SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
MAKALAH
PELAYANAN INFORMASI OBAT
Hormon Replacement Therapy for Osteoporosis prevention
Disusun Oleh :
Suzan Astyamalia
10613266 / D
23
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013
2
TERAPI HORMON UNTUK PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
A. PENDAHULUAN
1. Epidemiologi
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan kerusakan jaringan tulang
microarchitectural, yang mengakibatkan peningkatan kerapuhan tulang
dan kerentanan terhadap fraktur. Akibat kehilangan kalsium tulang
menjadi berpori, tipis, rapuh dan mudah patah. Sehingga kerangka tubuh
lebih pendek dan bungkuk. Ini adalah masalah kesehatan masyarakat
yang utama, yang mempengaruhi sebagian besar penduduk >50 tahun.
Ini mengarah ke beban besar melalui peningkatan morbiditas dan
mortalitas yang terkait dengan patah tulang1
.
Istilah 'osteoporosis' ini pertama kali diperkenalkan di Perancis
dan Jerman pada abad ke-19. Yang berarti 'tulang keropos' dan awalnya
tersirat diagnosis histologis, namun kemudian disempurnakan yang
berarti tulang yang normal, tetapi dengan kuantitas yang kurang. Definisi
osteoporosis berdasarkan kepadatan mineral tulang (BMD) tidak mungkin
mencakup semua faktor risiko patah tulang1
.
Gejala klinis
a) Nyeri. Gejala awal tersering adalah nyeri pinggang tanpa
tanda-tanda sebelumnya, biasanya nyeri ini timbul sesudah
mengangkat barang berat. Sifat nyeri tersebut tajam atau
seperti terbakar, yang bertambah hebat bila bergerak
membungkuk, mengangkat beban lebih berat, melompat, atau
tanpa trauma sedikitpun. Keadaan ini menunjukkan adanya
fraktur kompresi pada korpus vertebra. Vertebra yang paling
sering terkena adalah T12 dan L1. Apabila tulang sembuh,
nyeri akan hilang, apabila masih ada nyeri, penyebabnya
spasme otot pada vertebra.
3
b) Deformitas. Osteoporosis tidak menyebabkan deformitas pada
ekstremitas, kecuali bila ada fraktur. Deformitas kolumna
vertebralis akan terjadi sesudah episode fraktur kompresi yang
berulang- ulang. Terkadang deformitas muncul tanpa ada
nyeri pinggang yang nyata. Deformitas meliputi:
 Penurunan tinggi badan, adanya fraktur kompresi ini
menyebabkan tinggi badan lansia dapat berkurang
beberapa sentimeter apabila proses tersebut mengenai
beberapa korpus vertebra;
 Dorsal kifosis, kelainan ini muncul sebagai gejala khas
adanya proses osteoporosis spinal yang berlangsung
lama. Bila proses bertambah berat dan lama, kosta
bawah dapat bersentuhan dengan Krista iliaka.
c) Fraktur. Fraktur patologis pada ekstermitas dapat
menyebabkan deformitas. Tempat yang paling sering terkena
fraktur akibat esteoporosis adalah kolum femoris dan radius
distalis yang terjadi karena jatuh. Hal ini dapat dimengerti
karena pada lansia terjadi penurunan reflex keseimbangan2
.
Factor predisposisi Osteoporosis
1) Factor ras dan herediter
Osteoporosis lebih sering terjadi pada lansia wanita. Kelainan ini
juga lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit putih dan wanita
Asia dibandingkan dengan wanita berkulit hitam. Hal ini dikaitkan
dengan puncak massa tulang yang dicapai pada usia 20-40 tahun
pada wanita. Puncak massa tulang ini lebih rendah dari pria. Wanita
berkulit putih dan Asia juga memiliki massa tulang yang lebih rendah
daripada wanita berkulit hitam.
2) Kurang aktivitas fisik atau imobilisasi
Telah diketahui bahwa imobilisasi tulang memberi efek yang
cukup besar terhadap homeostatis kalsium. Jika seseorang
memerlukan imobilisasi pada salah satu anggota tubuhnya, sering
terjadi osteoporosis pada tulang bersangkutan. Kajian yang dituliskan
oleh Donaldson dkk. (1970) serta Rambauan, Dietlein, Yogel dan
4
Smith (1972) menyatakan bahwa seseorang yang sehat yang
menetap di tempat tidur selama 4-6 minggu akan kehilangan massa
tulang sebanyak 1% setiap minggu, sedangkan astronot yang berasa
dalam keadaan hampa udara dan tanpa beban akan kehilangan
sekitar 4% massa tulangnya perbulan. Berdasarkan hal ini, dapat
disimpulkan bahwa orang yang aktif secara fisik akan memiliki massa
tulang yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak banyak
melakukan aktivitas fisik.
3) Factor nutrisi
Untuk mendapatkan dan mempertahankan massa tulang yang
adekuat, diperlukan makanan yang cukup mengandung kalsium.
Tubuh mengatur kadar ion kalsium dalam cairan ekstraselular
sedemikian rupa agar tetap berada dalam kadar yang optimal. Apabila
terjadi fluktuasi walaupun hanya sementara, system hormone yang
mengatur keseimbangan kalsium akan berupaya mengembalikannya
kekadar normal. Dengan bertambahnya usia, absorpsi kalsium pada
saluran makan bagian atas menjadi kurang efisien. Apabila kalsium
dalam diet kurang cukup, tubuh akan menggunakan kalsium dari
tempat cadangannya di system tulang. Jadi, jelas bahwa lansia
membutuhkan lebih banyak kalsium dalam dietnya.
4) Factor endokrin
Hormone yang menentukan massa tulang adalah hormone yang
mengatur kadar kalsium dalam plasma, misalnya hormone paratiroid,
kalsitonin, dan vitamin D; sedangkan yang lain mempengaruhi secara
tidak langsung, misalnya hormon estrogen, androgen, insulin, dan
tiroksin. Pada wanita, hormone estrogen merupakan penentu yang
penting untuk kepadatan tulang. Estrogen menyimpan kalsium dalam
tulang melalui cara: memberi kesempatan pada usus untuk menyerap
kalsium lebih banyak daripada makanan dan mencegah hilangnya
kalsium sehingga air seni tidak terlalu banyak membuang kalsium.
Penurunan estrogen akan meningkatkan aktivitas osteoklas
sehingga kalsium tulang menurun. Beberapa factor kebiasaan dan
lingkungan dapat mengakibatkan bertambahnya kehilangan massa
tulang. Merokok dan konsumsi alcohol yang tinggi dapat
5
meningkatkan osteoporosis dua kali lipat. Obesitas merupakan factor
protektif pada wanita pascamenopause karena merupakan suatu
beban bagi vertebra dan peningkatan konversi androgen adrenal
dalam jaringan lemak menjadi estrogen2
.
2. Pengobatan
Estrogen menghambat hilangnya massa tulang terkait usia tulang
yang terjadi pada sebagian besar wanita setelah menopause. Observasi
internasional studi telah menunjukkan bahwa penggunaan terapi estrogen
mengurangi risiko patah tulang belakang oleh sekitar 50 % dan risiko
patah tulang pinggul sebesar 25- 30 %. Terapi estrogen bisa berupa pil
oral, serum atau dermal hormone estrogen (Estradiol, estron, dan estriol)
per oral rata- rata 5 mg/hari. Selain itu penggunaan bifosfonat dan
raloxifene, modulator reseptor estrogen selektif, telah terbukti
meningkatkan kepadatan tulang dan mengurangi tingkat patah tulang.
Dalam berkerut-aktivitas fisik dan asupan kalsium dan vitamin D juga
dapat membantu mengurangi risiko patah tulang karena osteoporosis3
.
Namun pada makalah ini akan dibahas lebih spesifik mengenai terapi
hormone estrogen dalam pencegahan osteoporosis.
B. TERAPI HORMON ESTROGEN
1. Estrogen dan Mekanisme
Hormone wanita terutama estrogen dapat mencegah osteoporosis
dengan cara menyimpan kalsium dalam tulang dengan menstimulus usus
menyerap lebih banyak kalsium dari makanan dan mencegah hilangnya
kalsium melalui air seni. Estradiol, estron, dan estriol merupakan estrogen
alamiah, yang adakalanya disingkat sebagai E2,E1 dan E3 sesuai jumlah
gugus OH dalam molekulnya. Estradiol memiliki daya estrogen terkuat
dan 2-5 kali lebih aktif daripada kedua hormone lainnya4
.
Estrogen terutama dihasilkan oleh ovaria sebanyak 2-25 mcg
sehari pada minggu pertama sampai 25-100 mcg di pertengahan siklus
6
haid. Dalam jumlah lebih sedikit juga dibentuk oleh folikel dan corpus
luteum, testes dan anak ginjal (pria dan wanita). Plasenta membentuknya
dalam jumlah berlimpah, sampai 30 mg sehari pada bulan ke-9
kehamilan. Sesudah menopause produksi menurun sampai 5-10 mcg
sehari4
.
Secara oral dan dermal estrogen diabsorpsi dengan baik dan
cepat, juga secara vaginal. Tetapi FPE dalam hati sedemikian tinggi
hingga BA-nya rendah dan oral kurang aktif. Seperti hormone kelamin
lainnya hormone ini terikat pada protein- transport SHBG (Sex Hormone
Binding Globuline). Dalam hati hormone ini dirombak dengan pesat
menjadi metabolit yang kurang aktif, antara lain estron, estriol dan
glukuronida. Sebagian mengalami siklus enterohepatis. Ester Estradiol
dan estrogen non steroida lebih lambat inaktivasinya dalam hati dan
jaringan lainnya, maka kegiatannya lebih kuat daripada estradiol.
Ekskresinya berlangsung melalui kemih sebagai konjugat
glukuronidanya4
.
Pada osteoporosis menopausal, estrogen berdaya memulihkan
keseimbangan antara pembentukan dan perombakan sel- sel tulang yang
terganggu pada osteoporosis. Efeknya Nampak cepat, sesudah 6 bulan
ternyata massa tulang naik sedikit dan kehilangan tulang dihentikan.
Namun estrogen tidak boleh digunakan pada wanita hamil, pasien myoma
atau kanker serta pasien jantung dan pembuluh. Penggunaanya
hendaknya berhati- hati pada pasien diabetes, migraine dan hipertirosis4
.
2. Penggolongan Estrogen
Dalam terapi estrogen dibagi dua kelompok:
a. Steroida : estradiol, estron, dan estriol, derivate sintesisnya
etilestradiol, mestranol dan epimestrol (Stimovul)
b. Non-steroida : dietilstilbestrol, dienestrol dan fosfestrol
(Honvan)4
.
7
3. Faktor Resiko
Sejumlah faktor risiko osteoporosis telah diidentifikasi dapat
meliputi:
- Faktor genetic (trauma fraktur)
- Factor lingkungan (merokok, inaktif fisik, diet rendah kalsium,
kurang terkena sinar matahari
- Status menstrual; menopause dini (<45 tahun) dan riwayat
amenorrhea
- Terapi obat; glukokortikoid (7,5 mg/ hari atau lebih prednisone
selama lebih dari 6 bulan, obat antiepilepsi (ex. Phenytoin),
antikoagulan (heparin, warfarin)
- Penyakit endokrin
- Penyakit hematologi
- Rheumatik5
.
Pengeroposan tulang dapat diperlambat atau bahkan dibalik jika
faktor risiko seperti kurang beraktivitas, diet rendah kalsium, dan
hyperparathyroidism-primer diidentifikasi dan terbalik. Sebuah report dari
National Osteoporosis Foundation menyimpulkan bahwa faktor-faktor
berikut yang berguna dalam mengidentifikasi perempuan pada risiko
patah tulang: berat badan rendah (<58 kg), Merokok, trauma patah
tulang, dan riwayat trauma rendah patah tulang. Faktor-faktor risiko
tersebut adalah yang umum dan mudah untuk memastikan 5
.
4. Efek Samping
Menurut penelitian sebelumnya, telah dilakukan uji pencegahan
osteoporosis dengan melakukan latihan hidup sehat dan teratur
berolahraga, terapi supplement kalsium, dan terapi pemberian hormone
estrogen-progesteron pada wanita postmenopause, yang memiliki massa
tulang rendah, dan terbukti dapat mengurangi penurunan massa tulang
dengan pemberian suplemen kalsium dan terapi hormone estrogen-
progesteron. Terapi hormone estrogen-progesteron lebih efektif daripada
pemberian supplement lain dalam penambahan massa tulang, tetapi
dapat menyebabkan efek samping yang berlebih6
.
8
Adanya efek samping pada terapi hormone estrogen-progesteron
meliputi : gangguan tidur/ tidak bisa tidur (terapi 3 bulan), dyspareunia,
pendarahan vagina, dilasi dan curettage, serta gangguan pada payudara
(terapi lebih dari 6 bulan)6
.
Insiden kanker endometrial (0,1% per tahun pada wanita
postmenopause) meningkat dengan adanya administrasi estrogen. Tapi
resiko ini dapat dihilangkan dengan pemberian progestin. Pada wanita
yang memiliki riwayat keluarga kanker payudara dapat berakibat kanker
payudara. Sedangkan penggunaan jangka panjang estrogen ternyata
disisi lain dapat mengurangi iskemik pada jantung. Selain itu terapi
estrogen dapat berefek infark myocardial, fraktur dan kematian7
.
Informasi tentang efek terapi estrogen-replacement pada tingkat
patah tulang belakang pasca-menopause wanita terbatas. Dalam sebuah
studi satu tahun terapi estrogen transdermal pada 75 wanita
postmenopause dengan osteoporosis, risiko relativitas-tive patah tulang
belakang adalah 0,39 pada kelompok pengobatan dibandingkan dengan
kelompok plasebo. Ada juga peningkatan mineral massa tulang dari
lumbar tulang belakang dari 5,1 persen dan de-lipatan dalam pergantian
tulang, sebagaimana dinilai oleh penanda biokimia dan histomorfometri
tulang. Dalam sebuah studi utama pencegahan dari 100 wanita yang
menjalani ooforektomi bilateral dan yang diobati dengan mestranol atau
plasebo selama 6 sampai 12 tahun, tidak ada keropos tulang dari jari-jari
dan tulang metacarpal5
.
Bukti tambahan bahwa terapi estrogen mencegah patah tulang
berasal dari studi kohort prospektif. Misalnya, dalam Studi Osteoporotic
Fraktur, risiko relatif fraktur nonspinal adalah 0,66 pada wanita
pascamenopause yang mengambil estrogen dibandingkan dengan
mereka yang tidak mengambil estrogen. Efek menguntungkan dari terapi
pengganti estrogen lebih ditandai pada wanita yang memulai terapi dalam
waktu lima tahun setelah menopause, dan itu tidak terpengaruh oleh usia
atau terapi progestin5
.
9
Terapi pengganti estrogen adalah pengobatan pilihan pertama,
karena dari pengalaman jangka panjang dan manfaat lainnya selain
mengobati osteoporosis. Perawatan yang diberikan setidaknya selama
lima tahun, dan lebih lagi, bisa-menyebabkan manfaat tidak dapat
bertahan setelah pengobatan dihentikan. Kepatuhan ditingkatkan dengan
diskusi rinci tentang risiko dan manfaat dari terapi estrogen, dengan
menggunakan preparat yang tidak menyebabkan perdarahan uterus
(kombinasi estrogen dan progestin terus menerus), dan respon
monitoring terhadap pengobatan5
.
C. KESIMPULAN
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan kekurangan kalsium tulang. Upaya
pencegahan osteoporosis dapat dilakukan dengan olahraga teratur, terapi
hormone estrogen yang biasanya juga dipadukan dengan hormone
progestin untuk mencegah efek samping, pemberian suplemen kalsium,
vitamin D, bifosfonat dan raloxifene. Terapi hormone estrogen (. Estradiol,
estron, dan estriol) baik secara oral atau dermal merupakan pencegahan
dan pengobatan paling efektif karena estrogen dapat menyimpan kalsium
dalam tulang dengan menstimulus usus menyerap lebih banyak kalsium
dari makanan dan mencegah hilangnya kalsium melalui air seni serta
berefek cepat. Walaupun begitu memiliki efek yang berbahaya sampai
kematian tergantung faktor resiko yang dimiliki.
10
DAFTAR PUSTAKA
1) Arden, Nigel, 2006, Osteoporosis, Malta, Remedica
2) Pudjiastuti, Sri S.,Budi Utomo 2003, Fisioterapi pada Lansia, Penerbit
Buku kedokteran:EGC, Jakarta
3) Joann G. Manson, P.H., and Kathryn A. Martin, 2001,
Postmenopausal Hormone-Replacement Therapy, The New England
Jounal of Medicine; 345 (1): 34- 40
4) Tjay, Tan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-obat Penting : Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi kelima, PT Elex Media
Komputindo, Jakarta
5) Richard Gastell, 1998, Treatment of Postmenopausal Osteoporosis:
Drug Therapy, The New England Journal of Medicine;338(11): 736-
746
6) Richard L. Prince, Margaret Smith, F.R.A.C.O.G.,Ian M. Dick, Roger
I.P., Peter Garcia W., N. Kathryn H., 1991, Prevention of
Postmenopausal Osteoporosis, The New England Jounal of Medicine;
325(17): 1189-1195
7) Lawrance Riggs B., L. Joseph Melton, 1992, The Prevention and
Treatment of Osteoporosis: Drug Therapy, The New England Jounal
of Medicine; 327(9): 620-627

More Related Content

What's hot

What's hot (15)

Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Ppt tutorial
Ppt tutorialPpt tutorial
Ppt tutorial
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
FLiPCHART OSTEOPOROSiS
FLiPCHART OSTEOPOROSiSFLiPCHART OSTEOPOROSiS
FLiPCHART OSTEOPOROSiS
 
Still askep
Still askepStill askep
Still askep
 
OSTEOPOROSIS
OSTEOPOROSISOSTEOPOROSIS
OSTEOPOROSIS
 
Askep osteoporosis pd lansia
Askep osteoporosis pd lansiaAskep osteoporosis pd lansia
Askep osteoporosis pd lansia
 
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
 
Osteoporosis terhadap-pola-jalan
Osteoporosis terhadap-pola-jalanOsteoporosis terhadap-pola-jalan
Osteoporosis terhadap-pola-jalan
 
Kelainan metabolik pada spinal cord
Kelainan metabolik pada spinal cordKelainan metabolik pada spinal cord
Kelainan metabolik pada spinal cord
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
Tulang.pptx tik
Tulang.pptx tikTulang.pptx tik
Tulang.pptx tik
 

Similar to MAKALAH HORMON UNTUK OSTEOPOROSIS

Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.pptPenyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.pptTiaramaghfiratinJann
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosisWarnet Raha
 
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...evinur12
 
Kelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIA
Kelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIAKelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIA
Kelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIAnickitakita
 
Sistem Gerak Manusia
Sistem Gerak ManusiaSistem Gerak Manusia
Sistem Gerak ManusiaSalam Asker
 
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjwAskep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjwGhinanurrafidahdinil
 
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbshAskep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbshGhinanurrafidahdinil
 
Penyakit sistem musculoskeletal pasa
Penyakit sistem musculoskeletal pasaPenyakit sistem musculoskeletal pasa
Penyakit sistem musculoskeletal pasaSeptian Muna Barakati
 
Osteoporosis Penyuluhan.ppt
Osteoporosis Penyuluhan.pptOsteoporosis Penyuluhan.ppt
Osteoporosis Penyuluhan.pptReza Hambali
 
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya) sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya) Dea Rodiana
 
Tulang.pptx tik
Tulang.pptx tikTulang.pptx tik
Tulang.pptx tikrizkiadi
 

Similar to MAKALAH HORMON UNTUK OSTEOPOROSIS (20)

Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.pptPenyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
 
Osteoporosis shb
Osteoporosis shbOsteoporosis shb
Osteoporosis shb
 
Kelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIA
Kelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIAKelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIA
Kelainan pada ORGAN TUBUH MANUSIA
 
Sistem Gerak Manusia
Sistem Gerak ManusiaSistem Gerak Manusia
Sistem Gerak Manusia
 
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjwAskep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
 
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbshAskep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
 
Osteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shbOsteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shb
 
Penyakit sistem musculoskeletal pasa
Penyakit sistem musculoskeletal pasaPenyakit sistem musculoskeletal pasa
Penyakit sistem musculoskeletal pasa
 
Osteoporosis Penyuluhan.ppt
Osteoporosis Penyuluhan.pptOsteoporosis Penyuluhan.ppt
Osteoporosis Penyuluhan.ppt
 
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya) sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
 
Tulang.pptx tik
Tulang.pptx tikTulang.pptx tik
Tulang.pptx tik
 
Tulang.pptx tik
Tulang.pptx tikTulang.pptx tik
Tulang.pptx tik
 
Tulang.pptx tik
Tulang.pptx tikTulang.pptx tik
Tulang.pptx tik
 

Recently uploaded

MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 

Recently uploaded (18)

MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 

MAKALAH HORMON UNTUK OSTEOPOROSIS

  • 1. MAKALAH PELAYANAN INFORMASI OBAT Hormon Replacement Therapy for Osteoporosis prevention Disusun Oleh : Suzan Astyamalia 10613266 / D 23 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2013
  • 2. 2 TERAPI HORMON UNTUK PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS A. PENDAHULUAN 1. Epidemiologi Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan kerusakan jaringan tulang microarchitectural, yang mengakibatkan peningkatan kerapuhan tulang dan kerentanan terhadap fraktur. Akibat kehilangan kalsium tulang menjadi berpori, tipis, rapuh dan mudah patah. Sehingga kerangka tubuh lebih pendek dan bungkuk. Ini adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama, yang mempengaruhi sebagian besar penduduk >50 tahun. Ini mengarah ke beban besar melalui peningkatan morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan patah tulang1 . Istilah 'osteoporosis' ini pertama kali diperkenalkan di Perancis dan Jerman pada abad ke-19. Yang berarti 'tulang keropos' dan awalnya tersirat diagnosis histologis, namun kemudian disempurnakan yang berarti tulang yang normal, tetapi dengan kuantitas yang kurang. Definisi osteoporosis berdasarkan kepadatan mineral tulang (BMD) tidak mungkin mencakup semua faktor risiko patah tulang1 . Gejala klinis a) Nyeri. Gejala awal tersering adalah nyeri pinggang tanpa tanda-tanda sebelumnya, biasanya nyeri ini timbul sesudah mengangkat barang berat. Sifat nyeri tersebut tajam atau seperti terbakar, yang bertambah hebat bila bergerak membungkuk, mengangkat beban lebih berat, melompat, atau tanpa trauma sedikitpun. Keadaan ini menunjukkan adanya fraktur kompresi pada korpus vertebra. Vertebra yang paling sering terkena adalah T12 dan L1. Apabila tulang sembuh, nyeri akan hilang, apabila masih ada nyeri, penyebabnya spasme otot pada vertebra.
  • 3. 3 b) Deformitas. Osteoporosis tidak menyebabkan deformitas pada ekstremitas, kecuali bila ada fraktur. Deformitas kolumna vertebralis akan terjadi sesudah episode fraktur kompresi yang berulang- ulang. Terkadang deformitas muncul tanpa ada nyeri pinggang yang nyata. Deformitas meliputi:  Penurunan tinggi badan, adanya fraktur kompresi ini menyebabkan tinggi badan lansia dapat berkurang beberapa sentimeter apabila proses tersebut mengenai beberapa korpus vertebra;  Dorsal kifosis, kelainan ini muncul sebagai gejala khas adanya proses osteoporosis spinal yang berlangsung lama. Bila proses bertambah berat dan lama, kosta bawah dapat bersentuhan dengan Krista iliaka. c) Fraktur. Fraktur patologis pada ekstermitas dapat menyebabkan deformitas. Tempat yang paling sering terkena fraktur akibat esteoporosis adalah kolum femoris dan radius distalis yang terjadi karena jatuh. Hal ini dapat dimengerti karena pada lansia terjadi penurunan reflex keseimbangan2 . Factor predisposisi Osteoporosis 1) Factor ras dan herediter Osteoporosis lebih sering terjadi pada lansia wanita. Kelainan ini juga lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit putih dan wanita Asia dibandingkan dengan wanita berkulit hitam. Hal ini dikaitkan dengan puncak massa tulang yang dicapai pada usia 20-40 tahun pada wanita. Puncak massa tulang ini lebih rendah dari pria. Wanita berkulit putih dan Asia juga memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada wanita berkulit hitam. 2) Kurang aktivitas fisik atau imobilisasi Telah diketahui bahwa imobilisasi tulang memberi efek yang cukup besar terhadap homeostatis kalsium. Jika seseorang memerlukan imobilisasi pada salah satu anggota tubuhnya, sering terjadi osteoporosis pada tulang bersangkutan. Kajian yang dituliskan oleh Donaldson dkk. (1970) serta Rambauan, Dietlein, Yogel dan
  • 4. 4 Smith (1972) menyatakan bahwa seseorang yang sehat yang menetap di tempat tidur selama 4-6 minggu akan kehilangan massa tulang sebanyak 1% setiap minggu, sedangkan astronot yang berasa dalam keadaan hampa udara dan tanpa beban akan kehilangan sekitar 4% massa tulangnya perbulan. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa orang yang aktif secara fisik akan memiliki massa tulang yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak banyak melakukan aktivitas fisik. 3) Factor nutrisi Untuk mendapatkan dan mempertahankan massa tulang yang adekuat, diperlukan makanan yang cukup mengandung kalsium. Tubuh mengatur kadar ion kalsium dalam cairan ekstraselular sedemikian rupa agar tetap berada dalam kadar yang optimal. Apabila terjadi fluktuasi walaupun hanya sementara, system hormone yang mengatur keseimbangan kalsium akan berupaya mengembalikannya kekadar normal. Dengan bertambahnya usia, absorpsi kalsium pada saluran makan bagian atas menjadi kurang efisien. Apabila kalsium dalam diet kurang cukup, tubuh akan menggunakan kalsium dari tempat cadangannya di system tulang. Jadi, jelas bahwa lansia membutuhkan lebih banyak kalsium dalam dietnya. 4) Factor endokrin Hormone yang menentukan massa tulang adalah hormone yang mengatur kadar kalsium dalam plasma, misalnya hormone paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D; sedangkan yang lain mempengaruhi secara tidak langsung, misalnya hormon estrogen, androgen, insulin, dan tiroksin. Pada wanita, hormone estrogen merupakan penentu yang penting untuk kepadatan tulang. Estrogen menyimpan kalsium dalam tulang melalui cara: memberi kesempatan pada usus untuk menyerap kalsium lebih banyak daripada makanan dan mencegah hilangnya kalsium sehingga air seni tidak terlalu banyak membuang kalsium. Penurunan estrogen akan meningkatkan aktivitas osteoklas sehingga kalsium tulang menurun. Beberapa factor kebiasaan dan lingkungan dapat mengakibatkan bertambahnya kehilangan massa tulang. Merokok dan konsumsi alcohol yang tinggi dapat
  • 5. 5 meningkatkan osteoporosis dua kali lipat. Obesitas merupakan factor protektif pada wanita pascamenopause karena merupakan suatu beban bagi vertebra dan peningkatan konversi androgen adrenal dalam jaringan lemak menjadi estrogen2 . 2. Pengobatan Estrogen menghambat hilangnya massa tulang terkait usia tulang yang terjadi pada sebagian besar wanita setelah menopause. Observasi internasional studi telah menunjukkan bahwa penggunaan terapi estrogen mengurangi risiko patah tulang belakang oleh sekitar 50 % dan risiko patah tulang pinggul sebesar 25- 30 %. Terapi estrogen bisa berupa pil oral, serum atau dermal hormone estrogen (Estradiol, estron, dan estriol) per oral rata- rata 5 mg/hari. Selain itu penggunaan bifosfonat dan raloxifene, modulator reseptor estrogen selektif, telah terbukti meningkatkan kepadatan tulang dan mengurangi tingkat patah tulang. Dalam berkerut-aktivitas fisik dan asupan kalsium dan vitamin D juga dapat membantu mengurangi risiko patah tulang karena osteoporosis3 . Namun pada makalah ini akan dibahas lebih spesifik mengenai terapi hormone estrogen dalam pencegahan osteoporosis. B. TERAPI HORMON ESTROGEN 1. Estrogen dan Mekanisme Hormone wanita terutama estrogen dapat mencegah osteoporosis dengan cara menyimpan kalsium dalam tulang dengan menstimulus usus menyerap lebih banyak kalsium dari makanan dan mencegah hilangnya kalsium melalui air seni. Estradiol, estron, dan estriol merupakan estrogen alamiah, yang adakalanya disingkat sebagai E2,E1 dan E3 sesuai jumlah gugus OH dalam molekulnya. Estradiol memiliki daya estrogen terkuat dan 2-5 kali lebih aktif daripada kedua hormone lainnya4 . Estrogen terutama dihasilkan oleh ovaria sebanyak 2-25 mcg sehari pada minggu pertama sampai 25-100 mcg di pertengahan siklus
  • 6. 6 haid. Dalam jumlah lebih sedikit juga dibentuk oleh folikel dan corpus luteum, testes dan anak ginjal (pria dan wanita). Plasenta membentuknya dalam jumlah berlimpah, sampai 30 mg sehari pada bulan ke-9 kehamilan. Sesudah menopause produksi menurun sampai 5-10 mcg sehari4 . Secara oral dan dermal estrogen diabsorpsi dengan baik dan cepat, juga secara vaginal. Tetapi FPE dalam hati sedemikian tinggi hingga BA-nya rendah dan oral kurang aktif. Seperti hormone kelamin lainnya hormone ini terikat pada protein- transport SHBG (Sex Hormone Binding Globuline). Dalam hati hormone ini dirombak dengan pesat menjadi metabolit yang kurang aktif, antara lain estron, estriol dan glukuronida. Sebagian mengalami siklus enterohepatis. Ester Estradiol dan estrogen non steroida lebih lambat inaktivasinya dalam hati dan jaringan lainnya, maka kegiatannya lebih kuat daripada estradiol. Ekskresinya berlangsung melalui kemih sebagai konjugat glukuronidanya4 . Pada osteoporosis menopausal, estrogen berdaya memulihkan keseimbangan antara pembentukan dan perombakan sel- sel tulang yang terganggu pada osteoporosis. Efeknya Nampak cepat, sesudah 6 bulan ternyata massa tulang naik sedikit dan kehilangan tulang dihentikan. Namun estrogen tidak boleh digunakan pada wanita hamil, pasien myoma atau kanker serta pasien jantung dan pembuluh. Penggunaanya hendaknya berhati- hati pada pasien diabetes, migraine dan hipertirosis4 . 2. Penggolongan Estrogen Dalam terapi estrogen dibagi dua kelompok: a. Steroida : estradiol, estron, dan estriol, derivate sintesisnya etilestradiol, mestranol dan epimestrol (Stimovul) b. Non-steroida : dietilstilbestrol, dienestrol dan fosfestrol (Honvan)4 .
  • 7. 7 3. Faktor Resiko Sejumlah faktor risiko osteoporosis telah diidentifikasi dapat meliputi: - Faktor genetic (trauma fraktur) - Factor lingkungan (merokok, inaktif fisik, diet rendah kalsium, kurang terkena sinar matahari - Status menstrual; menopause dini (<45 tahun) dan riwayat amenorrhea - Terapi obat; glukokortikoid (7,5 mg/ hari atau lebih prednisone selama lebih dari 6 bulan, obat antiepilepsi (ex. Phenytoin), antikoagulan (heparin, warfarin) - Penyakit endokrin - Penyakit hematologi - Rheumatik5 . Pengeroposan tulang dapat diperlambat atau bahkan dibalik jika faktor risiko seperti kurang beraktivitas, diet rendah kalsium, dan hyperparathyroidism-primer diidentifikasi dan terbalik. Sebuah report dari National Osteoporosis Foundation menyimpulkan bahwa faktor-faktor berikut yang berguna dalam mengidentifikasi perempuan pada risiko patah tulang: berat badan rendah (<58 kg), Merokok, trauma patah tulang, dan riwayat trauma rendah patah tulang. Faktor-faktor risiko tersebut adalah yang umum dan mudah untuk memastikan 5 . 4. Efek Samping Menurut penelitian sebelumnya, telah dilakukan uji pencegahan osteoporosis dengan melakukan latihan hidup sehat dan teratur berolahraga, terapi supplement kalsium, dan terapi pemberian hormone estrogen-progesteron pada wanita postmenopause, yang memiliki massa tulang rendah, dan terbukti dapat mengurangi penurunan massa tulang dengan pemberian suplemen kalsium dan terapi hormone estrogen- progesteron. Terapi hormone estrogen-progesteron lebih efektif daripada pemberian supplement lain dalam penambahan massa tulang, tetapi dapat menyebabkan efek samping yang berlebih6 .
  • 8. 8 Adanya efek samping pada terapi hormone estrogen-progesteron meliputi : gangguan tidur/ tidak bisa tidur (terapi 3 bulan), dyspareunia, pendarahan vagina, dilasi dan curettage, serta gangguan pada payudara (terapi lebih dari 6 bulan)6 . Insiden kanker endometrial (0,1% per tahun pada wanita postmenopause) meningkat dengan adanya administrasi estrogen. Tapi resiko ini dapat dihilangkan dengan pemberian progestin. Pada wanita yang memiliki riwayat keluarga kanker payudara dapat berakibat kanker payudara. Sedangkan penggunaan jangka panjang estrogen ternyata disisi lain dapat mengurangi iskemik pada jantung. Selain itu terapi estrogen dapat berefek infark myocardial, fraktur dan kematian7 . Informasi tentang efek terapi estrogen-replacement pada tingkat patah tulang belakang pasca-menopause wanita terbatas. Dalam sebuah studi satu tahun terapi estrogen transdermal pada 75 wanita postmenopause dengan osteoporosis, risiko relativitas-tive patah tulang belakang adalah 0,39 pada kelompok pengobatan dibandingkan dengan kelompok plasebo. Ada juga peningkatan mineral massa tulang dari lumbar tulang belakang dari 5,1 persen dan de-lipatan dalam pergantian tulang, sebagaimana dinilai oleh penanda biokimia dan histomorfometri tulang. Dalam sebuah studi utama pencegahan dari 100 wanita yang menjalani ooforektomi bilateral dan yang diobati dengan mestranol atau plasebo selama 6 sampai 12 tahun, tidak ada keropos tulang dari jari-jari dan tulang metacarpal5 . Bukti tambahan bahwa terapi estrogen mencegah patah tulang berasal dari studi kohort prospektif. Misalnya, dalam Studi Osteoporotic Fraktur, risiko relatif fraktur nonspinal adalah 0,66 pada wanita pascamenopause yang mengambil estrogen dibandingkan dengan mereka yang tidak mengambil estrogen. Efek menguntungkan dari terapi pengganti estrogen lebih ditandai pada wanita yang memulai terapi dalam waktu lima tahun setelah menopause, dan itu tidak terpengaruh oleh usia atau terapi progestin5 .
  • 9. 9 Terapi pengganti estrogen adalah pengobatan pilihan pertama, karena dari pengalaman jangka panjang dan manfaat lainnya selain mengobati osteoporosis. Perawatan yang diberikan setidaknya selama lima tahun, dan lebih lagi, bisa-menyebabkan manfaat tidak dapat bertahan setelah pengobatan dihentikan. Kepatuhan ditingkatkan dengan diskusi rinci tentang risiko dan manfaat dari terapi estrogen, dengan menggunakan preparat yang tidak menyebabkan perdarahan uterus (kombinasi estrogen dan progestin terus menerus), dan respon monitoring terhadap pengobatan5 . C. KESIMPULAN Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan kekurangan kalsium tulang. Upaya pencegahan osteoporosis dapat dilakukan dengan olahraga teratur, terapi hormone estrogen yang biasanya juga dipadukan dengan hormone progestin untuk mencegah efek samping, pemberian suplemen kalsium, vitamin D, bifosfonat dan raloxifene. Terapi hormone estrogen (. Estradiol, estron, dan estriol) baik secara oral atau dermal merupakan pencegahan dan pengobatan paling efektif karena estrogen dapat menyimpan kalsium dalam tulang dengan menstimulus usus menyerap lebih banyak kalsium dari makanan dan mencegah hilangnya kalsium melalui air seni serta berefek cepat. Walaupun begitu memiliki efek yang berbahaya sampai kematian tergantung faktor resiko yang dimiliki.
  • 10. 10 DAFTAR PUSTAKA 1) Arden, Nigel, 2006, Osteoporosis, Malta, Remedica 2) Pudjiastuti, Sri S.,Budi Utomo 2003, Fisioterapi pada Lansia, Penerbit Buku kedokteran:EGC, Jakarta 3) Joann G. Manson, P.H., and Kathryn A. Martin, 2001, Postmenopausal Hormone-Replacement Therapy, The New England Jounal of Medicine; 345 (1): 34- 40 4) Tjay, Tan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi kelima, PT Elex Media Komputindo, Jakarta 5) Richard Gastell, 1998, Treatment of Postmenopausal Osteoporosis: Drug Therapy, The New England Journal of Medicine;338(11): 736- 746 6) Richard L. Prince, Margaret Smith, F.R.A.C.O.G.,Ian M. Dick, Roger I.P., Peter Garcia W., N. Kathryn H., 1991, Prevention of Postmenopausal Osteoporosis, The New England Jounal of Medicine; 325(17): 1189-1195 7) Lawrance Riggs B., L. Joseph Melton, 1992, The Prevention and Treatment of Osteoporosis: Drug Therapy, The New England Jounal of Medicine; 327(9): 620-627