Dokumen tersebut merangkum tentang ilmu bedah dan osteoporosis. Terdapat definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosa, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan osteoporosis.
1. 1
ILMU BEDAH
Disusun Oleh
KELOMPOK V
1. SUTRIANI
2. WA ODE PINA
3. WA ODE FINARNI
4. WA ODE KARNIATI
5. WA ODE MURNIA
6. WA ODE SAMSIAH
7. WA ODE SITI MUSRINA M
8. WA ODE SITI RATNA GAMPI
9. YETTI SILVIYANDRI
10. YUSNANI
11. ZAMILAN
PK.M. 07. 041
PK.M. 07. 042
PK.M. 07. 043
PK.M. 07. 044
PK.M. 07. 045
PK.M. 07. 046
PK.M. 07. 047
PK.M. 07. 048
PK.M. 07. 049
PK.M. 07. 050
PK.M. 07. 051
PROGRAM KHUSUS AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
T.A 2009
2. 2
OSTEOPOROSIS
1. Pengertian
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan
penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan
mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan
menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Osteoporosis sering mengkibatkan
fraktur kompresi vetebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan
daerah trokhanter dan patah tulang colles pada pergelangan tangan. Fraktur
kompresi ganda vertebra mengkibatkan deformitas skelet (Mansjoer, 2000).
Osteoporosis atau keropos tulang merupakan penyakit silent epidemic, yang
berarti pengeroposan tulang tersebut berlangsung secara diam-diam dan terus
menerus. Tidak ada gejala apapun yang mengakibatkan penderitanya waspada,
hingga pada suatu saat apabila penderitanya terjatuh maka tulangnya menjadi
sedemikian mudah retak. Akibatnya banyak penderita yang terhenti aktifitasnya
sama sekali atau bahkan meninggal dunia. Disamping itu biaya pengobatan dan
perawatannya menelan biaya yang sangat mahal (Elizabeth,2000).
Jumlah penderita patah tulang akibat osteoporosis sangat banyak yakni 1,3
juta pada tahun 1990. Bahkan diperkirakan mencapai 4,5 juta pada tahun 2050.
US Department of Health and Human Services pada tahun 2004 melaporkan
bahwa hingga tahun 2020 bila tidak ada penangan serius diperkirakan setengah
dari jumlah penduduk AS akan terkena osteoporosis. Di Indonesia, hasil analisa
Depkes di 14 propinsi sebagaimana dimuat oleh IDI Online melaporkan bahwa
penderita osteoporosis telah mencapai sekitar 19,7 persen dari jumlah lansia
yang ada. Oleh karena itu tanggal 20 September hingga 20 Oktober 2005
dicanangkan oleh Menteri Kesehatan sebagai Bulan Osteoporosis Nasional
(http://nusaindah.tripot.com/kesehatan.html, 2009).
3. 3
2. Klasifikasi osteoporosis
Ada ua bentuk osteoporosis yaitu :
- Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang terjadi, ada kaitannya dengan
umur penderita, jenis kelaminnya (berkaitan dengan hormonnya) artinya bila
seseorang bertambaha usianya maka angka kejadian osteoporosis semakin
tinggi. Begitu juga dengan para wanita yang mengalami menopause
sehubungan dengan kadar hormone estrogen yang menurun
- Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit
kronis lain seperti ginjal, gangguan hormone, penyakit hati kronis, penyakit
gula.
3. Etiologi
Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif seiring dengan
penuaan seseorang, yang dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Apabila
tulang semakin padat sebelum usia tersebut, semakin kecil kemungkinan timbul
osteoporosis. Pada orang yang berusia 70 atau 80 tahun osteoporosis adalah
penyakit yang sering ditemukan.
Timbulnya osteoporosis pada wanita berusia lanjut tampaknya terutama
disebabkan oleh turunnya kadar estrogen pascamenopaus. Estrogen
merangsang aktivitas osteoblas dan menghambat efek stimulasi hormone
paratiroid pada osteoklas. Dengan demikian, berkurangnya estrogen
menyebabkan pergeseran kea rah aktivitas osteoklas. Wanita kurus dan wanita
yang merokok lebih rentan terhadap osteoporosis karena sebelum menopaus
tulang mereka kurang padat dibandingkan tulang wanita gemuk yang tidak
merokok. Pria berusia lanjut lebih kecil resikonya mengalami osteoporosis karena
merekan biasanya memiliki tulang yang lebih padat (sekitar 30% lebih padat) dari
pada wanita, dan kadar testosterone tetap tinggi sampai usia mencapai 80 tahun.
Selain faktor diatas terdapat beberapa keadaan yang mempengaruhi atau
memperberat keadaan osteoporosis seperti kurang atau tidak perna berolahraga,
merokok, makanan yang tidak mengandung vitamin D (Brunner & Suddarth,
2001).
4. 4
4. Manifestasi Klinis
Osteoporosis mungkin tidak memberikan gejala klinis sampai terjadi patah
tulang. Nyeri dan deformitas biasanya engertai patah tulang. Dengan melemah
dan kolapsnya korpus vertebra, tinggi seseorang dapat berkurang atau timbul
kofosis dan individu menjadi bungkuk (kadang-kadang disebut dowagers hump)
Gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti patah tulang,
punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi badan, nyeri punggung.
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka
akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa
mengalami hancur secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri
timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang
akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah
tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara
bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan
yang abnormal dari tulang belakang, yang menyebabkan ketegangan otot dan
sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Hal sering juga terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di
daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur
Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis patah tulang cenderung
menyembuh secara perlahan (Brunner & Suddarth, 2001).
5. Diagnosa osteoporosis
Pada seorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan
berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih
lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab
osteoporosis yang bisa diatasi (Mansjoer, 2000).
5. 5
6. Komplikasi
Fraktur tulang panggul, pergelangan tangan, kolumna vertebralis dan paha.
7. Pemeriksaan penunjang
Di Indonesia dikenal 3 cara penegakan diagnosa penyakit osteoporosis dengan
pemeriksaan :
- Densitometer (lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray
absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnose
osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan
nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk
wanita yang memiliki resiko tinggi menderita osteoporosis, penderita yang
diagnosisnya belum pasti, penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya
harus dinilai akuran.
- Densitometer-USG
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit
osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1
berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia
(penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang).
Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaan yang lebih murah
- Sinar x
Untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah
- Pemeriksaan laboratorium
Untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin. Proses pengeroposan tulang dapat
diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia contohnya (c-telopeptide).
Merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam
sirkulasi darah sehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses
pengeroposan tulang.
Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda
bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang
sehingga pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai penanda biokimia
pembentukan tulang dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada
beberapa penyakit tulang lainnya (Mansjoer, 2000).
6. 6
8. Penatalaksanaan
Pencegahan osteoporosis dimulai sejak masa anak-anak dan remaja yaitu
kebiasaan berolahraga dan nutrisi yang adekuat untuk memperkuat tualng
Olahraga beban, bahkan pada usia sangat lanjut (>80 tahun), telah dibuktikan
dapat meningkatkan kepadatan tulang dan massa otot, dan memperbaiki daya
tahan fisik dan keseimbangan
Terapi estrogen-prosgesteron pengganti selama dan setelah menopaus dapat
mengurangi pembentukan osteoporosis pada wanita. Kontraindikasi terapi
penggantian estrogen adalah riwayat kanker payudara pada individu atau
keluarga atau riwayat individu mengidap pembentukan bekuan darah
Terapi testosterone dapat mengurangi osteoporosis pada pria
Suplemen kalsium dan vitamin D melalui makanan dapat mengurangi
pembentukan osteoporosis baik pada pria maupun wanita
Merokok harus dihindari (Elizabeth, 2000).
7. 7
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, EGC:
Jakarta.
Elizabeth, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 4. EGC; Jakarta.
Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius; Jakarta.
Http://Nusaindah.Tripot.Com/kesehatan.html, 2009.
8. 8
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, EGC:
Jakarta.
Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC; Jakarta.
Elizabeth, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 4. EGC; Jakarta.
Gale, D & Carette., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta.
Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius; Jakarta.