SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
BAB I
PENDAHULUAN

Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas
tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar.1,2,3,4
Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya
harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering
dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah
penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia
lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan
untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan
dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih
dianjurkan.1,2
Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah
pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur
dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.
Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan volume tulang.1,2,3
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di
klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma
yang jelas.1,2,3,4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang
atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis
diistilahkan juga dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak
memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur.2,3,4,5,6

2.2

Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak
tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa
tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan
mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35
tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan
akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan
mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan
resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam
keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan
aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini
berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia
menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun
(Sudoyo et al., 2006). Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian
kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini
dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang
preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya
aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses
remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan
oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D.
2
Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah
yang menyebabkan osteoporosis.2,3,4,5
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah
pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi
asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium
serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum
dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid
hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan
penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid,
glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang
(pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya
antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase
formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari
gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status
vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh,
yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh
albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.2,3,4,5
2.3

Faktor Risiko2,3,4
1. Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
•

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

•

Seks (wanita > pria)

•

Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya
•

Defisiensi kalsium

•

Aktivitas fisik kurang

•

Obat-obatan

(kortikosteroid,

anti

konvulsan,

heparin,

siklosporin)

3
•

Merokok, alkohol

•

Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan,
licin, gangguan penglihatan)

•

Hormonal dan penyakit kronik
o Defisiensi estrogen, androgen
o Tirotoksikosis,

hiperparatiroidisme

primer,

hiperkortisolisme
o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal,
gastrektomi)
•

Sifat fisik tulang
o Densitas (massa)
o Ukuran dan geometri
o Mikroarsitektur
o Komposisi

4. Faktor resiko faktur panggul yaitu,:
a. Penurunan respons protektif
•

Kelainan neuromuscular

•

Gangguan penglihatan

•

Gangguan keseimbangan

b. Peningkatan fragilitas tulang
•

Densitas massa tulang rendah

•

Hiperparatiroidisme

c. Gangguan penyediaan energi
Malabsorpsi
2.4

Klasifikasi1,2,3,4
a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan
dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang
serta pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika
4
kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan
tulang

dan

pembentukan

mengalami

ketidakseimbangan.

Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan.
b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang
biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi
akibat dari kekurangan kalsium berhubungan dengan makin
bertambahnya usia.
c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis
yang

penyebabnya

tidak

diketahui.Osteoporosis

ini

sering

menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relative jauh lebih muda.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu
yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang
tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti
di bawa ( Wirakusumah, 2007) :
a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme
b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi kalsium.fosfor.
vitamin D) terganggu.
c. Penyakit keganasan ( kanker)
d. Konsumsi obat –obatan seprti kortikosteriod
e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.
2.5

Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus.
Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju
resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan
tulang lebih banyak terjadi pada korteks.3,4,5,6,7

5
A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri
dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak
terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya
(5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel
tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang
(98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%)
seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik
tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses
mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang
merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan
penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada
serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban
mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang
akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal
dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata
lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti
fungsi”.

B. Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade

awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur,

terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga
berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow
stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α
yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian
penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan
produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas
meningkat.

6
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat,
sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar
kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada
menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi
relatif asidosis respiratorik.
C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,
dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak
berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa
tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang
kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.
Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif.

7
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa
tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata.
2.6

Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal
ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur
tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa
tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada
vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang
paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan
deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps
vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya
akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri
dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik
ditempat tidur. Istirahat ditempat tidur dapat meringankan nyeri untuk
sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi.2,3,4
Harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
•
•

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

•

Gangguan otot (kaku dan lemah)

•

2.7

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

Diagnosis

8
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena
tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis
lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,
rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri
akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak yang
menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan
rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis
hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti
•

Tinggi badan yang makin menurun.

•

Obat-obatan yang diminum.

•

Penyakit-penyakit

yang

diderita

selama

masa

reproduksi,

klimakterium.
•

Jumlah kehamilan dan menyusui.

•

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

•

Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan
matahari cukup.

•
•
2.8

Apakah sering minum susu, Asupan kalsium lainnya.
Apakah sering merokok, minum alkohol

Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.2,3,4,5

2.9

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
9
2.10

Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko
fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan
kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas
massa tulang orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari
T-score.
3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

2.11

Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi
pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya
massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan
fisik (senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan
sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis
makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol,
kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid. Selain pencegahan, tujuan terapi
osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan
pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan
progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan
nutrisi seperti kalsium serta senam beban. Pembedahan pada pasien
osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur
panggul.2,3,4

2.12

Pencegahan
Pencegahan osteoporosis meliputi:
1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan
mengonsumsi kalsium yang cukup
10
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif,
terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar
umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap
hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya
yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet
kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi
perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan
teori osteoblast.
2. Melakukan olah raga dengan beban
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan
meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan
kepadatan tulang.
3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada
wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi
sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah
menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah
menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan
mengurangi

risiko

patah

tulang.

Raloksifen

merupakan

obat

menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada
estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek
terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis,
bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau
bersamaan dengan terapi hormon.

11
BAB III
KESIMPULAN
1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.
2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang
selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang
setelah menopause.
3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan dan
faktur panggul.
4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer
adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada
usia lebih dari 50 tahun.
5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,
pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.
6. Terapi osteoporosis memepertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat
hilangnya massa tulang dan peningkatan massa tulang.
7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi kalsium yang cukup,
olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen.

12
DAFTAR PUSTAKA
1.

Hassan, Isaac., 2005. Osteporosis. Diunduh dari URL: www.emedicine.com.

2.

Jonson

W,

2007.

Orthopedic.

osteoporosis.

Diunduh

dari

URL

www.emedicine.com
3.

Anonim, 2011. Osteoporosis - Overview Diagnosis. Available from
www.OrthopedicChannel.com.

4.

Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Principles of Surgery.
Volume 2. Edisi 8. Page 1655.

5.

Frymoyer JW. Orthopaedic knowledge update 4. American Academi of
orthopaedic surgeons. 1993. Page: 77-82.

6.

Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.

13

More Related Content

What's hot

What's hot (15)

Kelainan metabolik pada spinal cord
Kelainan metabolik pada spinal cordKelainan metabolik pada spinal cord
Kelainan metabolik pada spinal cord
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Osteoporosis terhadap-pola-jalan
Osteoporosis terhadap-pola-jalanOsteoporosis terhadap-pola-jalan
Osteoporosis terhadap-pola-jalan
 
Powerpoint Osteoporosis PPTM
Powerpoint Osteoporosis PPTMPowerpoint Osteoporosis PPTM
Powerpoint Osteoporosis PPTM
 
perubahan muskuluskeletal pada usila
perubahan muskuluskeletal pada usilaperubahan muskuluskeletal pada usila
perubahan muskuluskeletal pada usila
 
Kelompok 12
Kelompok 12Kelompok 12
Kelompok 12
 
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
 
FLiPCHART OSTEOPOROSiS
FLiPCHART OSTEOPOROSiSFLiPCHART OSTEOPOROSiS
FLiPCHART OSTEOPOROSiS
 
Terapi hormon osteoporosis
Terapi hormon osteoporosisTerapi hormon osteoporosis
Terapi hormon osteoporosis
 
Penyakit sistem musculoskeletal pasa
Penyakit sistem musculoskeletal pasaPenyakit sistem musculoskeletal pasa
Penyakit sistem musculoskeletal pasa
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Pleno osteoporosis
Pleno osteoporosisPleno osteoporosis
Pleno osteoporosis
 
Tatalaksana osteoporosis komprehensif
Tatalaksana osteoporosis komprehensifTatalaksana osteoporosis komprehensif
Tatalaksana osteoporosis komprehensif
 

Viewers also liked

Viewers also liked (8)

Resorbsi Fisiologis Gigi
Resorbsi Fisiologis GigiResorbsi Fisiologis Gigi
Resorbsi Fisiologis Gigi
 
Resorpsi akar
Resorpsi akar Resorpsi akar
Resorpsi akar
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
Resorption / dental courses
Resorption / dental coursesResorption / dental courses
Resorption / dental courses
 
Root resorption/ dental courses
Root resorption/ dental coursesRoot resorption/ dental courses
Root resorption/ dental courses
 
Endo note 14 root resorption
Endo note 14   root resorptionEndo note 14   root resorption
Endo note 14 root resorption
 
Teeth Resorption
Teeth ResorptionTeeth Resorption
Teeth Resorption
 
Root Resorption
Root ResorptionRoot Resorption
Root Resorption
 

Similar to Osteoporosis Pendahuluan

Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...savira rahmadian
 
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.pptPenyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.pptTiaramaghfiratinJann
 
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...evinur12
 
Osteoporosis Dan Wanita1
Osteoporosis Dan Wanita1Osteoporosis Dan Wanita1
Osteoporosis Dan Wanita1UDE-NEWS
 
Rec pluz presen.. indonesia ver. 40
Rec pluz presen.. indonesia ver. 40Rec pluz presen.. indonesia ver. 40
Rec pluz presen.. indonesia ver. 40ERoyalife Net Work
 
Hubungan kalsium dengan_ricketsia
Hubungan kalsium dengan_ricketsiaHubungan kalsium dengan_ricketsia
Hubungan kalsium dengan_ricketsiaFian Hernandez
 
hiperkalsemia
hiperkalsemiahiperkalsemia
hiperkalsemiaade rizky
 
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya) sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya) Dea Rodiana
 
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjwAskep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjwGhinanurrafidahdinil
 
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbshAskep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbshGhinanurrafidahdinil
 
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11Fariz Fadhly
 
Ppt pleno blok 5 f3-2011
Ppt pleno blok 5   f3-2011Ppt pleno blok 5   f3-2011
Ppt pleno blok 5 f3-2011Dona Yuliyanti
 

Similar to Osteoporosis Pendahuluan (20)

Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
 
Still askep
Still askepStill askep
Still askep
 
Askep osteoporosis pd lansia
Askep osteoporosis pd lansiaAskep osteoporosis pd lansia
Askep osteoporosis pd lansia
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
Makalah osteoporosis
Makalah   osteoporosisMakalah   osteoporosis
Makalah osteoporosis
 
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
asuupan low densitas protein terhadap densitas mineral tulang pada pasien ost...
 
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.pptPenyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
Penyakit_tulang_dan_sendi_pada_usia_lanj.ppt
 
Osteoporosis
OsteoporosisOsteoporosis
Osteoporosis
 
Osteoporosis shb
Osteoporosis shbOsteoporosis shb
Osteoporosis shb
 
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
Gaya_Hidup_Sehat_Cegah_Osteoporosis_Melalui_Aktivitas_Fisik_dan_Nutrisi_Untuk...
 
Osteoporosis Dan Wanita1
Osteoporosis Dan Wanita1Osteoporosis Dan Wanita1
Osteoporosis Dan Wanita1
 
Rec pluz presen.. indonesia ver. 40
Rec pluz presen.. indonesia ver. 40Rec pluz presen.. indonesia ver. 40
Rec pluz presen.. indonesia ver. 40
 
Hubungan kalsium dengan_ricketsia
Hubungan kalsium dengan_ricketsiaHubungan kalsium dengan_ricketsia
Hubungan kalsium dengan_ricketsia
 
hiperkalsemia
hiperkalsemiahiperkalsemia
hiperkalsemia
 
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya) sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
sistem gerak makhluk hidup (gangguan pada sistem gerak dan cara mengatasinya)
 
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjwAskep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
Askep Osteoporosis.ppt jdjsjnwjwnwjwbwjwjw
 
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbshAskep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
Askep Osteoporosis.ppt gjkabjbwnjsbsnbbsh
 
Osteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shbOsteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shb
 
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
Pleno skenario 5 blok dms kelompok 11
 
Ppt pleno blok 5 f3-2011
Ppt pleno blok 5   f3-2011Ppt pleno blok 5   f3-2011
Ppt pleno blok 5 f3-2011
 

Osteoporosis Pendahuluan

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar.1,2,3,4 Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan.1,2 Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah. Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan volume tulang.1,2,3 Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.1,2,3,4 1
  • 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur.2,3,4,5,6 2.2 Etiologi Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun (Sudoyo et al., 2006). Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. 2
  • 3. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.2,3,4,5 Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.2,3,4,5 2.3 Faktor Risiko2,3,4 1. Usia Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8 2. Genetik • Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia) • Seks (wanita > pria) • Riwayat keluarga 3. Lingkungan, dan lainnya • Defisiensi kalsium • Aktivitas fisik kurang • Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin) 3
  • 4. • Merokok, alkohol • Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan) • Hormonal dan penyakit kronik o Defisiensi estrogen, androgen o Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi) • Sifat fisik tulang o Densitas (massa) o Ukuran dan geometri o Mikroarsitektur o Komposisi 4. Faktor resiko faktur panggul yaitu,: a. Penurunan respons protektif • Kelainan neuromuscular • Gangguan penglihatan • Gangguan keseimbangan b. Peningkatan fragilitas tulang • Densitas massa tulang rendah • Hiperparatiroidisme c. Gangguan penyediaan energi Malabsorpsi 2.4 Klasifikasi1,2,3,4 a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause. Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang serta pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika 4
  • 5. kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan tulang dan pembentukan mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan. b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi akibat dari kekurangan kalsium berhubungan dengan makin bertambahnya usia. c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang relative jauh lebih muda. 2. Osteoporosis sekunder Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti di bawa ( Wirakusumah, 2007) : a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi kalsium.fosfor. vitamin D) terganggu. c. Penyakit keganasan ( kanker) d. Konsumsi obat –obatan seprti kortikosteriod e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga. 2.5 Patogenesis Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks.3,4,5,6,7 5
  • 6. A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang. Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”. B. Patogenesis Osteoporosis primer Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat. 6
  • 7. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. 7
  • 8. Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata. 2.6 Gambaran Klinis Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi.2,3,4 Harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan : • • Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang. • Gangguan otot (kaku dan lemah) • 2.7 Patah tulang akibat trauma yang ringan. Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas. Diagnosis 8
  • 9. Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti • Tinggi badan yang makin menurun. • Obat-obatan yang diminum. • Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium. • Jumlah kehamilan dan menyusui. • Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi. • Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup. • • 2.8 Apakah sering minum susu, Asupan kalsium lainnya. Apakah sering merokok, minum alkohol Pemeriksaan Fisik Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.2,3,4,5 2.9 Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra. 9
  • 10. 2.10 Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri) Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu: 1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score) 2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score. 3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang. 4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur. 2.11 Penatalaksanaan Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid. Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban. Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.2,3,4 2.12 Pencegahan Pencegahan osteoporosis meliputi: 1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengonsumsi kalsium yang cukup 10
  • 11. Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori osteoblast. 2. Melakukan olah raga dengan beban Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang. 3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu). Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi hormon. 11
  • 12. BAB III KESIMPULAN 1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. 2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. 3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan dan faktur panggul. 4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. 5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. 6. Terapi osteoporosis memepertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat hilangnya massa tulang dan peningkatan massa tulang. 7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi kalsium yang cukup, olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen. 12
  • 13. DAFTAR PUSTAKA 1. Hassan, Isaac., 2005. Osteporosis. Diunduh dari URL: www.emedicine.com. 2. Jonson W, 2007. Orthopedic. osteoporosis. Diunduh dari URL www.emedicine.com 3. Anonim, 2011. Osteoporosis - Overview Diagnosis. Available from www.OrthopedicChannel.com. 4. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Principles of Surgery. Volume 2. Edisi 8. Page 1655. 5. Frymoyer JW. Orthopaedic knowledge update 4. American Academi of orthopaedic surgeons. 1993. Page: 77-82. 6. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006. 13