Dokumen tersebut membahas tentang osteoporosis, termasuk definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, dan diagnosis osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit yang menyebabkan penurunan massa tulang dan kerentanan terhadap fraktur. Wanita pasca menopause memiliki risiko lebih tinggi terkena osteoporosis. Diagnosis osteoporosis didasarkan pada gejala klinis dan pemerik
Asuhan keperawatan pada dengan osteoporosis AKPER PEMKAB MUNA
1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
—-Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa
tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena
fragilitas tulang meningkat.
2. Epidemiologi
—-Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem
pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur
tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai
trauma yang jelas.
—-Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada
usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun.
Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis
yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor
proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan
latihan yang teratur.
3. Etiologi
—-Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang
baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah
menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun,
pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah
beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya
sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan
melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses
coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang.
Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau
lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
—-Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang
menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption –
Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang
merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas
resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor
hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan
dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin,
estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang
menyebabkan osteoporosis.
—-Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan
metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh
tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis
kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon
(PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor
lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor
mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya
antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi
tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan
kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein
2. tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40%
dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
4. Faktor Resiko Osteoporosis
1. Usia
o Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
o Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
o Seks (wanita > pria)
o Riwayat keluarga
3. Lingkungan, dan lainnya
o Defisiensi kalsium
o Aktivitas fisik kurang
o Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
o
o
o
o
o
Merokok, alkohol
Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan
penglihatan)
Hormonal dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen, androgen
Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
Sifat fisik tulang
Densitas (massa)
Ukuran dan geometri
Mikroarsitektur
Komposisi
—-Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
1. Penurunan respons protektif
o Kelainan neuromuskular
o Gangguan penglihatan
o Gangguan keseimbangan
2. Peningkatan fragilitas tulang
o Densitas massa tulang rendah
o Hiperparatiroidisme
3. Gangguan penyediaan energi
o Malabsorpsi
5. Klasifikasi Osteoporosis
—-Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari
penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles.
Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan
perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
Osteoporosis idiopatik
3. Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan
faktor etiologik yang tidak diketahui.
6. Patogenesis
—-Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa
tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan
tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
—-Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%)
dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah
mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel
tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari
kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan
tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
—-Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak
mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat
anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada
serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan
hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang
menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika.
Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
—-Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah
menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat.
Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells
dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja
osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan
produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
—-Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan
meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause,
kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi,
sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
—-Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan
kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi
ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi
tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang,
perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
—-Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan
oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar
matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol
dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah
mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar
testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin
4. (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
—-Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah
faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur
yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau
tidak rata, dll.
7. Gambaran Klinis
—-Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena
osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat
terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur
pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari
fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri
biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas
awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat
meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat
tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang
bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
—-Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
8. Diagnosis
—-Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada
tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita
menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan
adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981)
yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga,
taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang
menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
-
Tinggi badan yang makin menurun.
-
Obat-obatan yang diminum.
-
Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
-
Jumlah kehamilan dan menyusui.
-
Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
-
Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
-
Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
-
Apakah sering merokok, minum alkohol?
-
5. Pemeriksaan Fisik
—-Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga
gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan
osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologis
—-Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai
hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang
orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
9. Penatalaksanaan
—-Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada
umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu
memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang
aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan
yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif,
kortikosteroid.
—-Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan
melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone
dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam
beban.
—-Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi
fraktur panggul.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Promosi kesehatan untuk mengidentifikasi individu yang beresiko mengalami osteoporosis dan
penemuan masalah yang berhubungan dengan osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian
keperawatan.
Wawancara meliputi : pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, fraktur
sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan penggunaan
kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap gejala yang dialami pasien seperti
nyeri pingang, konstipasi, atau gangguan citra diri, harus digali.
Pemeriksaan fisik….
2. Diagnosa Keperawatan
6. Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah :
1.
2.
3.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi atau terjadinya ileus (obtruksi usus)
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
Resiko cedera berhubungan dengan tulang osteoporosik