2. KONSEP DASAR
Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya
dikontrol/dipengaruhi oleh faktor-
faktor dari luar
Manusia memulai kehidupannya dengan mem-
berikan reaksi terhadap lingkungannya dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang
kemudian membentuk kepribadian
3. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak
dan macamnya penguatan yang diterima dalam
situasi hidupnya
Tingkah laku dipelajari ketika individu
berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-
hukum belajar :
• Pembiasaan klasik,
• Pembiasaan operan
• Peniruan.
4. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak
sadar melainkan merupakan hasil belajar,
sehingga ia dapat diubah dengan
memanipulasi dan mengkreasi kondisi-
kondisi pembentukan tingkah laku.
Manusia cenderung akan mengambil sti-
mulus yang menyenangkan dan menghin-
darkan stimulus yang tidak menyenang-kan.
5. Kepribadian seseorang merupakan
cerminan dari pengalaman, yaitu
situasi atau stimulus yang diteri-
manya.
Memahami kepribadian manusia :
mempelajari dan memahami bagai-
mana terbentuknya suatu tingkah
laku
6. KARAKTEISTIK KONSELING
BEHAVIORAL :
Berfokus pada tingkah laku yang tampak
Cermat dan operasional dalam merumuskan
tujuan konseling
Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik
Penilaian obyektif terhadap tujuan konseling
7. ASUMSI TINGKAH LAKU BERMASALAH
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah
laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau
tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah
laku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan
Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu
dari cara belajar atau lingkungan yang salah
8. Manusia bermasalah mempunyai
kecenderungan merespon tingkah laku
negatif dari lingkungannya
Tingkah laku maladaptif terjadi karena
kesalapahaman dalam menanggapi
lingkungan dengan tepat
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan
cara belajar dan juga dapat diubah dengan
menggunakan prinsip-prinsip belajar
10. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan
ke dalam perilaku yang spesifik
o Diinginkan oleh klien
o Konselor mampu dan bersedia membantu
mencapai tujuan tersebut
o Klien dapat mencapai tujuan tersebut
o Dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja
sama) menetapkan/merumuskan tujuan-
tujuan khusus konseling.
11. DESKRIPSI PROSES KONSELING
Proses konseling dibingkai oleh kerangka kerja
untuk mengajar klien dalam mengubah tingkah
lakunya
Proses konseling adalah proses belajar, konselor
membantu terjadinya proses belajar tersebut
12. Konselor mendorong klien untuk mengemukakan
keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu
itu
Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi
motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai
dengan tingkah laku yang ingin diubah.
13. 2. Goal setting
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah
assessment konselor dan klien menyusun dan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam
konseling
Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Konselor dan klien mendifinisikan
masalah yang dihadapi klien
b. Klien mengkhususkan perubahan positif
yang dikehendaki sbg hasil konseling
14. c. Konselor dan klien mendiskusikan
tujuan yang telah ditetapkan klien :
1) apakah merupakan tujuan yang
benar-benar diinginkan klien
2) apakah tujuan itu realistik
3) kemungkinan manfaatnya
4) kemungkinan kerugiannya.
15. d. Konselor dan klien membuat
keputusan apakah :
1) melanjutkan konseling dengan
mentapkan teknik yang akan
dilaksanakan
2) mempertimbangkan kembali
tujuan yang akan dicapai
3) melakukan referal
16. 3. Technique implementation
menentukan dan melaksanakan teknik konseling
yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang
diinginkan yang menjadi tujuan konseling
4. Evaluation termination
melakukan penilaian apakah kegiatan konseling yang
telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil
sesuai dengan tujuan konseling
5. Feedback
memberikan dan menganalisis umpan balik untuk
memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
17. TEKNIK KONSELING
Teknik konseling behavioral diarahkan pada
penghapusan respon yang telah dipelajari (yang
memben-tuk tingkah laku bermasalah) terhadap
perangsang, dengan demikian respon-respon
yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat
dibentuk
18. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
o Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian
penguatan
Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya
penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang
cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan
nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
19. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah
laku yang tidak diinginkan
Memberikan penguatan terhadap suatu respon
yang akan mengakibatkan terham-batnya
kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan
Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui
pemberian contoh atau model (film, tape recorder,
atau contoh nyata langsung)
Merencanakan prosedur pemberian penguatan
terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan
sistem kontrak
20. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Latihan Asertif
o Digunakan untuk melatih klien yang mengalami
kesulitan untuk menyatakan diri bahwa
tindakannya adalah layak atau benar
o Terutama berguna di antaranya untuk membantu
individu yang tidak mampu mengungkapkan
perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya
o Cara : permainan peran dengan bimbingan
konselor, diskusi kelompok
21. Desensitisasi Sistematis
o Memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien
dari ketegangan yang dialami dengan cara
mengajarkan klien untuk rileks
o Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah
laku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan
tingkah laku yang akan dihilangkan
22. o Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara
bertahap
o Tingkah laku yang diperkuat secara negatif
biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan
tingkah laku yang akan dihilangkan.
23. Pengkondisian Aversi
o Digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk
dengan meningkatkan kepekaan klien agar
mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut
o Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan
tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya
o Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi
antara tingkah laku yang tidak dikehendaki
dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
24. Pembentukan Tingkah laku Model
o Digunakan untuk membentuk tingkah laku baru
pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang
sudah terbentuk
o Konselor menunjukkan kepada klien tentang
tingkah laku model, dapat menggunakan model
audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang
teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang
hendak dicontoh
o Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh
ganjaran dari konselor : dapat berupa pujian
sebagai ganjaran sosial.
25. KETERBATASAN PENDEKATAN
1. Bersifat dingin, kurang menyentuh aspek
pribadi, bersifat manipulatif, dan
mengabaikan hubungan antar pribadi
2. Lebih terkonsentrasi kepada teknik
3. Pemilihan tujuan sering ditentukan oleh
konselor
26. 4. Konstruksi belajar yang dikembangkan
dan digunakan oleh konselor behavioral
tidak cukup komprehensif untuk menje-
laskan belajar dan harus dipandang hanya
sebagai suatu hipotesis
yang harus diuji
5. Perubahan klien hanya berupa gejala yang
dapat berpindah kepada bentuk tingkah
laku yang lain.
27.
28. KONSEP DASAR
Manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan.
Setiap individu bukan semata-mata
merupakan penjumlahan dari bagian-bagian
organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan
sebagainya, melainkan merupakan suatu
koordinasi semua bagian tersebut.
29. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan
dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan untuk
menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran
yang akan mengarahkan menuju terbentuknya
integritas atau keutuhan pribadi.
30. Hakikat manusia menurut Gestalt :
Hanya dapat dipahami dalam keseluruhan
konteksnya
Merupakan bagian dari lingkungannya dan
hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu
Aktor bukan reaktor
31. Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya
sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya
Dapat memilih secara sadar dan bertanggung
jawab
Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya
secara efektif.
32. Dalam hubungannya dengan perjalanan
kehidupan manusia :
tidak ada yang “ada”
kecuali “sekarang”.
Masa lalu telah pergi dan masa depan belum
dijalani, oleh karena itu yang menentukan
kehidupan manusia adalah masa sekarang.
33. Kecemasan :
“kesenjangan antara
saat sekarang dan
yang akan datang”
Jika individu menyimpang dari saat sekarang
dan menjadi terlalu terpu-kau pada masa
depan, maka mereka mengalami kecemasan.
34. Unfinished business
(urusan yang tak selesai)
perasaan-perasaan yang tidak
tersalurkan/terungkapkan
seperti : dendam, kemarahan,
kebencian, sakit hati,
kecemasan, kedudukan, rasa
berdosa, rasa diabaikan
35. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran,
perasaan-perasaan di ba-wa pada kehidupan
sekarang dengan cara-cara yang menghambat
hubung-an yang efektif dengan dirinya sendi-ri
dan orang lain
Urusan yang tak selesai itu akan bertahan
sampai ia berani mengha-dapi dan
menangani/mengatasinya
36. ASUMSI TINGKAH LAKU
BERMASALAH
Individu bermasalah karena terjadi pertentangan
antara kekuatan “top dog” dan keberadaan “under
dog”
o Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan,
menuntut, mengancam
o Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak
berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi.
37. Perkembangan yang terganggu karena terjadi
ketidakseimbangan antara apa-apa yang harus
(self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self)
Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial
dan biologis
Ketidakmampuan individu mengintegrasikan
pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
38. Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang
akan datang
Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi
39. Spektrum tingkah laku bermasalah :
Kepribadian kaku (rigid)
Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap
tergantung
Menolak berhubungan dengan lingkungan
Memeliharan unfinished bussiness
Menolak kebutuhan diri sendiri
Melihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih” .
40. TUJUAN KONSELING
Tujuan utama :
Membantu klien berani
menghadapi tantangan dan
kenyataan yang harus dihadapi
Klien dapat berubah dari ketergantungan terhadap
lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri,
dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan
kebermaknaan hidupnya.
41. Individu yang bermasalah pada umumnya
belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
ia baru memanfaatkan sebagaian dari
potensinya yang dimilikinya
Melalui konseling konselor
membantu klien agar potensi
yang baru dimanfaatkan
sebagian ini dimanfaatkan dan
dikembangkan secara optimal.
42. Tujuan spesifik
1. Membantu klien agar dapat memper-oleh
kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau
realitas, serta menda-patkan insight secara
penuh
2. Membantu klien menuju pencapaian integritas
kepribadiannya
43. 3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang
tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur diri sendiri (to be true to himself)
4. Meningkatkan kesadaran individual agar klien
dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed
bussines) yang muncul dan selalu akan
muncul dapat diatasi dengan baik.
44. DESKRIPSI PROSES
KONSELING
Fokus utama konseling : bagaimana keadaan klien
sekarang serta hambatan-hambatan apa yang
muncul dalam kesadarannya
Tugas konselor : mendorong klien untuk
dapat melihat kenyataan yang ada pada
dirinya dan mau mencoba menghadapinya
Klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif,
menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau
membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya
terjadi pada dirinya sekarang
45. Konselor menghindarkan diri dari pikiran-pikiran
yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk
melakukan diagnosis, interpretasi maupun
memberi nasihat
Konselor sejak awal konseling sudah
mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang
dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn
yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri
sendiri
Konselor membantu klien menghadapi transisi
dari ketergantungannya terhadap faktor luar
menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha
ini dilakukan dengan menemukan dan membuka
ketersesatan atau kebuntuan klien.
46. Pada saat klien mengalami gejala
kesesatan dan klien menyatakan
kekalahannya terhadap lingkungan dengan
cara mengungkapkan kelemahannya,
dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila
Konselor membantu membuat perasaan
klien untuk bangkit dan mau menghadapi
ketersesatannya sehingga potensinya
dapat berkembang lebih optimal.
47. Deskripsi Fase-fase Proses Konseling :
Fase pertama
konselor mengembangkan pertemuan konseling,
agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien
Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien
berbeda, karena masing-masing klien mempunyai
keunikan sebagai individu serta memiliki
kebutuhan yang bergantung kepada masalah
yang harus dipecahkan.
48. Fase kedua
Konselor berusaha meyakinkan dan
mengkondisikan klien untuk mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan
kondisi klien
Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam
fase ini, yaitu :
49. 1. Membangkitkan motivasi klien :
memberi kesempatan klien untuk menyadari
ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya
Makin tinggi kesadaran klien terhadap
ketidakpuasannya semakin besar motivasi
untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga
makin tinggi pula keinginannya untuk bekerja
sama dengan konselor.
2. Mebangkitkan otonomi klien :
menekankan kepada klien bahwa klien boleh
menolak saran-saran konselor asal dapat
mengemukakan alasan-alasannya secara
bertanggung jawab.
50. Fase ketiga
Konselor mendorong klien untuk mengatakan
perasaan-perasaannya pada saat ini
Klien diberi kesempatan untuk mengalami
kembali segala perasaan dan perbuatan pada
masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.
51. Kadang-kadang klien diperbolahkan
memproyeksikan dirinya kepada konselor
Melalui fase ini, konselor berusaha
menemukan celah-celah kepribadian atau
aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari
sini dapat diidentifikasi apa yang harus
dilakukan klien.
52. Fase keempat
Setelah klien memperoleh pemahaman dan
penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien
memasuki fase akhir konseling
Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala
yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan
manusiawi.
53. Klien telah memiliki kepercayaan pada
potensinya, menyadari keadaan dirinya
pada saat sekarang, sadar dan
bertanggung jawab atas sifat otonominya,
perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya
dan tingkah lakunya.
Dalam situasi ini klien secara sadar dan
bertanggung jawab memutuskan untuk
“melepaskan” diri dari konselor, dan siap
untuk mengembangan potensi dirinya.
54. TEKNIK KONSELING
Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestal
Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor
menekankan bahwa konselor bersedia membantu
klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien,
konselor menekankan agar klien mengambil
tanggung jawab atas tingkah lakunya.
55. Orientasi Sekarang dan Di Sini
Konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau
motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan
keadaan sekarang
Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan
keadaan sekarang
Konselor tidak bertanya dengan pertanyaan
“mengapa”.
56. Orientasi Eksperiensial
konselor meningkatkan kesadaran klien
tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya,
sehingga klien mampu mengintegrasikan
kembali dirinya:
klien mempergunakan kata ganti personal
klien mengubah kalimat pertanyaan
menjadi pernyataan
klien mengambil peran dan tanggung jawab
klien menyadari bahwa ada hal-hal positif
dan/atau negative pada diri atau tingkah
lakunya
57. Teknik-teknik Konseling Gestal
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien
dikondisikan untuk mendialogan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu
kecenderungan top dog dan kecenderungan
under dog, misalnya :
kecenderungan orang tua lawan kecenderungan
anak
58. Kecenderungan “anak baik” lawan
kecenderungan “anak bodoh”
Kecenderungan bertanggung jawab lawan
kecenderungan masa bodoh
Kecenderungan otonom lawan
kecenderungan tergantung
Kecenderungan kuat atau tegar lawan
kecenderungan lemah
59. Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut
pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di
mana ia berani mengambil resiko
Penerapan permainan dialog ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan teknik
“kursi kosong”.
60. Latihan Saya Bertanggung Jawab
Teknik untuk membantu klien agar mengakui
dan menerima perasaan-perasaannya dari pada
memproyek-sikan perasaannya itu kepada
orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk
membuat suatu pernyataan dan kemudian klien
menambahkan dalam pernyataan itu dengan
kalimat : “...dan saya bertanggung jawab atas
hal itu”.
61. Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas
kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang,
dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas
kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut
Gestalt akan membantu meningkatkan
kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang
mungkin selama ini diingkarinya.
62. Bermain Proyeksi
Proyeksi :
Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan
yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya
Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara
memantulkannya kepada orang lain
63. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang
dipantulkan kepada orang lain merupakan
atribut yang dimilikinya
Dalam teknik bermain proyeksi konselor
meminta kepada klien untuk mencobakan atau
melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada
orang lain.
64. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering
kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk
memainkan peran yang berkebalikan dengan
perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
65. Misalnya :
Konselor memberi kesempatan kepada klien
untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi
klien pemalu yang berlebihan
66. Tetap dengan Perasaan
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang
menunjukkan perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan dan ia sangat ingin
menghindarinya
Konselor mendorong klien untuk tetap
bertahan dengan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
67. Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari
stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang
tidak menyenangkan
Dalam hal ini konselor tetap mendorong
klien untuk bertahan dengan ketakutan
atau kesakitan perasaan yang dialaminya
sekarang dan mendorong klien untuk
menyelam lebih dalam ke dalam tingklah
laku dan perasaan yang ingin dihindarinya
itu.
68. Untuk membuka dan membuat jalan me-
nuju perkembangan kesadaran perasaan
yang lebih baru :
tidak cukup hanya mengkonfron-
tasi dan menghadapi perasaan-
perasaan yang ingin dihindarinya
membutuhkan keberanian dan pengalam-
an untuk bertahan dalam kesakitan pera-
saan yang ingin dihindarinya itu.
69. KETERBATASAN
PENDEKATAN
1. Pendekatan gestalt cenderung kurang
memperhatikan faktor kognitif
2. Pendekatan gestalt menekankan tanggung
jawab atas diri sendiri,
tetapi mengabaikan tanggung jawab pada
orang lain
70. 3. Menjadi tidak produktf bila penggunaan
teknik-teknik gestalt dikembangkan
secara mekanis
4. Dapat terjadi klien sering bereaksi
negatif terhadap sejumlah teknik
gestalt karena merasa dirinya
dianggap anak kecil atau orang bodoh.