stakeholder Primacy (Other Constituency Theory),
 Production Team Model, dan
 Social Transparency.
Pada dasarnya Production Team Model dan Social Transparency bukan suatu
konsep utuh yang dapat menjelaskan teori tujuan perusahaan, namun lebih
kepada pengembangan model atau pengertian turunan (derivative model) dari
dua teori yang paling sering digunakan yaitu shareholder primacy dan
stakeholder primacy.
Corporatism’ Theories – cont’.
their purpose and object
Adolf Augustus Berle Jr. – Shareholder
Vs.
Edwin Merrick Dodd – Stakeholder
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 34
Corporatism’ Theories – cont’.
their purpose and object
Berle – Shareholder Primacy  “bagaimana alokasi kewenangan yang harus dijadikan
patokan bagi suatu perusahaan antara board of directors (managers) dan shareholder?”
Dodd – Stakeholder primacy perusahaan harus mampu memberikan manfaat kepada
konstituen lainnya (stakeholder).
Konsepsi Shareholder Primacy
ketimpangan antara wewenang yang dijalankan oleh board of director dan ketidakmampuan
shareholder dalam melakukan kontrol (Separation ownership and/from control).
2 alternatives:
 Dibuatnya ketentuan perundang-undangan yang jelas dan tegas yang
mengatur sistem hubungan antara shareholder dengan board of director.
 Mempertajam fungsi perjanjian (kontrak) yang telah ada antara shareholder
dengan board of director melalui pembuatan kontrak kerja yang lebih spesifik,
dengan memberi penekanan-penekanan pada batasan tanggung jawab board
of director.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 35
Corporatism’ Theories – cont’.
their purpose and object
Berle  secara substantif menjabarkan pentingnya melakukan pendekatan kontraktual,
karena pemberlakuan ketentuan perundang-undangan untuk mengatur hubungan kerja
antara shareholder dengan board of directors dipandang tidak akan berjalan efektif, dengan
alasan bahwa yang paling memahami suatu hubungan bisnis adalah pelaku bisnis itu sendiri.
Bagaimana menurut anda?
Contract between shareholder dengan board (self regulatory reforms) - sebagai Pandangan
contractarian  memberikan panduan yang luas terhadap isi dari kewenangan board dalam
menjalankan bisnis sehingga arah dari perusahaan dapat memberikan jaminan bagi keuntungan
pemegang saham.
Pemikiran dari Berle ini selanjutnya melahirkan suatu konsep yang terkenal dengan ‘new individualism’
yang merupakan bagian dari dasar-dasar pemikiran hukum persaingan usaha di Amerika Serikat dan
kemudian berkembang menjadi terminologi ‘corporatism’ .
Tonggak dimulainya pemikiran Kapitalis!
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 36
Berdasarkan teori shareholder primacy yang dikembangkan oleh Berle tersebut, saat ini
terlihat pengaruhnya dalam tataran hukum perusahaan yang berkembang di setiap negara.
Keberadaan suatu perusahaan haruslah berpegang pada prinsip bagaimana memberikan
keuntungan yang sebesar-besarnya kepada shareholder, di sisi yang lain dalam
kehidupan bernegara dan kepentingan umum (public interest), perusahaan juga mempunyai
tanggung jawab dalam terciptanya kestabilan ekonomi suatu negara.
shareholder model of corporatism memiliki lima karakter, antara lain:
 Kontrol utama dalam perusahaan mesti dilimpahkan pada pemodal;
 Manajemen perusahan harus dibebani dengan kewajiban untuk mengatur kepentingan
pemodal;
 Kepentingan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) seperti kreditor, pekerja, dan
konsumen dilindungi lewat mekanisme kontraktual dan regulasi yang berada di luar
wilayah corporate governance;
 Pemilik modal kecil juga harus mendapatkan perlindungan dari eksploitasi pemodal
besar; dan
 Nilai jual saham di pasar modal harus menjadi satu-satunya tolak ukur kepentingan
pemodal di perusahaan publik.
Corporatism’ Theories – cont’.
their purpose and object
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 37
Corporatism’ Theories – cont’.
separation of corporate function
Terdapat 2 issues yang terkait dengan kriteria penerapan ‘separation of corporate
functions’ (based on its organs) berbasis pada domain kepemilikan (ownership) korporasi:
 public corporations
 private corporations.
Hal tersebut di atas mengacu kepada referensi adanya ketidakseimbangan dalam
konteks ‘agency problem’ yang berasal dari aspek:
 the corporation participates-capital (investment),
 employment, and
 Product - market.
Organizational structure, capital structure,  affects shareholder value. insight,
corporations in different industries and with different business strategies adopt different
structures.
Detail pembahasan ini akan dilanjutkan dalam modul corporate governance (IV).
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 38
Modul III
Corporate’ Organs
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 39
Perseroan Terbatas diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang sekaligus mencabut keberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang
sebelumnya mengatur ketentuan tentang Perseroan Terbatas.
Perseroan Terbatas secara tegas dirumuskan secara tersurat dinyatakan sebagai badan hukum, hal ini
ternyata di dalam pasal 1 angka 1 yang menyatakan; “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
“legal entity” (black law dictionary) legal existence, an entity other than a natural person,
who has sufficient existence in legal contemplation that if can function legally, be sued or
sue and make decisions through agents as in the case of corporations.
Implies  Keberadaan PT diakui oleh hukum sebagai pengemban hak
dan kewajiban dalam lapangan hukum perdata. Namun, tidak
sebagaimana manusia, PT sebagai badan hukum tidak memiliki daya
pikir, kehendak, dan kesadaran sendiri.
Corporate’ Organs
Separate legal entity
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 40
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Corporate Organs’ tasks, inter alia melakukan pengurusan PT, melakukan hubungan hukum
dengan pihak ketiga untuk dan atas nama PT.
PT hanya dapat mengambil keputusan dengan perantaraan alat perlengkapannya, yaitu
orang atau orang-orang dalam hubungan tertentu dengan PT yang mengambil keputusan
atau berbuat tidak untuk diri sendiri, tetapi atas nama PT (Perseroan).
Keistimewaan  Apabila sebuah (seorang) organ tidak lagi melakukan
pengurusan PT oleh sebab apapun, tidak mengakibatkan PT tidak dapat
melakukan kegiatannya, namun dapat diangkat pengganti organ dari orang
lainnya, yang dalam hal ini berarti kedudukan organ tetap ada dalam PT tersebut
namun kedudukannya diwakili oleh individu yang berbeda, syarat dan ketentuan
pengangkatan organ baru tersebut harus berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan maupun anggaran dasar PT.
Pasal 1 angka 2 UUPT, menyatakan organ PT terdiri atas: Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
Meskipun tidak dinyatakan secara tegas, namun organ yang dimaksud dalam UUPT harus ada
sebagai bagian dari kelangsungan PT.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 41
Corporate’ Organs
Separate legal entity
RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, ketiga organ ini bukan suatu alasan mutlak
berdirinya PT maupun alasan suatu PT menjadi badan hukum. Keharusan adanya organ-
organ tersebut berlaku terhadap kelangsungan PT dalam melakukan kegiatan usaha untuk
mencapai maksud dan tujuan sesuai dengan anggaran dasar PT serta merupakan unsur yang
menjadi pembeda antara PT dengan badan usaha lainnya.
Ketentuan mengenai adanya organ PT secara lengkap diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD – (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23)
dalam Pasal 36, 40, 42, dan 45, yaitu:
1. adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero (pemegang saham),
dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan;
2. adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham
yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua dalam rapat umum pemegang saham merupakan
kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan
direksi dan komisaris; berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan,
menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar dan lain-lain.
3. adanya pengurus (direksi) dan komisaris yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan
pengawasan terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai
dengan anggaran dasar dan/atau keputusan rapat umum pemegang saham.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 42
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Dengan demikian (menurut KUHD), PT sebagai salah satu badan hukum dan merupakan badan usaha
yang berbeda dengan badan usaha lainnya dalam menjalankan usahanya sesuai dengan maksud dan
tujuan dalam mengelola kekayaan yang ada seperti tercantum dalam anggaran dasar, salah satu
unsurnya harus mempunyai organ, yang salah satu tugas dari salah satu organ perseroan tersebut adalah
melakukan pengurusan terhadap perseroan dengan penuh tanggung jawab terhadap tugasnya yang
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan tersebut, termasuk juga di dalamnya melakukan hubungan
hukum dan memgelola kekayaan perseroan.
Tentang RUPS, menurut KUHD dan UUPT No.40/2007
 KUHD  Rapat Umum Pemegang Saham yang merupakan organ yang memiliki
kekuasaan tertinggi.
 UUPT  Salah satu organ yang memiliki wewenang yang tidak dimiliki organ
lainnya.
Apa bedanya?
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 43
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Relevansi antara teori dengan keberadaan PT sebagai salah satu badan hukum
 bahwa PT mempunyai kekayaan yang terpisah dari pendiri dan pengurusnya,
mempunyai hak-hak tersendiri yang diberikan oleh undang-undang pada saat
didirikan, namun untuk bertindak sebagai subjek hukum, hak-hak PT perlu
didukung hak-hak lainnya, yaitu individu dari organ PT (manusia).
Hak Individu tersebut merupakan hak manusia seutuhnya (organ perusahaan) yang bertindak
sebagai wakil dan bagian dari PT berdasarkan hak yang diberikan kepadanya oleh PT 
confusing?
Oleh karena itu yang terpenting bukanlah siapa yang mempunyai kekayaan tersebut,
melainkan adanya kekayaan tersebut untuk mencapai suatu tujuan dengan dukungan hak-
hak yang ada.
Apa yang disebut hak-hak badan hukum, sebenarnya hak-hak tanpa subjek hukum,
karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.
 destinataristheeorie atau leer van het doelvermogen.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 44
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Entity theory  perusahaan sebagai suatu entitas bisnis tersendiri yang terpisah dari kepentingan
pribadi pemilik ataupun pendiri perusahaan tersebut.
Terdapat pemisahan yang jelas atas hak yang berkaitan dengan penghasilan, risiko, kendali, dan likuidasi
perusahaan.
Bahwa pendapatan yang diperoleh perusahaan merupakan hak entitas bisnis, dalam hal ini
perusahaan, bukan merupakan tambahan kekayaan bagi pendiri perusahaan
tersebut.
Pendapatan tersebut kemudian diberikan sebagai deviden kepada
yang berhak sesuai dengan hak mereka masing-masing. Teori ini
didasarkan pada teori konsesi, yaitu teori yang menganggap bahwa
perusahaan didirikan oleh negara, sebagai alat untuk mencapai
tujuan negara.
Berkembangnya sebuah perusahaan sangat dipengaruhi oleh struktur corporate
governance:
 the Anglo-American atau Common Law model  one tier (unitary board model)
 the Continental European model atau Civil Law model  two tier model
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 45
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Corporate governance structure:
Unitary/One Tier Board System 
• Terdapat dominasi pada manajemen perusahaan yang berfokus pada shareholders.
• Direksi (boards)dipilih oleh pemegang saham demi kepentingan pemegang saham.
• Membangun hubungan yang lebih dekat dan mempermudah aliran informasi antara pengawas
dan pengurus dalam perusahaan.
• Organ perseroan terdiri dari meeting dan board of directors yang merupakan CEO (Chief
Executive Officer) dan chairman.
• Memberikan kewenangan pada pemimpin tunggal sebagai pihak yang berkuasa, budaya litigasi
pemegang saham di dalam model ini sangat kuat.
1. One Tier System – Duality model (pure one tier)  a Single Supreme Commander of both Chairman and CEO
2. One Tier System – No Duality model  Separate function between Chairman (Executive and Non-Executive) and CEO
Two Tier Board System 
• Terdapat dominasi pada manajemen perusahaan yang berfokus pada pemegang saham
pengendali dan berfokus pada stakeholder.
• pengawasan oleh supervisory board dan fungsi eksekutif oleh management board.
• Supervisory board (Dewan Komisaris) melakukan tindakan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada managing directors.
• Terdapat dua organ yang menjalankan fungsi pengelolaan perusahaan dan fungsi
pengawasanterhadap pengelola perusahaan.
• Organ perseroan terdiri atas; RUPS (General Meeting), Direksi (Chief Officer), and Supervisory
Board (Dewan Komisaris).
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 46
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Pengaturan organ perusahaan menurut UUPT No. 40/2007 Pasal 1 angka 2;
“Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris”
Berdasarkan struktur organ, maka Indonesia menggunakan Model struktur the
Continental European model atau Civil Law model (Two Tier Model)
Terdapat pemisahan antara fungsi pengawasan dengan fungsi pengurusan perseroan. Hal ini terlihat
adanya pemisahan fungsi tersebut pada angka 6 pasal yang sama yang menyatakan bahwa Dewan
Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Tentang Direksi:
Pasal 1 angka 5 UUPT, bahwa,
“Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 47
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Dalam melakukan perbuatan hukum dan mengadakan hubungan hukum untuk mencapai
maksud dan tujuannya, PT sebagai badan hukum membutuhkan dan diwakili direksi untuk
melaksanakan hal tersebut, hal ini dikarenakan fungsi dari direksi di dalam PT adalah
sebagai organ yang melakukan pengurusan perseroan terbatas, di samping itu PT itu sendiri
tidak dapat melakukan tindakan apapun tanpa diwakili orang atau manusia alamiah.
Namun, keberadaan direksi bukan sesuatu yang mutlak karena dalam hal tidak ada
seorangpun anggota direksi yang mewakili PT, baik karena diberhentikan ataupun
mengundurkan diri, PT dapat diwakili oleh Dewan Komisaris.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 118 ayat (1) UUPT:
“Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan
tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu”.
Di Indonesia, Direksi dalam perseroan paling sedikit terdiri dari satu orang
anggota direksi, kecuali bagi perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun
dan/atau mengelola dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib memiliki paling sedikit 2 (dua)
anggota Direksi.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 48
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Persyaratan menjadi Direksi dalam UUPT Pasal 93 ayat (1); bahwa yang dapat diangkat
menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan
hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
UUPT juga memberikan ruang bagi bagi seseorang untuk diangkat menjadi Direksi
suatu PT, yang mana Direksinya merupakan pendiri PT tersebut serta sebagai
pemegang saham, bahkan pemegang saham mayoritas.
Hal-hal teknis lainnya yang berkaitan dengan prosedur pengangkatan anggota
Direksi diatur dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan UUPT.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 49
Modul IV
Governance - Risk Management - Compliance
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 50
Tata Kelola Perusahaan  Governance - Risk Management - Compliance
Dasar Implementasi Tata Kelola Perusahaan (Wide Ent. Management):
 Good Corporate Governance
 Enterprise Risk Management
 Legal/Regulatory Compliance
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 51
Basic Concept GRC
3. Risk Management:
 Risk Identification
 Risk Assessment
 Risk Response
 MIS & Early Warning System
 Key Risk/Performance
Indicators
4. 1. Strategic:
 Strategic Risk Management
 Risk Review
 Regulatory
 Technology
 Investment
 Risk Review
4. 2. Operation:
 Revenue Assurance
 Fraud Management
 Business Interruption (SAS-OH
SAS-BCM-Insurance)
 Project Risk Management
 Legal & Compliance
 Business Process Compliance
4. 3. Financial:
 Liquidity
 Foreign Exchannge
 Interest rate
 Financing
 ROA
 ROI
2. Enterprise Risk Management
1. Good Corporate Governance
 Structure
 Pillar
 Process
Legal/Regulatory Compliance
Governance, Risk Management, and Compliance or GRC is the umbrella term covering an
organization's approach across these three areas. Being closely related concerns, governance, risk
and compliance activities are increasingly being integrated and aligned to some extent in order to
avoid conflicts, wasteful overlaps and gaps.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 52
Basic Concept Good Corporate Governance
The Owner / Shareholder
The Corporation
The Board of Directors
The CEO
Executives
Managers
Employees
Running Business
Managements
Governance:
 The way the owner control
the use of the assets (through
the CEO)
 The CEO uses the assets
God:
 Vision
 Hope
 Leadership
Factually, people who run
The Business
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 53
Corporate Governance
CEO CEO
OWNER
OWNER
Financial Advisor
Institution Investor
Fund Manager
Board of Directors
IPO
EXECUTIVES
MANAGERS
EMPLOYEES
Sale the ownership
Buy-back the ownership
They only care in
term of
proffesional
duty/assignment
Day to day-Business
Why it moved (shifted) to the right?
Why it moved back to the left?
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 54
Corporate Governance – How it works
DIFUSE STOCK OWNERSHIP
 US vs. (EU and Japan/Asia)
US  Equity ownership shares (liquid market)
EU & Asia  Large equity & loan investment
CONTRACTUAL THEORY OF THE FIRM
 There is rights & obligations for every stakeholder
 Minimizing Agency problem:
 Auditing system
 Bonding Assurance
 Changes in organization system
DIVERGENT INTEREST OF STAKEHOLDER (Include Goverment & Society as a whole)
 Separation of:
Ownership  by shareholder
Control  by management
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 55
Corporate Governance – How it works, cont’
INTERNAL CONTROL MECHANISMS
 To balance interest of multiple stakeholder
US  ?
EU & Asia  ?
ROLE OF BOD
 Theoritically, monitoring by BOD, means deal with some problems of
corporate governance.
 If underperform (healthy industry)  its easy to recognise
 If underperform (all industry suffer)  harder to to find
COMPOSITION OF BOD
 Its widely believed, that outside directors are better to conduct monitor
 Usually from academic communities or business practitioner
 New CEO from outside  more advantageous
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 56
Corporate Governance – How it works, cont’- 1
COMPENSATION OF BOD
 Compensation increase with responsibility
 Compensation is significant motivating factor  Stock option program
EVALUATING BOD
 Recommendation from “Best & Worst Board”
 Performance achievement
OWNERSHIP CONCENTRATION
 Stock ownership program  create power (BOD) to guarantee his position
 Study:
 0% - 5%  Performance increase
 5% - 25%  Deteriorated (Mature)
 > 25%  Stagnant (it may decline slowly)
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 57
Corporate Governance – How it works, cont’- 2
FINANCIAL POLICY & OWNERSHIP CONCENTRATION
 Be aware of shares repurchase by debt
 Insider group (include BOD) doesn’t sell its shares by debt
EXECUTIVE COMPENSATION
 To achieve alignment of interest
 Reduce conflict of interest (owner vs. Manager), tightly tied with
performance
 Elasticity of executive pay (waging)  ~ 0.3% of tatal capital
OUTSIDE CONTROL MECHANISMS
 Stock price & top management changes
 Public pension fund  CALPERS, TIAA-CREF, etc
 Proxy Contests:
 Dissident group to obtain BOD representation (Appointment)
 Waging proxy contests  leakage of information
 Incumbent vs. Proxy
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 58
Corporate Governance – How it works, cont’- 3
M&As MARKET FOR CONTROL
 Too many corporations are target of takeover
 Too many corporation are intent to make offer
 Poor performance corporation would be “a beautiful landscape” for other
superiors
ALTERNATIVE GOVERNANCE SYSTEM
 Such as EU, Japan/Asia Corporation  Cross Holding
 Though, it works well on favorable environment
 On difficult environment  it sucks!
 BOC  too dummy for a proffesional & isn’t adequately right person
 Incompetent BOD
 CEO isn’t independent & he does an outgoing leader
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 59
Enterprise Risk Management
 No risk – No return
 Risiko harus sejalan dengan return yang diperkirakan akan didapat
 Risiko dapat dikelola dan dikurangi dampaknya bila terjadi
 Risk Management adalah:
– good management
– avoiding losses
– increasing returns
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 60
Enterprise Risk Management, cont’
 “the chance of something happening that will have an impact upon objectives.”
(The Australian/New Zealand Standard for Risk Management)
 “the possibility that an event will occur and adversely affect the achievement of
objectives”
(COSO ERM Framework)
 “any event which is likely to adversely affect the ability of the organization to
achieve the defined objectives”
(Method 123)
 “the possibility of suffering injury, damage or loss or uncertainty about achieving
a certain outcome”
(Martin C. Leinweber - Managing Director CERMAS, Risk and the Audit Committee)
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 61
Enterprise Risk Management, cont’ –1
Investor-investor besar percaya bahwa perusahaan yang menerapkan
ERM layak memiliki saham dengan harga premium.
EY Global Risk Survey of 441 Corporate CEOs, CFOs and Financial Executives, March 2006
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 62
Public Relation
Compliance
Protection
Optimization
Value Creation
Enterprise Risk Management, cont’ –2
PT.Telkom Indonesia – ERM Maturity guideline, 2011
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 63
Corporate Compliance
 Compliance programs are formal systems of policies and procedures adopted
by corporations and other organizations that are designed to detect and to
prevent violations of law by employees and other agents and to promote
ethical business cultures.
 Compliance means comply with the rules (conforming to a rule), i.e. a
specification, policy, standard or law. Corporate compliance describes the
Objective that corporations or public agencies aspire to in their efforts to
ensure that all employees are aware of and take steps to comply with
relevant laws and regulations.
 Due to the increasing number of regulations and need for operational
transparency, organizations are increasingly adopting the use of
consolidated and harmonized sets of compliance controls.
 This approach is used to ensure that all necessary governance
requirements can be met without the unnecessary duplication of effort
and activity from resources.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 64
Corporate Compliance - International Compliance
 Int’l Corporate Compliance, are formal systems of policies and procedures
adopted by corporations and other organizations that are entitled
Globally.
 There are numerous reasons for companies to consider implementing
international compliance programs or expanding their domestic programs to
locations abroad, including:
(1) the globalization of the world’s economy;
(2) the increasing importance of U.S. laws applied outside the United States
 Anti-trust provisions, Corporate Laws, etc.
(3) The various of laws of other countries; and
(4) the availability of guidance from nongovernmental organizations that
support corporate compliance efforts.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 65
Corporate Compliance - Compliance in the USA
 Corporate scandals and breakdowns such as the Enron case of reputational risk in 2001
have highlighted the need for stronger compliance and regulations for publicly listed
companies. The most significant regulation in this context is the Sarbanes-Oxley Act
developed by two U.S. congressmen, Senator Paul Sarbanes and Representative
Michael Oxley in 2002 which defined significant tighter personal responsibility of
corporate top management for the accuracy of reported financial statements.
 Compliance in the USA generally means compliance with laws and regulations. These
laws can have criminal or civil penalties or can be regulations. The definition of what
constitutes an effective compliance plan has been elusive. Most authors, however,
continue to cite the guidance provided by the United States Sentencing Commission in
Chapter 8 of the Federal Sentencing Guidelines.
 On October 12, 2006, the U.S. Small Business Administration re-launched Business.gov
which provides a single point of access to government services and information that
help businesses comply with government regulations.
 There are a number of other regulations such as GLBA, FISMA, Joint Commission and
HIPAA. In some cases other compliance frameworks (such as COBIT) or standards (NIST)
inform on how to comply with the regulations.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 66
 In general corporate compliance in Indonesia is shaped by Law No. 40 of 2007 on
Limited Liability Companies and Law No. 8 of 1997 on Corporate Documents and
other anti-bribery and anti-corruption legislation.
 These laws oblige companies in Indonesia to, among others, maintain their
books and accounts in a manner that is in line with the accounting standards
prevailing in Indonesia although they do not specify how transactions should be
recorded in a company’s books.
 In terms of sound business practice, alongside the anti-bribery legislation, the
government, in cooperation with representatives of the business community and
the public, has also been issuing guidelines on good corporate governance, e.g.
on whistle-blowing system, bribe-free business and anti-corruption.
 Baker & McKenzie discusses how Indonesia is catching up with the global trend
of fighting corruption through various laws.
Corporate Compliance - Compliance in Indonesia
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 67
Modul V
Board’ Tasks and its Authorities
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 68
Board’ Tasks and its Authorities
Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas telah memberikan rumusan yang jelas
mengenai kewenangan Direksi, yaitu melakukan tindakan pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan yang telah ditentukan
dalam Anggaran Dasar Perseroan.
Direksi juga diberi wewenang untuk mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Anggaran Dasar.
Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak membatasi jumlah maksimal anggota
Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas, oleh karena itu dimungkinkan terdapat
lebih dari 1 (satu) anggota Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas.
Dalam keadaan demikian, Perseroan Terbatas melakukan pembagian tugas dan wewenang
anggota Direksi yang untuk kemudian ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham, selain itu para anggota Direksi dapat menentukan sendiri mengenai
pembagian tugas dan wewenang masing-masing anggota Direksi melalui keputusan Direksi
Perusahaan.
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 69
Meskipun UUPT tidak menganut sistem perwakilan kolegial dimana masing-masing anggota
Direksi berwenang mewakili Perseroan, namun pembagian kewenangan tetap perlu
dilakukan demi kepentingan Perseroan agar tidak terjadi banyak kebijakan yang berbeda
dalam menjalankan perseroan.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kompleksitas dalam kebijakan yang akan
mempengaruhi kinerja perseroan, baik terhadap perseroan itu sendiri maupun terhadap
pihak ketiga.
Kewenangan untuk membagi Otoritas anggota Direksi perseroan ini
diberikan kepada keputusan rapat Direksi karena UUPT menganggap
bahwa Direksi yang ada telah memahami dengan jelas akan
kebutuhan Perseroan dalam hal pengurusan, sehingga apabila RUPS
belum menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota
Direksi, maka sudah sewajarnya Direksi berdasarkan inisiatif dan
ketentuan Undang-Undang menetapkan pembagian tugas dan
wewenang tersebut.
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 70
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan tidak melarang bagi seorang anggota Direksi suatu
Perseroan sekaligus menjadi pemegang saham di dalam Perseroan tersebut, namun dalam hal adanya
benturan kepentingan antara Direksi yang bersangkutan dengan Perseroan yang diwakilinya atau terjadi
perkara antara anggota Direksi yang bersangkutan dengan Perseroan yang diwakilinya,
maka yang berwenang adalah direksi lain yang tidak mempunyai benturan kepentingan dalam
perseroan tersebut atau yang tidak terlibat perkara dengan Perseroan yang diwakilinya, serta dapat pula
diwakili pihak lain dalam keadaan tertentu sesuai dengan ketentuan UUPT.
Pasal 103 UUPT menyatakan bahwa Direksi dapat memberi kuasa
tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau
kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan
perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam
surat kuasa.
Ketentuan pasal di atas tidak dimungkinkan untuk diterapkan dalam hal direksi yang memberikan kuasa
merupakan direksi yang tidak berwenang mewakili perseroan seperti tercantum dalam pasal 99 ayat (1)
Undang-Undang Perseroan Terbatas.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 71
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Pemberian kuasa kepada seseorang tidak menghilangkan kehendak dari si pemberi kuasa, si
penerima kuasa tetap melaksanakan kehendak pemberi kuasa.
dalam hal pemberi kuasa adalah Direksi yang tidak berwenang mewakili Perseroan, tidak
berarti dengan dikuasakan kepada orang lain maka kewenangan itu didapat kembali.
Maksud dan tujuan perseroan yang dicantumkan dalam anggaran dasar memiliki dua aspek:
 Pertama, maksud dan tujuan ini merupakan sumber kewenangan bertindak bagi
perseroan.
 Kedua, menjadi pembatasan dari ruang lingkup kewenangan bertindak perseroan yang
bersangkutan selain dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
Oleh karena itu, kewenangan yang diberikan kepada Direksi sebagai organ yang dipercaya
mampu menjalankan perseroan tidak boleh melampaui batas kewenangan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang maupun anggaran dasar.
Dalam hal terdapat suatu tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan perseroan
namun tindakan tersebut dibatasi oleh anggaran dasar, perseroan dapat
memberikan kewenangan kepada Direksi melakukan tindakan tersebut dengan
meratifikasi tindakan tersebut di dalam RUPS.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 72
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Dengan demikian, suatu perbuatan hukum berada di luar maksud dan tujuan perseroan
apabila terpenuhi salah satu atau lebih kriteria di bawah ini:
1. Perbuatan hukum yang bersangkutan secara tegas dilarang oleh
anggaran dasar.
2. Dengan memerhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuatan
hukum yang bersangkutan tidak dapat dikatakan akan
menunjang kegiatan-kegiatan yang disebut dalam anggaran
dasar.
3. Dengan memerhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuataan
hukum yang bersangkutan tidak dapat diartikan sebagai tertuju
pada kepentingan perseroan.
Oleh karena itu, maksud dan tujuan perusahaan harus benar-benar merupakan
landasan pokok bagi perseroan untuk melakukan kegiatan usaha.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 73
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Dari ketentuan Pasal 2 dan Pasal 18 UUPT, dapat dirumuskan bahwa maksud dan tujuan
Perseroan adalah hal yang mutlak dan harus ada dalam mendirikan Perseroan sebagai dasar
bagi Perseroan untuk menjalankan kegiatan usahanya dan tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum, dan/atau kesusilaan.
Maksud dan tujuan Perseroan sebagai landasan kegiatan usaha
tersebut dicantumkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dimana
Anggaran Dasar Perseroan untuk pertama kalinya dimuat dalam
akta pendirian Perseroan bersamaan dengan keterangan lain yang
berkaitan dengan pendirian Perseroan.
Sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) UUPT
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 74
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Selain kewenangan yang diberikan UUPT kepada Direksi selaku organ perseroan yang
melaksanakan tugas pengurusan Perseroan, UUPT juga memberikan tugas kepada Direksi
yang wajib dilakukan sebagai bagian dari diberinya kewenangan Direksi tersebut yang
berkaitan dengan pengurusan terhadap Perseroan.
Kewajiban Direksi secara umum sebenarnya telah dirumuskan pada
Pasal 1 angka 5 UUPT, yaitu Direksi wajib dengan penuh tanggung
jawab melaksanakan pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan.
Namun UUPT dalam pasal-pasal selanjutnya memberikan ketentuan mengenai hal-hal yang
wajib dilakukan kepada Direksi dengan lebih terperinci, yang termasuk namun tidak terbatas
pada hal-hal yang disebutkan saja.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 75
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Pasal-pasal yang dapat dirumuskan sebagai kewajiban Direksi di dalam pengurusan
Perseroan diantaranya adalah:
1. Pasal 44 ayat (2);
2. Pasal 50;
3. Pasal 56 ayat (3);
4. Pasal 66;
5. Pasal 68 ayat (1);
6. Pasal 79;
7. Pasal 97;
8. Pasal 100 ayat (1);
9. Pasal 101 ayat (1);
10.Pasal 102 ayat (1).
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 76
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Direksi diberikan kewenangan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, dimana
kewenangan tersebut harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, itikad baik, dan
semata-mata untuk kepentingan perseoan. Hal ini dapat dilakukan direksi berdasarkan
kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Directors of a company normally have the exclusive power to manage the company’s
business and exercise its powers. Company law gives the directors all this power but says
that they must exercise it as fiduciaries for the company and without negligence.
Hubungan antara perseroan dengan direksi tidak hanya sekedar hubungan kerja
sebagaimana antara majikan dan karyawan, namun terdapat bentuk hubungan lainnya,
yaitu hubungan kepercayaan, antara perseroan sebagai pihak yang memberi kepercayaan.
Direksi sebagai pihak yang menerima kepercayaan, hal ini terlihat dari kewenangan dan
tugas yang diberikan perseroan kepada direksi, yaitu mengelola kekayaan perseroan untuk
mencapai maksud dan tujuan perseroan dengan penuh itikad baik
dan penuh tanggung jawab, dimana hal tersebut dilakukan hanya semata-mata
untuk kepentingan perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 77
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
A fiduciary is someone who has undertaken to act for and on behalf of another in a
particular matter in circumstances which give rise to a relationship of trust and confidence
Hubungan antara direksi dan perseroan selain didasarkan hubungan kerja, direksi juga
memiliki hubungan fidusia dengan perseroan. Direksi memiliki kedudukan fidusia (fiduciary
position) di dalam perseroan.
One party, for example a corporate trust company or the trust department of a bank, holds a
fiduciary relation or acts in a fiduciary capacity to another, such as one whose funds are
entrusted to it for investment. In a fiduciary relation one person, in a position of
vulnerability, justifiably reposes confidence, good faith, reliance and trust in another whose
aid, advice or protection is sought in some matter. In such a relation good conscience
requires one to act at all times for the sole benefit and interests of another, with loyalty to
those interests.
Dalam hubungan seperti di atas, dapat dikatakan bahwa antara direksi dengan perseroan
telah lahir suatu fiduciary relationship, dimana dalam hubungan ini terdapat satu pihak
yang mempunyai kewajiban untuk melakukan suatu tindakan semata-mata untuk
kepentingan pihak yang lainnya. Fiduciary relationship melahirkan fiduciary duty.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 78
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
A fiduciary duty is a legal or ethical relationship of confidence or trust between two or more
parties, most commonly a fiduciary and a principal.
The fiduciary duties of the directors of a company considered are owed to company itself
and it is the company can enforce them. Shareholders and creditors cannot enforce the
duties.
Fiduciary duty merupakan tanggung jawab dan kewajiban direksi terhadap perseroan oleh
karena itu hanya perseroan yang berhak untuk meminta direksi melaksanakan tanggung
jawab berdasarkan fiduciary relationship. Dengan kata lain direksi hanya bertanggung
jawab terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham maupun kreditor.
Fiduciary duty (Black’s Law Dictionary)  a duty to act with the highest degree of
honesty and loyalty toward another person and in the best interests of other person
(such as the duty that one partner owes to another).
Dalam hal ini, direksi harus memiliki standar integritas dan loyalitas
yang tinggi, tampil serta bertindak untuk kepentingan perseroan,
secara bona fides.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 79
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Direksi diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan pengurusan yang legal, maksudnya
adalah tindakan yang dilakukan direksi harus sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau
peraturan lain yang berlaku, penuh kejujuran dan dilandasi itikad baik, serta untuk
sepenuhnya kepentingan perseroan sehingga semua tindakan direksi untuk dan atas nama
perseroan adalah sah.
Dalam hal tindakan yang dilakukan direksi bukan merupakan tindakan yang sah bagi
perseroan maka direksi dapat terancam bertanggung jawab sepenuhnya secara pribadi atas
kerugian yang ditimbulkan akibat tindakannya.
Kekayaan yang dimiliki perseroan merupakan kekayaan pemegang saham sebatas saham
yang dimilikinya. Oleh karena itu, secara tidak langsung tindakan atau kebijakan yang dibuat
direksi untuk kepentingan perseroan secara tidak langsung menguntungkan pemegang
saham. Oleh karena itu dapat dikatakan Fiduciary duty direksi melindungi kepentingan
pemegang saham secara tidak langsung.
Berdasarkan fiduciary duty, direksi suatu perseroan diberi
kepercayaan yang tinggi oleh perseroan untuk mengelola suatu
perusahaan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 80
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Fiduciary duty memberikan beban kepada direksi untuk tidak menyalahgunakan wewenang
dan kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya. Hal ini dikarenakan pemegang
saham dan perusahaan tidak dapat sepenuhnya melindungi dirinya dari tindakan direksi
yang merugikan di mana direksi bertindak atas nama perusahaan dan pemegang saham.
Fiduciary duty direksi ini mengandung prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Direksi dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya
untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga,
tanpa persetujuan dan atau sepengetahuan perseroan.
2. Direksi tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai
pengurus untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya
sendiri maupun pihak ketiga, kecuali atas persetujuan perseroan.
3. Direksi tidak boleh menggunakan atau menyalahgunakan aset
perseroan untuk kepentingannya sendiri dan atau pihak ketiga.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 81
Fiduciary duty terbagi dalam beberapa bagian, hal ini untuk merumuskan lebih jelas
mengenai tanggung jawab direksi terhadap perseroan. Dengan kata lain, pembagian fiduciary
duty ke dalam beberapa bagian bertujuan untuk mempermudah penerapan fiduciary duty di
dalam praktek yang dihadapi dengan berbagai macam keadaan.
Pembagian ini pada umumnya mencakup:
1. Duty of care  A director owes a duty of care to the company of which he is a
director. It is clear beyond doubt that the necessary proximity of relationship
to create such a duty exists between a director and the company.
Dalam duty of care, direksi dituntut pertanggungjawabannya secara hukum dalam
membuat kebijakan dan mengelola perseroan, direksi diwajibkan melakukan tugas
pengurusan perseroan dengan penuh kehati-hatian serta mempertimbangkan segala
informasi yang ada secara patut dan wajar.
A director’s duty has been laid down as requiring him to act such care as is
reasonably to be expected from him, having regard to his knowledge and
experience.
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 82
Direksi harus dapat memperhitungkan dan memperhatikan segala risiko yang
mungkin terjadi terhadap tindakan yang dilakukan maupun kebijakan yang
diambil berdasarkan standar yang ada.
Standard of care: under the law of negligence or of obligations, the conduct demanded
of a person in given situation. Typically this involves a person’s giving attention with the
possible dangers, mistakes, and pitfalls and to ways of minimizing those risks.
Kehati-hatian direksi dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan
segala kerugian, risiko, dan bahaya, termasuk juga keputusan direksi untuk
tidak melakukan suatu tindakan.
In tort law, the standard of care is the degree of prudence and caution required of an
individual who is under a duty of care.
Terkait dengan tanggung jawab seseorang atas kelalaian atau kurang hati-
hatinya seseorang  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 83
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
2. Duty of loyalty  Even a director who is an employee of a shareholder and was
nominated to his directorship by that shareholder does not act as agent
for that shareholder when acting as a director of a company.
Dalam duty of loyalty direksi dituntut untuk patuh dan setia terhadap perseroan. Patuh
dapat diartikan bertindak berdasarkan pertimbangan rasional dan professional sesuai
dengan maksud dan tujuan dalam Anggaran Dasar Perseroan demi kepentingan
perseroan.
Kesetiaan direksi adalah mengutamakan kepentingan perseroan di atas kepentingan
pribadi maupun pihak lain, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dengan
kesetiaan direksi terhadap perseroan secara tidak langsung melindungi kepentingan
pemegang saham dan kreditur sebagai pihak ketiga, namun secara tidak langsung.
However, a company director who does have special knowledge relevant to the
company’s business is bound to give the company advantage of that knowledge when
transacting its business.
Direksi yang memiliki keahlian yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan sudah selayaknya
bahkan terikat untuk menggunakan keahliannya itu untuk kepentingan perusahaan selama dia
bertanggung jawab terhadap pelaksaan pengurusan perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 84
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Direksi hanya bertanggung jawab untuk pengurusan perseroan dan setia terhadap
perseroan sebagai orang yang dipercaya, bukan terhadap pemegang saham secara
pribadi dan untung kepentingan, keuntungan, atau motif-motif pribadi pemegang
saham maupun
kreditor.
A person’s duty not to engage in self-dealing or otherwise use his or her position to
further personal interests rather than those of the beneficiary.
Menurut duty of loyalty, kesetiaan dan kepatuhan direksi
tersebut merupakan tugas dan kewajiban direksi terhadap
perseroan, oleh karena itu, pelanggaran terhadap kesetiaan dan
kepatuhan direksi merupakan pelanggaran fiduciary duty.
Direksi dilarang melakukan tindakan yang dapat merugikan
perseroan, termasuk juga direksi dilarang menggunakan
perseroan untuk keuntungan pribadi maupun pihak lain dengan
cara apapun.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 85
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
3. Duty of skill  If directors of a company are negligent in the performance of
their duties as directors, they will be liable to the company for the damage
caused by their negligence.
Direksi bertanggung jawab terhadap pengurusan perseroan, oleh karena itu seorang
direksi haruslah seorang yang professional. Direksi diharapkan dapat membawa
perseroan kepada kemajuan, oleh karena itu seorang direksi haruslah seorang yang
dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan perseroan.
Insofar as an executive director has specific managerial responsibilities and a contract of
employment with the company, he would be taken to have promised that he would act
with reasonable skill, care, and diligence.
Di samping untuk kepentingan perseroan, keahlian seorang direksi secara tidak
langsung dibutuhkan untuk melindungi dirinya sendiri, hal ini dikarenakan apabila
direksi tidak mempunyai kemampuan dan keahlian dalam mengelola perseroan
sehingga mengakibatkan perseroan mengalami kerugian, maka direksi bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 86
Insofar as a director is expected to make reasonable efforts to become familiar with the
affairs of the company, the implication seems to be that the director must have the skill
to understand the affairs of the company. moreover, to the extent that directors must
take reasonable steps to place themselves in a position to guide and monitor the
management of the company, the legal proposition presupposes directors to have the
capacity to carry out such supervision.
Duty of skill sebagai salah satu bentuk fiduciary duty yang menuntut direksi untuk
melakukan tugas pengurusan perseroan harus memiliki keahlian dan bertindak secara
professional.
Direksi harus memahami kebutuhan perseroan, selain itu
direksi lebih jauh harus mengambil langkah yang tepat dalam
menjalankan pengurusan karena dari hubungan yang lahir
antara perseroan dan direksi, dianggap direksi telah memiliki
kapasitas cukup untuk menjalankan tugas pengurusan tersebut.
Apabila hal itu tidak dipenuhi, maka direksi dianggap melanggar
fiduciary duty.
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 87
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
4. Duty of diligent  A director must exercise ‘reasonable
diligence’ in performing the duties of his office.
Direksi dalam melakukan tugasnya sebagai pengurus perseroan harus menerapkan
kesetiaan terhadap perseroan dengan melakukan yang terbaik untuk perusahaan, hal itu
termasuk juga untuk mengurus perseroan dengan rajin dan giat.
Directors are bound, no doubt, to use reasonable diligence having regard to their
position, though probably an ordinary director, who only attends at the board
occasionally, cannot be expected to devote as much time and attention to the business as
the sole managing partner of an ordinary partnership, but they are bound to use fair and
reasonable diligence in the management of company’s affairs, and to act honestly.
Duty of diligence memberikan ketentuan bahwa sebagai bagian
dari fiduciary duty, direksi diwajibkan untuk rajin dan giat dalam
melaksanakan tugas pengurusannya sebagai salah satu dari
fiduciary duty yang ada pada direktur.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 88
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
5. Duty to Act Lawfully  Kepercayaan yang diberikan perseroan kepada direksi bukan
merupakan suatu pemberian wewenang yang tanpa batas. Kewenangan direksi
dalam melakukan tugas pengurusan perseroan didasari sekaligus dibatasi
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal ini, peraturan dan perundang-undangan yang dimaksud termasuk juga
anggaran dasar perseroan, oleh karena itu direksi dalam melaksanakan wewenang dan
menjalankan tugasnya harus didasari pada anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan.
Direksi tidak diperkenankan melakukan tindakan pengurusan di luar
anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direksi wajib untuk tidak melakukan suatu tindakan dalam hal diketahui
tindakan tersebut bertentangan dengan anggaran dasar perseroan maupun
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Direksi dalam menjalankan tugas perseroan harus sesuai dengan ketentuan dari
Undang-Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar perseroan, tugas tersebut
harus dilaksanakan dengan penuh kehatihatian, itikad baik, konsekuen, dan
konsisten.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 89
Di Indonesia, fiduciary duty tersebut diterapkan pada pasal-pasal yang termuat di dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas, sebagaimana pasal-pasal yang telah dikemukakan di
atas, meskipun tidak dirumuskan secara jelas di dalam pasal-pasal tersebut, namun dari
pasal-pasal yang berisi kewajiban direksi terhadap perseroan di dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut merupakan
penerapan dari fiduciary duty.
In the case of a listed company, non-executive directorship is not a sinecure. Directors are on
the board to bring an informed judgment to decision making and to supervise the activities
of management. This applies a fortiori to members of an audit committee. In general, the
dicta cited above remain true, than a non-executive director need not spend all his time on
the company’s affairs.
However, the demands of modern business place greater demands on a non-executive
director than the earlier cases suggest. Some senior corporate executives are directors of
dozens companies; they rely entirely on their subordinates to keep them informed of what is
going on.
This may not good enough. There is a significant difference between not knowing because
one was too busy to pay attention to what was going on. In the latter case, it is suggested
that the director concerned will not have displayed reasonable diligence.
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 90
Modul VI
Board’ Responsibilities
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 91
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Secara umum direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, hal
ini diatur dalam ketentuan UUPT Pasal 1 angka 5. Tanggung jawab penuh
terhadap pengurusan perseroan tersebut harus dilakukan dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku, artinya terbatas pada maksud dan tujuan yang
tercantum dalam anggaran dasar perseroan.
Pengertian Responsibility (based on: Oxford Advanced Learner’s Dictionary):
 A duty to deal with or take care of somebody/something, so that you may be blamed if
something goes wrong; e.g.: We are recruiting a sales manager with responsibility for
the European market. They have responsibility for ensuring that the rules are enforced. It
is their responsibility to ensure that the rules are enforced. To take/assume overall
responsibility for personnel. Parental rights and responsibilities. I don’t feel ready to take
on new responsibilities. To be in a position of responsibility. I did it on my own
responsibility (= without being told to and being willing to take the blame if it had gone
wrong).
 A duty to help or take care of somebody because of your job, position, etc.; e.g.: She
feels a strong sense of responsibility towards her employees. I think we have a moral
responsibility to help these countries.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 92
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Oleh karena itu tanggung jawab dapat bermakna sesuatu yang belum dilakukan tapi
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti halnya tanggung jawab direksi untuk
melakukan pengurusan perseroan, begitu seseorang diangkat secara sah sebagai direksi
secara otomatis dia bertanggung jawab untuk tugas pengurusan itu, dimana dia
berkewajiban untuk selanjutnya menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan sebaik-
baiknya, yang mana makna tersebut dapat dirumuskan dari UUPT Pasal 1 angka 5.
Makna berikutnya adalah sesuatu yang telah dilakukan harus ditanggung akibatnya
beserta segala risiko yang mungkin timbul dari dilaksanakannya tindakan tersebut, yang
dalam penulisan ini, seorang direksi dianggap bertanggung jawab terhadap keputusan-
keputusan yang diambil dan tindakan-tindakan yang dilakukan berkaitan dengan tindakan
pengurusan
perusahaan.
Beberapa Pasal dalam UUPT yang mengatur ‘responsibility’:
a. Pasal 14 ayat (1);
b. Pasal 37 ayat (3);
c. Pasal 69 ayat (3);
d. Pasal 72 ayat (6);
e. Pasal 95 ayat (4);
f. Pasal 101 ayat (2);
g. Pasal 104 ayat (2);
h. Pasal 133.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 93
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
1. Keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan, dsb): pemogokan itu menjadi -- pemimpin serikat buruh;
2. (Hukum) Fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak
lain.
Tanggung jawab merupakan kewajiban untuk menanggung risiko
yang mungkin timbul dari dilaksanakannya suatu perbuatan. Dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab lahir dari adanya
suatu perbuatan atau tindakan.
Pasal-pasal di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas telah merumuskan secara
lebih khusus mengenai tanggung jawab direksi terhadap akibat dari suatu tindakan
yang dilakukan direksi dalam melaksanakan tugas pengurusan perseroan maupun
terhadap akibat dari suatu keputusan bisnis yang dibuat direksi dalam
menjalankan perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 94
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Dari pasal-pasal yang ada, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab direksi
meliputi setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam pengurusan perseroan
dan/atau atas tindakan yang tidak dilakukan direksi namun seharusnya dilakukan.
Direksi tidak hanya bertanggung jawab terhadap kerugian
yang diderita perseroan, tetapi juga bertanggung jawab
terhadap kerugian yang diderita pihak lain selain
perseroan, seperti tertera pada Pasal 69 ayat (3) tersebut
di atas mengenai pertanggungjawaban atas laporan
keuangan.
Terlepas dari tanggung jawab yang disebutkan dalam pasal-pasal tersebut di atas,
direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan tidak selalu membawa
keberhasilan bagi perseroan. Merupakan hal yang wajar bahwa dalam
menjalankan perjalanan bisnisnya suatu perusahaan mendapat keuntungan dan
mengalami kerugian.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 95
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Karena kedudukan direksi yang bersifat fiduciary, yang oleh UUPT sampai batas-
batas tertentu diakui, maka tanggung jawab direksi menjadi sangat tinggi (high
degree). Tidak hanya bertanggungjawab terhadap ketidakjujuran yang disengaja
(dishonesty), tetapi dia juga bertanggungjawab secara hukum terhadap tindakan
mismanagement, kelalaian atau gagal atau tidak melakukan sesuatu yang penting
bagi perseroan.
Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur secara tegas bahwa
kerugian perseroan akibat dari kelalaian direksi dalam menjalankan
tugasnya menjadi tanggung jawab pribadi direksi secara penuh. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Perseroan
Terbatas yang menyatakan bahwa setiap anggota Direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 96
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Kemudian ayat berikutnya dalam pasal yang sama yaitu ayat (4) menyatakan bahwa dalam
hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
Pasal ini juga merupakan penerapan dari definisi tanggung jawab sebagai keadaan dimana
suatu pihak harus menanggung resiko yang timbul akibat dari dilakukannya suatu tindakan.
…for the purposes of contract, the company exists only in the directors and officers acting by
and according to the deed [i.e., the deed of settlement, equivalent in those days to the
memorandum and articles of association]; and by the statute of law the company is no more
liable than a corporation by charter for the act of one or more of its members, who are
distinct persons by law.
Selain bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan direksi seperti halnya diatur di
dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, direksi suatu perseroan juga dituntut untuk
bertanggung jawab secara pribadi terhadap tindakan ultra vires, yaitu tidak hanya termasuk
pada tindakan yang dilarang oleh anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan tetapi
juga tindakan yang tidak dilarang namum melampaui kewenangan yang
diberikan kepadanya, meskipun tindakan ultra vires itu dilakukan
untuk kepentingan perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 97
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Latin phrase meaning "beyond power or authority" describing an act by a corporation that
exceeds its legal powers. For example, corporations do not have the authority to engage in
the insurance business without a charter. A corporation offering insurance without authority
would be acting ultra vires. Similarly, an insurance company chartered to engage in a single
line of business would be operating ultra vires by offering some other line.
Perseroan tidak bertanggung jawab lebih dari tindakan yang
dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, oleh karena
itu perbuatan dan tindakan yang dilakukan direksi yang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan yang tercantum dalam
anggaran dasar merupakan tanggung jawab pribadi direksi tersebut
dan bukan merupakan tanggung jawab perseroan, selain itu
ketentuan ultra vires tidak hanya mengenai tindakan direksi untuk
kepentingan perseroan yang tidak sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan, tetapi juga termasuk tindakan direksi yang
melebihi kewenangan yang diberikan oleh perseroan kepada
direksi.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 98
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
In corporate law, ultra vires describes acts attempted by a corporation that are beyond the
scope of powers granted by the corporation's Articles of Incorporation or in a clause in its
Bylaws; in the laws authorizing its formation, or similar founding documents. Acts attempted
by a corporation that are beyond the scope of its charter are void or voidable.
Basic principles included the following:
1. An ultra vires transaction cannot be ratified by shareholders, even if they wish it to be
ratified.
2. The doctrine of estoppel usually precluded reliance on the defense of ultra vires where
the transaction was fully performed by one party
3. A fortiori, a transaction which was fully performed by both parties could not be
attacked.
4. If the contract was fully executor, the defense of ultra vires might be raised by either
party.
5. If the contract was partially performed, and the performance was held to be
insufficient to bring the doctrine of estoppel into play, a suit for quasi contract for
recovery of benefits conferred was available.
6. If an agent of the corporation committed a tort within the scope of his or her
employment, the corporation could not defend on the ground the act was ultra vires.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 99
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Ultra Vires; An act performed without any authority to act on subject. Acts beyond the scope
of the powers of a corporation, as defined by its charter of laws of state of incorporation.
Meskipun direksi melakukan pengurusan perseroan dengan sah untuk
kepentingan perseroan, bukan berartti direksi dapat melakukan tindakan
pengurusan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan, apalagi bila tujuan itu untuk kepentingan pribadi direksi.
Acting bona fide in the interests of the company is not an excuse for acting for a dominant
improper purpose, especially where the directors are acting in their own self-interest.
Bila dalam hal ini ternyata terdapat kerugian akibat tindakan ultra vires yang
dilakukan direksi dalam melakukan pengurusan perseroan, direksi wajib
bertanggung jawab penuh secara pribadi atas tindakan ultra vires nya tersebut,
namun apabila tindakan ultra vires tersebut menguntungkan perseroan,
keuntungan tersebut menjadi milik perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 100
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Directors of a company have authority to exercise powers in their management of
the company’s affairs. But there may be limits on the purposes for which those
powers may be exercised and thus limits on their authority. When a power is
exercised for a purpose outside its limits (variously described as an improper,
extraneous or collateral purpose), the court may intervene.
di samping itu apabila direksi mengambil keuntungan dengan menggunakan
nama perseroan, aset perseroan, dan dengan alasan untuk kepentingan
perseroan, direksi tersebut dianggap melanggar fiduciary duty.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 101
Modul VII
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 102
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
If director act within their powers, if they act with such care as is reasonably to be expected
from them, having regard to their knowledge and experience, and if they act honestly for the
benefit of the company they represent, they discharge both their equitable as well as their
legal duty to the company.
Apabila direksi dalam melakukan pengurusan perseroan tindakan tersebut dilakukan dengan
tingkat kehati-hatian yang tinggi, dengan mengerahkan seluruh keahlian mereka, serta
dilakukan dengan penuh kejujuran semata-mata tindakan tersebut hanya untuk kepentigan
dan keuntungan perseroan, maka direksi dibebaskan dari tanggung jawab serta kewajiban
hukum atas resiko yang mungkin timbul akibat dari tindakan yang dilakukan tersebut.
Hal ini memberikan rumusan yang tegas bahwa apabila tindakan direksi dilakukan dengan
memenuhi fiduciary duty, direksi dibebaskan dari kewajiban hukum untuk menanggung
segala resiko kerugian yang mungkin timbul akibat dari tindakannya tersebut.
Faktanya, ketentuan fiduciary duty yang merupakan kewajiban direksi dalam melaksanakan
tugasnya tidak dapat sepenuhnya diterapkan dalam ketentuan hukum perusahaan di
Indonesia, hal ini disebabkan karena UUPT sebagai produk hukum yang mengatur tentang
perseroan di Indonesia tidak menentukan standar yang jelas dalam hal keahlian
seseorang untuk dapat menjadi direksi.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 103
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Akibat dari tidak diberikannya standar yang lebih tinggi untuk seseorang menjadi anggota
direksi berdampak pada kehidupan sosial yang mengakibatkan sulitnya penerapan
fiduciary duty di dalam penerapan hukum perusahaan di Indonesia, terutama pada
perseroan terbatas tertutup (Private Company). Hal ini berbeda dengan Perseroan Terbatas
Terbuka (Tbk), yang pada umumnya memberikan standar yang tinggi bagi seseorang untuk
diangkat menjadi direksi dalam suatu Perseroan Terbatas Tbk.
Hal-hal mengenai pembebasan tanggung jawab direksi dari risiko dalam hal terjadi kerugian
akibat tindakan pengurusan direksi terhadap perseroan diatur dengan tegas di dalam pasal-
pasal di dalam UUPT, yaitu di antaranya :
a. Pasal 69 ayat (4);
b. Pasal 97 ayat (5); dan
c. Pasal 104 ayat (4).
The constitution of a limited company normally provides for directors, with powers of
management, and shareholders, with defined voting powers having power to appoint the
directors, and to take, in general meeting, by majority vote, decisions on matters not
reserved for management…it is established that directors, within their management
powers, may take decisions against the wishes of the majority of share holders, and
indeed that the majority of shareholders cannot control them in the exercise of these powers
while they remain in office.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 104
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Direksi dalam melaksanakan wewenangnya bertanggung jawab terhadap perseroan,
meskipun fiduciary duty juga melindungi kepentingan pemegang saham sebagai pihak yang
memiliki kekayaan perseroan, namun direksi diberi kewenangan untuk bertindak untuk dan
atas nama perseroan serta mengambil keputusan bisnis untuk kepentingan perseroan
dengan penuh tanggung jawab dan dalam lingkup kewenangannya, dimana dimungkinkan
keputusan itu bertentangan dengan kehendak dari pemegang saham.
Pemegang saham tidak diperkenankan mempengaruhi keputusan direksi, direksi pun
sebagaimana diatur dalam fiduciary duty tidak diperkenankan dipengaruhi oleh pemegang
saham dalam mengambil keputusan dan tidak untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
meskipun dalam ketentuan hukum perusahaan, direksi dipilih dan diangkat oleh pemegang
saham melalui RUPS dengan suara bulat maupun suara terbanyak dalam rapat.
Apabila, pemegang saham yang terbukti mempengaruhi keputusan direksi atau terbukti
terlibat dalam tindakan pengurusan wajib ikut bertanggung jawab terhadap kerugian
perseroan akibat campur tangan pemegang saham tersebut.
Tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung renteng direksi dan pemegang saham
yang bersangkutan maupun tanggung jawab pemegang saham sepenuhnya apabila
terbukti bahwa direksi tidak bersalah dan tidak bertanggung jawab atas diambilnya
keputusan tersebut.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 105
Berdasarkan kewenangan yang ada padanya (proper purposes), direksi harus mampu
mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar perusahaan selalu berjalan
di jalur yang benar atau layak.
Dengan demikian, direksi harus mampu menghindarkan perusahaan dari
tindakan-tindakan yang illegal, bertentangan dengan peraturan dan kepentingan
umum serta bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat dengan organ
perseroan lain, shareholders dan stakeholders.
Unless contractually bound to perform specific duties (for example, under a contract of
employment), a company director is, in general, only liable for negligence in what he or she
actually does do, not for omitting to attend the company's business.
Direksi bertanggung jawab terhadap kelalaian yang dilakukan yang mengakibatkan
kerugian. Dalam hal terjadi kerugian yang dialami perseroan, namun kerugian tersebut
bukan dikarenakan kesalahan direksi, maka direksi dibebaskan dari tanggung jawab pribadi,
termasuk juga apabila tindakan yang diambil direksi telah memenuhi fiduciary duty dan
tidak diluar kewenangan direksi serta sesuai maksud dan tujuan perseroan, maka direksi
tidak dapat dipersalahkan atas kerugian yang timbul dalam pengurusan
perseroan.
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 106
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Definisi ‘Tanggung Jawab’ menurut KBBI,
 Berasal dari istilah mem·per·tang·gung·ja·wab·kan  Memberikan jawab dan
menanggung segala akibatnya (kalau ada kesalahan).
 Tanggung jawab juga diartikan sebagaikeadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).
Tanggung jawab lahir dari adanya suatu keadaan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan,
misalnya kerugian, dan menanggung kerugian tersebut jika ada kesalahan yang dilakukan.
Direksi perseroan baru dapat diminta pertanggung jawabannya bila terjadi kerugian dan
terdapat kesalahan yang dilakukan oleh direksi.
Secara argumentus a contrario dapat di-tafsirkan bahwa direksi dibebaskan dari
tanggung jawab pribadi atas kerugian perseroan bilamana dalam melakukan
tindakan pengurusan perseroan dan mengambil keputusan bisnis telah sesuai
dengan kewenangannya, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dalam
anggaran dasar, serta tidak melanggar fiduciary duty dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 107
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab pribadi terhadap kerugian yang timbul sebagai
akibat tindakan pengurusan direksi. Namun dalam hal tindakan tersebut dilakukan di luar
kewenangan direksi dan di luar maksud dan tujuan perseroan, atau yang dikenal dengan
tindakan Ultra Vires, direksi tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab pribadi atas
kerugian dengan cara apapun juga.
A director is not bound to take any definite part in the conduct of the company's business, but
so far as he does undertake it he must use reasonable care in its dispatch. such reasonable
care must be measured by the care an ordinary man might be expected to take in the same
circumstances on his own behalf. he is clearly not responsible for damages occasioned by
errors of judgment.
Direktur dalam melaksanakan kewajibannya harus melakukan tindakan yang
sesuai dengan kewajaran dan kebiasaan dalam bisnis, kewajaran itu tidak hanya
terbatas pada pandangan bisnis semata, namun juga kewajaran yang diukur
dalam hal seandainya orang bertindak untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain
seseorang harus bertanggung jawab melaksanakan tugas seolah-olah ia
melaksanakan kewajiban atas namanya sendiri, bukan atas nama pihak lain, ia
harus bertindak seakan-akan sebagai seorang pemilik yang baik.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 108
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Teori Walkovsky tentang alter ego memperlakukan konsep tanggung jawab terbatas sebagai
pelaksanaan dari prinsip agency.  hubungan hukum yang ada antara anggota direksi yang
melakukan pengurusan terhadap perseroan dengan perseroan itu sendiri adalah hubungan
pemberian kuasa, dimana perseroan sebagai pemberi kuasa dan anggota direksi yang
menjalankan pengurusan dan pengelolaan perseroan adalah pemegang kuasa dari
perseroan.
Sehingga segala tindakan yang dilakukan atau diambil oleh penerima kuasa (anggota direksi
perseroan) adalah tanggung jawab pribadi dari anggota direksi yang melakukan tindakan
hukum untuk dan atas nama perseroan terbatas tersebut.
Pasal 3 ayat 1 UUPT memberikan batasan tanggung jawab pemegang
saham terhadap kerugian perseroan tidak melebihi dari saham yang
dimiliki, namun ayat 2 menegaskan pertanggungjawaban terbatas ini
tidak berlaku secara absolute/mutlak (strike limited liability), tetapi
memiliki pengecualian. Hal tersebut sering juga disebut sebagai
prinsip the piercing corporate veil atau menyingkap tabir atau cadar
perseroan.
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module
Legal presentation   konsepsi  business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module

More Related Content

What's hot

Presentasi manajement strategic.pdf
Presentasi manajement strategic.pdfPresentasi manajement strategic.pdf
Presentasi manajement strategic.pdfkapal04
 
Penyelesaian hubungan industrial
Penyelesaian hubungan industrialPenyelesaian hubungan industrial
Penyelesaian hubungan industrialFardalaw Labor
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiMuhammad Rafi Kambara
 
440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalian
440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalian440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalian
440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalianFerli Dian SAputra
 
manajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawaban
manajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawabanmanajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawaban
manajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawabanSyafril Djaelani,SE, MM
 
risk and return
risk and returnrisk and return
risk and returnFariz Mido
 
Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian UangTindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian UangFachrul Kardiman
 
Perseroan terbatas (PT)
Perseroan terbatas (PT)Perseroan terbatas (PT)
Perseroan terbatas (PT)Rizal Nurfalah
 
Perencanaan Keuangan Jangka Panjang
Perencanaan Keuangan Jangka PanjangPerencanaan Keuangan Jangka Panjang
Perencanaan Keuangan Jangka PanjangNinnasi Muttaqiin
 
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...yufendriansyah auriga
 
Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-
Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-
Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-Sri Apriyanti Husain
 
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjonoHerna Ferari
 
Kontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnisKontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnismailinursal
 
Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik
Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik
Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik Dadang Solihin
 
CSR Dan Etika Bisnis
CSR Dan Etika Bisnis CSR Dan Etika Bisnis
CSR Dan Etika Bisnis DenaAgustina
 

What's hot (20)

Presentasi manajement strategic.pdf
Presentasi manajement strategic.pdfPresentasi manajement strategic.pdf
Presentasi manajement strategic.pdf
 
Analisis trend
Analisis trendAnalisis trend
Analisis trend
 
Penyelesaian hubungan industrial
Penyelesaian hubungan industrialPenyelesaian hubungan industrial
Penyelesaian hubungan industrial
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
 
Strategi audit
Strategi auditStrategi audit
Strategi audit
 
Fraud Risk Management
Fraud Risk ManagementFraud Risk Management
Fraud Risk Management
 
440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalian
440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalian440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalian
440213231213 bab 13 aspek penting dalam pengendalian
 
manajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawaban
manajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawabanmanajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawaban
manajemen risiko kepatuhan beserta pertanyaan dan jawaban
 
risk and return
risk and returnrisk and return
risk and return
 
Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian UangTindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian Uang
 
Perseroan terbatas (PT)
Perseroan terbatas (PT)Perseroan terbatas (PT)
Perseroan terbatas (PT)
 
Perencanaan Keuangan Jangka Panjang
Perencanaan Keuangan Jangka PanjangPerencanaan Keuangan Jangka Panjang
Perencanaan Keuangan Jangka Panjang
 
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
 
Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-
Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-
Psak 57-provisi-liabilitas-kontijensi-dan-aset-kontijensi-
 
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
 
Kontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnisKontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnis
 
Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik
Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik
Perencanaan Strategik dan Akuntabilitas Kinerja pada Sektor Publik
 
Direksi
DireksiDireksi
Direksi
 
Manajemen risiko asuransi
Manajemen risiko asuransiManajemen risiko asuransi
Manajemen risiko asuransi
 
CSR Dan Etika Bisnis
CSR Dan Etika Bisnis CSR Dan Etika Bisnis
CSR Dan Etika Bisnis
 

Similar to Legal presentation konsepsi business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module

Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...
Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...
Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...WennaSustiany
 
Hukum-Bisnis-Pertemuan-4.ppt
Hukum-Bisnis-Pertemuan-4.pptHukum-Bisnis-Pertemuan-4.ppt
Hukum-Bisnis-Pertemuan-4.pptmanaf13
 
Kewirausahaan Aspek Hukum
Kewirausahaan Aspek HukumKewirausahaan Aspek Hukum
Kewirausahaan Aspek HukumVedo Yudistira
 
Bentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usahaBentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usahaDua Dunia
 
Bentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usahaBentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usahaDua Dunia
 
Bentuk badan usaha
Bentuk badan usahaBentuk badan usaha
Bentuk badan usahaNadya Ali
 
jbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.ppt
jbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.pptjbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.ppt
jbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.pptoryz agnu
 
Perusahaan badan hukum dan
Perusahaan badan hukum danPerusahaan badan hukum dan
Perusahaan badan hukum danWarnet Raha
 
3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...
3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...
3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...Ferdy123456789
 
Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020
Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020
Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020muhammadfahri59
 
Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...
Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...
Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...Rinytrianas21
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018febrysaragih
 
hkm bisnis.pdf
hkm bisnis.pdfhkm bisnis.pdf
hkm bisnis.pdfRokiitlay
 
prof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdf
prof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdfprof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdf
prof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdfBertoLaurentSimatupa
 
3, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
3, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 20193, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
3, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019riskiariyani2976
 
Materi 3 - Hukum Dagang.pptx
Materi 3 - Hukum Dagang.pptxMateri 3 - Hukum Dagang.pptx
Materi 3 - Hukum Dagang.pptxAgustinus Astono
 

Similar to Legal presentation konsepsi business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module (20)

Merger & Acquisition I-II
Merger & Acquisition I-IIMerger & Acquisition I-II
Merger & Acquisition I-II
 
Business law module 4
Business law   module 4Business law   module 4
Business law module 4
 
Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...
Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...
Tm 3, 4, hbl, wenna sustiany, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, aspek hu...
 
Hukum-Bisnis-Pertemuan-4.ppt
Hukum-Bisnis-Pertemuan-4.pptHukum-Bisnis-Pertemuan-4.ppt
Hukum-Bisnis-Pertemuan-4.ppt
 
Kewirausahaan Aspek Hukum
Kewirausahaan Aspek HukumKewirausahaan Aspek Hukum
Kewirausahaan Aspek Hukum
 
Bentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usahaBentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usaha
 
Bentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usahaBentuk bentuk badan usaha
Bentuk bentuk badan usaha
 
Bentuk badan usaha
Bentuk badan usahaBentuk badan usaha
Bentuk badan usaha
 
jbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.ppt
jbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.pptjbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.ppt
jbptunikompp-gdl-tuttysm-23293-3-pertemua-a.ppt
 
bentuk badan usaha 10.ppt
bentuk badan usaha 10.pptbentuk badan usaha 10.ppt
bentuk badan usaha 10.ppt
 
Perusahaan badan hukum dan
Perusahaan badan hukum danPerusahaan badan hukum dan
Perusahaan badan hukum dan
 
3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...
3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...
3, hbl, ferdy caturangga, hapzi ali, hukum bisnis dan lingkungan, universits ...
 
Bumn
BumnBumn
Bumn
 
Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020
Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020
Go Modern Level 2 - Cara Menentukan Badan Usaha yang Tepat 31 Oktober 2020
 
Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...
Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...
Hbl 3, riny triana savitri, prof. hapzi ali, bentuk badan usaha perseoan terb...
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,UNIVERSITAS MERCU BUANA,2018
 
hkm bisnis.pdf
hkm bisnis.pdfhkm bisnis.pdf
hkm bisnis.pdf
 
prof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdf
prof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdfprof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdf
prof-nindyo-pramono-perbandingan-badan-usaha-di-berbagai-negara.pdf
 
3, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
3, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 20193, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
3, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
 
Materi 3 - Hukum Dagang.pptx
Materi 3 - Hukum Dagang.pptxMateri 3 - Hukum Dagang.pptx
Materi 3 - Hukum Dagang.pptx
 

More from wisnu wardhana, i nyoman

Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation   governance aspect of a group company - telkom approachLegal presentation   governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approachwisnu wardhana, i nyoman
 
Erm telkom indonesia risk culture measurement and result 2011
Erm   telkom indonesia risk culture measurement and result 2011Erm   telkom indonesia risk culture measurement and result 2011
Erm telkom indonesia risk culture measurement and result 2011wisnu wardhana, i nyoman
 
Mvno in malaysia legal and regulatory requirement
Mvno in malaysia   legal and regulatory requirementMvno in malaysia   legal and regulatory requirement
Mvno in malaysia legal and regulatory requirementwisnu wardhana, i nyoman
 
Enterprise risk management in practice telkom 2016
Enterprise risk management in practice   telkom 2016Enterprise risk management in practice   telkom 2016
Enterprise risk management in practice telkom 2016wisnu wardhana, i nyoman
 

More from wisnu wardhana, i nyoman (20)

Business law module 10
Business law   module 10Business law   module 10
Business law module 10
 
Business law module 9
Business law   module 9Business law   module 9
Business law module 9
 
Business law module 8
Business law   module 8Business law   module 8
Business law module 8
 
Business law module 7
Business law   module 7Business law   module 7
Business law module 7
 
Business law module 6
Business law   module 6Business law   module 6
Business law module 6
 
Business law module 5
Business law   module 5Business law   module 5
Business law module 5
 
Business law module 3
Business law   module 3Business law   module 3
Business law module 3
 
Business law module 2
Business law   module 2Business law   module 2
Business law module 2
 
Business law module 1
Business law   module 1Business law   module 1
Business law module 1
 
Mergers & Acquisitions XII
Mergers & Acquisitions XIIMergers & Acquisitions XII
Mergers & Acquisitions XII
 
Mergers & Acquisitions X dan XI
Mergers & Acquisitions X dan XIMergers & Acquisitions X dan XI
Mergers & Acquisitions X dan XI
 
Mergers & Acquisitions IX
Mergers & Acquisitions IXMergers & Acquisitions IX
Mergers & Acquisitions IX
 
Mergers & Acquisitions VIII
Mergers & Acquisitions VIIIMergers & Acquisitions VIII
Mergers & Acquisitions VIII
 
Mergers & Acquisitions VII
Mergers & Acquisitions VIIMergers & Acquisitions VII
Mergers & Acquisitions VII
 
Mergers & Acquisitions VI
Mergers & Acquisitions VIMergers & Acquisitions VI
Mergers & Acquisitions VI
 
Mergers & Acquisitions III
Mergers & Acquisitions IIIMergers & Acquisitions III
Mergers & Acquisitions III
 
Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation   governance aspect of a group company - telkom approachLegal presentation   governance aspect of a group company - telkom approach
Legal presentation governance aspect of a group company - telkom approach
 
Erm telkom indonesia risk culture measurement and result 2011
Erm   telkom indonesia risk culture measurement and result 2011Erm   telkom indonesia risk culture measurement and result 2011
Erm telkom indonesia risk culture measurement and result 2011
 
Mvno in malaysia legal and regulatory requirement
Mvno in malaysia   legal and regulatory requirementMvno in malaysia   legal and regulatory requirement
Mvno in malaysia legal and regulatory requirement
 
Enterprise risk management in practice telkom 2016
Enterprise risk management in practice   telkom 2016Enterprise risk management in practice   telkom 2016
Enterprise risk management in practice telkom 2016
 

Recently uploaded

5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desamateri penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desassuser274be0
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxadesofyanelabqory
 

Recently uploaded (10)

5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desamateri penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
 

Legal presentation konsepsi business judgment rule doctrine - telkom indonesia bjr module

  • 1. 1 I Nyoman Wisnu Wardhana Senior Advisor II PT. Telkom Indonesia - Modul BJR Business Judgment Rule Doctrine As a Protection for Business Decisions
  • 2. 2 I Nyoman Wisnu Wardhana Senior Advisor II PT. Telkom Indonesia - Modul BJR Modul Topik Ref. I Corporatism  Patrick A. Gaughan, Mergers, Acquisitions, and Corporate Restructurings, ISBN: 978-0-470- 56196-6, Wiley; 5th edition (2011, www.wiley.com.)  Pinto, Arthur R. and Branson, Douglas M., Understanding Corporate Law (Third Edition) (September 10, 2009). ISBN- 1422429598-781422429594, Lexis-Nexis  The law of The Republic of Indonesia Number 40/2007 concerning Limited Liability Company  The Law of the Republic of Indonesia concerning Business Law (KUHD-Wetboek van Koophandel -Dutch Civil Code)  Other related literatures (Journal, Case Law, etc) II Legal Theories of Corporatism III Corporate’ Organs IV Corporate Governance – Risk – Compliance V Board’ Tasks and its Authorities VI Board’ Responsibilities VII Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities VIII BJR Doctrine Business Judgment Rule Doctrine
  • 3. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 3 Modul I Corporatism
  • 4. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 4 Gambaran Umum Korporasi (Enterprise) Dasar Hukum Organisasi Bisnis/Perusahaan di Indonesia:  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel voor Indonesie)  Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bentuk-bentuk organisasi perusahaan:  Perusahaan Perseorangan  Persekutuan Firma  Perseroan Komanditer (Commanditer Vennootschap/CV)  Perseroan Terbatas  Koperasi  Yayasan  BUMN  Other derivative forms of corporation
  • 5. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 5 Bentuk-Bentuk Organisasi Perusahaan Perusahaan Perseorangan Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum Spec:  Perseroan Terbatas (Tertutup)  Perseroan Terbatas (Terbuka)  Koperasi  Yayasan  BUMN Tidak – Berbadan Hukum Spec:  Maatschap (Pers. Perdata)  Vennootschap onder eene firma (Firma)  Commanditaire vennootschap (CV) Perusahaan adalah setiap kegiatan usaha yang dilakukan secara tetap/terus- menerus dengan tujuan untuk mencapai atau mencari keuntungan/laba baik yang dilaksanakan oleh orang perseorangan maupun oleh badan usaha baik badan usaha yang tidak berbadan hukum maupun badan usaha yang berbadan hukum yang didirikan dan berada di wilayah RI. UU No. 8 th. 1997 (Dokumen Perusahaan): Naamloze Vennootschaap (NV) cooperatie Stichting Eenmanszaak/Sole Proprietorship staat een eigen bedrijf
  • 6. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 6 Perusahaan Perseorangan Adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang, dimana pengelola perusahaan memperoleh semua keuntungan perusahaan, tetapi ia juga menanggung semua risiko yang timbul dalam kegiatan perusahaan. Pendirian perusahaan perseorangan tidak diatur dalam KUHD dan tidak memerlukan perjanjian karena hanya didirikan oleh satu orang pengusaha saja. Perusahaan perseorangan dibagi dalam 2 kelompok yaitu 1. Usaha Perseorangan Berizin : memiliki izin operasional dari departemen teknis. Misalnya bila perusahaan perseorangan bergerak dalam bidang perdagangan, maka dapat memiliki izin seperti Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). 2. Usaha Perseorangan Yang Tidak Memiliki Izin. Misalnya usaha perseorangan yang dilakukan para pedagang kaki lima, toko barang kelontong, dsb. Eenmanszaak/Sole Proprietorship
  • 7. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 7 Maatschap Persekutuan Perdata Adalah suatu persetujuan dimana dua orang/lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan tujuan untuk membagi keuntungan atau manfaat diperoleh daripadanya. Dapat berupa: Barang, Uang, Tenaga, dan kerajinan  Hubungan intern antara para sekutu bersifat kontraktual  Hubungan Eksternnya (Hubungan antara seorang sekutu dengan pihak ketiga) hanya mengikat sekutu yang mengikatkan diri tersebut, tetapi para sekutu lainnya dapat terikat apabila :  Adanya pengukuhan terhadap peningkatan yang dilakukan kepada pihak ketiga  Adanya kesan pertanggung jawaban sekutu  Adanya kuasa  Adanya manfaat bagi persekutuan Pertanggung jawaban tergantung kepada jumlahnya sekutu dengan dan bagian masing-masing sekutu dalam modal persekutuan (pro Rata) seperti : Kerjasama Lawyer, Dokter, Architect, etc. Gerant Statutaire (Perjanjian Persekutuan dalam tindakan pengutusan kepada pihak ketiga atas dasar akte pendirian persekutuan, Gerant Mandataire merupakan pemberian kuasa dari persekutuan atas keperluan persekutuan atau memberikan mandat. Tidak – Berbadan Hukum
  • 8. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 8 Vennootschap onder eene firma Firma Adalah setiap persekutuan perdata yang menjalankan perusahaan dengan nama bersama, jadi dapat dikatakan firma adalah persekutuan perdata khusus kekhususannya terletak pada :  Menjalankan perusahaan dengan mana bersama  Tanggung jawab sekutu secara pribadi untuk keseluruhan  Menggunakan nama bersama Firma bukan merupakan badan hukum, meskipun syarat materil sudah terpenuhi antara lain :  Adanya harta kekayaan terbesar  Adanya kepentingan atau tujuan tertentu  Adanya Pengurus Syarat formal sebagai badan hukum tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya pengesahan Menteri Kehakiman. Tidak – Berbadan Hukum
  • 9. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 9 Commanditaire vennootschap Persekutuan Komanditer Adalah jenis persekutuan yang mirip dengan firma yang mempunyai dua jenis sekutu yaitu sekutu komplementer dan komanditer. Merupakan persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang (sekutu) yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan. Para anggota persekutuan menyerahkan uangnya sebagai modal perseroan dengan jumlah yang tidak perlu sama sebagai tanda keikutsertaan di dalam persekutuan.  Sekutu komplementer (sekutu aktif/pengurus) yang dapat melakukan perbuatan hukum atau mengadakan perikatan terhadap pihak ketiga.  Sekutu komanditer (Sekutu yang memasukkan modalnya saja kedalam persekutuan (sekutu pasif/dibelakang layar). Berbeda dengan firma, maka sekutu komanditer hanya bertanggung jawab sebesar modal yang masuk dalam perseroan. Tidak – Berbadan Hukum
  • 10. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 10 Naamloze Vennootschaap Perseroan Terbatas (Perseroan), adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan mempunyai organ yang terdiri dari : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. RUPS terdiri dari RUPS tahunan yang diadakan paling lambat 6 bulan setelah tahun buku dan RUPS lainnya yang dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan. Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan Perseroan Berbadan Hukum
  • 11. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 11 Pros & Cons Eenmanszaak/Sole Proprietorship Kebaikan:  Mudah dibentuk dan dibubarkan  Bekerja dengan sederhana  Pengelolaannya sederhana  Tidak perlu kebijaksanaan pembagian laba Kelemahan:  Tanggung jawab tidak terbatas  Kemampuan manajemen terbatas  Sulit mengikuti pesatnya perkembangan perusahaan  Sumber dana hanya terbatas pada pemilik  Risiko kegiatan perusahaan ditanggung sendiri Maatschap-Firma Kebaikan:  Prosedur pendirian relatif mudah  Mempunyai kemampuan finansial yang lebih besar, karena gabungan modal yang dimiliki beberapa orang  Keputusan bersama dengan pertimbangan seluruh anggota firma, sehingga keputusan- keputusan menjadi lebih baik Kelemahan:  Utang-utang perusahaan ditanggung oleh kekayaan pribadi para anggota firma  Kelangsungan hidup perusahaan tidak terjamin, sebab bila salah seorang anggota keluar, maka firma pun bubar
  • 12. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 12 Pros & Cons - cont’ Commanditaire Vennootschap Kebaikan:  Pendiriannya relatif mudah  Modal yang dapat dikumpulkan lebih banyak  Kemampuan untuk memperoleh kredit lebih besar  Manajemen dapat didiversifikasikan  Kesempatan untuk berkembang lebih besar Kelemahan:  Tanggung jawab tidak terbatas  Kelangsungan hidup tidak terjamin  Sukar untuk menarik kembali investasinya Naamloze Vennootschaap Kebaikan:  Kelangsungan hidup perusahaan terjamin  Terbatasnya tanggung jawab, sehingga tidak menimbulkan resiko bagi kekayaan pribadi maupun kekayaan keluarga pemilik  Saham dapat diperjual belikan dengan relatif mudah  Kebutuhan kapital lebih besar akan mudah dipenuhi, sehingga memungkinkan perluasan usaha  Pengelolaan perusahaan dapat dilakukan lebih efisien Kelemahan:  Biaya pendiriannya relatif mahal  Rahasia tidak terjamin  Kurangnya hubungan yang efektif antara pemegang saham
  • 13. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 13 Establishment’s Comparation Perseorangan Persekutuan Tidak berbadan Hukum Berbadan Hukum Eenmanszaak Maatschap Firma CV Naamloze Cara Pendirian Tidak diatur dalam KUHD ataupun KUHPerdata Perjanjian, bisa lisan atau akte otentik-1618 16 , 18, dan 22 1 § 1 7 § 1 & 2 Pendaftaran Tidak perlu didaftarkan Tidak harus didaftarkan Harus didaftarkan di Kepaniteraan PN-23, 24  9 § 1  29 Pengesahan Tidak perlu Pengesahan Tidak perlu didaftarkan Tidak memerlukan pengesahan - 27 30 § 1 Tanggung Jawab Intern Tidak terbatas All for one – 1637/1639 (3rd party bind) 1624 sd. 1641 ~Firma, pada sekutu komanditer tanggung jawabnya Terbatas- 19, 20, dan 21 3 § 1 Extern Tidak terbatas All for one – 1642/1644 1642 sd. 1645  92, 97, 98 , dan 99  114, 115, 117, dan 118  148 Berakhirnya Tidak diatur dalam KUHD 1646 26, 31 1646 142 § 1
  • 14. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 14 State Owned Company Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan negara, kecuali ditentukan lain berdasarkan undang-undang Modal BUMN ada 2 kemungkinan: 1. Seluruh modal persero dimiliki oleh negara 2. Sebagian modal persero (paling sedikit 51%) dimiliki oleh negara dan sebagian modal lainnya dimiliki oleh swasta Ciri-ciri utama BUMN adalah:  Profit oriented  Legal status : owned its name and capital, legally bind agreement, covenant, etc with other parties  Vital services (Public services)  To perform legal acts, sued or sue  State owned capital, and can be obtained loans  debt securities  Spec: PT. Telkom Indonesia, PT. KA-Indonesia, PT. Rajawali Indonesia, etc
  • 15. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 15 Perseroan Terbatas Dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yaitu: 1. Klasifikasi Perseroan Terbatas atas dasar diperjualbelikannya saham di Bursa Efek  Perseroan Terbatas Tertutup adalah PT yang saham-sahamnya tidak diperjual-belikan di Bursa Efek  Perseroan Terbatas Terbuka adalah PT yang sahamnya sudah diperjual-belikan di Bursa Efek dan perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sudah go public. 2. Klasifikasi PT berdasarkan asal mula penanaman modal yaitu:  PT. PMDN  PT. PMA  PT. Non PMA/PMDN 3. Klasifikasi PT berdasarkan ada tidaknya kelompok usaha yaitu:  Holding Company:  Full Holding Company  Quasy Holding Company  Non Holding Company Limited Liability Company- Classification  Subsidiary Company  Affiliated Company
  • 16. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 16 Limited Liability Company- Combination Kombinasi perusahaan (biasanya PT) merupakan suatu bentuk ‘mutual cooperation’ antara perusahaan-perusahaan dengan tujuan: 1. Perusahaan berskala kecil, umumnya mempunyai pasar terbatas dan tidak mempunyai kemampuan menguasai pasar yang luas 2. Kuantitas bahan baku yang dibeli perusahaan kecil relatif sedikit sehingga harga belinya menjadi mahal. Akibatnya harga jual produknya menjadi mahal 3. Supply bahan baku untuk perusahaan kecil tidak terus menerus sedangkan jumlah yang diinginkan pemasok tetap berkesinambungan 4. Keinginan untuk bersaing dengan barang-barang impor yang sering kali mempunyai harga jual relatif murah 5. Untuk dapat mempergunakan teknologi baru yang efisien, efektif serta dapat menciptakan barang-barang baru, sehingga biaya penelitian yang sangat mahal dapat ditanggung bersama 6. Keinginan untuk menguasai mata rantai (mulai dari bahan baku, produksi, sampai pemasaran) dari satu atau beberapa jenis produk sehingga dapat menguasai pasar produk tersebut 7. Mengurangi pengaruh konjungtur (pertukaran naik turunnya kemajuan dan kemunduran ekonomi yang terjadi secara berganti-ganti )
  • 17. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 17 Limited Liability Company- Integration 1. Integrasi Vertikal-Integral (Integrasi ke Hulu dan Hilir) adalah suatu bentuk penggabungan antara perusahaan yang dalam kegiatannya memiliki tahapan produksi berbeda spec: Perusahaan penghasil bahan baku bergabung dengan produsen pengolah bahan baku, disebut integrasi ke hulu/penggabungan vertikal dan kebalikannya disebut integrasi ke hilir/penggabungan integral Tujuan dari penggabungan Vertikal-Integral adalah:  Untuk kesinambungan perolehan pasokan bahan baku  Untuk mengendalikan pasar barang jadi dalam hal pasokan, kualitas dan harga 2. Integrasi Horisontal-Paralelisasi adalah bentuk penggabungan antara dua atau lebih perusahaan yang bekerja pada jalur/tingkat yang sama, misalnya dalam pengolahan bahan baku, dengan tujuan menekan persaingan, Penggabungan semacam ini juga dapat terjadi antara perusahaan barang/jasa yang menggunakan bahan sejenis. Tujuan penggabungan Horisontal-Paralelisasi adalah:  Mengurangi kelebihan kapasitas  Menekan biaya distribusi  Memperluas pasar
  • 18. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 18 Limited Liability Company- Specialty Pengkhususan Perusahaan adalah kegiatan perusahaan yang mengkhususkan diri pada fase atau aktivitas tertentu saja, sedangkan aktivitas lainnya diserahkan kepada perusahaan luar. Pengkhususan perusahaan dapat dibedakan menjadi: 1. Spesialisasi yaitu perusahaan yang mengkhususkan diri pada kegiatan menghasilkan satu jenis produk saja, misalnya khusus menghasilkan pakaian olah raga saja, atau bergerak di bidang jasa transportasi darat saja 2. Diferensiasi yaitu pengkhususan pada fase produksi tertentu, misalnya perusahaan penanaman, perusahaan penggilangan padi dan perusahaan penjual beras.
  • 19. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 19 Limited Liability Company- Concentrate/Condense 1. Trust Trust merupakan suatu bentuk kerjasama perusahaan secara horisontal untuk membatasi persaingan, maupun rasionalisasi dalam bidang produksi dan penjualan 2. Holding Company Holding Company/Perusahaan Induk yaitu perusahaan yang berbentuk Corporation yang menguasai sebagian besar saham dari beberapa perusahaan lain. 3. Kartel Kartel adalah bentuk kerjasama perusahaan-perusahaan dengan produksi barang dan jasa sejenis yang didasarkan perjanjian bersama untuk mengurangi persaingan, Jenis-jenis kartel: a. Kartel bersyarat (kondisi) b. Kartel harga c. Kartel produksi d. Kartel daerah e. Kartel Pembagian laba f. Etc.
  • 20. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 20 4. Sindikasi Adalah bentuk perjanjian kerjasama antara beberapa orang untuk melaksanakan suatu proyek. Sindikasi juga dapat melakukan perjanjian sindikasi untuk memusatkan penjualan pada satu lokasi tertentu, disebut sindikasi penjualan. 5. Concern Concern adalah suatu bentuk penggabungan yang dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal dari sekumpulan perusahaan Holding. Concern dapat muncul sebagai akibat dari satu perusahaan yang melakukan perluasan usaha secara horisontal ataupun vertikal melalui pendirian perusahaan baru. Dengan concern, dapat lebih mudah melakukan rasionalisasi seperti halnya: 6. Joint Venture Merupakan perusahaan baru yang didirikan atas dasar kerjasama antara beberapa perusahaan yang berdiri sendiri. 7. Trade Association yaitu persekutuan beberapa perusahaan dari suatu cabang perusahaan yang sama dengan tujuan memajukan para anggotanya dan bukan mencari laba. Contoh: APKI (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia, ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) 8. Gentlement’s Agreement Persetujuan beberapa produsen dalam daerah penjualan dengan maksud mengurangi persaingan diantara mereka Limited Liability Company- Concentrate/Condense – cont’
  • 21. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 21 Limited Liability Company- Terms for Mergers & Acquisitions 1. Consolidation ~ Amalgamation adalah penggabungan beberapa perusahaan yang semula berdiri sendiri-sendiri menjadi satu perusahaan baru dan perusahaan lama ditutup 2. Merger Jenis-jenis merger:  Merger Vertikal  Merger Horisontal  Merger Konglomerasi 3. Acquisition adalah pengambilalihan sebagian saham perusahaan oleh perusahaan lain dan perusahaan yang mengambil alih menjadi holding sedangkan perusahaan yang diambil alih menjadi anak perusahaan dan tetap beroperasi seperti sendiri tanpa penggantian nama dan kegiatan 4. Derivative Mergers:  Triangular Merger  Reverse Triangular Merger 5. Strategic Alliance adalah kerja sama antara dua atau lebih perusahaan dalam rangka menyatukan keunggulan yang mereka miliki untuk menghadapi tantangan pasar dengan catatan kedua perusahaan tetap berdiri sendiri-sendiri
  • 22. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 22 Limited Liability Company- Evolution to cooperation Adapted from Wolfgang Korndörfer, Allgemeine Betriebswirtschaftslehre (Wiesbaden, 1988), pp. 128-132; Wilfried Feldenkirchen, "Concentration Process," pp. 113-115. A Spectrum of InterFirm Cooperation Spot Markets Oligopolistic Competition (Implicit Collusion) Trade/Industry Assosiations Contractual or Condition Cartels Type or Standards Cartels Environmental Safety Product Quality Processes Patent or Patent-Licensing Cartels Calculation Cartels Discounting Cartels Tender Cartels Customer Cartels Specialization Cartels Territorial Cartels Quota Cartels Convention or Gentlement’s Agreements Price Cartels Syndicates Import/Export Cartels Rationalization Cartels Recession Cartels Emergency or Structural Crisis Cooperative Marketing/Purchasing Arrangements Long-Term Contracts Networks Enterprise Groups Sub-Contractors Non-Equity Strategic Alliances Equity-Based Joint Venture Firms Markets ........ Private Self- Regulation  ..... (Associations) Cartels .......... Hierarchies  ... Procedural Illegal Hard-Core Industrial/ Social Policy Low Internalization High Internalization Regulation
  • 23. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 23 Source: Jeffrey M. Perloff, Microeconomics, 3rd Ed., 2004, p. 435 Limited Liability Company- Compare with Competition
  • 24. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 24  Type of Businesses (perdagangan, industri, dsb)  Scope of Businesses  The Parties involved  Risk ownership  Accountability limit (company's debts)  Investment  Profit Sharing  Time period (company’s stint)  Regulation relates  Country Risk Factor (in case of Cross Border)  Security exchange (in case of Public)  Etc.  Respective market  Competitors  Other administrative considerations Some considerations:
  • 25. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 25 Modul II Legal Theories of Corporatism
  • 26. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 26 Teori hukum yang sering digunakan untuk menganalisis suatu perusahaan biasanya akan memberikan penajaman pada beberapa kriteria, seperti:  formation and general nature of corporation (pembentukan perusahaan);  legal personality of corporation (badan hukum perusahaan);  their purpose and object (tujuan perusahaan); dan  separation of corporate function (pemisahan organ perusahaan). Corporatism’ Theories legal entity  How’s a corporate prevailed and what’s the consequences embedded? (based on legal requirements) numerus clausus or party freedom formation and general nature of corporation
  • 27. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 27 Corporatism’ Theories – cont’. Konsep numerus clausus  bahwa perusahaan dibentuk berdasarkan atas suatu persyaratan tertentu yang terdapat dalam hukum substantif suatu negara konsep party freedom  menyatakan pihak-pihak yang berkepentingan memiliki keleluasaan untuk membentuk suatu perusahaan. Hampir semua negara menerapkan konsep numerus clausus ini, mengingat terbentuknya suatu perusahaan akan membawa konsekuensi yang terkait dengan hal-hal lain yang sangat kompleks, sehingga dalam hukum substantif setiap negara konsep ini digunakan . Prinsip the founding of corporations merupakan suatu kaidah yang menyatakan, meskipun memiliki aturan yang beragam dalam ketentuan hukum substantif-nya, namun pada dasarnya suatu perusahaan dibentuk dengan suatu persyaratan generik yang meliputi, adanya suatu kontrak antara para pihak, didaftarkan kepada lembaga yang berwenang, akte pendirian dari notaris, dan anggaran dasar. formation and general nature of corporation
  • 28. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 28 The principal of concession, normative, dan contractual system.  Concession  lebih menekankan kepada hak suatu negara (penguasa) untuk memberikan ijin bagi lahirnya suatu perusahaan  Normative  lebih kepada terdapatnya aturan atau ketentuan hukum yang jelas sebagai pedoman untuk dipenuhi oleh suatu perusahaan dalam rangka mendapatkan status legal entity.  Contractual  memberikan kebebasan bagi semua pihak untuk mendirikan suatu perusahaan tanpa campur tangan dari negara. Perkembangan perusahaan saat ini, hampir tidak ada negara yang menerapkan sistem contractual yang mengatur tentang pendirian suatu perusahaan. Corporatism’ Theories – cont’. formation and general nature of corporation
  • 29. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 29 Teori tentang badan hukum perusahaan merupakan suatu teori yang memandang perusahaan berdasarkan eksistensinya, dalam arti, melihat keterpisahan entitas perusahaan dengan pemilik (pemegang) saham, serta bagaimana konsekuensi yuridis yang muncul dari kondisi tersebut Corporatism’ Theories – cont’. Pada dasarnya terdapat beberapa teori yang membahas tentang badan hukum perusahaan, antara lain:  teori fiksi (fiction theory);  teori individualisme (individualism theory);  teori simbolis (shareholder theory);  teori realis (realist theory or organ theory);  teori ciptaan diri sendiri (self creation theory)  teori kesatuan bisnis (enterprise entity theory); dan  teori kontrak (contract theory) the juristic controversy over the nature of the corporate personality is dead  menyimpulkan bahwa perusahaan adalah separate legal entity. legal personality of corporation
  • 30. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 30 Implikasi dari perspektif teoritis, perusahaan sebagai suatu badan hukum adalah terpisah (dari para pemegang saham atau organ- nya) memiliki hak dan kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan yang berlaku.  Fiction theory (Friedrich Carl von Savigny dan John Salmond)  perusahaan adalah bentukan dari hukum, dan dengan dipenuhinya syarat-syarat bagi suatu perusahaan untuk menjadi legal entity, maka keberadaannya diakui oleh hukum sebagai suatu entitas yang terpisah dari para pemegang sahamnya  Realist or Organ theory (Otto von Gierke dan Johannes Althusius)  perusahaan mempunyai tujuan dan keinginan yang sama dengan manusia dewasa karena organ- organ perusahaan merupakan manusia (orang) yang telah dewasa, bila manusia digerakkan oleh tubuhnya, maka perusahaan digerakkan oleh organ-organnya yang terdiri atas manusia-manusia. tidaklah benar bahwa hukum menciptakan perusahaan, namun dengan keinginan dan tujuan yang dimilikinya serta hak yang diperolehnya sebagai the real entity sebagaimana manusia, maka hukum mengakuinya. Corporatism’ Theories – cont’. legal personality of corporation
  • 31. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 31 Bagaimana pengturan dalam UUPT No. 40/2007 Pasal 9 UUPT menyebutkan bahwa untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum, perusahaan harus melakukan registrasi secara elektronik kepada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan diterbitkannya status sebagai badan hukum dari negara, bukan berarti negara memberikan hak privilese atau istimewa (privileges), namun lebih kepada pengakuan hak secara umum (rights) yang melekat terhadap perusahaan. tidaklah benar bahwa hukum menciptakan perusahaan, namun dengan keinginan dan tujuan yang dimilikinya serta hak yang diperolehnya sebagai the real entity sebagaimana manusia, maka hukum mengakuinya. Corporatism’ Theories – cont’. legal personality of corporation
  • 32. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 32 Corporatism’ Theories – cont’. their purpose and object Perusahaan yang telah memiliki status badan hukum  maka hak dan kewajiban yang melekat padanya akan terikat dengan tujuan dibentuknya perusahaan tersebut. Pada dasarnya suatu perusahaan dibentuk memiliki tujuan utama untuk memberikan keuntungan, memberikan nilai lebih, dan kesejahteraan kepada seluruh stakeholder, mulai dari karyawan dan manajemen, pelanggan, masyarakat, dan khususnya kepada pemegang saham (shareholder). Tujuan pembentukan perusahaan:  Memaksimalkan laba (profit maximazing),  Memaksimalkan penjualan (sales maximizing),  Mempertahankan eksistensi (to maintain corporate existence),  Mencapai tingkat laba tertentu yang memuaskan (profit achievement),  Mencapai pangsa pasar tertentu (market share achievement),  Meminimalkan karyawan yang hengkang (minimizing employee’s retreat),  Kedamaian internal (minimizing management conflict), dan  Memaksimalkan kesejahteraan manajemen (maximizing management’s welfare).
  • 33. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 33 Teori tujuan pembentukan perusahaan:  teori Shareholder Primacy,  teori Stakeholder Primacy (Other Constituency Theory),  Production Team Model, dan  Social Transparency. Pada dasarnya Production Team Model dan Social Transparency bukan suatu konsep utuh yang dapat menjelaskan teori tujuan perusahaan, namun lebih kepada pengembangan model atau pengertian turunan (derivative model) dari dua teori yang paling sering digunakan yaitu shareholder primacy dan stakeholder primacy. Corporatism’ Theories – cont’. their purpose and object Adolf Augustus Berle Jr. – Shareholder Vs. Edwin Merrick Dodd – Stakeholder
  • 34. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 34 Corporatism’ Theories – cont’. their purpose and object Berle – Shareholder Primacy  “bagaimana alokasi kewenangan yang harus dijadikan patokan bagi suatu perusahaan antara board of directors (managers) dan shareholder?” Dodd – Stakeholder primacy perusahaan harus mampu memberikan manfaat kepada konstituen lainnya (stakeholder). Konsepsi Shareholder Primacy ketimpangan antara wewenang yang dijalankan oleh board of director dan ketidakmampuan shareholder dalam melakukan kontrol (Separation ownership and/from control). 2 alternatives:  Dibuatnya ketentuan perundang-undangan yang jelas dan tegas yang mengatur sistem hubungan antara shareholder dengan board of director.  Mempertajam fungsi perjanjian (kontrak) yang telah ada antara shareholder dengan board of director melalui pembuatan kontrak kerja yang lebih spesifik, dengan memberi penekanan-penekanan pada batasan tanggung jawab board of director.
  • 35. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 35 Corporatism’ Theories – cont’. their purpose and object Berle  secara substantif menjabarkan pentingnya melakukan pendekatan kontraktual, karena pemberlakuan ketentuan perundang-undangan untuk mengatur hubungan kerja antara shareholder dengan board of directors dipandang tidak akan berjalan efektif, dengan alasan bahwa yang paling memahami suatu hubungan bisnis adalah pelaku bisnis itu sendiri. Bagaimana menurut anda? Contract between shareholder dengan board (self regulatory reforms) - sebagai Pandangan contractarian  memberikan panduan yang luas terhadap isi dari kewenangan board dalam menjalankan bisnis sehingga arah dari perusahaan dapat memberikan jaminan bagi keuntungan pemegang saham. Pemikiran dari Berle ini selanjutnya melahirkan suatu konsep yang terkenal dengan ‘new individualism’ yang merupakan bagian dari dasar-dasar pemikiran hukum persaingan usaha di Amerika Serikat dan kemudian berkembang menjadi terminologi ‘corporatism’ . Tonggak dimulainya pemikiran Kapitalis!
  • 36. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 36 Berdasarkan teori shareholder primacy yang dikembangkan oleh Berle tersebut, saat ini terlihat pengaruhnya dalam tataran hukum perusahaan yang berkembang di setiap negara. Keberadaan suatu perusahaan haruslah berpegang pada prinsip bagaimana memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada shareholder, di sisi yang lain dalam kehidupan bernegara dan kepentingan umum (public interest), perusahaan juga mempunyai tanggung jawab dalam terciptanya kestabilan ekonomi suatu negara. shareholder model of corporatism memiliki lima karakter, antara lain:  Kontrol utama dalam perusahaan mesti dilimpahkan pada pemodal;  Manajemen perusahan harus dibebani dengan kewajiban untuk mengatur kepentingan pemodal;  Kepentingan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) seperti kreditor, pekerja, dan konsumen dilindungi lewat mekanisme kontraktual dan regulasi yang berada di luar wilayah corporate governance;  Pemilik modal kecil juga harus mendapatkan perlindungan dari eksploitasi pemodal besar; dan  Nilai jual saham di pasar modal harus menjadi satu-satunya tolak ukur kepentingan pemodal di perusahaan publik. Corporatism’ Theories – cont’. their purpose and object
  • 37. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 37 Corporatism’ Theories – cont’. separation of corporate function Terdapat 2 issues yang terkait dengan kriteria penerapan ‘separation of corporate functions’ (based on its organs) berbasis pada domain kepemilikan (ownership) korporasi:  public corporations  private corporations. Hal tersebut di atas mengacu kepada referensi adanya ketidakseimbangan dalam konteks ‘agency problem’ yang berasal dari aspek:  the corporation participates-capital (investment),  employment, and  Product - market. Organizational structure, capital structure,  affects shareholder value. insight, corporations in different industries and with different business strategies adopt different structures. Detail pembahasan ini akan dilanjutkan dalam modul corporate governance (IV).
  • 38. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 38 Modul III Corporate’ Organs
  • 39. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 39 Perseroan Terbatas diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang sekaligus mencabut keberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang sebelumnya mengatur ketentuan tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas secara tegas dirumuskan secara tersurat dinyatakan sebagai badan hukum, hal ini ternyata di dalam pasal 1 angka 1 yang menyatakan; “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. “legal entity” (black law dictionary) legal existence, an entity other than a natural person, who has sufficient existence in legal contemplation that if can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of corporations. Implies  Keberadaan PT diakui oleh hukum sebagai pengemban hak dan kewajiban dalam lapangan hukum perdata. Namun, tidak sebagaimana manusia, PT sebagai badan hukum tidak memiliki daya pikir, kehendak, dan kesadaran sendiri. Corporate’ Organs Separate legal entity
  • 40. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 40 Corporate’ Organs Separate legal entity Corporate Organs’ tasks, inter alia melakukan pengurusan PT, melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama PT. PT hanya dapat mengambil keputusan dengan perantaraan alat perlengkapannya, yaitu orang atau orang-orang dalam hubungan tertentu dengan PT yang mengambil keputusan atau berbuat tidak untuk diri sendiri, tetapi atas nama PT (Perseroan). Keistimewaan  Apabila sebuah (seorang) organ tidak lagi melakukan pengurusan PT oleh sebab apapun, tidak mengakibatkan PT tidak dapat melakukan kegiatannya, namun dapat diangkat pengganti organ dari orang lainnya, yang dalam hal ini berarti kedudukan organ tetap ada dalam PT tersebut namun kedudukannya diwakili oleh individu yang berbeda, syarat dan ketentuan pengangkatan organ baru tersebut harus berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun anggaran dasar PT. Pasal 1 angka 2 UUPT, menyatakan organ PT terdiri atas: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Meskipun tidak dinyatakan secara tegas, namun organ yang dimaksud dalam UUPT harus ada sebagai bagian dari kelangsungan PT.
  • 41. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 41 Corporate’ Organs Separate legal entity RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, ketiga organ ini bukan suatu alasan mutlak berdirinya PT maupun alasan suatu PT menjadi badan hukum. Keharusan adanya organ- organ tersebut berlaku terhadap kelangsungan PT dalam melakukan kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuan sesuai dengan anggaran dasar PT serta merupakan unsur yang menjadi pembeda antara PT dengan badan usaha lainnya. Ketentuan mengenai adanya organ PT secara lengkap diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD – (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23) dalam Pasal 36, 40, 42, dan 45, yaitu: 1. adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero (pemegang saham), dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan; 2. adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua dalam rapat umum pemegang saham merupakan kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris; berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar dan lain-lain. 3. adanya pengurus (direksi) dan komisaris yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan anggaran dasar dan/atau keputusan rapat umum pemegang saham.
  • 42. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 42 Corporate’ Organs Separate legal entity Dengan demikian (menurut KUHD), PT sebagai salah satu badan hukum dan merupakan badan usaha yang berbeda dengan badan usaha lainnya dalam menjalankan usahanya sesuai dengan maksud dan tujuan dalam mengelola kekayaan yang ada seperti tercantum dalam anggaran dasar, salah satu unsurnya harus mempunyai organ, yang salah satu tugas dari salah satu organ perseroan tersebut adalah melakukan pengurusan terhadap perseroan dengan penuh tanggung jawab terhadap tugasnya yang sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan tersebut, termasuk juga di dalamnya melakukan hubungan hukum dan memgelola kekayaan perseroan. Tentang RUPS, menurut KUHD dan UUPT No.40/2007  KUHD  Rapat Umum Pemegang Saham yang merupakan organ yang memiliki kekuasaan tertinggi.  UUPT  Salah satu organ yang memiliki wewenang yang tidak dimiliki organ lainnya. Apa bedanya?
  • 43. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 43 Corporate’ Organs Separate legal entity Relevansi antara teori dengan keberadaan PT sebagai salah satu badan hukum  bahwa PT mempunyai kekayaan yang terpisah dari pendiri dan pengurusnya, mempunyai hak-hak tersendiri yang diberikan oleh undang-undang pada saat didirikan, namun untuk bertindak sebagai subjek hukum, hak-hak PT perlu didukung hak-hak lainnya, yaitu individu dari organ PT (manusia). Hak Individu tersebut merupakan hak manusia seutuhnya (organ perusahaan) yang bertindak sebagai wakil dan bagian dari PT berdasarkan hak yang diberikan kepadanya oleh PT  confusing? Oleh karena itu yang terpenting bukanlah siapa yang mempunyai kekayaan tersebut, melainkan adanya kekayaan tersebut untuk mencapai suatu tujuan dengan dukungan hak- hak yang ada. Apa yang disebut hak-hak badan hukum, sebenarnya hak-hak tanpa subjek hukum, karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.  destinataristheeorie atau leer van het doelvermogen.
  • 44. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 44 Corporate’ Organs Separate legal entity Entity theory  perusahaan sebagai suatu entitas bisnis tersendiri yang terpisah dari kepentingan pribadi pemilik ataupun pendiri perusahaan tersebut. Terdapat pemisahan yang jelas atas hak yang berkaitan dengan penghasilan, risiko, kendali, dan likuidasi perusahaan. Bahwa pendapatan yang diperoleh perusahaan merupakan hak entitas bisnis, dalam hal ini perusahaan, bukan merupakan tambahan kekayaan bagi pendiri perusahaan tersebut. Pendapatan tersebut kemudian diberikan sebagai deviden kepada yang berhak sesuai dengan hak mereka masing-masing. Teori ini didasarkan pada teori konsesi, yaitu teori yang menganggap bahwa perusahaan didirikan oleh negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. Berkembangnya sebuah perusahaan sangat dipengaruhi oleh struktur corporate governance:  the Anglo-American atau Common Law model  one tier (unitary board model)  the Continental European model atau Civil Law model  two tier model
  • 45. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 45 Corporate’ Organs Separate legal entity Corporate governance structure: Unitary/One Tier Board System  • Terdapat dominasi pada manajemen perusahaan yang berfokus pada shareholders. • Direksi (boards)dipilih oleh pemegang saham demi kepentingan pemegang saham. • Membangun hubungan yang lebih dekat dan mempermudah aliran informasi antara pengawas dan pengurus dalam perusahaan. • Organ perseroan terdiri dari meeting dan board of directors yang merupakan CEO (Chief Executive Officer) dan chairman. • Memberikan kewenangan pada pemimpin tunggal sebagai pihak yang berkuasa, budaya litigasi pemegang saham di dalam model ini sangat kuat. 1. One Tier System – Duality model (pure one tier)  a Single Supreme Commander of both Chairman and CEO 2. One Tier System – No Duality model  Separate function between Chairman (Executive and Non-Executive) and CEO Two Tier Board System  • Terdapat dominasi pada manajemen perusahaan yang berfokus pada pemegang saham pengendali dan berfokus pada stakeholder. • pengawasan oleh supervisory board dan fungsi eksekutif oleh management board. • Supervisory board (Dewan Komisaris) melakukan tindakan pengawasan dan memberikan nasihat kepada managing directors. • Terdapat dua organ yang menjalankan fungsi pengelolaan perusahaan dan fungsi pengawasanterhadap pengelola perusahaan. • Organ perseroan terdiri atas; RUPS (General Meeting), Direksi (Chief Officer), and Supervisory Board (Dewan Komisaris).
  • 46. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 46 Corporate’ Organs Separate legal entity Pengaturan organ perusahaan menurut UUPT No. 40/2007 Pasal 1 angka 2; “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris” Berdasarkan struktur organ, maka Indonesia menggunakan Model struktur the Continental European model atau Civil Law model (Two Tier Model) Terdapat pemisahan antara fungsi pengawasan dengan fungsi pengurusan perseroan. Hal ini terlihat adanya pemisahan fungsi tersebut pada angka 6 pasal yang sama yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Tentang Direksi: Pasal 1 angka 5 UUPT, bahwa, “Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”
  • 47. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 47 Corporate’ Organs Separate legal entity Dalam melakukan perbuatan hukum dan mengadakan hubungan hukum untuk mencapai maksud dan tujuannya, PT sebagai badan hukum membutuhkan dan diwakili direksi untuk melaksanakan hal tersebut, hal ini dikarenakan fungsi dari direksi di dalam PT adalah sebagai organ yang melakukan pengurusan perseroan terbatas, di samping itu PT itu sendiri tidak dapat melakukan tindakan apapun tanpa diwakili orang atau manusia alamiah. Namun, keberadaan direksi bukan sesuatu yang mutlak karena dalam hal tidak ada seorangpun anggota direksi yang mewakili PT, baik karena diberhentikan ataupun mengundurkan diri, PT dapat diwakili oleh Dewan Komisaris. Sebagaimana diatur dalam Pasal 118 ayat (1) UUPT: “Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu”. Di Indonesia, Direksi dalam perseroan paling sedikit terdiri dari satu orang anggota direksi, kecuali bagi perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) anggota Direksi.
  • 48. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 48 Corporate’ Organs Separate legal entity Persyaratan menjadi Direksi dalam UUPT Pasal 93 ayat (1); bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. UUPT juga memberikan ruang bagi bagi seseorang untuk diangkat menjadi Direksi suatu PT, yang mana Direksinya merupakan pendiri PT tersebut serta sebagai pemegang saham, bahkan pemegang saham mayoritas. Hal-hal teknis lainnya yang berkaitan dengan prosedur pengangkatan anggota Direksi diatur dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan UUPT.
  • 49. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 49 Modul IV Governance - Risk Management - Compliance
  • 50. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 50 Tata Kelola Perusahaan  Governance - Risk Management - Compliance Dasar Implementasi Tata Kelola Perusahaan (Wide Ent. Management):  Good Corporate Governance  Enterprise Risk Management  Legal/Regulatory Compliance
  • 51. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 51 Basic Concept GRC 3. Risk Management:  Risk Identification  Risk Assessment  Risk Response  MIS & Early Warning System  Key Risk/Performance Indicators 4. 1. Strategic:  Strategic Risk Management  Risk Review  Regulatory  Technology  Investment  Risk Review 4. 2. Operation:  Revenue Assurance  Fraud Management  Business Interruption (SAS-OH SAS-BCM-Insurance)  Project Risk Management  Legal & Compliance  Business Process Compliance 4. 3. Financial:  Liquidity  Foreign Exchannge  Interest rate  Financing  ROA  ROI 2. Enterprise Risk Management 1. Good Corporate Governance  Structure  Pillar  Process Legal/Regulatory Compliance Governance, Risk Management, and Compliance or GRC is the umbrella term covering an organization's approach across these three areas. Being closely related concerns, governance, risk and compliance activities are increasingly being integrated and aligned to some extent in order to avoid conflicts, wasteful overlaps and gaps.
  • 52. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 52 Basic Concept Good Corporate Governance The Owner / Shareholder The Corporation The Board of Directors The CEO Executives Managers Employees Running Business Managements Governance:  The way the owner control the use of the assets (through the CEO)  The CEO uses the assets God:  Vision  Hope  Leadership Factually, people who run The Business
  • 53. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 53 Corporate Governance CEO CEO OWNER OWNER Financial Advisor Institution Investor Fund Manager Board of Directors IPO EXECUTIVES MANAGERS EMPLOYEES Sale the ownership Buy-back the ownership They only care in term of proffesional duty/assignment Day to day-Business Why it moved (shifted) to the right? Why it moved back to the left?
  • 54. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 54 Corporate Governance – How it works DIFUSE STOCK OWNERSHIP  US vs. (EU and Japan/Asia) US  Equity ownership shares (liquid market) EU & Asia  Large equity & loan investment CONTRACTUAL THEORY OF THE FIRM  There is rights & obligations for every stakeholder  Minimizing Agency problem:  Auditing system  Bonding Assurance  Changes in organization system DIVERGENT INTEREST OF STAKEHOLDER (Include Goverment & Society as a whole)  Separation of: Ownership  by shareholder Control  by management
  • 55. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 55 Corporate Governance – How it works, cont’ INTERNAL CONTROL MECHANISMS  To balance interest of multiple stakeholder US  ? EU & Asia  ? ROLE OF BOD  Theoritically, monitoring by BOD, means deal with some problems of corporate governance.  If underperform (healthy industry)  its easy to recognise  If underperform (all industry suffer)  harder to to find COMPOSITION OF BOD  Its widely believed, that outside directors are better to conduct monitor  Usually from academic communities or business practitioner  New CEO from outside  more advantageous
  • 56. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 56 Corporate Governance – How it works, cont’- 1 COMPENSATION OF BOD  Compensation increase with responsibility  Compensation is significant motivating factor  Stock option program EVALUATING BOD  Recommendation from “Best & Worst Board”  Performance achievement OWNERSHIP CONCENTRATION  Stock ownership program  create power (BOD) to guarantee his position  Study:  0% - 5%  Performance increase  5% - 25%  Deteriorated (Mature)  > 25%  Stagnant (it may decline slowly)
  • 57. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 57 Corporate Governance – How it works, cont’- 2 FINANCIAL POLICY & OWNERSHIP CONCENTRATION  Be aware of shares repurchase by debt  Insider group (include BOD) doesn’t sell its shares by debt EXECUTIVE COMPENSATION  To achieve alignment of interest  Reduce conflict of interest (owner vs. Manager), tightly tied with performance  Elasticity of executive pay (waging)  ~ 0.3% of tatal capital OUTSIDE CONTROL MECHANISMS  Stock price & top management changes  Public pension fund  CALPERS, TIAA-CREF, etc  Proxy Contests:  Dissident group to obtain BOD representation (Appointment)  Waging proxy contests  leakage of information  Incumbent vs. Proxy
  • 58. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 58 Corporate Governance – How it works, cont’- 3 M&As MARKET FOR CONTROL  Too many corporations are target of takeover  Too many corporation are intent to make offer  Poor performance corporation would be “a beautiful landscape” for other superiors ALTERNATIVE GOVERNANCE SYSTEM  Such as EU, Japan/Asia Corporation  Cross Holding  Though, it works well on favorable environment  On difficult environment  it sucks!  BOC  too dummy for a proffesional & isn’t adequately right person  Incompetent BOD  CEO isn’t independent & he does an outgoing leader
  • 59. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 59 Enterprise Risk Management  No risk – No return  Risiko harus sejalan dengan return yang diperkirakan akan didapat  Risiko dapat dikelola dan dikurangi dampaknya bila terjadi  Risk Management adalah: – good management – avoiding losses – increasing returns
  • 60. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 60 Enterprise Risk Management, cont’  “the chance of something happening that will have an impact upon objectives.” (The Australian/New Zealand Standard for Risk Management)  “the possibility that an event will occur and adversely affect the achievement of objectives” (COSO ERM Framework)  “any event which is likely to adversely affect the ability of the organization to achieve the defined objectives” (Method 123)  “the possibility of suffering injury, damage or loss or uncertainty about achieving a certain outcome” (Martin C. Leinweber - Managing Director CERMAS, Risk and the Audit Committee)
  • 61. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 61 Enterprise Risk Management, cont’ –1 Investor-investor besar percaya bahwa perusahaan yang menerapkan ERM layak memiliki saham dengan harga premium. EY Global Risk Survey of 441 Corporate CEOs, CFOs and Financial Executives, March 2006
  • 62. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 62 Public Relation Compliance Protection Optimization Value Creation Enterprise Risk Management, cont’ –2 PT.Telkom Indonesia – ERM Maturity guideline, 2011
  • 63. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 63 Corporate Compliance  Compliance programs are formal systems of policies and procedures adopted by corporations and other organizations that are designed to detect and to prevent violations of law by employees and other agents and to promote ethical business cultures.  Compliance means comply with the rules (conforming to a rule), i.e. a specification, policy, standard or law. Corporate compliance describes the Objective that corporations or public agencies aspire to in their efforts to ensure that all employees are aware of and take steps to comply with relevant laws and regulations.  Due to the increasing number of regulations and need for operational transparency, organizations are increasingly adopting the use of consolidated and harmonized sets of compliance controls.  This approach is used to ensure that all necessary governance requirements can be met without the unnecessary duplication of effort and activity from resources.
  • 64. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 64 Corporate Compliance - International Compliance  Int’l Corporate Compliance, are formal systems of policies and procedures adopted by corporations and other organizations that are entitled Globally.  There are numerous reasons for companies to consider implementing international compliance programs or expanding their domestic programs to locations abroad, including: (1) the globalization of the world’s economy; (2) the increasing importance of U.S. laws applied outside the United States  Anti-trust provisions, Corporate Laws, etc. (3) The various of laws of other countries; and (4) the availability of guidance from nongovernmental organizations that support corporate compliance efforts.
  • 65. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 65 Corporate Compliance - Compliance in the USA  Corporate scandals and breakdowns such as the Enron case of reputational risk in 2001 have highlighted the need for stronger compliance and regulations for publicly listed companies. The most significant regulation in this context is the Sarbanes-Oxley Act developed by two U.S. congressmen, Senator Paul Sarbanes and Representative Michael Oxley in 2002 which defined significant tighter personal responsibility of corporate top management for the accuracy of reported financial statements.  Compliance in the USA generally means compliance with laws and regulations. These laws can have criminal or civil penalties or can be regulations. The definition of what constitutes an effective compliance plan has been elusive. Most authors, however, continue to cite the guidance provided by the United States Sentencing Commission in Chapter 8 of the Federal Sentencing Guidelines.  On October 12, 2006, the U.S. Small Business Administration re-launched Business.gov which provides a single point of access to government services and information that help businesses comply with government regulations.  There are a number of other regulations such as GLBA, FISMA, Joint Commission and HIPAA. In some cases other compliance frameworks (such as COBIT) or standards (NIST) inform on how to comply with the regulations.
  • 66. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 66  In general corporate compliance in Indonesia is shaped by Law No. 40 of 2007 on Limited Liability Companies and Law No. 8 of 1997 on Corporate Documents and other anti-bribery and anti-corruption legislation.  These laws oblige companies in Indonesia to, among others, maintain their books and accounts in a manner that is in line with the accounting standards prevailing in Indonesia although they do not specify how transactions should be recorded in a company’s books.  In terms of sound business practice, alongside the anti-bribery legislation, the government, in cooperation with representatives of the business community and the public, has also been issuing guidelines on good corporate governance, e.g. on whistle-blowing system, bribe-free business and anti-corruption.  Baker & McKenzie discusses how Indonesia is catching up with the global trend of fighting corruption through various laws. Corporate Compliance - Compliance in Indonesia
  • 67. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 67 Modul V Board’ Tasks and its Authorities
  • 68. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 68 Board’ Tasks and its Authorities Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas telah memberikan rumusan yang jelas mengenai kewenangan Direksi, yaitu melakukan tindakan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan yang telah ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Direksi juga diberi wewenang untuk mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Anggaran Dasar. Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak membatasi jumlah maksimal anggota Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas, oleh karena itu dimungkinkan terdapat lebih dari 1 (satu) anggota Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas. Dalam keadaan demikian, Perseroan Terbatas melakukan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi yang untuk kemudian ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, selain itu para anggota Direksi dapat menentukan sendiri mengenai pembagian tugas dan wewenang masing-masing anggota Direksi melalui keputusan Direksi Perusahaan. Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
  • 69. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 69 Meskipun UUPT tidak menganut sistem perwakilan kolegial dimana masing-masing anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan, namun pembagian kewenangan tetap perlu dilakukan demi kepentingan Perseroan agar tidak terjadi banyak kebijakan yang berbeda dalam menjalankan perseroan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kompleksitas dalam kebijakan yang akan mempengaruhi kinerja perseroan, baik terhadap perseroan itu sendiri maupun terhadap pihak ketiga. Kewenangan untuk membagi Otoritas anggota Direksi perseroan ini diberikan kepada keputusan rapat Direksi karena UUPT menganggap bahwa Direksi yang ada telah memahami dengan jelas akan kebutuhan Perseroan dalam hal pengurusan, sehingga apabila RUPS belum menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, maka sudah sewajarnya Direksi berdasarkan inisiatif dan ketentuan Undang-Undang menetapkan pembagian tugas dan wewenang tersebut. Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
  • 70. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 70 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan tidak melarang bagi seorang anggota Direksi suatu Perseroan sekaligus menjadi pemegang saham di dalam Perseroan tersebut, namun dalam hal adanya benturan kepentingan antara Direksi yang bersangkutan dengan Perseroan yang diwakilinya atau terjadi perkara antara anggota Direksi yang bersangkutan dengan Perseroan yang diwakilinya, maka yang berwenang adalah direksi lain yang tidak mempunyai benturan kepentingan dalam perseroan tersebut atau yang tidak terlibat perkara dengan Perseroan yang diwakilinya, serta dapat pula diwakili pihak lain dalam keadaan tertentu sesuai dengan ketentuan UUPT. Pasal 103 UUPT menyatakan bahwa Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. Ketentuan pasal di atas tidak dimungkinkan untuk diterapkan dalam hal direksi yang memberikan kuasa merupakan direksi yang tidak berwenang mewakili perseroan seperti tercantum dalam pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas.
  • 71. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 71 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Pemberian kuasa kepada seseorang tidak menghilangkan kehendak dari si pemberi kuasa, si penerima kuasa tetap melaksanakan kehendak pemberi kuasa. dalam hal pemberi kuasa adalah Direksi yang tidak berwenang mewakili Perseroan, tidak berarti dengan dikuasakan kepada orang lain maka kewenangan itu didapat kembali. Maksud dan tujuan perseroan yang dicantumkan dalam anggaran dasar memiliki dua aspek:  Pertama, maksud dan tujuan ini merupakan sumber kewenangan bertindak bagi perseroan.  Kedua, menjadi pembatasan dari ruang lingkup kewenangan bertindak perseroan yang bersangkutan selain dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar. Oleh karena itu, kewenangan yang diberikan kepada Direksi sebagai organ yang dipercaya mampu menjalankan perseroan tidak boleh melampaui batas kewenangan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang maupun anggaran dasar. Dalam hal terdapat suatu tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan perseroan namun tindakan tersebut dibatasi oleh anggaran dasar, perseroan dapat memberikan kewenangan kepada Direksi melakukan tindakan tersebut dengan meratifikasi tindakan tersebut di dalam RUPS.
  • 72. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 72 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Dengan demikian, suatu perbuatan hukum berada di luar maksud dan tujuan perseroan apabila terpenuhi salah satu atau lebih kriteria di bawah ini: 1. Perbuatan hukum yang bersangkutan secara tegas dilarang oleh anggaran dasar. 2. Dengan memerhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan tidak dapat dikatakan akan menunjang kegiatan-kegiatan yang disebut dalam anggaran dasar. 3. Dengan memerhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuataan hukum yang bersangkutan tidak dapat diartikan sebagai tertuju pada kepentingan perseroan. Oleh karena itu, maksud dan tujuan perusahaan harus benar-benar merupakan landasan pokok bagi perseroan untuk melakukan kegiatan usaha.
  • 73. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 73 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Dari ketentuan Pasal 2 dan Pasal 18 UUPT, dapat dirumuskan bahwa maksud dan tujuan Perseroan adalah hal yang mutlak dan harus ada dalam mendirikan Perseroan sebagai dasar bagi Perseroan untuk menjalankan kegiatan usahanya dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Maksud dan tujuan Perseroan sebagai landasan kegiatan usaha tersebut dicantumkan dalam Anggaran Dasar Perseroan dimana Anggaran Dasar Perseroan untuk pertama kalinya dimuat dalam akta pendirian Perseroan bersamaan dengan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian Perseroan. Sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) UUPT
  • 74. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 74 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Selain kewenangan yang diberikan UUPT kepada Direksi selaku organ perseroan yang melaksanakan tugas pengurusan Perseroan, UUPT juga memberikan tugas kepada Direksi yang wajib dilakukan sebagai bagian dari diberinya kewenangan Direksi tersebut yang berkaitan dengan pengurusan terhadap Perseroan. Kewajiban Direksi secara umum sebenarnya telah dirumuskan pada Pasal 1 angka 5 UUPT, yaitu Direksi wajib dengan penuh tanggung jawab melaksanakan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan. Namun UUPT dalam pasal-pasal selanjutnya memberikan ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dilakukan kepada Direksi dengan lebih terperinci, yang termasuk namun tidak terbatas pada hal-hal yang disebutkan saja.
  • 75. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 75 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Pasal-pasal yang dapat dirumuskan sebagai kewajiban Direksi di dalam pengurusan Perseroan diantaranya adalah: 1. Pasal 44 ayat (2); 2. Pasal 50; 3. Pasal 56 ayat (3); 4. Pasal 66; 5. Pasal 68 ayat (1); 6. Pasal 79; 7. Pasal 97; 8. Pasal 100 ayat (1); 9. Pasal 101 ayat (1); 10.Pasal 102 ayat (1).
  • 76. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 76 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Direksi diberikan kewenangan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, dimana kewenangan tersebut harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, itikad baik, dan semata-mata untuk kepentingan perseoan. Hal ini dapat dilakukan direksi berdasarkan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Directors of a company normally have the exclusive power to manage the company’s business and exercise its powers. Company law gives the directors all this power but says that they must exercise it as fiduciaries for the company and without negligence. Hubungan antara perseroan dengan direksi tidak hanya sekedar hubungan kerja sebagaimana antara majikan dan karyawan, namun terdapat bentuk hubungan lainnya, yaitu hubungan kepercayaan, antara perseroan sebagai pihak yang memberi kepercayaan. Direksi sebagai pihak yang menerima kepercayaan, hal ini terlihat dari kewenangan dan tugas yang diberikan perseroan kepada direksi, yaitu mengelola kekayaan perseroan untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan dengan penuh itikad baik dan penuh tanggung jawab, dimana hal tersebut dilakukan hanya semata-mata untuk kepentingan perseroan.
  • 77. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 77 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 A fiduciary is someone who has undertaken to act for and on behalf of another in a particular matter in circumstances which give rise to a relationship of trust and confidence Hubungan antara direksi dan perseroan selain didasarkan hubungan kerja, direksi juga memiliki hubungan fidusia dengan perseroan. Direksi memiliki kedudukan fidusia (fiduciary position) di dalam perseroan. One party, for example a corporate trust company or the trust department of a bank, holds a fiduciary relation or acts in a fiduciary capacity to another, such as one whose funds are entrusted to it for investment. In a fiduciary relation one person, in a position of vulnerability, justifiably reposes confidence, good faith, reliance and trust in another whose aid, advice or protection is sought in some matter. In such a relation good conscience requires one to act at all times for the sole benefit and interests of another, with loyalty to those interests. Dalam hubungan seperti di atas, dapat dikatakan bahwa antara direksi dengan perseroan telah lahir suatu fiduciary relationship, dimana dalam hubungan ini terdapat satu pihak yang mempunyai kewajiban untuk melakukan suatu tindakan semata-mata untuk kepentingan pihak yang lainnya. Fiduciary relationship melahirkan fiduciary duty.
  • 78. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 78 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 A fiduciary duty is a legal or ethical relationship of confidence or trust between two or more parties, most commonly a fiduciary and a principal. The fiduciary duties of the directors of a company considered are owed to company itself and it is the company can enforce them. Shareholders and creditors cannot enforce the duties. Fiduciary duty merupakan tanggung jawab dan kewajiban direksi terhadap perseroan oleh karena itu hanya perseroan yang berhak untuk meminta direksi melaksanakan tanggung jawab berdasarkan fiduciary relationship. Dengan kata lain direksi hanya bertanggung jawab terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham maupun kreditor. Fiduciary duty (Black’s Law Dictionary)  a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward another person and in the best interests of other person (such as the duty that one partner owes to another). Dalam hal ini, direksi harus memiliki standar integritas dan loyalitas yang tinggi, tampil serta bertindak untuk kepentingan perseroan, secara bona fides.
  • 79. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 79 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Direksi diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan pengurusan yang legal, maksudnya adalah tindakan yang dilakukan direksi harus sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau peraturan lain yang berlaku, penuh kejujuran dan dilandasi itikad baik, serta untuk sepenuhnya kepentingan perseroan sehingga semua tindakan direksi untuk dan atas nama perseroan adalah sah. Dalam hal tindakan yang dilakukan direksi bukan merupakan tindakan yang sah bagi perseroan maka direksi dapat terancam bertanggung jawab sepenuhnya secara pribadi atas kerugian yang ditimbulkan akibat tindakannya. Kekayaan yang dimiliki perseroan merupakan kekayaan pemegang saham sebatas saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, secara tidak langsung tindakan atau kebijakan yang dibuat direksi untuk kepentingan perseroan secara tidak langsung menguntungkan pemegang saham. Oleh karena itu dapat dikatakan Fiduciary duty direksi melindungi kepentingan pemegang saham secara tidak langsung. Berdasarkan fiduciary duty, direksi suatu perseroan diberi kepercayaan yang tinggi oleh perseroan untuk mengelola suatu perusahaan.
  • 80. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 80 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Fiduciary duty memberikan beban kepada direksi untuk tidak menyalahgunakan wewenang dan kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya. Hal ini dikarenakan pemegang saham dan perusahaan tidak dapat sepenuhnya melindungi dirinya dari tindakan direksi yang merugikan di mana direksi bertindak atas nama perusahaan dan pemegang saham. Fiduciary duty direksi ini mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Direksi dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga, tanpa persetujuan dan atau sepengetahuan perseroan. 2. Direksi tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai pengurus untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak ketiga, kecuali atas persetujuan perseroan. 3. Direksi tidak boleh menggunakan atau menyalahgunakan aset perseroan untuk kepentingannya sendiri dan atau pihak ketiga.
  • 81. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 81 Fiduciary duty terbagi dalam beberapa bagian, hal ini untuk merumuskan lebih jelas mengenai tanggung jawab direksi terhadap perseroan. Dengan kata lain, pembagian fiduciary duty ke dalam beberapa bagian bertujuan untuk mempermudah penerapan fiduciary duty di dalam praktek yang dihadapi dengan berbagai macam keadaan. Pembagian ini pada umumnya mencakup: 1. Duty of care  A director owes a duty of care to the company of which he is a director. It is clear beyond doubt that the necessary proximity of relationship to create such a duty exists between a director and the company. Dalam duty of care, direksi dituntut pertanggungjawabannya secara hukum dalam membuat kebijakan dan mengelola perseroan, direksi diwajibkan melakukan tugas pengurusan perseroan dengan penuh kehati-hatian serta mempertimbangkan segala informasi yang ada secara patut dan wajar. A director’s duty has been laid down as requiring him to act such care as is reasonably to be expected from him, having regard to his knowledge and experience. Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
  • 82. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 82 Direksi harus dapat memperhitungkan dan memperhatikan segala risiko yang mungkin terjadi terhadap tindakan yang dilakukan maupun kebijakan yang diambil berdasarkan standar yang ada. Standard of care: under the law of negligence or of obligations, the conduct demanded of a person in given situation. Typically this involves a person’s giving attention with the possible dangers, mistakes, and pitfalls and to ways of minimizing those risks. Kehati-hatian direksi dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan segala kerugian, risiko, dan bahaya, termasuk juga keputusan direksi untuk tidak melakukan suatu tindakan. In tort law, the standard of care is the degree of prudence and caution required of an individual who is under a duty of care. Terkait dengan tanggung jawab seseorang atas kelalaian atau kurang hati- hatinya seseorang  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
  • 83. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 83 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 2. Duty of loyalty  Even a director who is an employee of a shareholder and was nominated to his directorship by that shareholder does not act as agent for that shareholder when acting as a director of a company. Dalam duty of loyalty direksi dituntut untuk patuh dan setia terhadap perseroan. Patuh dapat diartikan bertindak berdasarkan pertimbangan rasional dan professional sesuai dengan maksud dan tujuan dalam Anggaran Dasar Perseroan demi kepentingan perseroan. Kesetiaan direksi adalah mengutamakan kepentingan perseroan di atas kepentingan pribadi maupun pihak lain, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dengan kesetiaan direksi terhadap perseroan secara tidak langsung melindungi kepentingan pemegang saham dan kreditur sebagai pihak ketiga, namun secara tidak langsung. However, a company director who does have special knowledge relevant to the company’s business is bound to give the company advantage of that knowledge when transacting its business. Direksi yang memiliki keahlian yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan sudah selayaknya bahkan terikat untuk menggunakan keahliannya itu untuk kepentingan perusahaan selama dia bertanggung jawab terhadap pelaksaan pengurusan perseroan.
  • 84. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 84 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Direksi hanya bertanggung jawab untuk pengurusan perseroan dan setia terhadap perseroan sebagai orang yang dipercaya, bukan terhadap pemegang saham secara pribadi dan untung kepentingan, keuntungan, atau motif-motif pribadi pemegang saham maupun kreditor. A person’s duty not to engage in self-dealing or otherwise use his or her position to further personal interests rather than those of the beneficiary. Menurut duty of loyalty, kesetiaan dan kepatuhan direksi tersebut merupakan tugas dan kewajiban direksi terhadap perseroan, oleh karena itu, pelanggaran terhadap kesetiaan dan kepatuhan direksi merupakan pelanggaran fiduciary duty. Direksi dilarang melakukan tindakan yang dapat merugikan perseroan, termasuk juga direksi dilarang menggunakan perseroan untuk keuntungan pribadi maupun pihak lain dengan cara apapun.
  • 85. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 85 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 3. Duty of skill  If directors of a company are negligent in the performance of their duties as directors, they will be liable to the company for the damage caused by their negligence. Direksi bertanggung jawab terhadap pengurusan perseroan, oleh karena itu seorang direksi haruslah seorang yang professional. Direksi diharapkan dapat membawa perseroan kepada kemajuan, oleh karena itu seorang direksi haruslah seorang yang dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan perseroan. Insofar as an executive director has specific managerial responsibilities and a contract of employment with the company, he would be taken to have promised that he would act with reasonable skill, care, and diligence. Di samping untuk kepentingan perseroan, keahlian seorang direksi secara tidak langsung dibutuhkan untuk melindungi dirinya sendiri, hal ini dikarenakan apabila direksi tidak mempunyai kemampuan dan keahlian dalam mengelola perseroan sehingga mengakibatkan perseroan mengalami kerugian, maka direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan.
  • 86. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 86 Insofar as a director is expected to make reasonable efforts to become familiar with the affairs of the company, the implication seems to be that the director must have the skill to understand the affairs of the company. moreover, to the extent that directors must take reasonable steps to place themselves in a position to guide and monitor the management of the company, the legal proposition presupposes directors to have the capacity to carry out such supervision. Duty of skill sebagai salah satu bentuk fiduciary duty yang menuntut direksi untuk melakukan tugas pengurusan perseroan harus memiliki keahlian dan bertindak secara professional. Direksi harus memahami kebutuhan perseroan, selain itu direksi lebih jauh harus mengambil langkah yang tepat dalam menjalankan pengurusan karena dari hubungan yang lahir antara perseroan dan direksi, dianggap direksi telah memiliki kapasitas cukup untuk menjalankan tugas pengurusan tersebut. Apabila hal itu tidak dipenuhi, maka direksi dianggap melanggar fiduciary duty. Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
  • 87. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 87 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 4. Duty of diligent  A director must exercise ‘reasonable diligence’ in performing the duties of his office. Direksi dalam melakukan tugasnya sebagai pengurus perseroan harus menerapkan kesetiaan terhadap perseroan dengan melakukan yang terbaik untuk perusahaan, hal itu termasuk juga untuk mengurus perseroan dengan rajin dan giat. Directors are bound, no doubt, to use reasonable diligence having regard to their position, though probably an ordinary director, who only attends at the board occasionally, cannot be expected to devote as much time and attention to the business as the sole managing partner of an ordinary partnership, but they are bound to use fair and reasonable diligence in the management of company’s affairs, and to act honestly. Duty of diligence memberikan ketentuan bahwa sebagai bagian dari fiduciary duty, direksi diwajibkan untuk rajin dan giat dalam melaksanakan tugas pengurusannya sebagai salah satu dari fiduciary duty yang ada pada direktur.
  • 88. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 88 Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 5. Duty to Act Lawfully  Kepercayaan yang diberikan perseroan kepada direksi bukan merupakan suatu pemberian wewenang yang tanpa batas. Kewenangan direksi dalam melakukan tugas pengurusan perseroan didasari sekaligus dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, peraturan dan perundang-undangan yang dimaksud termasuk juga anggaran dasar perseroan, oleh karena itu direksi dalam melaksanakan wewenang dan menjalankan tugasnya harus didasari pada anggaran dasar dan peraturan perundang- undangan. Direksi tidak diperkenankan melakukan tindakan pengurusan di luar anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Direksi wajib untuk tidak melakukan suatu tindakan dalam hal diketahui tindakan tersebut bertentangan dengan anggaran dasar perseroan maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Direksi dalam menjalankan tugas perseroan harus sesuai dengan ketentuan dari Undang-Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar perseroan, tugas tersebut harus dilaksanakan dengan penuh kehatihatian, itikad baik, konsekuen, dan konsisten.
  • 89. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 89 Di Indonesia, fiduciary duty tersebut diterapkan pada pasal-pasal yang termuat di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, sebagaimana pasal-pasal yang telah dikemukakan di atas, meskipun tidak dirumuskan secara jelas di dalam pasal-pasal tersebut, namun dari pasal-pasal yang berisi kewajiban direksi terhadap perseroan di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut merupakan penerapan dari fiduciary duty. In the case of a listed company, non-executive directorship is not a sinecure. Directors are on the board to bring an informed judgment to decision making and to supervise the activities of management. This applies a fortiori to members of an audit committee. In general, the dicta cited above remain true, than a non-executive director need not spend all his time on the company’s affairs. However, the demands of modern business place greater demands on a non-executive director than the earlier cases suggest. Some senior corporate executives are directors of dozens companies; they rely entirely on their subordinates to keep them informed of what is going on. This may not good enough. There is a significant difference between not knowing because one was too busy to pay attention to what was going on. In the latter case, it is suggested that the director concerned will not have displayed reasonable diligence. Board’ Tasks and its Authorities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
  • 90. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 90 Modul VI Board’ Responsibilities
  • 91. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 91 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Secara umum direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, hal ini diatur dalam ketentuan UUPT Pasal 1 angka 5. Tanggung jawab penuh terhadap pengurusan perseroan tersebut harus dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku, artinya terbatas pada maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar perseroan. Pengertian Responsibility (based on: Oxford Advanced Learner’s Dictionary):  A duty to deal with or take care of somebody/something, so that you may be blamed if something goes wrong; e.g.: We are recruiting a sales manager with responsibility for the European market. They have responsibility for ensuring that the rules are enforced. It is their responsibility to ensure that the rules are enforced. To take/assume overall responsibility for personnel. Parental rights and responsibilities. I don’t feel ready to take on new responsibilities. To be in a position of responsibility. I did it on my own responsibility (= without being told to and being willing to take the blame if it had gone wrong).  A duty to help or take care of somebody because of your job, position, etc.; e.g.: She feels a strong sense of responsibility towards her employees. I think we have a moral responsibility to help these countries.
  • 92. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 92 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Oleh karena itu tanggung jawab dapat bermakna sesuatu yang belum dilakukan tapi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti halnya tanggung jawab direksi untuk melakukan pengurusan perseroan, begitu seseorang diangkat secara sah sebagai direksi secara otomatis dia bertanggung jawab untuk tugas pengurusan itu, dimana dia berkewajiban untuk selanjutnya menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan sebaik- baiknya, yang mana makna tersebut dapat dirumuskan dari UUPT Pasal 1 angka 5. Makna berikutnya adalah sesuatu yang telah dilakukan harus ditanggung akibatnya beserta segala risiko yang mungkin timbul dari dilaksanakannya tindakan tersebut, yang dalam penulisan ini, seorang direksi dianggap bertanggung jawab terhadap keputusan- keputusan yang diambil dan tindakan-tindakan yang dilakukan berkaitan dengan tindakan pengurusan perusahaan. Beberapa Pasal dalam UUPT yang mengatur ‘responsibility’: a. Pasal 14 ayat (1); b. Pasal 37 ayat (3); c. Pasal 69 ayat (3); d. Pasal 72 ayat (6); e. Pasal 95 ayat (4); f. Pasal 101 ayat (2); g. Pasal 104 ayat (2); h. Pasal 133.
  • 93. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 93 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1. Keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb): pemogokan itu menjadi -- pemimpin serikat buruh; 2. (Hukum) Fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain. Tanggung jawab merupakan kewajiban untuk menanggung risiko yang mungkin timbul dari dilaksanakannya suatu perbuatan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab lahir dari adanya suatu perbuatan atau tindakan. Pasal-pasal di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas telah merumuskan secara lebih khusus mengenai tanggung jawab direksi terhadap akibat dari suatu tindakan yang dilakukan direksi dalam melaksanakan tugas pengurusan perseroan maupun terhadap akibat dari suatu keputusan bisnis yang dibuat direksi dalam menjalankan perseroan.
  • 94. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 94 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Dari pasal-pasal yang ada, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab direksi meliputi setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam pengurusan perseroan dan/atau atas tindakan yang tidak dilakukan direksi namun seharusnya dilakukan. Direksi tidak hanya bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita perseroan, tetapi juga bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita pihak lain selain perseroan, seperti tertera pada Pasal 69 ayat (3) tersebut di atas mengenai pertanggungjawaban atas laporan keuangan. Terlepas dari tanggung jawab yang disebutkan dalam pasal-pasal tersebut di atas, direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan tidak selalu membawa keberhasilan bagi perseroan. Merupakan hal yang wajar bahwa dalam menjalankan perjalanan bisnisnya suatu perusahaan mendapat keuntungan dan mengalami kerugian.
  • 95. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 95 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Karena kedudukan direksi yang bersifat fiduciary, yang oleh UUPT sampai batas- batas tertentu diakui, maka tanggung jawab direksi menjadi sangat tinggi (high degree). Tidak hanya bertanggungjawab terhadap ketidakjujuran yang disengaja (dishonesty), tetapi dia juga bertanggungjawab secara hukum terhadap tindakan mismanagement, kelalaian atau gagal atau tidak melakukan sesuatu yang penting bagi perseroan. Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur secara tegas bahwa kerugian perseroan akibat dari kelalaian direksi dalam menjalankan tugasnya menjadi tanggung jawab pribadi direksi secara penuh. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  • 96. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 96 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Kemudian ayat berikutnya dalam pasal yang sama yaitu ayat (4) menyatakan bahwa dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Pasal ini juga merupakan penerapan dari definisi tanggung jawab sebagai keadaan dimana suatu pihak harus menanggung resiko yang timbul akibat dari dilakukannya suatu tindakan. …for the purposes of contract, the company exists only in the directors and officers acting by and according to the deed [i.e., the deed of settlement, equivalent in those days to the memorandum and articles of association]; and by the statute of law the company is no more liable than a corporation by charter for the act of one or more of its members, who are distinct persons by law. Selain bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan direksi seperti halnya diatur di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, direksi suatu perseroan juga dituntut untuk bertanggung jawab secara pribadi terhadap tindakan ultra vires, yaitu tidak hanya termasuk pada tindakan yang dilarang oleh anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan tetapi juga tindakan yang tidak dilarang namum melampaui kewenangan yang diberikan kepadanya, meskipun tindakan ultra vires itu dilakukan untuk kepentingan perseroan.
  • 97. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 97 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Latin phrase meaning "beyond power or authority" describing an act by a corporation that exceeds its legal powers. For example, corporations do not have the authority to engage in the insurance business without a charter. A corporation offering insurance without authority would be acting ultra vires. Similarly, an insurance company chartered to engage in a single line of business would be operating ultra vires by offering some other line. Perseroan tidak bertanggung jawab lebih dari tindakan yang dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, oleh karena itu perbuatan dan tindakan yang dilakukan direksi yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang tercantum dalam anggaran dasar merupakan tanggung jawab pribadi direksi tersebut dan bukan merupakan tanggung jawab perseroan, selain itu ketentuan ultra vires tidak hanya mengenai tindakan direksi untuk kepentingan perseroan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, tetapi juga termasuk tindakan direksi yang melebihi kewenangan yang diberikan oleh perseroan kepada direksi.
  • 98. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 98 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 In corporate law, ultra vires describes acts attempted by a corporation that are beyond the scope of powers granted by the corporation's Articles of Incorporation or in a clause in its Bylaws; in the laws authorizing its formation, or similar founding documents. Acts attempted by a corporation that are beyond the scope of its charter are void or voidable. Basic principles included the following: 1. An ultra vires transaction cannot be ratified by shareholders, even if they wish it to be ratified. 2. The doctrine of estoppel usually precluded reliance on the defense of ultra vires where the transaction was fully performed by one party 3. A fortiori, a transaction which was fully performed by both parties could not be attacked. 4. If the contract was fully executor, the defense of ultra vires might be raised by either party. 5. If the contract was partially performed, and the performance was held to be insufficient to bring the doctrine of estoppel into play, a suit for quasi contract for recovery of benefits conferred was available. 6. If an agent of the corporation committed a tort within the scope of his or her employment, the corporation could not defend on the ground the act was ultra vires.
  • 99. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 99 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Ultra Vires; An act performed without any authority to act on subject. Acts beyond the scope of the powers of a corporation, as defined by its charter of laws of state of incorporation. Meskipun direksi melakukan pengurusan perseroan dengan sah untuk kepentingan perseroan, bukan berartti direksi dapat melakukan tindakan pengurusan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, apalagi bila tujuan itu untuk kepentingan pribadi direksi. Acting bona fide in the interests of the company is not an excuse for acting for a dominant improper purpose, especially where the directors are acting in their own self-interest. Bila dalam hal ini ternyata terdapat kerugian akibat tindakan ultra vires yang dilakukan direksi dalam melakukan pengurusan perseroan, direksi wajib bertanggung jawab penuh secara pribadi atas tindakan ultra vires nya tersebut, namun apabila tindakan ultra vires tersebut menguntungkan perseroan, keuntungan tersebut menjadi milik perseroan.
  • 100. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 100 Board’ Responsibilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Directors of a company have authority to exercise powers in their management of the company’s affairs. But there may be limits on the purposes for which those powers may be exercised and thus limits on their authority. When a power is exercised for a purpose outside its limits (variously described as an improper, extraneous or collateral purpose), the court may intervene. di samping itu apabila direksi mengambil keuntungan dengan menggunakan nama perseroan, aset perseroan, dan dengan alasan untuk kepentingan perseroan, direksi tersebut dianggap melanggar fiduciary duty.
  • 101. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 101 Modul VII Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities
  • 102. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 102 Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 If director act within their powers, if they act with such care as is reasonably to be expected from them, having regard to their knowledge and experience, and if they act honestly for the benefit of the company they represent, they discharge both their equitable as well as their legal duty to the company. Apabila direksi dalam melakukan pengurusan perseroan tindakan tersebut dilakukan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi, dengan mengerahkan seluruh keahlian mereka, serta dilakukan dengan penuh kejujuran semata-mata tindakan tersebut hanya untuk kepentigan dan keuntungan perseroan, maka direksi dibebaskan dari tanggung jawab serta kewajiban hukum atas resiko yang mungkin timbul akibat dari tindakan yang dilakukan tersebut. Hal ini memberikan rumusan yang tegas bahwa apabila tindakan direksi dilakukan dengan memenuhi fiduciary duty, direksi dibebaskan dari kewajiban hukum untuk menanggung segala resiko kerugian yang mungkin timbul akibat dari tindakannya tersebut. Faktanya, ketentuan fiduciary duty yang merupakan kewajiban direksi dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat sepenuhnya diterapkan dalam ketentuan hukum perusahaan di Indonesia, hal ini disebabkan karena UUPT sebagai produk hukum yang mengatur tentang perseroan di Indonesia tidak menentukan standar yang jelas dalam hal keahlian seseorang untuk dapat menjadi direksi.
  • 103. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 103 Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Akibat dari tidak diberikannya standar yang lebih tinggi untuk seseorang menjadi anggota direksi berdampak pada kehidupan sosial yang mengakibatkan sulitnya penerapan fiduciary duty di dalam penerapan hukum perusahaan di Indonesia, terutama pada perseroan terbatas tertutup (Private Company). Hal ini berbeda dengan Perseroan Terbatas Terbuka (Tbk), yang pada umumnya memberikan standar yang tinggi bagi seseorang untuk diangkat menjadi direksi dalam suatu Perseroan Terbatas Tbk. Hal-hal mengenai pembebasan tanggung jawab direksi dari risiko dalam hal terjadi kerugian akibat tindakan pengurusan direksi terhadap perseroan diatur dengan tegas di dalam pasal- pasal di dalam UUPT, yaitu di antaranya : a. Pasal 69 ayat (4); b. Pasal 97 ayat (5); dan c. Pasal 104 ayat (4). The constitution of a limited company normally provides for directors, with powers of management, and shareholders, with defined voting powers having power to appoint the directors, and to take, in general meeting, by majority vote, decisions on matters not reserved for management…it is established that directors, within their management powers, may take decisions against the wishes of the majority of share holders, and indeed that the majority of shareholders cannot control them in the exercise of these powers while they remain in office.
  • 104. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 104 Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Direksi dalam melaksanakan wewenangnya bertanggung jawab terhadap perseroan, meskipun fiduciary duty juga melindungi kepentingan pemegang saham sebagai pihak yang memiliki kekayaan perseroan, namun direksi diberi kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan serta mengambil keputusan bisnis untuk kepentingan perseroan dengan penuh tanggung jawab dan dalam lingkup kewenangannya, dimana dimungkinkan keputusan itu bertentangan dengan kehendak dari pemegang saham. Pemegang saham tidak diperkenankan mempengaruhi keputusan direksi, direksi pun sebagaimana diatur dalam fiduciary duty tidak diperkenankan dipengaruhi oleh pemegang saham dalam mengambil keputusan dan tidak untuk kepentingan pribadi pemegang saham, meskipun dalam ketentuan hukum perusahaan, direksi dipilih dan diangkat oleh pemegang saham melalui RUPS dengan suara bulat maupun suara terbanyak dalam rapat. Apabila, pemegang saham yang terbukti mempengaruhi keputusan direksi atau terbukti terlibat dalam tindakan pengurusan wajib ikut bertanggung jawab terhadap kerugian perseroan akibat campur tangan pemegang saham tersebut. Tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung renteng direksi dan pemegang saham yang bersangkutan maupun tanggung jawab pemegang saham sepenuhnya apabila terbukti bahwa direksi tidak bersalah dan tidak bertanggung jawab atas diambilnya keputusan tersebut.
  • 105. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 105 Berdasarkan kewenangan yang ada padanya (proper purposes), direksi harus mampu mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar perusahaan selalu berjalan di jalur yang benar atau layak. Dengan demikian, direksi harus mampu menghindarkan perusahaan dari tindakan-tindakan yang illegal, bertentangan dengan peraturan dan kepentingan umum serta bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat dengan organ perseroan lain, shareholders dan stakeholders. Unless contractually bound to perform specific duties (for example, under a contract of employment), a company director is, in general, only liable for negligence in what he or she actually does do, not for omitting to attend the company's business. Direksi bertanggung jawab terhadap kelalaian yang dilakukan yang mengakibatkan kerugian. Dalam hal terjadi kerugian yang dialami perseroan, namun kerugian tersebut bukan dikarenakan kesalahan direksi, maka direksi dibebaskan dari tanggung jawab pribadi, termasuk juga apabila tindakan yang diambil direksi telah memenuhi fiduciary duty dan tidak diluar kewenangan direksi serta sesuai maksud dan tujuan perseroan, maka direksi tidak dapat dipersalahkan atas kerugian yang timbul dalam pengurusan perseroan. Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
  • 106. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 106 Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Definisi ‘Tanggung Jawab’ menurut KBBI,  Berasal dari istilah mem·per·tang·gung·ja·wab·kan  Memberikan jawab dan menanggung segala akibatnya (kalau ada kesalahan).  Tanggung jawab juga diartikan sebagaikeadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Tanggung jawab lahir dari adanya suatu keadaan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya kerugian, dan menanggung kerugian tersebut jika ada kesalahan yang dilakukan. Direksi perseroan baru dapat diminta pertanggung jawabannya bila terjadi kerugian dan terdapat kesalahan yang dilakukan oleh direksi. Secara argumentus a contrario dapat di-tafsirkan bahwa direksi dibebaskan dari tanggung jawab pribadi atas kerugian perseroan bilamana dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan dan mengambil keputusan bisnis telah sesuai dengan kewenangannya, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dalam anggaran dasar, serta tidak melanggar fiduciary duty dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • 107. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 107 Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab pribadi terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat tindakan pengurusan direksi. Namun dalam hal tindakan tersebut dilakukan di luar kewenangan direksi dan di luar maksud dan tujuan perseroan, atau yang dikenal dengan tindakan Ultra Vires, direksi tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab pribadi atas kerugian dengan cara apapun juga. A director is not bound to take any definite part in the conduct of the company's business, but so far as he does undertake it he must use reasonable care in its dispatch. such reasonable care must be measured by the care an ordinary man might be expected to take in the same circumstances on his own behalf. he is clearly not responsible for damages occasioned by errors of judgment. Direktur dalam melaksanakan kewajibannya harus melakukan tindakan yang sesuai dengan kewajaran dan kebiasaan dalam bisnis, kewajaran itu tidak hanya terbatas pada pandangan bisnis semata, namun juga kewajaran yang diukur dalam hal seandainya orang bertindak untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain seseorang harus bertanggung jawab melaksanakan tugas seolah-olah ia melaksanakan kewajiban atas namanya sendiri, bukan atas nama pihak lain, ia harus bertindak seakan-akan sebagai seorang pemilik yang baik.
  • 108. I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 108 Board Discharge of its Legal Duties and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007 Teori Walkovsky tentang alter ego memperlakukan konsep tanggung jawab terbatas sebagai pelaksanaan dari prinsip agency.  hubungan hukum yang ada antara anggota direksi yang melakukan pengurusan terhadap perseroan dengan perseroan itu sendiri adalah hubungan pemberian kuasa, dimana perseroan sebagai pemberi kuasa dan anggota direksi yang menjalankan pengurusan dan pengelolaan perseroan adalah pemegang kuasa dari perseroan. Sehingga segala tindakan yang dilakukan atau diambil oleh penerima kuasa (anggota direksi perseroan) adalah tanggung jawab pribadi dari anggota direksi yang melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama perseroan terbatas tersebut. Pasal 3 ayat 1 UUPT memberikan batasan tanggung jawab pemegang saham terhadap kerugian perseroan tidak melebihi dari saham yang dimiliki, namun ayat 2 menegaskan pertanggungjawaban terbatas ini tidak berlaku secara absolute/mutlak (strike limited liability), tetapi memiliki pengecualian. Hal tersebut sering juga disebut sebagai prinsip the piercing corporate veil atau menyingkap tabir atau cadar perseroan.